"Aku tidak setuju dengan perjodohan ini." ucap Wandi setelah tamu papanya pulang.
"Liat tuh kelakuan anak kamu yang tidak tau di untung, udah kita Carikan jodoh yang selevel dengan kita, namun dia masih tidak tau diri." ucap Mayang memprovokasi sang suami.
Wandi tau jika ibu sambungnya itu selalu memprovokasinya dengan sang ayah. Bahkan ibu sambungnya juga pernah melakukan fitnah kepada dirinya dulu sehingga dia di marahi sang ayah.
Walaupun papanya menikah lagi, namun tidak mengurangi rasa sayangnya kepada Wandi. Dia tetap memberikan apa yang menjadi haknya karena anak pertama pernikahan mereka adalah perempuan yaitu Vania. Sementara sang ayah sangat menyenangi anak laki-laki sebagai pewarisnya.
"Mereka keluarga setara dengan kita, dan jika kamu menikahi dia maka hubungan bisnis kita juga akan berjalan dengan lancar, kami tidak bisa menolak perjodohan ini." ucap Rudi dengan tegas.
Dia juga mengetahui bahwa anaknya saat ini membawa seorang wanita tinggal di rumahnya. Dia sudah tau siapa wanita itu, karena wanita itu terkenal sebagai simpanan para pengusaha kaya dulunya.
"Aku tidak akan membiarkan kamu mencoreng nama keluarga ini dengan menikah dengan wanita yang tidak jelas bibit bobotnya." ucap Rudi lagi.
"Apalagi dengan wanita pelacur itu." ucapnya lagi membuat Wandi kaget karena papanya mengetahui keberadaan Vivian.
"Dia bukan siapa-siapa aku, aku hanya menolongnya, itu saja." jawab Wandi.
Namun bukan Rudi namanya jika mudah percaya dengan anaknya.
"Aku bisa percaya dengan kamu tapi tidak dengan wanita itu." ucap Rudi.
" Lagian kamu aneh-aneh aja, berteman dengan orang nggak jelas, wanita pelacur pun kamu tampung, emang rumah kamu dinas sosial?" tanya Mayang dengan sinis.
"Atau jangan - jangan kamu juga menikmati wanita itu, makanya kamu mau menampung dia, nggak mungkin tanpa ada imbal balik." ucap Mayang lagi.
Jika bukan perempuan mungkin Wandi sudah menyumpal mulut wanita itu. Wanita itu selalu bicara sesuka hatinya tanpa menyaring ucapan yang keluar dari mulut busuknya.
"Ma bang Wandi nggak mungkin kayak gitu." kali ini yang bicara adalah Vania.
Dia tau bahwa kakak lelakinya adalah lelaki baik - baik yang tidak mungkin mengambil untung dalam membantu orang lain.
"Diam kamu, kamu tau apa? siap - siapkan aja diri kamu berikutnya di jodohkan, kalau kamu nggak bisa ngebet anak orang kaya." ucap Mayang.
Vania menjadi malas dan lansung berdiri. Dia tau bahwa mamanya ini sangat matre sekali.
"Ah malas, mending tidur." ucap Dendi anak lelakinya.
Mayang semakin kesal karena anak lelakinya masih tetap tidak mau tau dengan keadaan keluarga. Bahkan Mayang sudah menyuruh anak lelakinya itu untuk mempelajari bisnis. Namun kenyataannya lelaki itu hanya membuang waktunya dengan senang - senang.
"Aku juga mau pulang." ucap Wandi yang sudah kehabisan kata untuk menghadapi papanya. Apalagi jika masih ada mama tirinya di sana.
"Dasar anak kampungan, udah untung di Carikan jodoh anak orang kaya, malah memilih wanita tidak jelas bibit bobotnya." ucap Mayang.
"Sudahlah, bising aja dari tadi." ucap Rudi yang juga malas mendengar perkataan Mayang yang tidak ada hentinya.
Wandi memilih untuk pulang kerumahnya. Jam tangannya telah menunjukkan pukul 10 malam.
Sampai di rumah dia lansung kesal. Baru saja membela wanita itu di depan keluarganya, namun saat ini melihat Vivian baru saja kembali bersama seorang lelaki.
"Dari mana saja kamu?" tanya Wandi dengan ketus.
