Gumintang Kunang-Kunang

Gumintang Kunang-Kunang

Misteri di Malam Hari: Gumintang Kunang-Kunang

    Tanah kering nan tandus, di mana tak ada kehidupan yang dapat tumbuh sekelilingnya. Air menetes, embun menguap panas. Seperti menguliti bekas luka, perihnya bagaikan luka yang terkena tetesan air cuka. Alang-alang mengakar kering di tanah panas, berwarna coklat. Memesona terpandang tapi tak bersahabat, kata-kata hanya racun kotor yang mengelabui pikiran. Irisan hati melihatnya, prasangka tak terduga hanya terguncang oleh suara lantang.

    Dengan menghunjam kemalangan dan meningkatkan kasih. Menyusup dalam lapisan sindiran penguasa. Menyokong segala keburukan dari akar hingga angkuh yang sombong. Kulit kayu berbau lapuk dan penuh air, api tak berguna. Air meliuk-liuk, gemericiknya terdengar. Muara menggenang dan bergelimang, putus dan kering. Pertengahan sebuah tanda tak mencapai kemaslahatan negeri genting, tak sampai keseberang negeri elok, tertimbun dan menghilang. Tidak terhingga menyebut sebuah permai. Titik menilik pesan, khiasan sajak. Sorotan dalam terpampang, menatap kepalan panas yang terdiam. Ia tak hilang, hanya termenung bukan karena kemalangan dan kekalahan. Ia melihat jejak hidup Gumintang Kunang-Kunang.

    Kiat-kiat terhias dalam motivasi dibentuk untuk menyemangati, mengobarkan semangat, dan membangkitkan inspirasi, tapi bisakah itu ikut menyeberang hingga terkaram dalam gelap? Tertitip pesan yang bergema di pelosok, bukan untuk daun kering yang terhempas dan terbuang begitu saja. Seseorang yang bersuara lantang tentang ketidakadilan, raganya mungkin sirna, tapi namanya tetap terkenang.

    Hanya sebuah mata sehat yang bisa melihat hembusan angin yang tak tergambar. Terkadang, kita dapat merasakan kehadiran seseorang yang selalu mampu menginspirasi orang lain. Sanubari yang kuat, menegarkan yang lemah agar tak jatuh. Kunang-kunang. Andai cahaya mereka menerangi, mungkin sulit dirasakan. Perlahan gelap, jangkauan terlihat. Cahaya kunang-kunang malam, menerangi. Ribuan kunang-kunang menganga ke atas, pancaran mereka tak terhingga.

Mengupas Misteri di Balik Nama 'Gumintang Kunang-Kunang

    Gumintang Kunang-Kunang adalah sebutan bagi seorang filsuf yang terang dan bercahaya. Ia hanyalah seorang pria tua yang begitu menua dalam maya. Gumintang merupakan filsuf pertama yang ada di alam semesta, dan Kunang-Kunang adalah nama koloni yang diikutinya. Sosoknya begitu menyenangkan dan dinantikan pada masa kejayaannya. Langkahnya tak dapat ditebak, tapi bukan berarti ia bukan seorang pemikir handal. Inilah yang menarik dari Gumintang Kunang-Kunang, ia disapa dengan panggilan Kunang oleh Aegir.

    Perjalanan hidupnya penuh dengan spiritualitas dan dedikasi pada negeri bernama Negeri Segara, yang merupakan nama semesta yang tercipta pada peradaban pertama. Masa kejayaan Negeri Segara pada tahun pertama ditandai oleh pemikiran yang adi luhung dan terbentuk dalam sejarah peradaban semesta. Negeri Segara hanya memiliki empat koloni, yaitu makhluk yang memiliki kekuatan dari Aegir Segara. Inilah kisahnya.

Koloni Kekuatan Pikiran Maya: Keajaiban dalam Dunia Kunang-Kunang

    Koloni pertama bernama Kunang-Kunang ia adalah koloni yang berperan dan bertugas mencari seorang pemimpin untuk Negeri Segara. Tugas tersebut hanya diemban bagi mereka yang telah terpilih dari Aegir (energi awal dan akhir semesta) Segara, maka dari itu hanya sedikit yang menjadi koloni ini. Koloni ini hanya bisa terbentuk dari sebuah energi kebaikan Aegir. Aegir Segara adalah nama energi semesta pertama.

