Tanah kering nan tandus, di mana tak ada kehidupan yang dapat tumbuh sekelilingnya. Air menetes, embun menguap panas. Seperti menguliti bekas luka, perihnya bagaikan luka yang terkena tetesan air cuka. Alang-alang mengakar kering di tanah panas, berwarna coklat. Memesona terpandang tapi tak bersahabat, kata-kata hanya racun kotor yang mengelabui pikiran. Irisan hati melihatnya, prasangka tak terduga hanya terguncang oleh suara lantang.
Dengan menghunjam kemalangan dan meningkatkan kasih. Menyusup dalam lapisan sindiran penguasa. Menyokong segala keburukan dari akar hingga angkuh yang sombong. Kulit kayu berbau lapuk dan penuh air, api tak berguna. Air meliuk-liuk, gemericiknya terdengar. Muara menggenang dan bergelimang, putus dan kering. Pertengahan sebuah tanda tak mencapai kemaslahatan negeri genting, tak sampai keseberang negeri elok, tertimbun dan menghilang. Tidak terhingga menyebut sebuah permai. Titik menilik pesan, khiasan sajak. Sorotan dalam terpampang, menatap kepalan panas yang terdiam. Ia tak hilang, hanya termenung bukan karena kemalangan dan kekalahan. Ia melihat jejak hidup Gumintang Kunang-Kunang.
Kiat-kiat terhias dalam motivasi dibentuk untuk menyemangati, mengobarkan semangat, dan membangkitkan inspirasi, tapi bisakah itu ikut menyeberang hingga terkaram dalam gelap? Tertitip pesan yang bergema di pelosok, bukan untuk daun kering yang terhempas dan terbuang begitu saja. Seseorang yang bersuara lantang tentang ketidakadilan, raganya mungkin sirna, tapi namanya tetap terkenang.
Hanya sebuah mata sehat yang bisa melihat hembusan angin yang tak tergambar. Terkadang, kita dapat merasakan kehadiran seseorang yang selalu mampu menginspirasi orang lain. Sanubari yang kuat, menegarkan yang lemah agar tak jatuh. Kunang-kunang. Andai cahaya mereka menerangi, mungkin sulit dirasakan. Perlahan gelap, jangkauan terlihat. Cahaya kunang-kunang malam, menerangi. Ribuan kunang-kunang menganga ke atas, pancaran mereka tak terhingga.
Mengupas Misteri di Balik Nama 'Gumintang Kunang-Kunang
Gumintang Kunang-Kunang adalah sebutan bagi seorang filsuf yang terang dan bercahaya. Ia hanyalah seorang pria tua yang begitu menua dalam maya. Gumintang merupakan filsuf pertama yang ada di alam semesta, dan Kunang-Kunang adalah nama koloni yang diikutinya. Sosoknya begitu menyenangkan dan dinantikan pada masa kejayaannya. Langkahnya tak dapat ditebak, tapi bukan berarti ia bukan seorang pemikir handal. Inilah yang menarik dari Gumintang Kunang-Kunang, ia disapa dengan panggilan Kunang oleh Aegir.
Perjalanan hidupnya penuh dengan spiritualitas dan dedikasi pada negeri bernama Negeri Segara, yang merupakan nama semesta yang tercipta pada peradaban pertama. Masa kejayaan Negeri Segara pada tahun pertama ditandai oleh pemikiran yang adi luhung dan terbentuk dalam sejarah peradaban semesta. Negeri Segara hanya memiliki empat koloni, yaitu makhluk yang memiliki kekuatan dari Aegir Segara. Inilah kisahnya.
Koloni Kekuatan Pikiran Maya: Keajaiban dalam Dunia Kunang-Kunang
Koloni pertama bernama Kunang-Kunang ia adalah koloni yang berperan dan bertugas mencari seorang pemimpin untuk Negeri Segara. Tugas tersebut hanya diemban bagi mereka yang telah terpilih dari Aegir (energi awal dan akhir semesta) Segara, maka dari itu hanya sedikit yang menjadi koloni ini. Koloni ini hanya bisa terbentuk dari sebuah energi kebaikan Aegir. Aegir Segara adalah nama energi semesta pertama.
“Wahai, Kunang-Kunang. Tubuhmu lahir dari sinarku. (GRUUGGGGBARR! suara gemuruh terdengar begitu keras) Kelahiranmu pada malam hari, itu mengapa sinarmu hanya dapat hadir pada malam hari atau keadaan gelap. Itu tidak semata-mata sebuah hiasan dalam tubuhmu. Tugasmu menyinari mereka dalam kegelapan,” kata Aegir Segara kepada Gumintang.
(Dalam baktinya sebagai Kunang-Kunang) “Bolehkah aku mengetahui, siapakah dirimu?” imbuh Gumintang, (menghela nafas dalam) ‘Agar aku bisa menceritakan tentang dirimu kepada makhluk yang aku temui nanti.’
“Aku disebut dengan Aegir yang berarti energi. Engkau bisa menyebutku dengan sebutan Aegir Segara, karena energiku mengalir dalam sebuah elemen air,” jawab Aegir Segara.
“Lantas siapakah aku, Aegir?” tanya Gumintang, berdiri tegap melihat energi berupa cahaya melingkari dirinya dalam sebuah kegelapan.
“Dirimu adalah Gumintang si pemilik kekuatan pikiran maya atau Kunang-Kunang. (Terdengar suara gemuruh dan petir menyambar) Itulah dirimu,” jawab Aegir Segera, sambil membentuk lingkaran cahaya mengelilingi tubuh Gumintang begitu indah dan menakjubkan.
Gumintang kemudian berada dalam sebuah dataran yang tandus dan tidak ada kehidupan. Dataran tersebut dinamakan Negeri Segara sebelah utara.
Koloni Kekuatan Berpindah Tempat (Kin’Yobi)
Koloni kedua dalam peradaban pertama semesta lahir sebagai Kin’Yobi (koloni kedua peradaban pertama semesta dan memiliki kekuatan berpindah tempat yang cepat). Koloni ini sebagai makhluk yang begitu seram, tubuhnya tinggi, badannya besar, dan berkulit hitam. Aegir Segara menciptakan makhluk ini tanpa disengaja sehingga ia tidak dapat mengontrol keinginan, kemarahan, dan ketenangan. Makhluk pertama yang tercipta dari koloni Kin’Yobi adalah Banes (makhluk pertama dari koloni Kin’Yobi). Koloni Kin’Yobi memiliki kekuatan dalam berpindah tempat yang sangat cepat, berkamuflase, dan mengeluarkan asap hitam ketika berpindah tempat. Aegir memberikan ia tugas untuk dapat melindungi Negeri Segara dan membantu koloni yang ada di Negeri Segara.
(Langit dengan suasana mencekam dipenuhi dengan kegelapan)
“Wahai, Kin’Yobi. (Suara Aegir menggema) Sungguh kekuatanmu begitu diperlukan oleh Negeri Segara. Aku menciptakanmu dari energi keinginan, kemarahan, dan ketenangan. Bantulah para koloni di Negeri Segera, ciptakan keseimbangan diantara koloni,” kata Aegir Segera.
“Apakah aku mampu melakukan keseimbangan itu?” tanya Banes—sambil terpukau dengan energi dashyat dari Aegir Segara.
(Suara gemuruh begitu keras) “Kenapa kamu meragukan energiku,” jawab Aegir Segara.
“Energimu begitu kuat (terpukau dengan keajaiban dahsyat)—siapakah dirimu?” tanya Banes.
“Panggilah aku Aegir. Aegir Segara,” jawab Aegir Segara yang kemudian mengubah sosoknya menjadi sebuah cahaya hitam.
“Lantas, aku siapa diantara koloni tersebut, Aegir?” tanya Banes.
“Banes. Dirimulah Banes! Engkau begitu kuat diantara koloni tersebut,” jawab Aegir Segara dengan tegas.
(Aegir pun menempatkannya di Negeri Segara sebelah barat)
Banes pun memulai kehidupannya dari dataran yang tandus dan gelap. Ia melihat hamparan dataran yang luas namun tanpa cahaya.
(Suaranya membuat gemuruh semesta hingga terdengar oleh Aegir Segara) “Akulah Banes!” kata Banes.
Banes memulai melangkahkan kakinya pada dataran tersebut, namun ternyata belum sepenuhnya ia dapat mengendalikan dirinya. Banes mencoba memulai langkahnya, namun secara tiba-tiba, ia berpindah tempat dari sisi kiri sebelumnya. Ia memutuskan untuk berdiam diri, menenangkan dirinya. Mungkinkah Banes akan hidup dengan penuh kemarahan atau mungkin ... sesuatu akan terjadi dengan Banes sehingga mampu mengendalikan kekuatannya?
