NovelToon NovelToon

Apakah Aku Tidak Layak Untuk Di Cintai

Bab 1

Vivian Lim seorang wanita keturunan cina namun saat ini sudah menjadi mualaf. Sudah hampir dua tahun ia tinggal bersama Wandi seorang temannya.

Vivian tampak cantik dengan stelan yang ia gunakan. Kulitnya yang putih serta tubuhnya yang proposional membuat lelaki manapun akan takjub melihatnya.

Vivian nampak sudah duduk di meja makan menunggu Wandi. Yah Wandi memang selalu lebih lambat turun dari dirinya. Selalu seperti itu hampir dua tahun belakangan ini.

Wandi memang tidak membolehkan Vivian untuk keluar dari rumahnya. Karena dia begitu kuatir akan keselamatan wanita itu.

Apalagi saat ini kabarnya orang tua Vivian juga tidak ada di kampungnya karena bersembunyi dari kejaran Beni. Beni adalah lelaki masa lalu Vivian yang kelam.

Saat tinggal di rumah Wandi, di sanalah tumbuh beni cinta Vivian untuk Wandi. Bahkan cintanya kepada lelaki itu semakin lama semakin besar. Namun dia selalu sadar diri siapa akan dirinya sehingga mencoba menahan diri agar tidak mencintai lelaki itu.Dia cukup tau diri untuk tidak mencintai lelaki itu karena masa lalunya yang kelam.

Vivian tersenyum saat melihat Wandi turun menggunakan kemeja abu dengan gagahnya. Vivian hanya menatap lelaki itu sekilas karena takut lelaki itu akan menyadarinya.

"Udah lama nunggu ya?" tanya Wandi kepada Vivian sambil tersenyum.

Yah selama tinggal bersama, lelaki itu selalu memperlakukan dia dengan sangat baik.

"Nggak juga kok." jawab Vivian tersenyum.

Wandi mengambil roti dan selai kacang. Pagi ini ia hanya ingin sarapan roti dan susu.

"Lain kali kalau mau duluan sarapan silahkan aja, nggak usah nungguin segala." ucap Wandi sambil memotong rotinya.

"Nggak apa-apa, lagian kamu tuan rumahnya." ucap Vivian juga mengambil roti.

Vivian memang tidak terbiasa sarapan berat sejak dulu. Sedangkan di meja sudah tersedia nasi goreng dan roti tawar di sertai beberapa selai yang berjejer di meja makan.

"Ndi aku mau kerja." ucap Vivian membuat lelaki itu berhenti mengunyah.

" Buat apa kamu kerja? Kamu belum aman karena Beni pasti masih ingin melakukan hal yang tidak baik sama kamu." jawab Wandi mengingatkan Beni yang begitu dendam dengan Vivian.

"Aku bisa jaga diri aku karena aku tau saat ini Beni tidak memiliki kuasa lagi, dia hanya lelaki kere." jawab Vivian tau informasi bahwa Beni tidak lagi kaya seperti dulu lagi.

"Kata siapa, Alby memberikannya salah satu kantor cabang untuk dia olah, dia masih punya uang untuk mencelakakan kamu." jawab Wandi yang memang tau tentang Beni dari anak buahnya.

Vivian yakin dengan pendiriannya saat ini. Dia juga merasa saat ini Beni sudah tidak terobsesi lagi dengan dirinya setelah kejadian itu.

"Aku bosan di sini ndi, aku tidak ingin selamanya bergantung kepadamu, jadi keputusan aku sudah bulat untuk mencari kerja, bahkan aku juga ingin mencari tempat tinggal juga." ucap Vivian sambil menundukkan kepalanya.

"Kamu tidak nyaman tinggal di rumah ini?" tanya Wandi tidak mengerti apa yang di cari Vivian untuk bekerja di luar sana. Padahal dirinya masih bisa membiayai kehidupannya.

"Aku nyaman, namun nggak enak aja karena kita juga tidak ada ikatan apa - apa, nanti pacarmu malah salah sangka sama aku."

Wandi tertawa mendengar perkataan Vivian. Vivian kesal karena saat ini dia sedang tidak melucu.

"Aku tidak melucu ndi, aku serius."