    “Wahai, Kunang-Kunang. Tubuhmu lahir dari sinarku. (GRUUGGGGBARR! suara gemuruh terdengar begitu keras) Kelahiranmu pada malam hari, itu mengapa sinarmu hanya dapat hadir pada malam hari atau keadaan gelap. Itu tidak semata-mata sebuah hiasan dalam tubuhmu. Tugasmu menyinari mereka dalam kegelapan,” kata Aegir Segara kepada Gumintang.

    (Dalam baktinya sebagai Kunang-Kunang) “Bolehkah aku mengetahui, siapakah dirimu?” imbuh Gumintang, (menghela nafas dalam) ‘Agar aku bisa menceritakan tentang dirimu kepada makhluk yang aku temui nanti.’

    “Aku disebut dengan Aegir yang berarti energi. Engkau bisa menyebutku dengan sebutan Aegir Segara, karena energiku mengalir dalam sebuah elemen air,” jawab Aegir Segara.

    “Lantas siapakah aku, Aegir?” tanya Gumintang, berdiri tegap melihat energi berupa cahaya melingkari dirinya dalam sebuah kegelapan.

    “Dirimu adalah Gumintang si pemilik kekuatan pikiran maya atau Kunang-Kunang. (Terdengar suara gemuruh dan petir menyambar) Itulah dirimu,” jawab Aegir Segera, sambil membentuk lingkaran cahaya mengelilingi tubuh Gumintang begitu indah dan menakjubkan.

    Gumintang kemudian berada dalam sebuah dataran yang tandus dan tidak ada kehidupan. Dataran tersebut dinamakan Negeri Segara sebelah utara.

Koloni Kekuatan Berpindah Tempat (Kin’Yobi)

    Koloni kedua dalam peradaban pertama semesta lahir sebagai Kin’Yobi (koloni kedua peradaban pertama semesta dan memiliki kekuatan berpindah tempat yang cepat). Koloni ini sebagai makhluk yang begitu seram, tubuhnya tinggi, badannya besar, dan berkulit hitam. Aegir Segara menciptakan makhluk ini tanpa disengaja sehingga ia tidak dapat mengontrol keinginan, kemarahan, dan ketenangan. Makhluk pertama yang tercipta dari koloni Kin’Yobi adalah Banes (makhluk pertama dari koloni Kin’Yobi). Koloni Kin’Yobi memiliki kekuatan dalam berpindah tempat yang sangat cepat, berkamuflase, dan mengeluarkan asap hitam ketika berpindah tempat. Aegir memberikan ia tugas untuk dapat melindungi Negeri Segara dan membantu koloni yang ada di Negeri Segara.

    (Langit dengan suasana mencekam dipenuhi dengan kegelapan)

    “Wahai, Kin’Yobi. (Suara Aegir menggema) Sungguh kekuatanmu begitu diperlukan oleh Negeri Segara. Aku menciptakanmu dari energi keinginan, kemarahan, dan ketenangan. Bantulah para koloni di Negeri Segera, ciptakan keseimbangan diantara koloni,” kata Aegir Segera.

    “Apakah aku mampu melakukan keseimbangan itu?” tanya Banes—sambil terpukau dengan energi dashyat dari Aegir Segara.

    (Suara gemuruh begitu keras) “Kenapa kamu meragukan energiku,” jawab Aegir Segara.

    “Energimu begitu kuat (terpukau dengan keajaiban dahsyat)—siapakah  dirimu?” tanya Banes.

    “Panggilah aku Aegir. Aegir Segara,” jawab Aegir Segara yang kemudian mengubah sosoknya menjadi sebuah cahaya hitam.

    “Lantas, aku siapa diantara koloni tersebut, Aegir?” tanya Banes.

    “Banes. Dirimulah Banes! Engkau begitu kuat diantara koloni tersebut,” jawab Aegir Segara dengan tegas.

    (Aegir pun menempatkannya di Negeri Segara sebelah barat)

    Banes pun memulai kehidupannya dari dataran yang tandus dan gelap. Ia melihat hamparan dataran yang luas namun tanpa cahaya.

    (Suaranya membuat gemuruh semesta hingga terdengar oleh Aegir Segara) “Akulah Banes!” kata Banes.

    Banes memulai melangkahkan kakinya pada dataran tersebut, namun ternyata belum sepenuhnya ia dapat mengendalikan dirinya. Banes mencoba memulai langkahnya, namun secara tiba-tiba, ia berpindah tempat dari sisi kiri sebelumnya. Ia memutuskan untuk berdiam diri, menenangkan dirinya. Mungkinkah Banes akan hidup dengan penuh kemarahan atau mungkin ... sesuatu akan terjadi dengan Banes sehingga mampu mengendalikan kekuatannya?

Koloni Mahir Menciptakan Tumbuhan (Sadako)

    Energi Aegir Segara yang bertabrakan di semesta yang hampa nan gelap, menciptakan percikan cahaya berwarna hijau. Cahaya tersebut terus menerus mengeluarkan suara dentingan dan alunan dengung. Kekuatannya sempat menyebabkan Aegir Segara terlena oleh dentingan dan alunan yang begitu unik. Gom gom gom ... begitulah suara dentingan yang menggema di semesta hampa nan gelap tersebut. Aegir Segara kemudian memantulkan cahaya tersebut seolah-olah bermain dengan percikan cahaya tersebut.

    “Aegir …” ucap Naya—menyapa Aegir Segara.

    “Wahai, Sadako. Kekuatanmu sungguh akan bermanfaat bagi semesta ini—” kata Aegir Segara yang terpotong.

    (Naya sudah melihat keindahan Negeri Segara sehingga berpikir lebih baik tinggal disana)

    “Bolehkah aku tinggal di Negeri Segara? ... sebab kekuatanku bisa membuat orang terlena akan sebuah kenikmatan,” tanya Naya, penuh keyakinan mengucapkan permintaan.

    “Tumbuhlah dalam energiku di Negeri Segara. Engkau begitu pandai, berhati-hatilah dalam dataran Negeri Segara yang lebih membuatmu terlena. Sesungguhnya, Sadako bisa lenyap karena pilihanmu sendiri” jawab Aegir Segara.

    (Kaget) “Bagaimana bisa, Aegir?” tanya Naya.

    “Bukankah engkau akan datang menemuiku karena ketidakberdayaanmu sendiri. Namun, dirimu akan selalu bertahan di Negeri Segara karena Kunang-Kunang yang menjagamu dari ketidakberdayaanmu, jagalah dirimu baik-baik, Sadako,” jawab Aegir Segara.

    Koloni Sadako kemudian ditempatkan pada sebuah dataran yang tandus di Negeri Segara sebelah timur. Naya begitu istimewa karena ia terlahir dari kekuatan kebahagiaan Aegir Segara, kekuatannya menciptakan tumbuhan. Naya akan membuat tumbuhan tersebut untuk membuat Negeri Segara menjadi dataran yang indah, berbunga, sejuk, dan hijau. Koloni Sadako yang begitu istimewa dan meminta sendiri ditempatkan di Negeri Segara sebelum diberitahu oleh Aegir Segara ... sebuah misteri tentang ketidakberdayaan Naya, akankah terjadi?

Koloni Kekuatan Ilusi Semesta (Getsuwage)

    Koloni keempat yang berwenang atas setiap dataran, ruang maya, dan membentuk zat nyata. Koloni ini berwenang atas pijakan setiap makhluk karena ilusinya mampu membuat elemen tanah maupun ruang semesta. Koloni tersebut lahir dari ketakutan dan keberanian. Aegir Segara sempat melihat cahaya Gestsuwage yang berwarna merah meletupkan cahaya biru hingga menyebabkan Gestsuwage membuat ruang hampa menjadi berwarna biru.

    (Suara gemuruh) “Wahai, Getsuwage. Benarkah dirimu Getsuwage?” tanya Aegir Segara.

    “Benar, Tuan. Akulah Getsuwage yang terus menerus mendobrak kelahiranku dalam persemayamanmu yang menghasilkan koloni sebelumnya (Koloni Sadako),” jawab Hako.

    “Dirimu adalah Getsuwage. Bantulah Negeri Segara dalam menciptakan kehidupan,” kata Aegir Segara.

    “Aegir, yang begitu terang. Bagaimana aku mampu menciptakan kehidupan tanpa mengetahui kekuatanku?” tanya Hako.

    “Namamu Hako dan dirimu berwenang atas setiap dataran, ruang maya, dan membentuk zat nyata. Dirimu adalah ibu bagi semesta di Negeri Segara,” jawab Aegir Segara.

    “Bagaimana dengan dirimu, apa yang akan aku katakan tentang dirimu?” tanya Hako.

    “Aku adalah Aegir Segara—sebutlah demikian karena energi selalu menyatu dengan dirimu, mereka akan mengetahui bahwa aku adalah bagianmu dan kamu adalah bagianku,” jawab Aegir Segara.

    Hako kemudian berada di dataran tandus Negeri Segara sebelah selatan.

    Walaupun ia tercipta setelah koloni sebelumnya (Kunang-Kunang, Kin’Yobi’, dan Sadako) karena ia berwenang atas dataran tersebut, maka Hako dapat merasakan pergerakan, dan mengetahui apa yang terjadi di seluruh Negeri Segara. Apakah misteri tersebut hal baik atau mungkin ... sebuah bencana akan terjadi di Negeri Segara?

Peradaban Pertama bagi Negeri Segara

    Gumintang dengan persemayamamnya, memohon kepada Aegir Segara untuk menciptakan Koloni Kunang-Kunang sejumlah kilauan cahaya yang muncul dari dirinya. Namun, Aegir Segara akan mewujudkannya ketika waktunya tiba benih-benih pepohonan tiba, tanpa disadari, Koloni Kunang-Kunang akan begitu banyak sebanyak kilauan Gumintang menciptakan gesekan dari tangannya. Kilauan yang diciptakan hanya berhasil sebanyak dua kilauan dan membutuhkan begitu banyak tenaga.

    Dalam persemayamannya Gumintang bertanya kepada Aegir Segara, “Wahai, Aegir. Mengapa Koloni Kunang-Kunang begitu sedikit?” tanya Gumintang.

    “Wahai, Kunang-Kunang. Dirimu tidak menyadari, sudah ribuan murid tersebar oleh serbuk kilauan yang ada ditanganmu. Carilah mereka, namun sungguh pemikiran dan kekuatannya tidak dapat menyamai dirimu, ia berbaur dengan para makhluk dengan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang belum tersentuh oleh pengetahuan yang agung seperti dirimu. Bersabarlah menuntun mereka karena dirimu adalah mereka, begitu pun sebaliknya,” jawab Aegir Segara.

    (Perasaan bersalah Gumintang kemudian begitu dalam) “Maafkan aku yang tidak memahami nilai luhur ini. Aku begitu naif dalam menciptakan Koloni Kunang-Kunang begitu banyak dan tidak mengilhami bahwa serbuk ditanganku sudah hampir habis, hal itu menjadikan banyak diantara mereka tidak mendapatkan bagian yang sama sehingga menjadikan menurunnya kualitas Koloni Kunang-Kunang,” kata Gumintang.

    “Dirimu tidak bersalah atas hal itu, Kunang-Kunang. Percayalah, Koloni Kunang-Kunang akan tetap bersinar bahkan sangat bersinar pada kegelapan. Namun, ingatlah satu hal. Mengembaralah karena dirimu adalah Yang Agung, temukan pemimpin untuk Negeri Segara,” kata Aegir Segara.

    Akhirnya, Gumintang memutuskan untuk pergi mengembara dan mengakhiri persemayamannya tersebut. Gumintang memulainya dengan membangkitkan energi maya yang ia miliki. Tepukan tangannya tersebut membuat langit menjadi begitu terang sehingga diseluruh negeri para koloni dapat melihat begitu indahnya cahaya tersebut. Aegir Segara kemudian berkomunikasi melalui kesatuannya Naya, Hako, dan Banes.

    “Itulah tanda peradaban semesta khususnya negeri ini akan memulai peradabannya. Lakukanlah swadarma bhaktimu, aku akan terus menerus memberikan energi kepada kalian,” kata Aegir Segara dalam komunikasinya dengan kesatuan. (kesatuan adalah komunikasi yang terhubung dengan Aegir melalui kekuatan hati. Namun, tidak semua koloni dapat berkomunikasi di kesatuan, hanya mereka yang memiliki hati. Serta, kesatuannya hanya tersebut kepada argir bukan sesama koloni)

    Sebenarnya, Gumintang tidak mengetahui tujuan akhir dari tugasnya, ia meyakini bahwa energi Aegir akan selalu bersamanya. Percikan cahaya dari gesekan tangan Gumintang menyebabkan para Koloni Kunang-Kunang menyebar dan lahir dari cahaya ke seluruh penjuru Negeri Segara. Meskipun begitu, hanya para Koloni Kunang-Kunang yang selalu bersamanya saja yang memiliki energi dan kekuatan yang sama.