Koloni Mahir Menciptakan Tumbuhan (Sadako)
Energi Aegir Segara yang bertabrakan di semesta yang hampa nan gelap, menciptakan percikan cahaya berwarna hijau. Cahaya tersebut terus menerus mengeluarkan suara dentingan dan alunan dengung. Kekuatannya sempat menyebabkan Aegir Segara terlena oleh dentingan dan alunan yang begitu unik. Gom gom gom ... begitulah suara dentingan yang menggema di semesta hampa nan gelap tersebut. Aegir Segara kemudian memantulkan cahaya tersebut seolah-olah bermain dengan percikan cahaya tersebut.
“Aegir …” ucap Naya—menyapa Aegir Segara.
“Wahai, Sadako. Kekuatanmu sungguh akan bermanfaat bagi semesta ini—” kata Aegir Segara yang terpotong.
(Naya sudah melihat keindahan Negeri Segara sehingga berpikir lebih baik tinggal disana)
“Bolehkah aku tinggal di Negeri Segara? ... sebab kekuatanku bisa membuat orang terlena akan sebuah kenikmatan,” tanya Naya, penuh keyakinan mengucapkan permintaan.
“Tumbuhlah dalam energiku di Negeri Segara. Engkau begitu pandai, berhati-hatilah dalam dataran Negeri Segara yang lebih membuatmu terlena. Sesungguhnya, Sadako bisa lenyap karena pilihanmu sendiri” jawab Aegir Segara.
(Kaget) “Bagaimana bisa, Aegir?” tanya Naya.
“Bukankah engkau akan datang menemuiku karena ketidakberdayaanmu sendiri. Namun, dirimu akan selalu bertahan di Negeri Segara karena Kunang-Kunang yang menjagamu dari ketidakberdayaanmu, jagalah dirimu baik-baik, Sadako,” jawab Aegir Segara.
Koloni Sadako kemudian ditempatkan pada sebuah dataran yang tandus di Negeri Segara sebelah timur. Naya begitu istimewa karena ia terlahir dari kekuatan kebahagiaan Aegir Segara, kekuatannya menciptakan tumbuhan. Naya akan membuat tumbuhan tersebut untuk membuat Negeri Segara menjadi dataran yang indah, berbunga, sejuk, dan hijau. Koloni Sadako yang begitu istimewa dan meminta sendiri ditempatkan di Negeri Segara sebelum diberitahu oleh Aegir Segara ... sebuah misteri tentang ketidakberdayaan Naya, akankah terjadi?
Koloni Kekuatan Ilusi Semesta (Getsuwage)
Koloni keempat yang berwenang atas setiap dataran, ruang maya, dan membentuk zat nyata. Koloni ini berwenang atas pijakan setiap makhluk karena ilusinya mampu membuat elemen tanah maupun ruang semesta. Koloni tersebut lahir dari ketakutan dan keberanian. Aegir Segara sempat melihat cahaya Gestsuwage yang berwarna merah meletupkan cahaya biru hingga menyebabkan Gestsuwage membuat ruang hampa menjadi berwarna biru.
(Suara gemuruh) “Wahai, Getsuwage. Benarkah dirimu Getsuwage?” tanya Aegir Segara.
“Benar, Tuan. Akulah Getsuwage yang terus menerus mendobrak kelahiranku dalam persemayamanmu yang menghasilkan koloni sebelumnya (Koloni Sadako),” jawab Hako.
“Dirimu adalah Getsuwage. Bantulah Negeri Segara dalam menciptakan kehidupan,” kata Aegir Segara.
“Aegir, yang begitu terang. Bagaimana aku mampu menciptakan kehidupan tanpa mengetahui kekuatanku?” tanya Hako.
“Namamu Hako dan dirimu berwenang atas setiap dataran, ruang maya, dan membentuk zat nyata. Dirimu adalah ibu bagi semesta di Negeri Segara,” jawab Aegir Segara.
“Bagaimana dengan dirimu, apa yang akan aku katakan tentang dirimu?” tanya Hako.
“Aku adalah Aegir Segara—sebutlah demikian karena energi selalu menyatu dengan dirimu, mereka akan mengetahui bahwa aku adalah bagianmu dan kamu adalah bagianku,” jawab Aegir Segara.
Hako kemudian berada di dataran tandus Negeri Segara sebelah selatan.
Walaupun ia tercipta setelah koloni sebelumnya (Kunang-Kunang, Kin’Yobi’, dan Sadako) karena ia berwenang atas dataran tersebut, maka Hako dapat merasakan pergerakan, dan mengetahui apa yang terjadi di seluruh Negeri Segara. Apakah misteri tersebut hal baik atau mungkin ... sebuah bencana akan terjadi di Negeri Segara?
Peradaban Pertama bagi Negeri Segara
Gumintang dengan persemayamamnya, memohon kepada Aegir Segara untuk menciptakan Koloni Kunang-Kunang sejumlah kilauan cahaya yang muncul dari dirinya. Namun, Aegir Segara akan mewujudkannya ketika waktunya tiba benih-benih pepohonan tiba, tanpa disadari, Koloni Kunang-Kunang akan begitu banyak sebanyak kilauan Gumintang menciptakan gesekan dari tangannya. Kilauan yang diciptakan hanya berhasil sebanyak dua kilauan dan membutuhkan begitu banyak tenaga.
Dalam persemayamannya Gumintang bertanya kepada Aegir Segara, “Wahai, Aegir. Mengapa Koloni Kunang-Kunang begitu sedikit?” tanya Gumintang.
“Wahai, Kunang-Kunang. Dirimu tidak menyadari, sudah ribuan murid tersebar oleh serbuk kilauan yang ada ditanganmu. Carilah mereka, namun sungguh pemikiran dan kekuatannya tidak dapat menyamai dirimu, ia berbaur dengan para makhluk dengan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang belum tersentuh oleh pengetahuan yang agung seperti dirimu. Bersabarlah menuntun mereka karena dirimu adalah mereka, begitu pun sebaliknya,” jawab Aegir Segara.
(Perasaan bersalah Gumintang kemudian begitu dalam) “Maafkan aku yang tidak memahami nilai luhur ini. Aku begitu naif dalam menciptakan Koloni Kunang-Kunang begitu banyak dan tidak mengilhami bahwa serbuk ditanganku sudah hampir habis, hal itu menjadikan banyak diantara mereka tidak mendapatkan bagian yang sama sehingga menjadikan menurunnya kualitas Koloni Kunang-Kunang,” kata Gumintang.
“Dirimu tidak bersalah atas hal itu, Kunang-Kunang. Percayalah, Koloni Kunang-Kunang akan tetap bersinar bahkan sangat bersinar pada kegelapan. Namun, ingatlah satu hal. Mengembaralah karena dirimu adalah Yang Agung, temukan pemimpin untuk Negeri Segara,” kata Aegir Segara.
Akhirnya, Gumintang memutuskan untuk pergi mengembara dan mengakhiri persemayamannya tersebut. Gumintang memulainya dengan membangkitkan energi maya yang ia miliki. Tepukan tangannya tersebut membuat langit menjadi begitu terang sehingga diseluruh negeri para koloni dapat melihat begitu indahnya cahaya tersebut. Aegir Segara kemudian berkomunikasi melalui kesatuannya Naya, Hako, dan Banes.
“Itulah tanda peradaban semesta khususnya negeri ini akan memulai peradabannya. Lakukanlah swadarma bhaktimu, aku akan terus menerus memberikan energi kepada kalian,” kata Aegir Segara dalam komunikasinya dengan kesatuan. (kesatuan adalah komunikasi yang terhubung dengan Aegir melalui kekuatan hati. Namun, tidak semua koloni dapat berkomunikasi di kesatuan, hanya mereka yang memiliki hati. Serta, kesatuannya hanya tersebut kepada argir bukan sesama koloni)
Sebenarnya, Gumintang tidak mengetahui tujuan akhir dari tugasnya, ia meyakini bahwa energi Aegir akan selalu bersamanya. Percikan cahaya dari gesekan tangan Gumintang menyebabkan para Koloni Kunang-Kunang menyebar dan lahir dari cahaya ke seluruh penjuru Negeri Segara. Meskipun begitu, hanya para Koloni Kunang-Kunang yang selalu bersamanya saja yang memiliki energi dan kekuatan yang sama.
“Kendati aku adalah seorang pemimpin di koloni ini, aku mempercayakan daerah ini kepada kalian karena kekuatan yang kalian miliki mampu kalian gunakan untuk menyebarkan pemikiran Aegir Yang Utama dan dipenuhi dengan segala kebenaran. Jagalah daerah ini,” kata Gumintang kepada para koloninya.
“Baiklah, Gumintang. Namun, bagaimana cara kami mengetahui jika—kamu dan atau pun kami sedang memerlukan bantuan?” tanya Hacibi.
“Fokuskanlah kepada cahaya yang engkau lihat, Hacibi. Engkau maya. Sama seperti aku,” jawab Gumintang.
“Namun, tidak semua dapat menjamin bahwa cahaya akan selalu ada bahkan dalam kegelapan,” sahut Hacibi.
