Keberhasilan Banes dalam menghadapi cahaya hitam yang menghampirinya telah memberi dampak positif bagi Kin’Yobi. Kini, Kin’Yobi mampu mengatasi kegelapan yang selama ini menyelimuti daerah barat. Tempat tinggal para koloni Kin’Yobi, sebelumnya dipenuhi oleh kegelapan, kini perlahan mulai terang. Setiap individu menjalankan peran mereka dengan memahami perasaan masing-masing. Gumintang, yang kini berperan sebagai guru kehidupan, membimbing mereka untuk hidup dengan mengontrol emosi, terutama rasa marah.
Koloni Kin’Yobi memberikan tempat istimewa kepada Gumintang, yang menawarkan pemandangan indah Gunung Iwawa. Kehadirannya membawa kedamaian dan ketenangan bagi Kin’Yobi. Mereka juga melatih kekuatan diri dan menjalani proses pengenalan diri.
“Lekakus!!!” Mantra Argogos terdengar di depan Gumintang.
“L.e.x.a.c.u.s,” Gumintang mengoreksi mantra Argogos. Gumintang juga mencoba mempraktikkan mantra tersebut. “Lexacus!!!” Seketika, terjadi pancaran cahaya yang mengangkat tubuh Argogos. Mantra ini memberikan efek yang membuat seseorang seperti angin: ringan, cepat, dan tak terlihat.
Argogos pun kembali ke bentuk semula dan sangat terkesan dengan mantra tersebut.
“Mantra ini tidak hanya diciptakan untuk diagumi, tetapi juga terinspirasi oleh kristal hitam. Lexacus sendiri berasal dari Kin’Yobi. Masihkah kalian mengingat kristal hitam tersebut? Mantra ini lahir dari energi kristal hitam itu,” jelas Gumintang.
“Sangat menakjubkan, Yang Agung,” puji Argogos.
“Saya menyadari bahwa dalam dimensi maya, kalian dapat berpindah tempat tanpa memerlukan mantra ini. Namun, mantra ini menjadi alternatif ketika energi kalian habis,” Gumintang menjelaskan kepada para anggota Kin’Yobi.
Menggapai Ketinggian: Pengetahuan Tentang Kesabaran
"Lexacus" adalah mantra pertama yang diajarkan oleh Gumintang kepada anggota Kin’Yobi. Rajas, Argogos, Or’or, Sile, dan Norg berhasil mencoba mantra tersebut. Kemudian, Gigel, Noru, Baldax, Zerab, Mogalri, Kora, Ibo, Baji, Zorg, Impaler, Ripper, Krueger, Jiao, dan Nao juga berhasil mencobanya. Mereka melewati berhari-hari dalam percobaan mantra ini. Perlu diingat, dari semua anggota Kin’Yobi, hanya Banes yang berhasil meredam rasa marah, itulah sebabnya memerlukan waktu yang cukup lama. Koloni Kin’Yobi masih perlu mengembangkan kesabaran untuk mengendalikan diri dan memusatkan perhatian.
“Yang Agung, apakah mantra ini mampu membantu kami (Koloni Kin’Yobi) mengendalikan kemarahan?” tanya Argogos kepada Gumintang.
“Mantra ini hanya memberikan bantuan terbatas, namun ada pelajaran yang lebih penting yang ingin saya ajarkan pada kalian,” jawab Gumintang.
Kemudian, Rajas ingin mengajukan pertanyaan, “Bagaimana dengan Murtyaman, Yang Agung?” tanya Rajas kepada Gumintang.
“Murtyaman adalah wadah yang suci dan terbatas. Saya bisa saja menggunakan wadah itu untuk kalian (Koloni Kin’Yobi), tetapi Banes sudah mengisi wadah tersebut sebelumnya,” jawab Gumintang.
“Yang Agung, apa hal yang penting bagi kami (Koloni Kin’Yobi) agar kami bisa mengatasi rasa marah ini?” tanya Rajas.
“Kesabaran,” jawab Gumintang.