"Habis kamu lucu, lalu gimana dengan pelayan yang tinggal di sini? apakah mereka punya ikatan dengan aku?" tanya Wandi memandang Vivian sambil tersenyum.

Vivian hanya diam, entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang sakit di dadanya.

"Jadi status aku sama seperti mereka?" tanya Vivian dalam hatinya.

Wandi melihat wanita itu menundukkan kepalanya sambil mengunyah rotinya. Wanita itu hanya diam saja tanpa menjawab lagi.

Dia menyadari bahwa dia tidak punya wewenang untuk melarangnya seperti itu. Dan dia juga tidak bisa melarang wanita itu untuk mencari pekerjaan.

"Ya sudah kamu boleh mencari pekerjaan, tapi dengan syarat kamu tetap tinggal di sini." ucap Wandi akhirnya mengalah.

"Terima kasih ndi." ucap Vivian memaksakan untuk tersenyum.

Vivian sebenarnya bisa saja memaksa untuk keluar dari rumah itu. Dia tidak harus meminta izin kepada lelaki itu. Namun dia masih tau untuk balas budi kepada lelaki itu.

"Aku berangkat, kamu hati - hati, malam ini sepertinya aku terlambat pulang karena mau singgah ke rumah papa."

Vivian hanya menganggukkan kepalanya. Dia hanya menatap kepergian sang pemilik rumah dari tempat duduknya.

Vivianpun berdiri dari duduknya. Dia membereskan meja setelah selesai sarapan. Seperti biasanya para pelayan selalu datang dan melarangnya untuk melakukan hal tersebut.

"Biar saya aja bi, nggak apa-apa."

"Jangan jona, nanti tuan marah sama kami, kami di sini di gaji." jawab kepala pelayan.

Vivian akhirnya hanya diam dan meninggalkan meja makan. Dia berjalan menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar Wandi.

"Semoga bisa dapat kerja, lama - lama jenuh juga di sini, nggak ada yang bisa di kerjakan." ucapnya sambil mengambil baju dari lemari yang ada di kamar itu.

Setelah selesai mengganti bajunya, dia segera untuk berangkat membawa berkas - berkas lamaran pekerjaannya.

Dia berjalan dengan anggun melewati tangga rumah besar tersebut. Vivian pergi menggunakan salah satu mobil Wandi yang di pinjamkan kepadanya.

Vivian sebenarnya juga sudah pernah memasukkan lamaran pekerjaan sebelumnya. Namun sampai saat ini tidak ada satupun perusahaan yang memanggilnya.

"Aduh aku mau kemana ya cari kerja, perasaan udah keliling tapi nggak ada perusahaan yang buka lowongan." keluhnya.

Sidah hampir setengah hari ia berkeliling Jakarta, namun tidak ada lowongan pekerjaan yang cocok dengannya. Bahkan beberapa security juga mengusirnya sebelum memasukkan lamaran pekerjaan.

Saat dia berhenti di lampu merah, dia tersenyum saat melihat mobil Wandi di sebelahnya. Dia tau bahwa saat ini pasti lelaki itu sedang keluar untuk makan siang. Namun senyumnya menghilang saat melihat seorang wanita yang duduk di sebelah lelaki itu.

Wandi nampak tersenyum lepas saat bersama wanita itu. Wanita itu tidak lain adalah Geby.

"Ternyata dia sedang di Jakarta." gumam Vivian.

Vivian melajukan mobilnya menuju sebuah restoran karena lapar. Namun tidak di sangka ia di sana bertemu dengan Alby. Alby adalah lelaki yang selalu mengejar-ngejarnya selama ini.

"Vivian." panggilnya.

"Panggil aku kakak, umurku jauh di atas kamu." jawab wanita itu.

Alby hanya tersenyum saat mendengar ucapan yang keluar dari mulut wanita itu. Akhir - akhir ini wanita itu selalu sewot kepadanya.

"Kamu kenapa sih? Kok akhir - akhir ini sewot sekali sama aku?" tanya Alby mengikuti langkah kaki Vivian.

Alby juga tidak tau apa permasalahan wanita itu sewot kepadanya. Karena menurutnya,dia tidak ada salah apapun kepada wanita itu.