“Bagaimana mungkin engkau memiliki keraguan, dirimu diciptakan untuk menyinari dalam kegelapan. Percayalah, meskipun diirmu memiliki pemikiran maya jangan sampai engkau juga terkurung dalam pemikiranmu, Hacibi. Aegir pernah berkata kepadaku, ‘Hiduplah dalam manifestasi’,” kata Gumintang sambil melihatkan percikan-percikan serbuk di tangannya kepada para koloni Kunang-Kunang.
“Manifestasi?” tanya Sambu.
“Engkau tahu, Sambu. Berjuta tahun yang lalu aku diciptakan sebelum dirimu. Negeri Segara hanya sebuah lahan yang tandus, Aegir berkata, ‘Untuk memulai menyeimbangkan semesta.’ Kunang-kunang diciptakan untuk menyebarkan cahaya ke seluruh penjuru negeri. Manifestasikan cahaya tersebut ke dalam pemikiran dan jadikan pemikiran sebagai tindakan,” jawab Gumintang.
“Bagaimana jika aku ragu?” tanya Sambu.
“Sambu, apakah engkau berani membunuhku?” tanya kembali Gumintang kepada Sambu.
“Atas dasar apa?” tanya Sambu yang begitu keheranan.
“Kamulah yang menjawabnya, karena keraguan pun akan selalu ada meskipun tindakanmu sesungguhnya tidak baik. Bahkan Kunang-Kunang yang tidak ada bersama kita, mereka mengalami keraguan pada dirinya begitu besar. Itulah mengapa cahayamu begitu dibutuhkan karena kamu mengetahui kebenarannya,” jawab Gumintang.
“Jika aku tahu, namun tidak melakukan tugasku?” tanya Hacibi.
“Bisakah kamu minum air, makan, berdenging, memercikan cahaya tanpa adanya keinginan, Hacibi?” tanya kembali Gumintang.
Para Koloni Kunang-Kunang terdiam. Mereka pun akhirnya yakin atas swadharma bhaktinya dan memberikan izin kepada Gumintang untuk melanjutkan perjalanannya hingga sampai waktunya cahaya tersebut menjadi lebih terang bersama Aegir Segara.
~ Catatan ~
Pemahaman kita terhadap apa yang dirasakan dengan apa yang kita pikirkan seringkali membuat diri sendiri mengalami kebingungan.
Maya telah bermain perannya, maka dari itu carilah dirimu yang terdalam.
Bahkan luka dan hancurnya psikis dapat menemukan sejatinya “Siapakah dirimu?”
Pernahkan kita bersyukur akan penderitaan?
Dataran sebelah barat, yang dipenuhi oleh para Koloni Kin’Yobi, berhasil menciptakan sebuah ruang maya untuk melindungi diri dari kekuatan yang selalu menganggu mereka. Meskipun hidup di dataran Negeri Segara, daerah Banes selalu berada dalam kegelapan. Para koloni telah terbiasa dengan kondisi tersebut, bahkan bayangan-bayangan dapat terlihat dalam kegelapan.
“Banes! Aku adalah Banes,” kata Banes dengan begitu keras dari sebuah gunung.
Gunung tersebut tercipta sebagai tanda bahwa kelahiran dari Koloni Getsuwage telah terjadi. Namun, getarannya yang begitu keras menyebabkan Banes terbangun dari energi maya yang sedang melakukan kesatuan dengan Aegir Segara.
Dalam kesatuan tersebut, Banes meningkatkan energi sehingga Koloni Kin’Yobi begitu banyak. Namun, kemampuan Banes yang terbatas dalam mengendalikan para koloninya memaksa mereka untuk melakukan kesatuan. Aegir hanya sesekali merespons, karena kemarahan Banes begitu besar sehingga kesatuan berkali-kali terputus. Bahkan ketika ia mencobanya kembali, Banes dikejutkan oleh ledakan-ledakan dari para koloni lainnya yang tak ia sadari. Kelemahannya dalam mengendalikan emosi marah membuatnya merasa terpuruk dan kemarahannya menjadi tidak terarah.
“Argghhh!!! Rajas apakah kau tidak tahu begitu sulitnya menahan amarah ini?” tanya Banes kepada koloninya.
“Bagaimana kata Aegir?” tanya Rajas kembali, sedikit membungkuk.
(Hening sejenak)
“Aku tidak akan bingung, jika aku tahu jawabannya, RAJAS!!!” Teriakan Banes membuat Rajas terpental cukup jauh. Rajas, sebagai anggota koloni, selalu setia menemani ke mana pun Banes pergi. Bahkan Banes berusaha untuk mengelilingi Negeri Segara yang begitu luas. Namun, ia belum bisa menemui satu pun makhluk yang melakukan aktivitas seperti para koloninya.
(Langit dipenuhi kegelapan)
"Apakah hidup ini belum ada, sehingga aku harus menghidupkannya dengan kegelapan ini?!" desis Banes, terduduk di atas sebuah gunung. Tubuhnya begitu besar, namun pergerakannya begitu cepat, membuat Rajas harus selalu menyesuaikan kecepatan Banes yang berpindah tempat.
"Seperti yang dikatakan Aegir, 'Kegelapan harus dapat kita kendalikan,' sehingga Negeri Segara dapat tumbuh dan menjalani kehidupan dengan energi dari Aegir," ucap Rajas.
"Aku merasa bersalah, tapi kamu juga belum mengetahui caranya, Rajas!" ujar Banes.
"Kita harus berusaha lagi," kata Rajas.
Rajas, yang begitu setia dan sabar, berusaha membantu para koloninya mengendalikan energi yang diberikan oleh Aegir dan bergabung dalam kesatuan. Meskipun hanya sesaat bergabung, hal ini mendorong Rajas dan Banes untuk mencari cara agar dapat berkomunikasi dengan cepat. Tentunya, ini berbanding terbalik dengan Koloni Kunang-Kunang yang dapat menggunakan kesatuan dengan begitu lama sesuai keinginannya tanpa takut terputus atau kehabisan energi Aegir.
“Banes, bisakah kita untuk menjelajahi Negeri Segara kembali?” tanya Argogos ketika Argogos muncul di hadapannya.
“Tentu saja, aku juga akan pergi,” jawab Banes.
“Argogos, apakah kamu mendapatkan informasi?” tanya Rajas kepada Argogos.
“Or’or dan aku telah melihat begitu banyak. Pertama, getaran begitu dahsyat di seluruh dataran,” jawab Argogos kepada Rajas.
"Kamu tidak melihat Banes tadi berada di puncak Gunung Iwawa?" tanya Rajas kepada Argogos sambil menunjukkan tempat di mana Banes berdiri sebelumnya.
"Aku melihatnya bersama Or'or. Eh! Sejak kapan gunung itu semakin tinggi," jawab Or'or dengan sedikit kaget melihat Gunung Iwawa yang kini terlihat lebih tinggi.
"Apakah kamu tahu penyebabnya, Or'or?" tanya Banes kepada Or'or yang ikut hadir dalam perbincangan.
"Kegelapanku mengatakan bahwa getaran itu berpusat dari arah selatan," jawab Or'or.
"Kesatuan mengatakan itu adalah penciptaan dari Aegir," sahut Argogos.
"Apa lagi yang dikatakan di kesatuan, Argogos?" tanya Banes, penasaran.
"Energi Aegir terpecah secara tidak sengaja menyebabkan tidak terkendalinya Aegir," jawab Argogos.
"Bukankah Aegir mampu?" tanya Rajas, mendekati Argogos dan menepuk pundaknya untuk menanyakan lebih lanjut.
"Energi Aegir keempat berhasil keluar sebelum waktunya karena energi tersebut terus mendobrak keluar, namun ada satu energi yang terpental akibat ledakan energi yang dahsyat tersebut," jawab Argogos meyakinkan semua orang (Banes, Rajas, Or'or, dan dirinya sendiri).
Banes mengeluarkan cahaya kegelapan yang begitu kuat sehingga Gunung Iwawa tak terlihat dari kasat mata, dan bahkan cahaya terang dari Koloni Kunang-Kunang pun tak mampu menembusnya. "Aku akan pergi menjelajah!" seru Banes, lalu mengaktifkan kekuatannya untuk berpindah tempat melalui banyak dimensi maya. (Dimensi maya merupakan dimensi sementara, namun ia harus berhati-hati agar tidak meninggalkan jejak bagi pemiliknya, karena dimensi maya dapat diakses oleh siapa pun yang mampu menembusnya)
Radar Banes dalam Dimensi Maya
Dalam sebuah perjalanan menembus dimensi maya, Banes memberikan begitu banyak tanda pada setiap ruang. Rajas dan Argogos bertugas sebagai pendeteksi, sedangkan Or’or melindungi Banes pada dimensi maya apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti habisnya energi Banes.
"Barusan aku melihat sebuah cahaya terang. Sepertinya itu adalah koloni, bukan makhluk," kata Argogos yang dengan singkat melihat sebuah energi Aegir di dimensi maya, tetapi bukan dari Koloni Kin’Yobi.