“Namun, Rajas, kamu harus ingat bahwa rasa marah tidak dapat dihilangkan secara total,” tambah Gumintang.
“Bagaimana cara menerapkan kesabaran ini?” tanya Rajas.
“Kesabaran sejatinya adalah keyakinan akan kebenaran, Rajas. Apakah kamu merasa ini sulit?” tanya Gumintang pada Rajas.
“Tentu saja. Bagaimana mungkin saya bisa mengatasi kemarahan dengan kesabaran? Rasanya tidak mungkin,” jawab Rajas.
“Mengapa kesabaran sejati adalah keyakinan akan kebenaran?” tanya Gumintang.
“Bagaimana seseorang bisa tahu apa yang benar?” tanya Rajas.
“Berpikir dengan penuh pengertian terhadapnya,” jawab Gumintang.
“Apakah memang semudah itu, Yang Agung?” Rajas merenung.
“Apakah kamu yakin akan kebenaran? Pada keberadaan Pusat Aegir? Energi yang mengalir dari Pusat Aegir? Dari kebenaran inilah lahir kekuatan yang menyeimbangkan semesta. Bahkan saat engkau merasa terdesak, semesta tetap berperan,” Gumintang menjelaskan.
“Sungguh, kesabaran yang Anda maksud begitu kompleks, Yang Agung,” ujar Rajas.
“Yakinlah, Rajas. Dengan mengendalikan diri, engkau bisa menguasai cahaya hitam itu,” Gumintang memberi dorongan.
“Benar sekali, Rajas. Kita harus lebih kuat dari cahaya hitam,” sambut Argogos.
“Kekuatan itu bersumber dari dalam kita, Argogos. Cahaya hitam adalah bagian tak terpisahkan dari diri kita,” Rajas berpendapat, memancing perdebatan dengan Argogos.
“Hai, Kin’Yobi. Mampukah kalian mengendalikan energi Aegir? Pusat Aegir adalah bagian dari kita, alirannya mengalir dalam tubuh kita,” Gumintang mencoba meredakan ketegangan antara Argogos dan Rajas.
Semua terdiam. Mereka menyadari bahwa mengendalikannya tidaklah mudah. “Kesabaran bukanlah tanda kelemahan dalam dirimu, Rajas. Sebaliknya, itu adalah tanda menguasai sesuatu yang memerlukan pengendalian. Kita adalah hasil dari kondisi ini, sehingga kekuatan kita lebih besar daripada amarah kita,” Gumintang memberi nasihat.
Kemudian, Gumintang memberikan tugas kepada mereka untuk mengisi Arkades dengan cahaya hitam. Arkades adalah gelas naga yang dimiliki oleh Orgages, pemimpin Putihnati. Namun, mengisi Arkades dengan cahaya hitam adalah tugas yang kompleks dan sulit, terutama jika seseorang belum melatih kesabarannya. Kesabaran yang dimaksud di sini terkait dengan usaha dan harapan dalam cahaya hitam. Hanya mereka yang memiliki harapan dan bekerja keras yang bisa mengisi Arkades tersebut.
Para Koloni Kin’Yobi berlatih gigih di puncak Gunung Iwawa, sementara Banes juga berusaha mengisi Arkades dengan cahaya hitam.
Eksplorasi Batin: Menemukan Kekuatan Diri yang Tersembunyi
Sudah sebulan berlalu sejak kilauan cahaya dari Koloni Kunang-Kunang mulai menghiasi berbagai cerita di Negeri Segara. Pancaran cahaya yang ditimbulkan telah memberikan kehidupan bagi negeri ini. Seperti pusat Aegir, Negeri Segara sekarang memancarkan beragam cahaya kilauan yang turut menjaga keseimbangan.
