Bab 5

Sudah beberapa hari ini Wandi tidak melihat Vivian menunggunya di meja makan. Diapun menjadi bingung kenapa wanita itu tidak ada di meja makan akhir-akhir ini.

Wandi melangkahkan kakinya menuju meja makan. Dia memakan sandwich yang ada di meja tersebut lalu memeriksa dokumennya di ponselnya.

"Bi kemana nona Vivian? kenapa dia tidak pernah sarapan?" tanya Wandi ketika salah satu pelayanannya mengantarkan kopi yang ia minta.

Yah Wandi tadi sempat meminta di buatkan kopi kepada pelayanannya saat menyantap sandwich.

"Nona Vivian udah sarapan pagi - pagi tuan."

"Baiklah terima kasih."

"Syukurlah dia paham, dengan begitu kami nggak perlu bertemu setiap pagi atau malam." gumamnya lalu meminum kopi paginya dengan santai.

Setelah selesai sarapan, dia melangkahkan kakinya menuju tempat kerjanya. Sebelum berangkat dia tidak lupa untuk mengirimkan pesan kepada wanita pujaan hatinya sekaligus sahabatnya itu.

"Ntah kapan wanita itu ke sini lagi, coba dia mau pindah ke sini." gumam Wandi sambil tersenyum melihat ponselnya.

Doni sang sopir melihat bosnya tersenyum sendiri saat melihat ke arah ponselnya. Dia seringkali melihat bosnya akhir-akhir ini tersenyum sendiri.

Setelah sampai di kantornya, ia begitu terkejut saat melihat wanita yang tengah duduk di dalam ruangannya.

"Pagi Wandi." sapanya sambil tersenyum dan berjalan menyambut kehadiran Wandi.

"kamu ngapain pagi - pagi di sini?" tanya Wandi kurang suka melihat kehadiran Indri.

Yah akhir - akhir ini wanita itu begitu gencar mendatanginya. Apalagi setelah papanya mengenalkannya kepada karyawan nya sebagai calon istri Wandi.

"Tentu aja mau bertemu dengan kamu calon suamiku, aku sangat kangen sama kamu, makanya aku ke sini bawakan kamu sarapan." ucapnya sambil tersenyum manis.

"Saya udah sarapan dan kenyang." jawab Wandi.

"Kenapa kamu sarapan di rumah? Besok-besok kamu harus sarapan bersama aku." ucap wanita itu sibuk menunjukkan kekecewaannya.

"Kan kemarin - kemarin udah sarapan di rumah kamu juga, apa salahnya aku sarapan di rumah."

"Karena kita harus membiasakan sarapan bersama dari sekarang sayang, besok kamu harus sarapan bareng aku di sini." ucap Indri bergelayut manja di lengan Wandi.

Jika bukan karena papanya mengancam dirinya, sudah di pastikan dia akan menyeret wanita itu keluar dari ruangan tempat kerjanya.

"Apa sih yang kamu harapkan dari perjodohan kita? aku tidak mencintai kamu." ucap Wandi dengan jujur berharap wanita itu mau mundur dari perjodohan ini.

"Kamu bisa belajar Wandi, aku sudah sangat mencintai kamu, dan aku bahkan akan meminta papa ku untuk mempercepat pernikahan kita." ucap Indri tidak melepaskan tangannya dari Wandi.

Wandi menatap wanita itu dengan jengah. Dia lansung teringat Vivian di rumah. Wanita yang dulunya mempunyai jejak digital yang kurang baik, namun pernah bergelayut manja seperti ini.

"Kira - kira dia ngapain di rumah ya?"gumam Wandi.

"Siapa yang di rumah?" tanya Indri saat mendengar gumaman lelaki itu.

"Bukan urusan kamu." ucap Wandi melepaskan tangannya dari Indri lalu duduk di kursi kebesarannya.

"Awas aja kamu kalau ada wanita lain dalam hidup kamu selain aku." ucap Indri dalam hatinya.

Wandi lansung membuka laptopnya dan menyibukkan diri agar tidak di ganggu oleh wanita itu. Sedangkan wanita itu masih duduk menatap lelaki itu dari tempat duduknya.

"Bibirnya yang tebal itu ingin sekali rasanya aku cium." bathin Indri melihat ketampanan calon suaminya.