Koloni Kin’Yobi melakukan penjelajahan bukan untuk menjajah daerah atau dataran lain. Mereka hanya mencari tahu koloni yang diciptakan oleh energi Aegir untuk menyeimbangkan energi tersebut. Dalam kesatuan, Banes mendapatkan tugas dari Aegir Segara bahwa Negeri Segara harus tetap memancarkan energi Aegir pada kebenaran. Kebenaran energi Aegir adalah menyeimbangkan kemalangan, kemarahan, dan duka menjadi kebahagiaan, ketenangan, dan ketentraman. Aegir berharap kebenaran ini mampu menjalin keharmonisan, kebahagiaan, serta mempertahankan dan menggunakan energi Aegir untuk menghasilkan kebahagiaan.
Banes menyadari bahwa sangat sulit baginya untuk mengendalikan kemarahannya. Cahaya hitam yang melekat pada dirinya pun sangat sulit dikendalikan ketika Banes kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
"Banes! Pergi ke dimensi ruang maya sebelumnya!" seru Argogos, memerintahkan Banes untuk kembali ke dimensi sebelumnya.
"Iya, aku merasakan energi yang sama seperti Aegir. Apakah ini Aegir?" tanya Rajas kepada Argogos yang duduk di sebelahnya.
"Tidak, energi Koloni Kin’Yobi tidak dapat memasukkan Aegir ke dimensi ruang maya. Dimensi ruang maya hanya bisa diciptakan oleh Koloni Kin’Yobi dan para penggunanya hanya mampu merasakan energi yang lebih kecil atau sama dengan penggunanya," jelas Argogos, menjelaskan bahwa energi Aegir begitu besar untuk masuk ke dimensi ruang maya dari Koloni Kin’Yobi, jika pun dia bisa, mereka hanya bisa di kesatuan.
"Or’or!!! Kamu mengenalinya?" tanya Banes ketika melihat cahaya putih tersebut kepada Or’or.
"Aku pernah melihatnya saat aku berada di dataran. Cahaya yang sama seperti waktu itu," jawab Or’or kepada Banes. Or’or melihat percikan-percikan cahaya dari Koloni Kunang-Kunang yang bertaburan di seluruh dataran Negeri Segara, membuat langit begitu bercahaya. Kejadian itu terjadi saat Gumintang tidak sengaja dan tidak menyadari bahwa gesekan tangannya yang hendak menciptakan cahaya putih bagi para Koloni Kunang-Kunang malah menyebabkan percikan hebat ke seluruh Negeri Segara sehingga Koloni Kunang-Kunang tersebar tanpa mengetahui identitasnya di seluruh dataran Negeri Segara.
“Arrrgghhhh!!! Apakah kamu Aegir?” tanya Banes, dalam wujud cahaya hitam, menyambangi cahaya putih di dimensi maya.
“Siapakah kamu?” tanya Gumintang, berwujud cahaya putih, di dimensi cahaya.
“Kenapa kamu bisa masuk ke dimensi maya?” tanya Banes kembali kepada cahaya putih tersebut.
“Aku bukan Aegir, aku adalah Gumintang. Namun, aku tidak masuk ke dimensi maya karena aku adalah pemikiranmu sendiri, Banes!” kata Gumintang dengan suara bergema dalam pikiran maya Banes.
“Banes! Dia adalah Gumintang Yang Agung,” kata Or’or kepada Banes.
“Apakah kamu mendengarnya juga?” tanya Banes kepada Rajas, Argogos, dan Or’or.
“Kita semua melihat, mendengar, dan merasakannya. Dia adalah Yang Agung,” kata Rajas.
“Wahai, Yang Agung. Sinarmu sama seperti Aegir, apakah yang membawamu kemari?” tanya Banes, tertunduk, kepada Gumintang.
“Aku sama seperti kalian. Tidakkah kalian melihatnya? Panggil aku Gumintang,” kata Gumintang kepada mereka melalui pikiran maya.
“Aku mencari para Koloni Kunang-Kunang di seluruh dataran Negeri Segara,” imbuh Gumintang menjawab pertanyaan Banes.
“Bolehkah aku membantumu?” tanya Banes kepada cahaya putih tersebut. “Berbaurlah dengan para makhluk lainnya, koloniku tidak begitu terlihat dengan hanya mencari dimensi maya, mereka melebur dengan dataran,” jawab Gumintang dalam bentuk cahaya kepada Banes.
“Aku sangat sulit mengendalikan kemarahanku, Yang Agung,” kata Banes, khawatir akan mengacaukan tujuan kedatangan Gumintang.
“Carilah aku berada, Banes Yang Kuat. Berusaha hampiri keberadaanku di dataran,” kata Gumintang dalam pikiran maya.
“Kemanakah aku mencari?” tanya Banes kepada Gumintang.
“Luapkan cahaya hitammu dan temukanlah aku,” jawab Gumintang dalam pikiran maya.
“Banes!!! Gunung Iwawa! Kamu bisa melakukannya disana,” seru Argogos kepada Banes.
Banes bersama para Koloni Kin’Yobi berpindah dimensi ke puncak Gunung Iwawa. Sesampainya di sana, Banes bersama Koloni Kin’Yobi berkumpul dan berseru kepada kekuatan Aegir. Banes meluapkan cahaya hitamnya di puncak Gunung Iwawa.
ARGGHHHHHH!!!!
WAAARRRHHH!!!!
GRAAHHH!!!
Kepulan cahaya hitam kemudian menyelimuti puncak Gunung Iwawa dan menyebar ke seluruh dataran Negeri Segara. Seruan Banes membuat Aegir Segara terhentak dan muncul dalam kesatuan.
“Wahai, Kin’Yobi. Kalian sudah memulai genderang kehidupan di Negeri Segara. Lakukanlah atas kebenaran dan gunakan energiku ini!” kata Aegir Segara, lalu menyalurkan energi kepada seluruh Koloni Kin’Yobi. Kepulan cahaya hitam merongrong begitu keras, mengeluarkan kilatan cahaya yang menggetarkan semesta. Munculah cahaya-cahaya putih satu per satu di antara Koloni Kin’Yobi. Rajas melihat satu per satu cahaya putih di seluruh dataran Negeri Segara.
“Aku mengerti maksud Gumintang, Banes,” kata Rajas sambil melihat cahaya-cahaya putih tersebut di seluruh dataran Negeri Segara.
“Kita hanya harus berbaur, bahkan cahaya hitam yang dihindari oleh makhluk menjadi indah ketika bersama Gumintang. Yang Agung telah memberikan kita kemuliaan di Negeri Segara. Kita tidak perlu gusar,” imbuh Rajas dengan penuh kebahagiaan karena Koloni Kin’Yobi tidak perlu takut dan terisolasi karena cahaya hitam yang mereka miliki.
Koloni Kin’Yobi berhasil melakukan radar di seluruh dataran Negeri Segara dalam mencari Koloni Kunang-Kunang. Mereka melihat begitu indahnya cahaya putih yang bersinar dalam kegelapan.
Jelajah Argogos untuk Menemukan Gumintang
Kepulan cahaya hitam merongrong seluruh dataran Negeri Segara, menjadikan Koloni Kunang-Kunang terlihat indah. Namun, cahaya putih yang terpancar bukanlah untuk memperlihatkan diri mereka. Cahaya putih itu merupakan seruan kepada Aegir yang membuat Koloni Kunang-Kunang terdeteksi oleh Koloni Kin’Yobi. Dengan kata lain, mereka tanpa sadar memancarkan cahaya putih tersebut.
Gemuruh di seluruh alam semesta menandakan persetujuan Aegir terhadap perjalanan Koloni Kin’Yobi. Banes pun mulai menuju tempat Gumintang Yang Agung. Banes berjalan menyusuri dataran dan keluar dari batas wilayah Koloni Kin’Yobi untuk pertama kalinya. Ia tidak menggunakan dimensi maya saat ini untuk menghindari deteksi oleh makhluk yang mungkin mengancam Koloni Kin’Yobi.
“Banes, tempat indah tercipta setelah gemuruh itu terdengar di seluruh semesta,” kata Rajas kepada Banes yang berjalan di belakangnya.
“Apakah kamu sudah mengetahui hal tersebut?” tanya Banes sambil berjalan. “Argogos sudah memberitahukannya,” jawab Rajas.
“Gunakanlah sedikit cahaya hitammu untuk mengirimkan sinyal kepada Koloni Kunang-Kunang bahwa kita sedang dalam perjalanan,” kata Banes kepada Rajas.
“Aku sudah melakukannya tadi, selain itu Argogos dan yang lainnya sedang mendeteksi lokasi Gumintang Yang Agung, Banes,” kata Rajas.
“Kita akan membangun dimensi terlebih dahulu di sini,” kata Banes sambil menunjuk ke dua batu besar hitam di depannya.
“Banes, aku akan mencoba kesatuan kekuatanku terlebih dahulu di sini,” kata Rajas.
“Berhati-hatilah karena kita belum mengetahui makhluk yang akan kita temui. Jangan sampai kamu membuat kesalahan,” kata Banes sambil berubah wujud menjadi cahaya hitam. Rajas pun menatap ke atas lalu melemparkan sejumput tanah ke batu tersebut. Rajas memastikan dirinya tidak berada dalam dimensi maya."