Gumintang dan Banes melanjutkan perjalanan dari dataran barat ke timur bersama-sama. Jarak yang begitu jauh menjadi peluang bagi Gumintang dan Kin’Yobi untuk mendapatkan banyak pembelajaran. Meskipun Gunung Iwawa harus ditinggalkan untuk sementara waktu, misi mereka untuk mengisi Arkades tetap berlanjut, sambil menyertai Gumintang dalam perjalanan menuju pohon yang dikenal sebagai "Alitaru". Alitaru terletak di sebelah timur, dan di sana Gumintang akan memberikan pelajaran yang mendalam kepada Kin’Yobi tentang pemahaman diri, sebagaimana Alitaru mengajarkan.
Perjalanan dimulai saat cahaya dari Koloni Kunang-Kunang mulai meredup.
“Apakah kita akan melanjutkan tanpa kekuatan, Yang Agung?” tanya Banes.
“Kita akan melanjutkan perjalanan ‘Mahagir’, Banes, tanpa mengandalkan kekuatan sedikit pun.” jawab Gumintang.
“Bagaimana jika kita menghadapi serangan dimensi?” tanya Banes.
“Saat ini, fokus kita adalah menuju perjalanan ke Alitaru. Jangan khawatir, Banes.” jawab Gumintang.
Memahami kekuatan Alitaru berarti memahami akar dari identitas seseorang saat dewasa. Sama seperti itu, Banes menyadari bahwa pemahaman akan kekuatannya sendiri memerlukan pengalaman duka dan luka. Meskipun Alitaru tampak rapuh, ia memiliki ketahanan dalam dirinya. Bagian-bagian terluar Alitaru sangat mudah diambil, yang sebenarnya berfungsi sebagai tipuan untuk mengusir parasit agar segera pergi meninggalkan Alitaru. Namun, bahkan ketika Alitaru dirobohkan, bahkan Orgages pun tak mampu mengangkatnya. Kekuatannya berasal dari harapan dan impian Koloni Sadako.
Alitaru hanya akan runtuh jika harapan dan impian dari Koloni Sadako dipindahkan ke Fustra. Fustra adalah sebuah acara yang digunakan untuk memohon energi dari Aegir, dan permohonan itu mengalir ke Alitaru. Selama harapan dari Koloni Sadako masih ada, bahkan jika daun-daunnya telah gugur, Alitaru tetap kukuh berdiri.
Dalam perjalanan menuju Alitaru, Gumintang bertemu dengan cahaya yang dipancarkan oleh beberapa tumbuhan. Tumbuhan-tumbuhan ini jelas berasal dari Koloni Sadako. Energi yang mereka pancarkan begitu jernih, menciptakan rasa kesegaran dan ketenangan bagi Gumintang, Banes, dan para Kin’Yobi.
“Tanaman ini apa? Sangat menyegarkan,” ujar Banes.
“Ini berasal dari Koloni Sadako,” kata Gumintang.
“Wahai Yang Agung, apakah kita akan masuk ke wilayah koloni lain?” tanya Banes.
“Tidak, kita masih berada di Negeri Segara, Banes,” jawab Gumintang.
“Namun, Yang Agung menyebut Koloni Sadako,” kata Banes.
“Benar, Koloni Sadako bukanlah orang asing; mereka sama seperti kita. Energi mereka terhubung dengan Aegir,” jelas Gumintang.
“Tapi mengapa kami (Kin’Yobi) tidak dapat melacak posisi koloni lain saat memetakan dimensi maya, Yang Agung?” tanya Banes.
“Wahai, Banes, itu sebabnya aku membawamu kemari. Koloni Sadako muncul setelah kamu diciptakan, sebagai bagian dari upaya untuk menjaga keseimbangan di Negeri Segara,” jawab Gumintang.
“Apakah kamu melihat pohon besar itu?” tanya Gumintang kepada Banes, sambil menunjuk ke arah Alitaru. Alitaru terlihat sangat besar dalam pandangan Banes, seperti ukuran anak gajah. Namun, Banes melihat tanda-tanda bahwa pohon itu tidak dalam kondisi baik. Kulit kayu Alitaru tidak tampak sehat, dan tanah di sekitarnya terlihat kering.
Gumintang kemudian menjelaskan makna dari pemahaman akan kekuatan diri, “Alitaru dengan sengaja menunjukkan dirinya dalam keadaan kekurangan air dan terlihat kering. Namun, saat akarnya diangkat, ternyata begitu kuat dan kayunya sekeras tembaga.”