"Nggak apa-apa." jawab Vivian yang tidak memungkinkan untuk jujur kepada lelaki yang masih muda darinya itu.

Vivian duduk di salah satu kursi dan di ikuti oleh Alby. Vivian memang menjaga jarak saat ini dengan lelaki itu.

Jika dulunya ia selalu mendekatkan diri, namun saat ini dia berusaha agar menjauhkan dirinya karena tidak ingin menyakiti lelaki itu terlalu dalam nantinya.

Mereka memakan makanan yang telah mereka pesan. Vivian sesekali sambil menatap ponselnya karena sibuk mencari lowongan kerja.

"Kamu cari pekerjaan?" tanya Alby yang memperhatikan wanita itu nampak sibuk membaca info lowongan pekerjaan.

Vivian hanya menganggukkan kepalanya sebagai sebuah jawaban tanpa memandang Alby.

"Kenapa kamu tidak bekerja di kantor aku aja? Aku bisa aja mempekerjakan kamu sebagai sekretaris." ucap lelaki itu dengan senang hati. Dia tidak bisa membayangkan jika Vivian bersedia bekerja sebagai sekretarisnya.

Mendengar ucapan Alby bukan membuat Vivian senang. Hal itu malah mengingatkan dia kepada masa lalunya yang buruk.

"Aku tidak bisa bekerja di kantor kamu." jawab Wanita itu tegas.

"Lalu kamu mau di bagian apa? Sebutkan saja." ucap lelaki itu.

Vivian memang sangat ingin bekerja. Namun dia tidak akan pernah kembali kepada perusahaan itu lagi.

"Aku tidak mau bergantung kepada kamu jadi aku akan mencari pekerjaan sendiri" ucap Vivian membuat Alby tertawa.

"Hahaha aku malah senang jika kamu bergantung kepadaku, itu yang aku harapkan."

"Mimpimu." ucap wanita itu dengan datar. Sementara Alby hanya tertawa mendengar ucapan wanita itu. Alby juga tidak tau kenapa wanita itu menjaga jarak dengannya. Dia semakin tertantang untuk mendekati Vivian. Karena biasanya wanita lain akan senang di dekati olehnya, namun berbeda dengan Vivian.

Bab 2

"Besok jika ingin kemana-mana kabarin aja, atau kamu mending pindah ke Jakarta aja." ucap Wandi membujuk sahabatnya itu.

"Aku pikir - pikir dulu, di sana aku udah nyaman juga, hidup nyaman nggak sebising Jakarta." jawab Geby.

"Senyaman apapun di sana jika tidak ada aku, maka itu tidak akan seru."

Geby hanya tersenyum kepada lelaki itu. Dia tau bahwa sebenarnya lelaki itu sudah lama menyukainya. Namun entah mengapa Geby merasa enggan untuk memiliki hubungan dengan Wandi. Dia takut jika terjadi sesuatu maka hubungan mereka akan berantakan.

"Sudah pulang sana, besok aku hubungi lagi."

Geby melambaikan tangannya saat Wandi meninggalkannya. Ia saat ini kembali ke rumahnya yang ada di Jakarta. Saat ini dia sedang mengadakan pertemuan di Jakarta. Untuk itu dia menghubungi sahabatnya itu.

Selain untuk pekerjaan, sebenarnya dia pergi untuk mencoba menerima takdirnya. Setelah tau bahwa lelaki yang ia cintai sudah memiliki wanita lain.

Yah Geby sedang berusaha untuk melupakan cintanya kepada El saat ini. Walaupun dia sangat menginginkan lelaki itu, namun dia tidak ingin sebagai pihak ketiga dalam hubungan mereka berdua. Apalagi dia tau bahwa El sudah cinta mati kepada mantan istrinya dan tidak pernah ada cinta untuk dirinya.

...****************...

Vivian akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah Wandi setelah makan siang. Ia tidak ingin berlama-lama dengan Alby. Dia merasa tidak nyaman berdekatan dengan lelaki itu. Karena statusnya di masa lalu. Dia yakin setelah Alby tau siapa dirinya maka lelaki itu akan membencinya tanpa sisa.

"Hmmmm lelaki, sekarang kamu mengemis cinta, tapi saat tau siapa aku sebenarnya, maka kamu akan membenci aku tanpa sisa." gumamnya sambil berjalan menuju kamarnya.

Vivian merasa bersalah kepada lelaki itu. Namun sampai kapanpun dia berjanji tidak akan menerima cinta Alby karena sesuatu di masa lalunya yang tidak di ketahui oleh Alby.

Vivian merebahkan tubuhnya yang terasa sedikit lelah. Dia memainkan ponselnya sambil menonton film kesukaannya.

Wandi yang baru saja kembali kerumah tidak melihat Vivian. Namun dia melihat mobil wanita itu sudah ada di rumah.

Dia berjalan menuju kamar wanita itu. Dia ingin berbicara kepada wanita itu.

"Tok tok tok." Wandi mengetuk pintu kamar wanita itu.

Tidak begitu lama pintu kamar terbuka. Dia melihat wanita itu masih menggunakan baju yang sama. Dia mengedarkan pandangan ke dalam kamar wanita itu yang nampak dominan warna pink.

"Warna kekanakan sekali." ucapnya dalam hati.

Vivian menatap lelaki itu yang sedang mengedarkan pandangannya ke dalam kamarnya. Dia bingung kenapa lelaki itu pulang secepat itu.

"Bukannya tadi pagi dia bilang bakalan pulang malam?" tanya Vivian dalam hati.

"Kamu cari apa?" tanya Vivian.

"Ya cari kamu lah, nggak mungkin cari ibukan?" jawab Wandi.

"Ada apa?" tanya Vivian kepada lelaki gagah yang berdiri di depannya. Rasanya saat ini Vivian ingin memeluk tubuh lelaki itu. Namun dia masih bisa mengontrol dirinya agar tidak memalukan.

"Aku hanya mau bilang bahwa aku kurang suka kamu bertemu dengan Alby, karena bagaimanapun dia adalah anaknya Beni." ucap Wandi memperingatkan Vivian.

"Dulu kan kamu yang menyuruh aku mendekatinya." jawab Vivian.

"Itu dulu, sekarang apakah kamu masih ingin menghancurkan keluarga Beni? Toh Beni juga udah cerai dengan istrinya."

"Apakah kamu mau ke rencana awal untuk mengatakan bahwa kamu pernah menjadi simpanan Beni?" tanya Wandi lagi.

Vivian menggelengkan kepalanya. Dulu dia sangat ingin memberi tau keluarga lelaki itu agar rumah tangganya berantakan. Makanya dia mendekati Alby. Namun saat ini tanpa memberi tahu siapa dirinya ternyata Beni sudah merasakan akibatnya.

"Jadi lebih baik jauhi Beni dan keluarganya, kami tidak perlu lagi dekat dengan anaknya, atau kamu memang masih ingin kekayaannya dengan melalui anaknya? Lalu kamu kira Alby akan mau menerima masa lalu kamu?"

Ucapan Wandi membuat hati Vivian terasa sakit. Dia tidak pernah menyangka bahwa lelaki itu akan berkata seperti itu.

"Aku cukup tau diri kok, makasih udah mengingatkan." Vivian mencoba menahan air matanya yang hampir jatuh.

Wandi merasa menyesal telah mengucapkan kata-kata seperti itu. Dia tau bahwa wanita itu sakit hati terhadap perkataannya.

"Apakah ada lagi? Aku mau istirahat." ucap Vivian ingin menghindari lelaki itu.

Karena dia tau jika terlalu lama berdiri seperti itu maka dia akan menangis di depan pria itu.

Vivian menutup pintu kamarnya dengan rasa yang menyakitkan. Air matanya jatuh mengalir begitu saja. Dia terduduk di atas ranjang tempat tidurnya.

"Ya Allah hamba tau bahwa diri hamba ini kotor, tolong kuatkan hamba ya Allah." ucapnya sambil menangis terisak.

Jika ucapan itu keluar dari mulut orang lain, Vivian tidak begitu memasukkan ke dalam hati. Tapi kata - kata itu keluar dari mulutnya Wandi lelaki yang ia sukai saat ini.

Wandi juga terdiam duduk dalam kamarnya. Dia juga tidak menyangka akan mengeluarkan kata seperti itu. Dia hanya ingin Vivian menjauhi Alby agar tidak menyakiti wanita itu di kemudian hari.

Wandi tau karena serapat apapun bangkai yang di tutup bakal ke cium juga. Entah dari siapa nantinya Alby pasti akan tau siapa wanita itu. Dan dia takut lelaki itu akan membenci Vivian. Dan yang paling dia takutkan adalah wanita itu terperangkap dalam cintanya Alby.

Malam harinya Wandi pergi mengunjungi kediaman papanya. Yah dia di undang untuk makan malam di kediaman papanya.

Dia sudah berdiri di sebuah rumah mewah. Sebenarnya dia malas untuk kembali ke rumah ini. Namun papanya memaksa dirinya untuk hadir makan malam keluarga.

Kembali ke rumah ini selalu membuatnya mengingat kenangan buruk yang pernah terjadi dalam keluarganya.

Dengan berat hati dia berjalan masuk ke dalam rumah itu. Dia lansung ke meja makan karena ia melihat sudah ada tamu papanya.

Dia menatap papanya yang sudah tua nampak senang dengan kehadirannya. Berbeda dengan Mayang yang menatapnya tidak suka.

Mayang adalah istri papanya saat ini. Wandi masih ingat bagaimana wanita itu menghancurkan rumah tangga papa dan ibunya. Bahkan wanita itu dulunya juga meneror sang ibu sehingga ibu ketakutan dan membawanya untuk tinggal di tempat terpencil.

"Ini anak pertama saya Wandi." ucap Rudi sang Ayah kepada tamunya.

Semua nampak tersenyum menyambutnya. Namun tidak dengan adik bungsunya dan mama tirinya.Mereka nampak sangat terpasang untuk tersenyum.

"Wandi ini pak Dirman dan istri, di sebelahnya Indri anak pak Dirman." ucap Rudi memperkenalkan tamunya.

"Wandi." ucap Wandi sambil tersenyum.

"Anakmu ini persis seperti kamu waktu muda, saya sangat ingin perjodohan ini di percepat." ucap pak Dirman.

Wandi hanya terdiam mendengar ucapan pak Dirman. Sementara itu Indri menatap Wandi sambil tersenyum. Indri terpesona dengan Wandi pada tatapan pertama.

"Jika dengan lelaki ini di jodohkan, ya mau lah." ucap Indri dalam hatinya dengan gembira.

Sedangkan Wandi hanya diam tanpa merespon apapun saat ini. Dia hanya memikirkan bagaimana caranya menolak perjodohan ini.

"Bagaimanapun aku harus menolak perjodohan ini, aku tidak menyukai wanita itu, apalagi gayanya itu." ucap Wandi menatap sekilas kepada wanita yang akan di jodohkan dengannya.

"Kamu liat aja Wandi, setelah Dendi tamat kuliah, dia yang akan mewarisi seluruh kekayaan Rudi, tidak akan aku biarkan kami hidup tenang seperti saat ini." ucap Mayang dalam hatinya.

Dia memang sangat tidak suka karena suaminya memberikan tanggung jawab perusahaan kepada anak pertamanya.Namun dia tidak bisa untuk mengatakan keberatan kepada sang suami karena ia tidak mau di marahi oleh sang suami.

"Kamu nikmatilah kesenangan kamu saat ini, karena jika sudah waktunya aku akan menendang kamu keluar dari perusahaan tanpa sepersen pun." ucapnya dalam hati.

Sedangkan Vania nampak senang dengan kehadiran sang kakak. Walaupun beda ibu, namun Vania sangat menyayangi sang kakak. Dia juga tau bahwa antara kakaknya tidak pernah akur dengan mamanya. Vania mengakui bahwa sang mama begitu membenci sang kakak sejak dulu.

Bab 3

"Aku tidak setuju dengan perjodohan ini." ucap Wandi setelah tamu papanya pulang.

"Liat tuh kelakuan anak kamu yang tidak tau di untung, udah kita Carikan jodoh yang selevel dengan kita, namun dia masih tidak tau diri." ucap Mayang memprovokasi sang suami.

Wandi tau jika ibu sambungnya itu selalu memprovokasinya dengan sang ayah. Bahkan ibu sambungnya juga pernah melakukan fitnah kepada dirinya dulu sehingga dia di marahi sang ayah.

Walaupun papanya menikah lagi, namun tidak mengurangi rasa sayangnya kepada Wandi. Dia tetap memberikan apa yang menjadi haknya karena anak pertama pernikahan mereka adalah perempuan yaitu Vania. Sementara sang ayah sangat menyenangi anak laki-laki sebagai pewarisnya.

"Mereka keluarga setara dengan kita, dan jika kamu menikahi dia maka hubungan bisnis kita juga akan berjalan dengan lancar, kami tidak bisa menolak perjodohan ini." ucap Rudi dengan tegas.

Dia juga mengetahui bahwa anaknya saat ini membawa seorang wanita tinggal di rumahnya. Dia sudah tau siapa wanita itu, karena wanita itu terkenal sebagai simpanan para pengusaha kaya dulunya.

"Aku tidak akan membiarkan kamu mencoreng nama keluarga ini dengan menikah dengan wanita yang tidak jelas bibit bobotnya." ucap Rudi lagi.

"Apalagi dengan wanita pelacur itu." ucapnya lagi membuat Wandi kaget karena papanya mengetahui keberadaan Vivian.

"Dia bukan siapa-siapa aku, aku hanya menolongnya, itu saja." jawab Wandi.

Namun bukan Rudi namanya jika mudah percaya dengan anaknya.

"Aku bisa percaya dengan kamu tapi tidak dengan wanita itu." ucap Rudi.

" Lagian kamu aneh-aneh aja, berteman dengan orang nggak jelas, wanita pelacur pun kamu tampung, emang rumah kamu dinas sosial?" tanya Mayang dengan sinis.

"Atau jangan - jangan kamu juga menikmati wanita itu, makanya kamu mau menampung dia, nggak mungkin tanpa ada imbal balik." ucap Mayang lagi.

Jika bukan perempuan mungkin Wandi sudah menyumpal mulut wanita itu. Wanita itu selalu bicara sesuka hatinya tanpa menyaring ucapan yang keluar dari mulut busuknya.

"Ma bang Wandi nggak mungkin kayak gitu." kali ini yang bicara adalah Vania.

Dia tau bahwa kakak lelakinya adalah lelaki baik - baik yang tidak mungkin mengambil untung dalam membantu orang lain.

"Diam kamu, kamu tau apa? siap - siapkan aja diri kamu berikutnya di jodohkan, kalau kamu nggak bisa ngebet anak orang kaya." ucap Mayang.

Vania menjadi malas dan lansung berdiri. Dia tau bahwa mamanya ini sangat matre sekali.

"Ah malas, mending tidur." ucap Dendi anak lelakinya.

Mayang semakin kesal karena anak lelakinya masih tetap tidak mau tau dengan keadaan keluarga. Bahkan Mayang sudah menyuruh anak lelakinya itu untuk mempelajari bisnis. Namun kenyataannya lelaki itu hanya membuang waktunya dengan senang - senang.

"Aku juga mau pulang." ucap Wandi yang sudah kehabisan kata untuk menghadapi papanya. Apalagi jika masih ada mama tirinya di sana.

"Dasar anak kampungan, udah untung di Carikan jodoh anak orang kaya, malah memilih wanita tidak jelas bibit bobotnya." ucap Mayang.

"Sudahlah, bising aja dari tadi." ucap Rudi yang juga malas mendengar perkataan Mayang yang tidak ada hentinya.

Wandi memilih untuk pulang kerumahnya. Jam tangannya telah menunjukkan pukul 10 malam.

Sampai di rumah dia lansung kesal. Baru saja membela wanita itu di depan keluarganya, namun saat ini melihat Vivian baru saja kembali bersama seorang lelaki.

"Dari mana saja kamu?" tanya Wandi dengan ketus.

"Tadi ke minimarket depan nggak sengaja ketemu sama teman lama." jawab Vivian sambil tersenyum.

"Alasan." ucap Wandi berlalu meninggalkan Vivian.

"Alasan?" ulang Vivian dengan bingung.

"Apa salahku? kenapa dia pulang - pulang kayak gitu?" tanyanya bicara sendiri.

Vivian yang tidak mendapatkan jawabannya sendiri akhirnya memilih masuk rumah. Dia tidak mau ambil pusing dengan sikap Wandi tadi.

Sementara Wandi sejak masuk ke kamarnya hanya uring - uringan terus. Dia juga tidak tau kenapa dia begitu marah dengan Vivian.

Vivian duduk di meja yang ada di dapur sambil membuka martabak yang dia beli. Ya dia tadi keluar selain ke minimarket juga membeli martabak telur.

Dia menyantap martabak tersebut dari piringnya dengan lahap. Bahkan dia tidak menyadari bahwa Wandi sedang mengawasinya di belakangnya.

"Udah malam gini masih aja makan." ucap Wandi sambil membuka pintu kulkas.

Vivian lansung kaget mendengar ada yang bicara di belakangnya. Dia menoleh kebelakang sebentar,lalu setelah itu dia melanjutkan menyantap martabak nya.

Wandi kesal karena merasa di abaikan oleh wanita itu. Dia melihat apa yang di makan oleh wanita itu. Saat melihat cara wanita makan membuat Wandi menjadi ingin makan juga.

Tanpa sepengetahuan Vivian, Wandi lansung duduk dan merebut piring Vivian. Wandi lansung menyantap punya Vivian.

"Itu punya aku." ucap Vivian melihat Wandi memakan miliknya.

"Makanan gini aja kamu pelit banget." ucap Wandi tetap memakan makanan tersebut.

"Bukan seperti itu, tapi kenapa harus yang di piring itu." ucap Vivian.

"Jangan banyak omong ah, lagian kamu juga sering memakan apa yang ada di rumah ini, masa sekali - kali aku memakan milikmu nggak boleh." ucap Wandi.

Vivian hanya diam sambil memanyunkan bibirnya. Sedangkan Wandi tetap memakan makanan tersebut sampai habis.

"Tau aku numpang, tapi jangan seenaknya gitu." ucap Vivian tentunya dalam hatinya.

"Ahh enak juga." ucap Wandi tersenyum menatap Vivian yang menatapnya dalam kesal.

"Makanan murah gini aja kamu udah pasang muka manyun sama aku,ini belum apa - apa dengan apa yang aku berikan kepada kamu." ucap Wandi.

Vivian semakin kesal terhadap lelaki itu. Sedangkan Wandi merasa senang saat melihat wajah wanita itu yang nampak kesal.

"Kenapa dia makin cantik aja manyun kayak gitu, gemes pengen cubit pipinya." ucap Wandi dalam hatinya.

"Ah nggak mungkin aku suka dia, diakan wanita yang sudah di sentuh oleh banyak lelaki, aku nggak akan bisa menerima seperti dia." ucap Wandi lagi berdialog dalam hatinya.

Vivian semakin kesal ketika Wandi pergi meninggalkan piring kotornya. Sambil merenggut akhirnya dia mencuci piring yang sudah kosong oleh lelaki tersebut.

Dia juga membuang kotak kosong bekas martabak telur tadi. Setelah itu barulah dia kembali ke kamarnya.

"Makanan murahan tapi semua di habiskan." ucap Vivian bicara sendiri sambil mengejek.

Wandi hanya tersenyum dari lantai dua melihat ekspresi wanita itu bicara sendiri sambil mengejeknya.

"Lucu juga dia seperti itu." gumam Wandi membalikkan badannya,lalu berjalan menuju kamarnya.

Wandi berjalan menuju kamar sambil tersenyum sendiri. Entah kenapa membuat Vivian jengkel adalah kesenangannya sendiri saat ini.

"Sepertinya aku harus agak jarak dengan dia, aku takut jatuh hati kepada wanita itu." ucapnya lagi.

"Tapi nggak mungkin aku akan jatuh cinta sama dia, cintaku sudah cinta mati kepada Geby." ucapnya lagi.

Wandi akhirnya memilih membukan ponselnya untuk melihat media sosial sebelum tidur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!