Kesatuan Rajas menyadari pentingnya memberikan sinyal kepada Argogos dan Or’or dalam perjalanan bersama Banes. Saat ini, kekuatan Koloni Kin’Yobi terbagi karena Banes memetakan daerah Koloni Kin’Yobi untuk mengantisipasi ancaman terhadap koloni. “Aku harus memulihkan energi terlebih dahulu, saat ini aku tidak dapat mengandalkan Argogos,” kata Rajas sambil mengeluarkan taring tajam dari wajahnya dan mendeteksi lokasi Rajas dan Banes. Sosok Rajas yang tangguh dan kuat berhasil menggoyahkan deteksi Or’or yang sedang menjelajahi dimensi maya.
“Ada apa dengan Rajas?” tanya Or’or kepada Sile yang menemaninya dalam perjalanan di dimensi maya.
“Sepertinya ia sedang berusaha memetakan daerah di mana mereka (Rajas dan Banes) berada saat ini,” kata Sile kepada Or’or.
“Bagaimana dengan Argogos?” tanya Or’or lagi.
“Argogos bersama dengan para koloni sedang memusatkan pemetaan Negeri Segara untuk masuk ke dalam dimensi maya,” jawab Sile.
“Baiklah, kita juga akan berjuang, Sile,” kata Or’or.
“Gorrrrrrrgggggghhhhh!!!” seru Sile.
“AAAArggghhh” jawab Or’or.
Koloni Kunang-Kunang Memberikan Sinyal
Koloni Kunang-Kunang yang berada di dataran sebelah utara Negeri Segara mengetahui bahwa cahaya hitam dari Koloni Kin’Yobi sedang bergabung dengan energi Aegir. "Wahai, Kunang. Mari kita bergabung dalam membentuk pikiran maya untuk mengendalikan cahaya hitam tersebut!" seru Hacibi kepada para Koloni Kunang-Kunang. Namun, membentuk pikiran maya tidak semudah membentuk dimensi maya. Mereka harus mampu mengidentifikasi energi-energi tersebut sebagai wadah mereka. Dibutuhkan sebuah tanda pada energi tersebut agar pikiran maya dapat terbentuk.
(Cahaya adalah sebuah bentuk kekuatan energi Aegir yang terbagi menjadi beberapa bagian dalam menciptakan keseimbangan di alam semesta)
“Koloni Kin’Yobi begitu banyak,” seru Wobu kepada Hacibi.
“Berapa banyak?” tanya Hacibi.
“Kita harus memusatkan perhatian kepada energi Aegir terlebih dahulu, bukan kepada cahaya hitam tersebut,” jawab Wobu.
“Aku akan memusatkan perhatian kepada energi Aegir. Kalian semua pastikan tidak terpisah,” kata Hacibi kepada para Koloni Kunang-Kunang. Mereka membentuk pusaran energi Aegir dan memberikan tanda kepada seluruh Koloni Kin’Yobi. Cahaya putih menembus langit menuju energi Aegir, dan para Koloni Kunang-Kunang membentuknya menjadi menara yang tinggi membelah langit. Beberapa saat kemudian, cahaya putih tersebut melebur dan menyebar ke sebelah barat Negeri Segara. Mereka masuk ke daerah Koloni Kin’Yobi. Kekuatan Koloni Kunang-Kunang begitu dashyat dan indah, ribuan cahaya bersinar di tengah-tengah daerah kegelapan.
Cahaya putih tersebut masuk satu per satu ke daerah Koloni Kin’Yobi dan memberikan tanda kepada para koloni. Kedua Koloni berhasil mengkombinasikan energi tersebut tanpa halangan. “Banes, aku melihat goa tidak jauh dari sini,” kata Rajas memberitahukan Banes yang sedang berpindah-pindah tempat di dimensi maya.
Banes pun segera berjalan bersama Rajas menuju goa tersebut, Rajas memberitahukan bahwa goa tersebut diketahui setelah energi kedua koloni berhasil terkombinasi. “Aku mendapatkan energi Aegir berada di goa ini,” kata Rajas sambil menunjukkan arah goa tersebut.
“Rajas, bagaimana dengan yang lain? Apakah mereka dapat melihat Gumintang berada?” tanya Banes kepada Rajas.
“Tidak, Banes. Meskipun energi saling berkaitan, kita tidak dapat mengetahuinya begitu saja,” jawab Rajas.
“Tapi mengapa aku dapat melihat begitu banyak energi?” kata Banes kepada Rajas.
“Mungkin Gumintang memberikanmu sinyal, Banes. Aku sendiri tidak melihat energi tersebut, aku hanya mengetahui dari Argogos dari Gunung Iwawa,” kata Rajas.
“Baiklah, Rajas. Sampaikan kepada Argogos bahwa kita perlu memetakan daerah utara Negeri Segara,” kata Banes kepada Rajas.
“Namun, kita memerlukan energimu, Banes,” kata Rajas.
“Aku sudah mampu masuk ke pikiran maya Argogos,” sahut Banes.
“Kalau begitu aku akan menuju Gunung Iwawa, apakah kamu yakin sendirian, Banes?” tanya Rajas kepada Banes.
“Tidak masalah, aku akan kembali setelah perbincanganku dengan Yang Agung selesai,” jawab Banes kepada Rajas. Kemudian, Rajas berteleportasi ke puncak Gunung Iwawa untuk memberitahukan kepada Argogos dan yang lainnya.
Banes Tersengat oleh Energi Aegir
Perjalanan Banes menuju goa tempat Gumintang berada memberikan pemahaman baru padanya tentang mengendalikan cahaya hitam yang ada dalam dirinya. Kemahirannya dalam mengendalikan emosi yang merugikan lambat laun menjadi lebih terkendali. Energi Gumintang yang menyertainya memberikan ketenangan, dan perasaan akan cahaya putih tersebut membantu menenangkan dirinya. "Inikah arti bahwa kegelapan tidak membuatku rendah? Apakah ini pandangan yang berbeda ketika melihat kegelapan? Bahkan diriku yang penuh dengan kegelapan tidak mampu melihat keindahan ini. Yang Agung benar-benar membuka pandanganku tentang kegelapan yang selama ini menyelimuti daerah Kin’Yobi dan diriku sendiri," kata Banes dalam hati.
Dalam perjalanan menuju goa tempat Gumintang berada, Banes tersungkur dan terjatuh karena energi yang sangat besar memasuki dirinya. Pada awalnya, Banes mengira dirinya diserang. "Wahai, Kin’Yobi. Dirimu sungguh berarti, janganlah merasa cemas tentang keberadaanmu. Dirimu adalah bagian dariku, jangan menyesali bentukmu," kata Aegir Segara yang menampakan dirinya kepada Banes dalam wujud cahaya yang menyatu.
"Aegir, tolong maafkan kerendahan hatiku selama ini. Sungguh, aku tidak bermaksud membuatmu marah karena penderitaanku ini. Aku hanya merasa bahwa kegelapanku telah berdampak buruk pada Negeri Segara, dan aku takut tidak mampu menyeimbangkan kehidupan semesta sesuai dengan tujuan penciptaanku," kata Banes penuh penyesalan dan merasa bersalah.
"Keseimbangan memang sangat penting di semesta ini. Namun, aku tidak membiarkanmu terus-menerus merasa gelisah. Bangunlah pertahanan di sebelah barat. Kin’Yobi harus menemukan batas barat Negeri Segara. Kin’Yobi adalah kekuatan Yang Agung, tidakkah dirimu merasakannya?" kata Aegir Segara.
"Baik, Aegir. Yang Agung telah memberikan banyak petunjuk padaku," kata Banes kepada Aegir Segara, dan kemudian Aegir Segara menghilang dari pandangan.
"Dirimu adalah Banes, yang terkuat di semesta ini," kata Aegir Segara.
Rajas Menemukan Batas Negeri Segara Sebelah Barat
Rajas, saat menemani Argogos di puncak Gunung Iwawa untuk memetakan daratan sebelah utara Negeri Segara, menyadari bahwa Banes sedang berada dalam pikiran maya untuk mencari batas daerah barat Negeri Segara. Rajas kemudian berhenti memetakan wilayah utara dan beralih ke dimensi maya sebelah barat. Baginya, wilayah barat sulit dijangkau hingga batas Negeri Segara karena daerah datarannya yang luas. Rajas memutuskan pergi sendiri untuk menemukan batas tersebut. "Apakah Negeri Segara memiliki batas? Dalam pandangan dataran Negeri Segara, aku hanya melihat dataran yang tak berujung," kata Rajas dalam hatinya. Lalu, dia mengingat sesuatu, bahwa dalam dimensi maya, batas hanyalah konstruksi dari energi Aegir. Tanpa ragu, Rajas mengubah dimensi maya tersebut dan bergerak dengan kecepatan ribuan kilometer per detik, memantulkan energi dari pusat kekuatan yang dia pusatkan.
Kekuatan Rajas dalam mengolah energi Aegir membuatnya memantulkan ribuan cahaya yang langsung melesat hingga mencapai batas Negeri Segara yang membentuk seperti bunga Teratai. "Ada dataran di seberang sana, aku harus berpindah," katanya kemudian berpindah tempat ke dimensi maya untuk menuju pulau tersebut. Pulau itu terpisahkan oleh akar pohon yang besar dan membentuk bunga Teratai raksasa yang indah dan harum.
"Indah sekali bunga ini," kata Rajas, terpesona oleh pemandangan Bunga Teratai tersebut. Saat ia mencapai puncak bunga teratai raksasa itu, dia tanpa sengaja melihat keindahan cahaya hijau yang membentang di seluruh alam semesta. Cahaya hijau itu terlihat seperti tali yang menghubungkan beberapa titik. Rajas pun mencari tahu titik-titik tersebut. Titik pertama berada di sebelah utara, titik kedua berada di sebelah barat, titik ketiga berada di sebelah timur, titik keempat berada di sebelah selatan, dan titik kelima berada di luar Negeri Segara. Rajas menyadari bahwa titik di luar tersebut berisi energi Aegir, dan dia memutuskan untuk membangun koneksi dari cahaya-cahaya tersebut dan memberikan pertahanan yang kuat.
Pertahanan Kin’Yobi Sebelah Barat
Rajas berhasil membuat koneksi dengan cahaya-cahaya tersebut, lalu mengambil sehelai daun bunga teratai yang agak tergores. Setelah itu, dia menyebarkannya ke dalam dimensi maya untuk mencapai tempat Banes dengan cepat. Cahaya-cahaya tersebut membentang begitu berkilauan di alam semesta yang luas.
"Banes, aku menemukan daun bunga teratai yang luar biasa di Batas Barat Kin’Yobi. Begitu indah dan menawan," ujar Rajas dengan semangat kepada Banes sambil memperlihatkan daun tersebut. Kin’Yobi belum pernah melihat daun sebesar itu, dan daun bunga teratai ini benar-benar memancarkan kilauan yang menakjubkan.
"Begitu indah, Rajas," ucap Banes sambil memegang daun bunga teratai itu dengan penuh kagum.
"Aku akan membangun pertahanan di sebelah barat. Bagaimana denganmu?" tanya Rajas kepada Banes. Rajas melihat bahwa perjalanan Banes nampaknya belum dapat menemui goa Gumintang yang cukup jauh jika ditempuh menyusuri dataran yang begitu luas.
Banes menjawab, "Aku akan melanjutkan perjalananku, Rajas. Aku akan menyerahkannya kepadamu." Setelah berkata demikian, Banes mencabut empat helai bulu yang ada di tubuhnya. Bulu-bulu tersebut berubah menjadi kristal hitam, yang merupakan energi inti Banes yang berguna sebagai tanda kehidupan Banes. Namun, kristal ini harus diletakkan pada sebuah tempat yang dapat menghubungkan koneksi di bunga teratai. Jika tidak, maka ledakan hebat akan terjadi karena kristal tersebut harus mewujudkan penciptaannya di alam semesta.
“Bawalah kristal ini dan tancapkan di puncak sari bunga teratai tersebut, Rajas. Setelah itu, aku akan menyelesaikan tugas untuk menciptakan pertahanan terakhir bagi batas seluruh Negeri Segara,” imbuh Banes kepada Rajas. Rajas pun bergegas menuju dimensi maya dan berpindah ke puncak Gunung Iwawa, sementara Banes melanjutkan perjalanannya.
Argogos (yang berada di batas Negeri Segara sebelah utara), Or’or (yang berada di batas Negeri Segara sebelah timur), Sile (yang berada di batas Negeri Segara sebelah selatan), Norg (yang berada di batas Negeri Segara sebelah barat), dan Gigel (yang berada di titik pusat semesta) melalui dimensi maya untuk membawa kristal hitam ke puncak sari bunga teratai sesuai dengan perintah Rajas. Rajas sendiri berada di titik pusat Negeri Segara. Sementara itu, Noru, Baldax, Zerab, dan Mogalri menyebarkan cahaya hitam tersebut membentuk pelindung di sekitar puncak Gunung Iwawa.
"Noru, apakah kita melakukan ini karena energi Aegir akan hilang?" tanya Baldax pada Noru.
"Aku hanya tahu bahwa Banes ingin membangun pertahanan di batas barat Negeri Segara," jawab Noru kepada Baldax, yang saat itu tengah berkonsentrasi pada cahaya hitam yang menyebar seperti tali.
"Keseimbangan perlu dijaga dengan membangun perlindungan di setiap batas Negeri Segara, menandakan akan terjadi sesuatu," sahut Zerab kepada keduanya (Noru dan Baldax).
Kristal hitam itu berhasil diletakkan di puncak sari bunga teratai. Rajas dan Gigel menarik energi kristal hitam itu untuk dipertemukan ke titik pusat semesta, di mana Gigel berada saat ini. "Gigel, kamu harus sedikit bertahan dengan daya yang diterima dari miliaran cahaya tersebut sendirian," kata Rajas kepada Gigel yang sedang serius dan fokus menahan energi begitu besar. Para Koloni Kin’Yobi di puncak Gunung Iwawa kemudian bersatu untuk energi Aegir.
Arrrzzggghhhh! Arggggggzzzhhhhk!
Kemudian, Gigel menerima energi dari Kin’Yobi dalam dimensi maya. Pertahanan batas barat Negeri Segara berhasil memperlihatkan perlindungan, di mana satu per satu cahaya menyusun dari bunga teratai ke atas, mencapai tempat Gigel berada, dan menyebar ke beberapa titik arah, yaitu timur, utara, tengah, dan selatan.
Banes Menghantam Cahaya Hitam
Kekuatan Banes yang begitu kuat terkadang sulit untuk dikendalikan. Energi Aegir, yang tercipta dari kemarahan Aegir itu sendiri, kadang memperlihatkan kekuatan yang dahsyat, menggemparkan alam semesta, dan merongrong seluruh penjuru dengan kilatan yang berbahaya. Dalam perjalanan menuju pertemuan dengan Yang Agung, tepat sebelum Banes menembus dimensi cahaya putih, tubuhnya terasa seperti masuk ke poros yang menarik seluruh rasa marahnya. Cahaya hitam yang mengelilingi tubuhnya ditarik keluar dari poros tersebut, membangkitkan kekuatan dari kemarahannya yang kemudian menghantamnya kembali, dan cahaya hitam itu melesat naik ke atas seperti menara.
"Diamkan dirimu, Banes!" kata Gumintang dalam pikiran maya Banes.
Argggggghhh! Graaaghhh!
Banes terus berteriak, seolah-olah ingin menghancurkan dataran Negeri Segara. "Pelajari cara untuk memusatkan cahaya hitam itu pada tempatnya. Aku sudah membantumu melalui pikiran maya ini," kata Gumintang kepada Banes.
"Aku mencoba mengendalikannya, namun tidak bisa, energi ini terlalu besar," ujar Banes, yang kemudian terus menghantam dataran dengan ganas.
Grrrrogghhh! Arghhhh! BRAAGGGGGGHH!!!
Kekuatan itu semakin membesar. Gumintang kemudian menenangkan Banes dengan menyentuh tubuhnya yang diselimuti oleh cahaya hitam itu, dan matanya sudah memerah. Perlahan-lahan, cahaya hitam itu mulai pudar. Gumintang kemudian mengendalikan cahaya hitam tersebut menuju sebuah tempat yang diperolehnya dari sebuah wadah Aegir (tempat Gumintang melakukan perjalanan menuju semesta Aegir Segara).
Wadah itu bernama Murtyaman, suatu wadah yang sangat suci, berisi sebuah zat untuk menetralisir segala bentuk energi negatif. Murtyaman mengubah cahaya itu menjadi seperti partikel gelembung yang kemudian memasuki tubuh Banes kembali. "Banes, pikiranmu yang dipenuhi oleh racun kini dinetralisir kembali oleh Aegir melalui Murtyaman ini. Namun, aku akan terus masuk ke dalam pikiran maya untuk membantumu memahami arti keseimbangan dan kehidupan," kata Gumintang kepada Banes.
"Namun, rasa kemarahan pada Kin’Yobi (rasa marah dari terciptanya Kin’Yobi tidak hanya berhenti pada Banes, perasaan tersebut menyebar ke seluruh Koloni Kin’Yobi) sehingga penting untuk membuat Kin’Yobi memahami begitu banyak kasih agar kekuatannya dapat terkendali," imbuh Gumintang.
"Mengapa rasa marah ini selalu muncul?" tanya Banes kepada Gumintang.
“Terpecahnya energi Aegir begitu sempurna untuk keseimbangan alam semesta. Rasa marah menjadi bagian dari penciptaanmu. Namun, apakah makhluk seperti kita tidak dapat merasakan kemarahan? Rasa marah akan muncul ketika sesuatu tidak dapat kita kendalikan. Sama halnya ketika dirimu diciptakan, Aegir Segara merasa bahwa energi tersebut mendapatkan olokan dari alam semesta sehingga terciptalah Kin’Yobi," kata Gumintang kepada Banes.
“Seiring berjalannya waktu, memahami segalanya akan menjadikan dirimu lebih mengerti rasa marah tersebut," imbuh Gumintang.
Banes kemudian menyatukan energinya dengan Gumintang agar dapat melindungi Yang Agung dari marabahaya. Gumintang dan Banes bersatu untuk menyatukan energi Aegir menjadi kekuatan yang luar biasa, penyatuan ini disebut Arcapo. Arcapo merupakan gabungan dari dua elemen, cahaya putih dan cahaya hitam, yang diciptakan oleh Koloni Kunang-Kunang dan Koloni Kin’Yobi. Arcapo berupa senjata kilat berwarna merah yang berkilauan. Kehadiran Arcapo mampu menghancurkan energi dari makhluk yang terkena dampaknya.
~ Catatan ~
Kemarahan menjadi tidak terkendali ketika pikiran dan rasa menghilang.
Bentuk kemarahan sebuah pengendalian pada pikiran dan rasa.
Tidak mudah mengendalikannya.
Hanya ikatan cinta dari pikiran dan perasaan yang menyadarkan bentuk kemarahan.
Itu mengapa kekuatan cinta dapat membutakan seseorang.
Gumintang Kunang-Kunang melakukan perjalanan untuk menyebarkan kebenaran dan kebaikan serta menyeimbangkan segala unsur alam semesta yang berasal dari energi Aegir. Ia akhirnya menemukan sebuah goa yang begitu besar, yang kemudian dinamainya Goa Dimala. Di dalam goa tersebut, Gumintang merasa dikelilingi oleh energi yang luar biasa dan ia bertanya dalam hati, "Apakah ada sesuatu di dalamnya?"
Dari berbagai sudut, Gumintang menggunakan kekuatannya untuk menetralisirkan Goa Dimala. Cahaya putih dari telapak tangannya menerangi goa dan sekitarnya. Gumintang merasa kagum dengan goa tersebut dan berdoa, "Goa Dimala, engkau adalah tempat yang membuat hatiku nyaman. Semoga engkau senantiasa bahagia sebagai anugerah kehadiranmu di alam semesta ini."
Setelah merenung di goa itu, Gumintang merasa tenang. Cahaya pada dirinya semakin terang, menandakan waktu dalam satu hari akan berlalu. "Aku akan pergi menuju pusat Aegir. Jagalah dirimu baik-baik, Goa Dimala," ucap Gumintang sebelum berangkat menuju pusat Aegir.
Pusat Aegir adalah tingkatan utama dari alam semesta, hanya yang memiliki energi utama Aegir yang dapat memasukinya. Di antara koloni dan makhluk lain yang ada, Gumintang Kunang-Kunang memiliki energi utama Aegir Segara. Sesampainya di pusat Aegir, Gumintang melihat banyak cahaya seperti tali yang menghubungkan berbagai penjuru alam semesta. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah bunga teratai di batas barat Negeri Segara, yang indah dan berkilauan dari ribuan bunga teratai.
"Wahai, Aegir Segara. Bisakah kau beritahu mengapa bunga teratai ini begitu terang?" tanya Gumintang begitu ia tiba di pusat Aegir, memandangi bunga teratai dengan penuh kagum.
"Apakah teratai begitu indah sehingga kau lupa menyapaku terlebih dahulu?" tanya Aegir Segara dengan senyumnya yang hangat.
(Gumintang menyapa dengan penuh hormat)
"Ya, Yang Mulia. Bunga teratai ini sungguh indah," jawab Gumintang sambil merendahkan kepala.
"Bunga teratai itu menandai batas barat dari Negeri Segara," kata Aegir Segara.
"Lalu, mengapa cahayanya begitu terang?" tanya Gumintang pada Aegir Segara.
"Karena Banes Kin’Yobi telah meletakkan kristal hitam di puncak sari bunga teratai tersebut," jawab Aegir Segara.
"Banes? Apakah dia berhasil mengendalikan kemarahannya, Aegir Segara?" tanya Gumintang, khawatir.
"Ia berhasil, nanti akan kutunjukkan kepadamu, Gunakanlah ketika Banes berhasil mencapai Dimala," kata Aegir Segara.
"Baiklah, Yang Mulia," kata Gumintang patuh.
"Aku ingin berkeliling untuk melihat pusat energi, apakah aku diperbolehkan, Aegir Segara?" tambah Gumintang bertanya.
"Tentu saja," jawab Aegir Segara dengan izin.
Cahaya yang bersumber dari pusat Aegir sangatlah menakjubkan, tempat ini begitu indah. Namun sayangnya, aku tak dapat menggambarkannya dengan mudah kepada mereka, karena kami harus mentaati aturan pusat Aegir.
Energi Misterius: Perjalanan Gumintang yang Baru
Dataran pusat Aegir memesona dengan cahaya-cahaya yang menyerupai gelembung-gelembung alam semesta yang mengirimkan energi ke seluruh jagat raya. Pusat Aegir menjadi indah berkat keberagaman cahaya yang terpusat di sini. Salah satunya adalah cahaya berpesan "Ordes Dih Aweyam," yang merupakan simbol keseimbangan negeri ini. Setiap gelembung memiliki tujuan masing-masing dan akan menghilang setelah mencapainya.
Untuk membuka pintu akses menuju area luar pusat Aegir, Gumintang mengucapkan mantra "Hoksam!!!" Suara gemuruh saat pintu terbuka disambut oleh kilauan cahaya yang memesona, menyinari perjalanannya melalui area tengah pusat Aegir.
Naik ke tingkat yang lebih tinggi, Gumintang disapa oleh burung belibis bercahaya bernama Renaka. Dia menawarkan tumpeng, namun Gumintang menolak dengan sopan, dan mereka berdua melanjutkan perjalanan.
Para penduduk pusat Aegir, yang dikenal sebagai putihnati, menyambut kedatangan Gumintang dengan ramah. Mereka melayani pusat Aegir dengan mulia, sebagaimana koloni di Negeri Segara.
Tiba-tiba datang sebuah bunga teratai ...
"Yang Agung, bisakah aku membantu?" tanya Lira, sebuah bunga teratai yang memesona.
"Hehehe ... kamu sungguh menawan, Lira. Aku akan mencobanya sendiri, terima kasih." Gumintang menjawab dengan senyum, sambil memandangi Lira yang melayang di sebelah anak tangga.
"Apa kamu ingin melihat sesuatu yang kutemui, Yang Agung?" tanya Lira.
"Apa itu, Lira?" tanya Gumintang.
"Apakah kamu mau mengikutiku?" ajak Lira, lalu menuntun Gumintang ke tempat yang dipenuhi aliran air.
"Wah, apa ini, Lira?" Gumintang bertanya sambil memandangi aliran air tersebut.
"Ini adalah kristal hitam dari Banes yang diletakkan di setiap puncak sari bunga teratai Negeri Segara, Yang Agung," jawab Lira.
"Air ini adalah bagian Banes Kin’Yobi. Aku akan menyampaikannya jika kamu berhasil menemuiku nanti di Dimala," kata Gumintang.
"Apakah kamu tahu air ini dinamai Enure oleh Yang Mulia? Oh iya, Yang Mulia akan memberikanmu Murtyaman di taman Aegir. Segeralah pergi ke sana, Yang Agung," kata Lira.
"Bolehkah aku mengambil sedikit Enure ini, Lira?" tanya Gumintang.
"Tentu saja." jawab Lira, lalu memercikkan Enure tersebut sehingga air berubah menjadi gelembung dan masuk ke tubuh Gumintang.
"Terima kasih, Lira. Aku akan pergi ke taman Aegir untuk menemui Aegir Segara," ucap Gumintang.
"Baiklah, Yang Agung," kata Lira sebelum terbang tinggi melanjutkan perjalanannya.
Gumintang menemukan Enure yang begitu indah hasil dari kombinasi Kin’Yobi dengan Aegir. "Energi Enure ini begitu luar biasa, membuat tubuhku menjadi sangat ringan," Gumintang berujar sambil melangkah menuju taman Aegir.
Rahasia Murtyaman yang Suci
Taman Aegir begitu indah, dan putihnati (para penduduk pusat Aegir) menyambut kedatangan Gumintang. Aegir Segara menunjukkan sebuah wadah suci kepadanya. "Kunang, lihatlah! Inilah yang ku sebut sebagai Murtyaman Yang Suci, gunakan ini ketika engkau bertemu dengan Kin’Yobi," kata Aegir Segara sambil menyerahkan Murtyaman Yang Suci, yang melayang mendekati Gumintang.
"Wahai, Aegir. Setelah Murtyaman ini selesai digunakan, apakah ia akan menghilang?" tanya Gumintang kepada Aegir Segara.
"Apapun itu, Kunang," jawab Aegir Segara.
"Lalu, apa tujuan dari Murtyaman ini?" tanya Gumintang.
"Ia diciptakan setelah Nuere dari tubuh Banes itu sendiri. Renaka mengubah air tersebut menjadi sebuah Murtyaman, sama halnya dengan Nuere yang menyegarkan dan menciptakan energi baru di tubuhmu, Kunang. Murtyaman akan kembali kepada penciptanya, yaitu Banes. Murtyaman ini akan membantunya mengendalikan dan meredam rasa marah dalam dirinya," kata Aegir Segara.
"Apakah Banes menyadari keberadaan Murtyaman ini?" tanya Gumintang.
"Apakah Banes menyadari bahwa Murtyaman adalah bagian dari tubuhnya? Tidak, Kunang," kata Aegir Segara.
"Cawan ini begitu indah, aku berharap Banes dapat segera menemuiku," kata Gumintang.
"Dia sedang menjalankan prosesnya, tiba saatnya, Banes Yang Kuat akan mampu menjaga Negeri Segara dan menyeimbangkan segala energi. Padahal, ia selalu merasa tidak berdaya dan malu akan cahaya hitam yang dimilikinya, padahal kegelapan juga berarti bagi alam semesta," kata Aegir Segara.
"Baiklah, aku akan menantinya, Aegir Segara," ucap Gumintang.
"Pergilah terlebih dahulu ke bunga teratai tempat kristal hitam itu berada, Kunang. Energimu sangat dibutuhkan untuk menyempurnakannya," kata Aegir Segara. Gumintang pun segera melanjutkan perjalanannya menuju bunga teratai tersebut, sesuai dengan petunjuk dari Aegir Segara.
Batas Pertahanan yang Dijaga: Keajaiban Bunga Teratai di Negeri Segara
Gumintang melihat gemerlap bunga teratai di tengah-tengah danau yang membatasi antara dataran tanah dengan samudera. Batas dataran Negeri Segara dipisahkan oleh Samudra yang luas, dan di sana terdapat bunga teratai besar dengan akarnya menjalar hingga ke dataran. Negeri Segara menjadi begitu harum dan indah karena dikelilingi oleh bunga-bunga teratai. "Penciptaanmu sungguh mulia, Wahai bunga teratai. Cahayamu begitu memesona, izinkan aku menyatukan cahayaku bersamamu," ujar Gumintang sambil menyentuh puncak sari bunga teratai di batas barat Negeri Segara.
"Wahai Yang Agung, terima kasih telah menyempurnakan energiku," ucap bunga teratai tersebut. Sebuah energi tersalurkan menuju cahaya yang mirip benang, mengalirkan ke beberapa bunga teratai di Negeri Segara. Gumintang kemudian meninggalkan bunga teratai tersebut dan kembali ke goa Dimala.
Rajas, yang tidak mengetahui keberadaan Gumintang di puncak sari bunga teratai di batas barat Negeri Segara, terkesima oleh energi dahsyat yang dirasakannya. "Apakah Banes sudah menemui Yang Agung?" tanya Rajas kepada Argogos.
"Belum, kita harus segera menjaga keseimbangan kristal ini agar tetap berada di puncak sari bunga teratai," kata Argogos kepada para Kin’Yobi. Koloni Kin’Yobi sibuk menjaga keseimbangan dan menahan kekuatan besar agar pertahanan tetap terjaga dengan sempurna.
Menjaga Keseimbangan: Petualangan dengan Energi Kin’Yobi
Energi Kin’Yobi masih belum mencapai kesempurnaan sebelum Murtyaman digunakan oleh Gumintang untuk membantu Banes menemukan keseimbangan antara energinya dan energi Aegir. Gumintang akhirnya memutuskan menggunakan kekuatan pikiran maya. Namun, walaupun menggunakan kekuatan pikiran maya, Gumintang tidak mengambil alih kendali Banes. Ia hanya membantu menyadarkan Banes yang sedang dikendalikan oleh rasa marah.
Di persemayaman Goa Dimala, Gumintang didekati oleh seekor singa hitam berbulu, bertaring, bermahkota, tubuh besar, dan mata merah. "Wahai Yang Agung, izinkan aku menjadi pelayanmu," sapanya.
"Siapakah dirimu?" tanya Gumintang mendekati singa tersebut. "Aku adalah Poram, Yang Agung, berasal dari pusat Aegir," jawab Poram.
"Poram, bagaimana kau bisa sampai di Goa Dimala?" tanya Gumintang.
"Aku melihatmu berjalan menaiki anak tangga, hatiku berkata untuk mengikutimu, Yang Agung," jawab Poram.
"Namun, dengan penampilanmu yang menyeramkan ini, apakah para makhluk tidak ketakutan?" tanya Gumintang.
"Aku akan datang ketika Yang Agung memanggilku," jawab Poram.
"Baiklah, Poram. Aku menerimamu sebagai pelayan sejati atas kehendak Aegir," kata Gumintang.
Sejak itu, Poram selalu setia mendampingi Gumintang di Goa Dimala, namun tidak akan menampakan diri kepada makhluk lain yang mungkin akan ketakutan. Hubungan antara putihnati dan koloni di dataran Negeri Segara memiliki dimensi yang sangat berbeda dan jauh. Untuk menghindari ketakutan, Poram bersedia menerima perintah Gumintang dengan setia.
Poram: Membuka Jalan Petualangan Gumintang
Pertemuan Poram dengan Gumintang di Goa Dimala terlihat oleh Aegir Segara. Sebelumnya, Poram telah melihat Gumintang berjalan-jalan di pusat Aegir, mulai dari area tengah, menaiki tangga menuju Enure, hingga taman Aegir.
"Siapakah dia?" tanya Poram kepada Renaka, seekor burung belibis putih yang cantik.
"Dia adalah Yang Agung," jawab Renaka.
"Aku sangat ingin melayaninya, hatiku berkata untuk mendekatinya," ucap Poram.
"Mengapa, Poram?" tanya Renaka.
"Energi Yang Agung sungguh membuatku menyadari tujuan penciptaanku di pusat Aegir, Renaka," jawab Poram.
"Temuilah Yang Agung, Poram," kata Renaka.
"Tidak. Tidak, Renaka. Dengan wujudku, aku membuatnya takut," kata Poram.
"Baiklah, aku akan mendekatinya dan bertanya apakah dia mau bantuanku," kata Renaka, lalu mendekati Gumintang.
Poram selalu mengamati Gumintang dari kejauhan, hingga akhirnya Lira, bunga teratai, menghampirinya.
"Wahai, Poram. Mengapa aku melihatmu seperti mengendap-endap mengamati Yang Agung?" tanya Lira.
"Aku hanya ingin melihat Yang Agung, Lira," jawab Poram.
"Mengapa kamu tidak mendekatinya?" tanya Lira.
"Dengan wujudku seperti ini?" tanya Poram.
"Kalau begitu, aku akan membawanya ke Eunere, agar ketika ia bertemu denganmu, Yang Agung tidak ketakutan," kata Lira.
"Bukankah Eunere hanyalah menetralisirkan energi, Lira?" tanya Poram.
"Iya, benar, tapi setidaknya dirimu tidak perlu khawatir lagi, Poram," jawab Lira. Padahal Eunere sebenarnya tidak memiliki pengaruh pada pertemuan Poram. Tetapi, karena kegelisahan Poram, Lira tidak enak hati dan meyakinkannya tentang Eunere. Eunere adalah energi baru yang dihasilkan dari kristal hitam Banes Kin’Yobi.
Selama perjalanan Gumintang menuju taman Aegir dan bunga teratai di batas barat Negeri Segara, Poram meminta izin kepada Orgages, para tetua putihnati, untuk mengikuti Gumintang keluar dari pusat Aegir.
"Wahai, Orgages. Bolehkah aku keluar menemani Yang Agung?" tanya Poram kepada Orgages yang duduk di singasana.
"Aku sudah mengetahui maksud dan tujuanmu, pergilah Poram," jawab Orgages.
"Terima kasih, Orgages," kata Poram.
"Berhati-hatilah dalam langkahmu, tubuhmu begitu besar. Jangan sampai makhluk di Negeri Segara mengetahui kehadiranmu," kata Orgages mengingatkan bahwa Poram masih menjadi putihnati, dan dia harus lebih berhati-hati terhadap bahaya yang mungkin membahayakan dirinya.
Arrrrr … Poram pun keluar meloncat dari area tengah mengikuti Gumintang menuju bunga teratai di batas barat Negeri Segara. Poram hanya mengawasi Gumintang dari kejauhan, begitu pula hingga dia sampai di Goa Dimala.
~ Catatan ~
Sebuah energi melahirkan kehidupan.
Gunakanlah sebaik-baiknya.
Capai tujuan sesuai dengan penciptaanmu.
Kehadiranmu pasti sangat berarti.
Bahkan sekecil biji kecambah.
Jagalah keseimbangan semesta dengan kebenaran dan kebaikan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!