"Bagaimana pun caranya aku akan meminta papa untuk mempercepat pernikahan kami." ucapnya lagi dalam hatinya sambil tersenyum sendiri.

Wandi tidak peduli bahwa wanita itu ada di dalam ruangannya. Bahkan dia tidak pernah menganggap wanita itu ada di sana.

Wandi berjalan meninggalkan ruangannya.

"Kamu mau kemana?" tanya Indri saat melihat Wandi berjalan ke arah pintu keluar.

"Aku mau meeting." jawab lelaki itu dengan malas.

"Baiklah,aku tunggu di sini aja."

"Kamu pulang saja, aku sangat sibuk, memangnya kamu nggak ada kegiatan apa?" tanya Wandi kepada wanita itu.

"Nggak ada, kegiatan aku hanya mengikuti kemana kamu pergi." jawab Indri tanpa bebas.

"Sepertinya kita semakin nggak cocok ,aku sangat menyukai wanita pekerja keras." ucap Wandi kepada wanita itu.

"Untuk apa aku bekerja keras jika aku mempunyai ayah yang kaya raya dan seorang suami yang mapan seperti kamu,aku bisa menemani kamu atau pergi shopping."

Wandi semakin tidak menyukai wanita yang ada di hadapannya itu.

"Semakin yakin bahwa aku tidak akan menikah dengan wanita seperti kamu ini." ucap Wandi akhirnya meninggalkan Indri.

"Hei emamg aku wanita seperti apa? Kamu liat aja bahwa kamu akan menikahi aku dalam waktu dekat." ucap wanita itu dengan perasaan jengkel dengan ucapan Wandi.

"Kamu liat aja nanti." gumamnya duduk kembali di sofa yang ada di dalam ruangan Wandi.

Sedangkan Wandi tengah memimpin rapat bersama dengan karyawannya.

Setelah selesai meeting, dia bertanya terlebih dahulu kepada sekretarisnya tentang keberadaan Indri. Karena tau wanita itu mas

ih di ruangan kerjanya, akhirnya Wandi memilih untuk pergi makan siang di luar.

"Kalau dia bertanya bilang saja aku sedang keluar menemui klien." pesan Wandi kepada sang sekretaris.

"Baik pak." jawab sang sekretaris.

Wandi meninggalkan kantornya menuju makan siang. Tiba-tiba dia teringat dengan Vivian.

"Dah lama nggak makan bareng dia, apa aku ajak dia aja ya biar nggak bosan makan siang sendiri." gumamnya.

Diapun akhirnya mengeluarkan ponselnya. Jika kemaren - kemaren dia menjauhi Vivian, tapi kali ini dia mengajak wanita itu makan siang.

Vivian yangam tengah sibuk, tiba-tiba ponselnya berdering. Dia menatap layar ada panggilan dari Alby.

"Ya bi."

"Siap - siap aku akan menjemputmu makan siang." ucap Alby di seberang sana.

"Iya." jawab Vivian yang memang sudah janji akan menuruti ajakan lelaki itu sebagai balas budi.

Setelah terputus dengan Alby, tiba-tiba ponselnya berdering kembali.

"Ya."

"Aku mau ajak kamu makan siang di restoran yang enak, ini aku baru tau, aku jemput ya."

Vivian terdiam sejenak mendengar suara Wandi di seberang sana.

"Maaf aku nggak bisa ndi, karena aku sedang kerja." jawab Vivian.

"Kerja? Kamu kerja kenapa nggak bilang - bilang aku."

"Kan udah pernah izin, lagian akhir - akhir ini kamu terlalu sibuk, makanya aku tidak enak untuk ngomong." jawab Vivian.

"Ya sudahlah." ucap Wandi akhirnya mematikan telepon secara sepihak.

Vivian hanya menghela nafasnya melihat sikap lelaki itu.

Tidak lama kemudian dia berjalan keluar karena Alby sudah di depan kantor. Vivian berjalan dengan anggun membuat karyawan lain menatapnya dengan tatapan tidak suka.

"Mentang-mentang dekat sama teman bos, makanya dia bisa sesuka dia."

"Iya, dia kerja di sini karena memang cantik aja."

Rio yang mendengar hal tersebut hanya diam saja. Dia juga malas untuk membantah atau ikut campur.

"Semoga kamu benar berubah tidak seperti dulu lagi." bathin Rio menatap wanita itu dari jauh.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!