"Tadi ke minimarket depan nggak sengaja ketemu sama teman lama." jawab Vivian sambil tersenyum.
"Alasan." ucap Wandi berlalu meninggalkan Vivian.
"Alasan?" ulang Vivian dengan bingung.
"Apa salahku? kenapa dia pulang - pulang kayak gitu?" tanyanya bicara sendiri.
Vivian yang tidak mendapatkan jawabannya sendiri akhirnya memilih masuk rumah. Dia tidak mau ambil pusing dengan sikap Wandi tadi.
Sementara Wandi sejak masuk ke kamarnya hanya uring - uringan terus. Dia juga tidak tau kenapa dia begitu marah dengan Vivian.
Vivian duduk di meja yang ada di dapur sambil membuka martabak yang dia beli. Ya dia tadi keluar selain ke minimarket juga membeli martabak telur.
Dia menyantap martabak tersebut dari piringnya dengan lahap. Bahkan dia tidak menyadari bahwa Wandi sedang mengawasinya di belakangnya.
"Udah malam gini masih aja makan." ucap Wandi sambil membuka pintu kulkas.
Vivian lansung kaget mendengar ada yang bicara di belakangnya. Dia menoleh kebelakang sebentar,lalu setelah itu dia melanjutkan menyantap martabak nya.
Wandi kesal karena merasa di abaikan oleh wanita itu. Dia melihat apa yang di makan oleh wanita itu. Saat melihat cara wanita makan membuat Wandi menjadi ingin makan juga.
Tanpa sepengetahuan Vivian, Wandi lansung duduk dan merebut piring Vivian. Wandi lansung menyantap punya Vivian.
"Itu punya aku." ucap Vivian melihat Wandi memakan miliknya.
"Makanan gini aja kamu pelit banget." ucap Wandi tetap memakan makanan tersebut.
"Bukan seperti itu, tapi kenapa harus yang di piring itu." ucap Vivian.
"Jangan banyak omong ah, lagian kamu juga sering memakan apa yang ada di rumah ini, masa sekali - kali aku memakan milikmu nggak boleh." ucap Wandi.
Vivian hanya diam sambil memanyunkan bibirnya. Sedangkan Wandi tetap memakan makanan tersebut sampai habis.
"Tau aku numpang, tapi jangan seenaknya gitu." ucap Vivian tentunya dalam hatinya.
"Ahh enak juga." ucap Wandi tersenyum menatap Vivian yang menatapnya dalam kesal.
"Makanan murah gini aja kamu udah pasang muka manyun sama aku,ini belum apa - apa dengan apa yang aku berikan kepada kamu." ucap Wandi.
Vivian semakin kesal terhadap lelaki itu. Sedangkan Wandi merasa senang saat melihat wajah wanita itu yang nampak kesal.
"Kenapa dia makin cantik aja manyun kayak gitu, gemes pengen cubit pipinya." ucap Wandi dalam hatinya.
"Ah nggak mungkin aku suka dia, diakan wanita yang sudah di sentuh oleh banyak lelaki, aku nggak akan bisa menerima seperti dia." ucap Wandi lagi berdialog dalam hatinya.
Vivian semakin kesal ketika Wandi pergi meninggalkan piring kotornya. Sambil merenggut akhirnya dia mencuci piring yang sudah kosong oleh lelaki tersebut.
Dia juga membuang kotak kosong bekas martabak telur tadi. Setelah itu barulah dia kembali ke kamarnya.
"Makanan murahan tapi semua di habiskan." ucap Vivian bicara sendiri sambil mengejek.
Wandi hanya tersenyum dari lantai dua melihat ekspresi wanita itu bicara sendiri sambil mengejeknya.
"Lucu juga dia seperti itu." gumam Wandi membalikkan badannya,lalu berjalan menuju kamarnya.
Wandi berjalan menuju kamar sambil tersenyum sendiri. Entah kenapa membuat Vivian jengkel adalah kesenangannya sendiri saat ini.
"Sepertinya aku harus agak jarak dengan dia, aku takut jatuh hati kepada wanita itu." ucapnya lagi.
"Tapi nggak mungkin aku akan jatuh cinta sama dia, cintaku sudah cinta mati kepada Geby." ucapnya lagi.
Wandi akhirnya memilih membukan ponselnya untuk melihat media sosial sebelum tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments