Penjelajahan dataran Negeri Segara terus berlanjut ke arah timur. Gumintang masih berada di bawah rindangnya pohon Alitaru, merenungi harapan-harapan dari Koloni Sadako. Dengan pikiran yang terhubung secara maya, Gumintang berdoa kepada Alitaru, memohon agar permohonan ini tersampaikan ke Orgages. Inilah cara yang Gumintang tempuh untuk mengharapkan agar keinginan baik dari Koloni Sadako segera terwujud.
Negeri Segara merasakan kehangatan dan kesegaran dari hadirnya Koloni Sadako. Keberadaannya membawa keseimbangan yang mengubah dataran tandus menjadi hijau. "Negeri Segara sangat memerlukan penyegaran, dan Aegir Segara telah memberikan keseimbangan ini melalui Koloni Sadako – sebuah anugerah yang luar biasa," Gumintang berkata dalam hati, matanya tertuju pada dataran hijau Koloni Sadako di timur Negeri Segara.
Melangkah menuju timur, Gumintang menemukan Pohon Alitaru yang kokoh berdiri. Di sekitar Danau Manta, dia melihat sinar hijau yang terpancar. Mata Gumintang tertuju pada sosok yang sedang mengendalikan cahaya hijau itu, dan dengan langkah mantap, dia melintasi danau menuju arah tersebut.
Gumintang mendekati sosok yang sedang bermain dengan cahaya hijau di dekat Pohon Alitaru dan bermain-main dengan air dari Danau Manta. Dengan rasa ingin tahu, ia bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan dengan cahaya hijau ini?"
Sosok itu menjawab dengan penuh konsentrasi, "Saat ini, saya sedang menyeimbangkan dua energi ini." Ia berdiri di antara Pohon Alitaru dan Danau Manta, seolah-olah menghubungkan dua dataran terpisah. Namun, kemampuannya untuk mengendalikan cahaya hijau masih belum sepenuhnya matang. Konsentrasinya terputus begitu ia menyadari kehadiran Gumintang di dekatnya.
Gumintang kembali bertanya, "Berapa lama Anda memerlukan cahaya hijau ini?" Tiba-tiba, sosok tersebut menoleh ke arah Gumintang, terkejut oleh kehadirannya.
Dengan rasa kaget, ia menjawab, "Wahai Yang Agung, tolong ampuni ketidaktaatanku karena tidak menyadari kehadiranmu." Gumintang menegaskan, "Bolehkah saya tahu nama Anda?"
"Saya adalah Sage, berasal dari Koloni Sadako, teman setia Naya," jawab Sage sambil menundukkan kepala.
Penasaran, Gumintang bertanya lagi, "Mengapa Anda begitu terkejut, Sage?"
Dengan sopan, Sage menjawab, "Saya sama sekali tidak mengira akan bertemu denganmu, apalagi melihat Anda di dataran timur yang begitu jauh, Yang Agung."
Gumintang tersenyum dan berkata, "Jangan merasa canggung, Sage. Saya dengan senang hati akan mendampingi Anda dalam mengasah kekuatan Anda." Dengan tenang, Gumintang duduk sambil menikmati udara segar.
Sage pun memulai latihan dengan penuh fokus. Gumintang menunjukkan rasa ingin tahu lebih lanjut, "Mengapa Anda memilih berlatih di bawah Pohon Alitaru, Sage?"
Sage memberikan penjelasan, "Bagi kami, Alitaru adalah simbol harapan dari Koloni Sadako.'"
Kesemuanya belum berakhir, Gumintang kembali bertanya, "Lalu, apa harapan Anda untuk Negeri Segara, Sage?"
Sage menjawab dengan rendah hati, "Saya belum pernah memiliki harapan besar untuk negeri ini, Yang Agung. Terkadang, harapan saya terasa terlalu besar bagi seorang cahaya kecil seperti saya di dataran yang begitu luas ini."
Kemudian, Gumintang meraih sebuah ranting dari Pohon Alitaru dan melemparkannya ke Danau Manta. Namun, semakin banyak ranting yang terlempar, hingga hampir mengisi tepi danau. Tanpa henti, ia memindahkan daun-daun kering dari Pohon Alitaru ke Danau Manta.
Gumintang menanyakan kepada Sage, "Apakah kamu melihat ranting yang aku lemparkan?"
Sage menjawab, "Aku melihatnya, Yang Agung. Namun, ranting-ranting itu mulai memenuhi tepian Danau Manta."
"Benar," Gumintang menjawab.
"Pada awalnya tampak seperti hiasan, tetapi lama-kelamaan, mereka terus bertambah. Jika aku membiarkannya, Danau Manta akan tertutupi oleh ranting-ranting dari Pohon Alitaru," tambah Gumintang.
Gumintang kemudian melanjutkan dengan menyebarkan daun-daun kering di sekitar Danau Manta. "Lihatlah," ujarnya.
"Daun-daun kering ini seperti harapan yang awalnya terlihat tidak nyata, namun saat menyentuh air Danau Manta, warnanya langsung berubah menjadi segar," tambah Gumintang.
Sage terlihat kagum dan berjanji akan membawa pesan ini dalam Fustra mendatang. Dia juga berencana mengajak Gumintang ke wilayah timur untuk bertemu Koloni Sadako dan teman-temannya, termasuk Naya. Saat malam tiba, Sage melanjutkan latihannya.
Sementara itu, Gumintang melihat harapan yang diwakili oleh Pohon Alitaru tumbuh kokoh di dataran Negeri Segara, menggambarkan aspirasi Naya Sadako.
Misteri Alitaru: Asal Muasal Pohon Harapan
Harapan Naya tersirat dalam energi Aegir, mengalir dalam bentuk kekuatan pikiran maya yang dikuasai oleh Gumintang. Sebagai makhluk pertama Koloni Sadako yang muncul melalui energi Aegir Segara, Naya terperangah melihat luasnya dataran di sebelah timur Negeri Segara. Cahaya hijau yang terpancar dan diiringi pertumbuhan berlimpah tumbuhan serta pepohonan memberi kesegaran pada dataran tersebut, meski cakupannya masih terbatas di wilayah timur.
Dengan tekad, Naya berusaha untuk meneruskan kekuatannya ke seluruh Negeri Segara, agar penghijauan dapat menyebar merata. Usaha Naya ini selalu berlangsung tanpa henti, dirasakan oleh Aegir Segara sebagai kekuatan yang terus diupayakan.
Aegir Segara, dalam kesatuan dengan Naya, bertanya dengan lembut, "Wahai, Sadako. Apa yang mendorong semangatmu untuk segera menghijaukan Negeri Segara?"
Naya menjawab dengan penuh semangat, "Hanya dengan menghijaukan dataran ini, aku merasa bahwa aku memiliki teman sejati, Aegir."
Aegir Segara penasaran, "Mengapa kamu tidak langsung menciptakan Koloni Sadako dengan kekuatanmu sendiri?"
Naya memberi penjelasan, "Aku ingin menjadikan dataran ini hijau dengan tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh, sehingga para anggota Koloni Sadako bisa merasakan keajaiban pertumbuhan ini bersama, Aegir."
"Ketulusanmu sungguh besar, dan dari tumbuhan ini kelak akan lahir berlimpah kasih. Koloni Sadako akan terbentuk dari aliran energi Aegir yang dipenuhi cinta," kata Aegir Segara.
Naya bertanya dengan penuh ingin tahu, "Bagaimana Koloni Sadako akan mampu hidup saat mereka berasal dari dataran Negeri Segara, Aegir?"
Seiring itu, sebuah pohon megah muncul dan diberi nama Alitaru, menghubungkan dirinya dengan pusat energi Aegir. Alitaru tumbuh dengan penuh harapan yang dipancarkan oleh Naya, membawa berbagai harapan bagi Koloni Sadako.
Aegir Segara menjelaskan, "Alitaru adalah manifestasi dari harapanmu, Sadako. Energi ini terus mengalir dalam pohon Alitaru bersamaan dengan harapan yang kamu miliki."
Naya takjub melihat pohon tersebut dan berkata, "Wahai, Aegir. Keindahan pohon ini sungguh memukau."
"Teruslah menciptakan keseimbangan di Negeri Segara, Sadako. Waktu mereka (Koloni Sadako) akan segera tiba. Alitaru akan terus berkembang dan kokoh selama harapan dalam dirimu terus mengalir," ucap Aegir Segara penuh keyakinan.
Seiring berjalannya waktu, Naya penuh keyakinan memancarkan cahaya hijau, menciptakan ragam keindahan tumbuhan di dataran Negeri Segara. Cahaya hijau ini berhasil mengubah dataran yang kering menjadi lahan yang hijau dan subur.
Dengan perasaan bahagia, Naya mengamati pemandangan padang rumput yang hijau dan menenangkan, seraya berkata, "Saatnya akan tiba, mereka (Koloni Sadako) akan segera hadir." Kini, rasa bahagia Naya atas keberhasilan dari latihan panjangnya akhirnya menjadi nyata.
Fustra Sadako: Kekuatan Cahaya di Balik Gelap dan Terang
Akhirnya, hasil positif tercapai melalui latihan yang dilakukan oleh Sage. Cahaya hijau pun dipancarkan oleh Sage, merangsang pertumbuhan tanaman obat bernama "Biosa". Ia memperlihatkan tanaman ini kepada Gumintang. Biosa memiliki kemampuan untuk regenerasi; dalam artian, siapapun yang menggunakan Biosa di bawah cahaya hijau dapat merasakan penyembuhan dan pemulihan kekuatan secara cepat. Meski demikian, Gumintang menyarankan agar Biosa tidak dibiarkan di Negeri Segara saja. Sebaliknya, Biosa sebaiknya dibawa ke pusat Aegir untuk melindungi keseimbangan Negeri Segara dan mencegah dampak buruk yang mungkin muncul.
Gumintang meminta Poram untuk berubah menjadi cahaya putih di hadapan Sage, dengan tujuan membawa Biosa ke Orgages.
“Poram, Biosa harus diantarkan ke Orgages. Aku mempercayakan tugas ini padamu, menuju pusat Aegir,” kata Gumintang, menegaskan bahwa Biosa harus sampai ke sana dan diterima oleh Orgages.
Poram pun membawa Biosa ke pusat Aegir. Gumintang sangat kagum atas kerja keras Sage yang luar biasa dalam menciptakan Biosa. Tapi, di saat bersamaan, Gumintang juga meminta maaf kepada Sage karena harus memisahkan Biosa dari Sage demi menjaga keseimbangan di pusat Aegir.
Gumintang dan Sage kemudian memutuskan untuk segera pergi ke tempat Koloni Sadako. Perjalanan mereka diantar oleh cahaya hijau dari tumbuhan yang mereka lewati. Cahaya hijau ini merespons energi Aegir dalam diri Gumintang. Dari langit, cahaya hijau ini terlihat indah seperti cahaya bintang gemerlap di langit malam.
Saat mereka berjalan, Sage bertanya, “Maafkan saya yang lupa bertanya tentang tujuan kedatanganmu ke dataran Sadako. Bolehkah saya tahu mengapa kamu datang?”
Gumintang menjawab dengan tegas, “Jangan sebut saya begitu. Saya hanya datang untuk mengamati energi Aegir dari Koloni Kunang-Kunang yang tersebar di seluruh Negeri Segara.”
Sage bertanya lagi, “Bagaimana cara saya bisa mengetahui tentang energi dari Koloni Kunang-Kunang?”
Gumintang menjelaskan, “Mereka akan bersinar saat kegelapan tiba, meski tak seorang pun di antara mereka yang menyadari cahaya itu. Itu adalah takdir yang dipilih oleh Koloni Kunang-Kunang, menjadi bagian dari makhluk hidup di Negeri Segara.”
Sage berkomentar, “Menyadarkan sesuatu kepada seseorang yang tak tahu adalah tugas yang melelahkan.”
Gumintang menjawab, “Menjadi tugas saya untuk membangkitkan kesadaran mereka. Namun, tanpa kehadiran saya, mereka tetap akan menemukan jati diri mereka melalui panggilan kesatuan dalam Koloni Kunang-Kunang.”
Percakapan antara Gumintang dan Sage begitu erat terkait penciptaan energi Aegir, hingga tanpa sadar mereka tiba di daerah timur. Tiba di tempat tujuan, Sage segera mengirimkan sinyal cahaya hijau untuk memberitahu tentang kedatangan Gumintang. Naya, yang menyadari hal ini, langsung menyambut mereka.
“Wahai Yang Agung, akhirnya saya bisa melihat Anda,” kata Naya dengan penuh kagum saat melihat Gumintang.
Gumintang memperhatikan Naya yang tampak terengah-engah dan kelelahan, lalu bertanya, “Apa yang terjadi, Naya?”
Naya menjawab, “Mohon maafkan saya, Yang Agung. Saya tengah menghadapi masalah dengan saudara-saudara saya yang kehilangan energi akibat kekeringan.”
Gumintang merespon, “Saya akan meminta Koloni Kin’Yobi untuk memetakan daerah timur dan mengalirkan energi Aegir ke sana.”
Naya memberitahu, “Saya sudah mendengar hal yang sama dari Aegir. Namun, Koloni Sadako tidak dapat menampung terlalu banyak energi Aegir, karena hal itu dapat membahayakan mereka.”
Gumintang berkata, “Kin’Yobi telah berlatih kendali diri, saya berharap bisa membantu. Mari kita lihat usaha Kin’Yobi, Naya.”
Gumintang memasuki pikiran maya untuk berkomunikasi dengan Banes. Gumintang segera memberitahu untuk memetakan dan mengalirkan energi Aegir ke daerah timur. Banes, bersama Rajas dan Argogos, segera tiba di depan Gumintang dan Naya.
Terdengar suara bergema:
Arrrggghhh
Raawwwggghhh
“Izinkan saya membantu Naya,” kata Banes dengan suara serius.
Naya mengucapkan terima kasih, dan Banes serta Argogos berubah menjadi cahaya hitam. Mereka mengalirkan energi Aegir melalui kegelapan dan menyebarkan Enure ke daerah timur. Hubungan antara Kin’Yobi dan Sadako yang memiliki energi Aegir membuat mereka saling mengenal, terutama dalam sejarah penciptaan di pusat Aegir. Lambat laun, daerah timur mulai tenggelam dalam kegelapan, diiringi oleh kehadiran Enure yang menyirami dataran.
Naya ikut bergabung dalam kekuatan Banes dan Argogos. Gumintang melihat persatuan antara Sadako dan Kin’Yobi dengan penuh kagum. Bunga matahari yang tadi ada berubah menjadi Mandavya, Naya yang melihat saudaranya kembali sadar merasa begitu bahagia. Mandavya memeluk Naya, menunjukkan rasa syukur dan penyelamatan. Setelah berhasil, Banes dan Argogos perlahan menghilang.
“Mandavya, apakah Anda sudah pulih sepenuhnya?” tanya Naya sambil memperhatikan kondisi Mandavya.
“Iya, Naya. Saya dalam kondisi baik,” jawab Mandavya.
“Kini kalian, Koloni Sadako, akan terus menerima energi Aegir sesuai keinginan kalian. Persatuan antara Anda, Naya, dan Banes telah berhasil menciptakan kombinasi cahaya yang sangat indah,” kata Gumintang sambil memandang Mandavya dengan perasaan bahagia karena pemulihannya.
“Mari kita lakukan Fustra,” kata Naya.
Naya mengajak seluruh Koloni Sadako ke pohon Alitaru. Dalam Fustra, semua Koloni Sadako akan menggabungkan kekuatan dan mengungkapkan harapan mereka. Naya menggunakan kekuatan dahsyat bernama "Hisha" untuk menyatukan semua elemen Negeri Segara dalam bentuk cahaya hijau.
Gumintang juga ikut bergabung dalam Fustra.
“Hisha!!!” kata Naya. Seketika daerah timur bersinar terang dengan cahaya hijau. Pohon Alitaru bereaksi dengan memancarkan cahaya hijau ke pusat Aegir.
Gumintang kemudian melihat cahaya dari Koloni Kunang-Kunang dan masuk ke pikiran maya untuk meminta Koloni Kunang-Kunang mengirimkan pancaran cahaya putih dari daerah utara untuk bergabung dalam Fustra. Sambu, yang mengetahui keinginan Gumintang, menyampaikan pesan ini kepada teman-temannya. Cahaya putih pun memancar dari daerah utara dan bergabung dengan Fustra. Naya merasakan energi yang sangat kuat dan mengalirkan tekanan yang luar biasa.
“Energi yang saya terima terlalu besar, sehingga Alitaru sangat bahagia,” kata Naya.
Persatuan cahaya dari Naya dan Koloni Kunang-Kunang membuat Negeri Segara mulai berubah menjadi taman hijau yang menghiasi seluruh dataran. Energi dari Naya tersebar ke seluruh penjuru, sehingga keberhasilan penciptaan Naya terwujud dengan sempurna. Sage, Mandavya, Gaze, Ratha, Ayod, Despair, Nagara, Bahu, Cira, dan Vira, yang turut dalam Fustra, mengutarakan harapan mereka dengan sungguh-sungguh. Begitu pula dengan seluruh anggota Koloni Sadako yang ikut bersama-sama.
Sambil masih dalam kekuatan pikiran maya, Gumintang melihat harapan-harapan mereka.
“Biarlah segala kebaikan tumbuh untuk Koloni Sadako dan kesejahteraan Negeri Segara,” harap Sage.
“Semoga kekuatanku bisa membantu menjaga keseimbangan dan keselamatan Negeri Segara,” harap Mandavya.
“Hanya melalui energi Aegir kami bisa merasakan hidup. Semoga rintangan yang kami hadapi selalu mendapat bantuan dari Aegir,” harap Gaze.
“Apabila kami tumbuh, berilah saya kekuatan untuk menjadi berguna dan tidak menjadi beban,” harap Ratha.
“Semoga penciptaan saya ini bermanfaat bagi Negeri Segara,” harap Ayod.
“Meskipun kesedihan dan rintangan datang, semoga akhirnya kita semua bisa merasakan kebahagiaan,” harap Despair.
“Semoga kami semakin kuat dan saling mendukung,” harap Nagara.
“Saya tidak percaya diri, tetapi saya ingin berusaha agar bisa meraih kesuksesan seperti yang lain. Semoga harapan saya melengkapi usaha saya,” harap Bahu.
“Tolong, kuatkan dan pulihkan diri saya. Saatnya bagi saya untuk bangkit dan memberi harum pada Negeri Segara,” harap Vira.
“Sebagai simbol harapan, semoga Negeri Segara dapat menjadi penyeimbang bagi alam semesta,” harap Naya sebagai pemimpin Koloni Sadako.
Gumintang mengetahui harapan-harapan mereka. “Negeri ini akan selalu bersinar!” seru Gumintang mengakhiri persatuan cahaya. Fustra di pohon Alitaru berakhir, dan Naya mengajak Gumintang untuk menikmati jamuan di tengah ribuan cahaya hijau.
Harapan yang Mengubah Hidup: Perjalanan Menuju Cahaya
“Harapan-harapan telah berubah menjadi gerakan, langkah-langkah kecil atau besar yang diambil akan menghasilkan perwujudan yang sebenarnya.” Ini adalah ungkapan yang sesuai untuk menggambarkan keyakinan diri terhadap harapan. Percakapan antara Gumintang dan Naya dalam jamuan makan sungguh membuat Gumintang merasakan semangat kehidupan. Naya Sadako, seorang pemimpin perempuan yang tanpa kenal kata menyerah. Membangun peradaban pertama di Negeri Segara bukanlah tugas yang mudah. Memiliki energi Aegir bukan berarti menjadi bagian dari penguasa semesta. Menjaga keseimbangan adalah tugas utama setiap koloni dengan kekuatannya masing-masing.
“Wahai, Naya. Kamu telah menemukan harapanmu,” kata Gumintang yang duduk di sebelah Naya.
“Saat pertama kali aku menginjakkan kaki di dataran Negeri Segara, semuanya terasa sempurna, Yang Agung,” kata Naya sambil tersenyum dan meraih buah untuk diberikan kepada Gumintang.
“Namun, ketika kegelapan tiba, kesendirian begitu melekat dalam perasaanku,” lanjut Naya.
“Apa yang membuatmu merasa sendirian, padahal kamu sudah memiliki kekuatan, dan dalam waktu singkat Koloni Sadako akan bertambah banyak berkat energi Aegir?” tanya Gumintang.
“Benar. Aku juga bertanya-tanya hal yang sama dalam kesendiriannya di hadapan Aegir,” jawab Naya.
“Ketika harapanmu tercapai, apakah Fustra akan tetap ada?” tanya Gumintang.
“Aku sadar menjaga keseimbangan bukanlah hal yang mudah, Yang Agung. Namun, selama tugas ini belum selesai, harapan akan tetap hidup,” jawab Naya.
“Naya, pohon Alitaru telah menjadi simbol Koloni Sadako. Namun, apakah masih ada harapan yang belum terwujud?” tanya Gumintang.
“Tentu saja, Yang Agung. Daerah timur terlalu panas untuk menyuburkan tanaman, penduduk yang lahir di sana kesulitan menyesuaikan diri. Mungkinkah kami bermigrasi ke daerah utara atau bergabung dengan Koloni Kunang-Kunang?” tanya Naya.
“Tentu saja, Aegir memberikanmu kemampuan itu. Bergabunglah dengan Koloni Kunang-Kunang,” jawab Gumintang. Mendengar ini, Naya merasa bersyukur dan bahagia.
Akhirnya, harapan Naya terwujud. Koloni Sadako akan membagi diri mereka untuk menyesuaikan takdir dengan menyerap energi dataran Negeri Segara. Dengan kristal dari Danau Manta, Koloni Sadako akan menentukan arah mereka.
Pertemuan Air dan Emosi: Danau Manta dalam Peradaban Sadako
Danau Manta adalah misteri Aegir yang terbentuk dari tetesan air mata Naya bersama Koloni Sadako. Dulunya hanya selebar kedua tangan, danau ini kini menjelma menjadi yang pertama dan terluas. Untuk memudahkan perjalanan, dibuatlah jembatan agar bisa mencapai seberang utara atau sebaliknya dalam sehari, jika tidak, butuh waktu hingga seminggu berjalan kaki.
Ketika Koloni Sadako membagi diri untuk bersatu dengan koloni lain di Negeri Segara, Danau Manta akan memilih di antara mereka. Naya mengeluarkan kekuatannya yang luar biasa. Cahaya hijau melingkupinya, menciptakan pusaran air dari Danau Manta dan kristal-kristal yang terbentuk. Kristal berwarna putih akan ditempatkan di dataran utara, hitam untuk dataran tengah, dan merah untuk dataran selatan.
“Wahai, Yang Agung. Apakah Anda bersedia bersatu dalam energi?” tanya Naya kepada Gumintang, lalu ia berubah menjadi cahaya putih dan menyatu dengan pusaran air, membagi kristal-kristal. Kristal-kristal itu terpisah dari inti utama dan melekat pada tubuh Koloni Sadako.
“Naya, apakah kamu mendapatkan kristal?” tanya Gumintang.
“Aku tidak mendapatkannya, Yang Agung,” jawab Naya. Gumintang hanya tersenyum dan memandangi Danau Manta yang menyemburkan air ke Naya. Ia menyadari bahwa pembagian ini akan memulai babak baru dan menghadirkan rintangan bagi Koloni Sadako.
“Wahai, Sadako. Aku berseru atas kebahagiaanmu. Hari ini adalah awal peristiwa baru, dan masa depan yang menantang. Bersiaplah untuk segalanya,” kata Gumintang, berdiri di atas pohon Alitaru.
Koloni Sadako bersorak riuh saat mendengar kata-kata Gumintang. Danau Manta yang tenang juga merespons dengan menyemburkan air ke mereka, dan Gumintang melemparkan serbuk emas ke kerumunan itu.
Naya menundukkan kepala mendengar ucapan Gumintang. Apakah sejarah ini akan dicatat sebagai yang baik atau sebaliknya, masih menjadi misteri yang perlu dipecahkan.
Batas Teratai Negeri Segara: Jejak Naya dalam Negeri Segara
Setelah Koloni Sadako selesai melaksanakan Fustra, mereka tidak langsung kembali ke daerah timur. Hal ini dikarenakan Danau Manta telah menetapkan tempat tinggal bagi mereka. Naya tetap tinggal di daerah timur sampai tiba saatnya, di mana ia akan ditempatkan di dataran yang ditentukan.
“Wahai, Yang Agung. Apakah ada di antara kami (Koloni Sadako) yang telah melihat cahaya putih?” tanya Ayod kepada Gumintang.
“Aku telah menyadarinya, tetapi benih-benih itu telah bersatu dengan cahaya hijau, begitu juga dengan mereka yang masih berada dalam serbuk dan dataran (belum lahir),” jawab Gumintang kepada Ayod sambil mengambil tanah dari dataran Negeri Segara dan menggenggamnya. Tanah itu kemudian dilemparkan ke Danau Manta.
“Yang Agung, kekuatanmu luar biasa dan kuat. Jika cahaya hijau berdampingan dengan cahaya putih dan mengelabui pemikiran mereka, maka bangunkanlah kesadaran mereka (Koloni Kunang-Kunang),” kata Naya perlahan, mendekati Gumintang.
“Pada saat Fustra dan persatuan cahaya hijau dan putih, aku telah mendapatkan wawasan dan akan memutuskan untuk memberi mereka pilihan, selama kedua pilihan itu baik,” kata Gumintang.
“Ayod, ayo kita lanjutkan perjalanan dengan Yang Agung,” seru Naya, mengajak Ayod untuk bergabung.
Ayod adalah tanaman bunga lili, diciptakan dari harapan Naya.
Gumintang membawa mereka (Naya dan Ayod) untuk melihat batas timur. Tanpa disadari, hantaman keras dari Naya menciptakan batas indah di Negeri Segara, membentuk bunga teratai di setiap arah mata angin.
Gumintang menggunakan pikiran maya untuk membawa mereka (Gumintang, Naya, dan Ayod) ke batas timur Negeri Segara. Tiba di puncak sari bunga teratai di batas timur, Gumintang menunjukkan kepada Naya untuk meletakkan tangan di atas kristal hitam.
“Kristal hitam ini milik Koloni Kin’Yobi, Naya,” kata Gumintang, menunjuk pada kristal tersebut.
“Tempatkan tanganmu di sana, Naya. Meskipun bunga teratai ini muncul dari energi Koloni Sadako saat mereka menghantam dataran Negeri Segara,” tambah Gumintang.
“Yang Agung, apakah bunga ini adalah batas Negeri Segara?” tanya Naya.
“Benar, Naya. Di setiap arah mata angin (utara, timur, selatan, dan barat) di Negeri Segara, bunga teratai hadir,” jawab Gumintang.
“Bagaimana bunga teratai ini menjaga Negeri Segara?” tanya Naya.
“Bunga teratai ini telah membentuk perisai pelindung, Naya. Seperti dirimu,” jawab Gumintang.