    “Kendati aku adalah seorang pemimpin di koloni ini, aku mempercayakan daerah ini kepada kalian karena kekuatan yang kalian miliki mampu kalian gunakan untuk menyebarkan pemikiran Aegir Yang Utama dan dipenuhi dengan segala kebenaran. Jagalah daerah ini,” kata Gumintang kepada para koloninya.

    “Baiklah, Gumintang. Namun, bagaimana cara kami mengetahui jika—kamu dan atau pun kami sedang memerlukan bantuan?” tanya Hacibi.

    “Fokuskanlah kepada cahaya yang engkau lihat, Hacibi. Engkau maya. Sama seperti aku,” jawab Gumintang.

    “Namun, tidak semua dapat menjamin bahwa cahaya akan selalu ada bahkan dalam kegelapan,” sahut Hacibi.

    “Bagaimana mungkin engkau memiliki keraguan, dirimu diciptakan untuk menyinari dalam kegelapan. Percayalah, meskipun diirmu memiliki pemikiran maya jangan sampai engkau juga terkurung dalam pemikiranmu, Hacibi. Aegir pernah berkata kepadaku, ‘Hiduplah dalam manifestasi’,” kata Gumintang sambil melihatkan percikan-percikan serbuk di tangannya kepada para koloni Kunang-Kunang.

    “Manifestasi?” tanya Sambu.

    “Engkau tahu, Sambu. Berjuta tahun yang lalu aku diciptakan sebelum dirimu. Negeri Segara hanya sebuah lahan yang tandus, Aegir berkata, ‘Untuk memulai menyeimbangkan semesta.’ Kunang-kunang diciptakan untuk menyebarkan cahaya ke seluruh penjuru negeri. Manifestasikan cahaya tersebut ke dalam pemikiran dan jadikan pemikiran sebagai tindakan,” jawab Gumintang.

    “Bagaimana jika aku ragu?” tanya Sambu.

    “Sambu, apakah engkau berani membunuhku?” tanya kembali Gumintang kepada Sambu.

    “Atas dasar apa?” tanya Sambu yang begitu keheranan.

    “Kamulah yang menjawabnya, karena keraguan pun akan selalu ada meskipun tindakanmu sesungguhnya tidak baik. Bahkan Kunang-Kunang yang tidak ada bersama kita, mereka mengalami keraguan pada dirinya begitu besar. Itulah mengapa cahayamu begitu dibutuhkan karena kamu mengetahui kebenarannya,” jawab Gumintang.

    “Jika aku tahu, namun tidak melakukan tugasku?” tanya Hacibi.

    “Bisakah kamu minum air, makan, berdenging, memercikan cahaya tanpa adanya keinginan, Hacibi?” tanya kembali Gumintang.

    Para Koloni Kunang-Kunang terdiam. Mereka pun akhirnya yakin atas swadharma bhaktinya dan memberikan izin kepada Gumintang untuk melanjutkan perjalanannya hingga sampai waktunya cahaya tersebut menjadi lebih terang bersama Aegir Segara.

~ Catatan ~

    Pemahaman kita terhadap apa yang dirasakan dengan apa yang kita pikirkan seringkali membuat diri sendiri mengalami kebingungan.

    Maya telah bermain perannya, maka dari itu carilah dirimu yang terdalam.

    Bahkan luka dan hancurnya psikis dapat menemukan sejatinya “Siapakah dirimu?”

    Pernahkan kita bersyukur akan penderitaan?

Terpopuler

Comments

SUKARDI HULU

SUKARDI HULU

Yuk mampir dong, jangan lupa like, follow, subscribe dan beri hadiah y thor❣️🫰🙏

2023-10-01

1

Agas

Agas

bener2 seru baca koleksinya kak

2023-09-30

1

Dima

Dima

semangat ya author

2023-09-26

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!