Di sekitar Alitaru, mereka memilih untuk berhenti sejenak. Perjalanan Gumintang hampir mencapai Alitaru. Gumintang memutuskan untuk mengamati perkembangan Kin’Yobi di Arkades. Ternyata, belum ada yang mampu mengisi Arkades dengan sempurna. Maka, Gumintang memutuskan untuk bermalam di dekat Alitaru dan memberikan waktu kepada Kin’Yobi untuk berlatih hingga selesai. Alitaru memiliki kemampuan untuk memberikan segar pada siapa pun yang berada di dekatnya. Ini adalah harapan Gumintang untuk Kin’Yobi, agar proses pengisian Arkades dapat berhasil dilaksanakan.
“Fokuslah pada harapan dalam dirimu, jangan khawatir tentang harapan orang lain. Temukan konsentrasi dalam kesunyian, jangan biarkan pikiran tentang keberhasilan orang lain mengganggu. Terkadang, kamu perlu berjuang sendiri terlebih dahulu. Harapan-harapan ini akan terkabulkan setelah kalian melewati banyak tahap pembelajaran, dan semesta akan membuktikan nilai dari usaha tersebut,” ucap Gumintang sambil memperhatikan Kin’Yobi yang tengah berlatih untuk mengisi Arkades.
Cahaya-cayaha hitam itu perlahan-lahan mulai terisi dengan kendali yang baik.
Arrrgggggghhhhh!
Gggggrraaakkhhh!
Banes berhasil mengisi Arkades tersebut. “Akhirnya, aku berhasil, Yang Agung,” ujar Banes dengan penuh kebahagiaan.
Kemudian satu per satu, Koloni Kin’Yobi berhasil mengisi Arkades.
Pilar Kehidupan: Menciptakan Menara Energi Aegir
"Kesabaran dan pemahaman akan kekuatan diri," itulah belenggu yang sering menghambat. Arkades yang telah diisi oleh cahaya hitam dari masing-masing anggota Kin’Yobi akan ditempatkan dalam menara energi Aegir. Gumintang berbicara dalam hatinya kepada Koloni Kunang-Kunang untuk memasuki dunia pikiran maya dan menciptakan "Hotra Damasya!"—sebuah menara yang terbentuk dari sumber kekuatan.
“Hotra Damasya!” Gumintang mengucapkan mantra ini dengan penuh keyakinan.
Gruuuudddddd
Draraaraaggdadaggg
Uusssssssshhhh
Dari dalam kedalaman dataran Negeri Segara, suara gemuruh yang sangat kuat terdengar saat energi dahsyat muncul dan membentuk menara. Gumintang kemudian menatap Alitaru dan mengarahkan tangannya yang berisi serbuk cahaya, “Jar Eyar!”—segera menara tersebut menyatu dengan Alitaru, dua elemen ini perlahan-lahan berpadu. Akhirnya, menara dan Alitaru bersatu menjadi satu.
“Apakah kalian ingin mencoba dimensi maya kalian?” tanya Gumintang kepada Kin’Yobi.
Banes yang pertama kali menjajal kekuatan ini segera berpindah tempat dengan kecepatan luar biasa dan dalam sekejap berada di atas pohon Alitaru. Kekuatan mereka meningkat setelah berhasil mengisi Arkades tersebut.
Rahasia Keterhubungan: Menghubungkan Energi Aegir dengan Kin’Yobi
“Wahai, Banes. Jadilah pemimpin dalam mengalirkan energi Aegir kepada Koloni Kin’Yobi,” pinta Gumintang kepada Banes, memerintahnya untuk segera mengarahkan aliran energi Aegir melalui Alitaru.
Braaaaaddgdggghhhh
Raaawwwwwwhhhh
Banes mengedarkan cahaya hitam yang ada dalam dirinya sebagai manifestasi kekuatan, mengalirkan energi Aegir kepada seluruh Koloni Kin’Yobi. Langit tiba-tiba menjadi gelap. Kekuatan Banes tumbuh lebih besar, namun kini ia dapat mengendalikan kekuatan itu dengan baik. Rajas dan Argogos merasakan getaran kekuatan dimensi maya dengan gembira, demikian pula anggota lain dari Koloni Kin’Yobi.
Tidak ada pembelajaran yang telah mereka lalui yang berakhir dengan kegagalan. Akhirnya, Kin’Yobi mulai menguasai potensi dalam diri mereka dengan baik. Namun, mereka harus tetap memiliki pemahaman mendalam mengenai diri sendiri, agar prestasi saat ini tidak berakhir sia-sia di masa depan. “Tidak ada keabadian di Negeri Segara, semua akan kembali ke awal penciptaan. Peran koloni adalah untuk menjaga keseimbangan dalam alam semesta,” kata Gumintang kepada Kin’Yobi.
Mengintegrasikan diri dengan lingkungan sekitar akan membawa pemahaman yang lebih mendalam tentang diri sendiri, bukan untuk membandingkan kehebatan, melainkan untuk mengenali perbedaan dan mengokohkan persatuan. Gumintang berhasil mewujudkan satu demi satu perjalanan penciptaan Koloni Kunang-Kunang di Negeri Segara. Ia menyampaikan perjalanan tersebut di Alitaru melalui pikiran maya yang digerakkan oleh Gumintang bersama dengan Sambu.
“Wahai, Banes. Kembalilah ke Gunung Iwawa, aku akan melanjutkan perjalanan ke timur,” kata Gumintang kepada Banes.
“Aku harus menemanimu, Yang Agung,” ujar Banes.
“Tidak, Banes. Tugasmu adalah menjaga dataran Negeri Segara. Kamu harus kembali,” kata Gumintang.
“Bagaimana bisa aku membiarkanmu berjalan sendirian di tengah-tengah dataran yang luas ini?” Banes berbicara dengan tulus.
“Poram ada bersamaku, Banes. Kamu tidak melihatnya?” tanya Gumintang.
Banes melihat sekeliling.
“Poram?” Banes bertanya.
“Dia selalu mendampingiku, Banes,” Gumintang menjawab sambil mengizinkan Poram untuk muncul di depan Banes dan Koloni Kin’Yobi.
Semua terkejut dan kagum melihat kehadiran Poram yang begitu kuat. Poram menunjukkan wujud aslinya yang tangguh dan menakutkan. “Aku adalah Poram, pelayan Yang Agung,” ucap Poram dengan suara menggema.
“Baiklah, Yang Agung. Aku akan memetakan perjalanamu untuk mengetahui cerita hebatmu,” kata Banes.
“Terima kasih, Banes,” Gumintang menjawab. Kemudian Banes memetakan Poram dan Gumintang ke dalam kekuatannya di dimensi maya.
Banes kemudian kembali ke Gunung Iwawa, demikian juga dengan anggota Kin’Yobi lainnya. Mereka berpindah dengan cepat melalui dimensi maya.
~ Catatan ~
Kekuatan digunakan untuk menjaga keseimbangan, bukan untuk dibandingkan.
Pengetahuan diciptakan untuk memahami kasih dari sumber pencipta.
Tidak ada peran yang buruk, hanya ketidaktahuan akan jati diri.
Kebenaran selalu ditempatkan di atas segalanya, baru kemudian datang kebaikan.
Kendalikan energi dalam dirimu dan wujudkan kekuatanmu.
Bangkitlah dari kesulitan, karena luka dan duka bukanlah malapetaka, melainkan pelajaran.
Tidak perlu banyak menuntut dari semesta, karena semesta telah mengetahui nilai di antara segala penciptaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Agas
lanjut
2023-09-30
0
weda kresna witana
Kamu bisa bagikan kalimat ini jika menyukainya Vivi Z. Caranya dengan menekan paragraf lalu bagikan ^^
2023-09-27
2
Vivi Z
bener banget kak🥹
2023-09-27
3