Naya meletakkan tangannya di atas kristal hitam itu. Kekuatan Naya mengalir ke dalam kristal, menghasilkan cahaya putih yang menyilaukan. Ini karena bunga teratai merasakan sentuhan Naya sebagai bagian dari kekuatannya sendiri. Naya langsung melihat Negeri Segara dari ketinggian dan terhubung dengan empat bunga teratai. Cahaya berseri-seri mengalir menuju pusat Aegir, membentuk menara megah.
Koneksi antara empat bunga teratai dan Naya memungkinkan Koloni Sadako yang tersebar di beberapa dataran terhubung dengan bunga teratai sementara waktu. Mereka dapat melihat partikel energi Negeri Segara yang mengalir ke bunga teratai dan menuju pusat Aegir.
Naya tanpa sengaja menciptakan bunga teratai ini, berkat perasaan takut dan kekuatan Koloni Sadako. Ayob yang menyertainya terpesona oleh keindahan bunga teratai di batas dataran Negeri Segara. Setelah menjelajah bunga teratai, mereka kembali ke tempat tinggal Koloni Sadako dengan bantuan kekuatan Banes.
Dua Dunia Bersatu: Cahaya Kunang-Kunang di Daerah Timur
Daerah timur tercermin dalam keindahan taman yang dipenuhi dengan bunga, pepohonan, rumput hijau, serta tanaman langka dan magis. Naya memimpin tim yang terdiri dari Ratha, Ayod, Despair, dan Nagara untuk merawat daerah timur. Kehadiran Gumintang diterima dengan antusias. Pada suatu kesempatan, Gumintang bertemu dengan Vinaya, seorang wanita lembut, dan Haruto, seorang pria tampan.
Pertemuan Gumintang dengan manifestasi dirinya sendiri, tentu saja, memicu perasaan haru dan bahagia. Vinaya dan Haruto, yang ditemui di daerah timur, merupakan bagian dari aspek dirinya. Namun, Gumintang tidak langsung mengungkapkan kebenaran ini, karena ia ingin menghormati perasaan mereka. Sebaliknya, Gumintang menggunakan kemampuan pikiran maya untuk membantu mereka mengenali identitas asli mereka.
“Naya, saya senang Vinaya dan Haruto telah berintegrasi dengan Koloni Sadako. Perlakukan mereka seolah-olah mereka bagian dari keluargamu,” bisik Gumintang pada Naya, sambil mengamati interaksi antara Sadako di taman bunga.
“Saya mengerti maksud Anda, Yang Agung. Mengapa Anda tidak mengungkapkannya langsung?” tanya Naya.
“Menerima kenyataan seperti ini bisa sangat menantang, Naya. Mereka perlu kesiapan mental untuk menghadapinya,” jawab Gumintang.
“Lalu, apa yang seharusnya saya lakukan?” tanya Naya.
“Perlakukan mereka sebagai anggota keluarga. Itu cara terbaik untuk menghadapinya,” jawab Gumintang.
“Baiklah, Yang Agung. Saya berharap Anda bersedia tetap berada di timur dalam beberapa waktu. Kami perlu lebih memahami kekuatan Sadako,” kata Naya.
“Tentu saja, itu adalah tugas saya, Naya. Sama seperti Anda, saya juga tak bisa dilepaskan dari energi Aegir dan kalian semua,” ujar Gumintang.
~ Catatan ~
Lemah lembut mencerminkan kekuatan yang sangat kuat.
Seseorang mampu tetap tegar dalam kedamaian meskipun dihadapkan pada kekerasan.
Mereka sungguh luar biasa kuat.
Permukaan tenang danau mengendapkan banyak misteri mengerikan di dalamnya.
Di balik wajah yang tenang, tersimpan misteri kehidupan.
Memahami luka seseorang bukanlah tugas yang mudah hanya dengan mendengar kata-katanya.
Namun, hal tersebut perlu dirasakan atau dijalani.
Atau mengalami pengalaman yang serupa.
Selanjutnya, seseorang memiliki pilihan untuk mengubahnya menjadi kekuatan atau kelemahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Vivi Z
kak ini keren banget seriusan 😭
2023-09-27
1
Eliot Lucky Blue
keren🤩
2023-09-19
2