Anakku Bukan Anakku
Malam makin larut, Febyan Ananta Bagaskara membuka pintu ruang tamu dan dirinya langsung terlempar ke belakang akibat dorongan kasar ibu mertua.
Febi yang biasa disayangi keluarganya hingga dia tidak pernah merasa kekurangan apapun. Terlebih dengan hadirnya Adam si genius, dan Mia si cerewet. Anak kembarnya yang adalah kebahagiaan terbesarnya. Namun, detik ini, kehidupan terasa begitu menamparnya.
Ayah mertua yang wajahnya merah seperti daging dipanggang tampak menahan kegeraman lalu menatap tajam pada Michael yang berdiri di belakang Febi.
Tuan Xanders merebut map dari tangan sang istri dan menjulurkan ke Febi dengan tidak sabar. “Feb, tanda tangani ini!”
"Memangnya kenapa, Pa?" Febi mengerutkan kening dengan bingung kenapa napas papa mertua ngos-ngosan dan berat.
"Kami tidak ingin kamu muncul di depan keluarga Xanders lagi, Febi!"
Febi membaca surat cerai di balik map. "Bercerai?"
Kedatangan kedua mertuanya malam-malam yang cuma memakai piyama, tampak benar-benar tersulut emosi. Padahal, mereka biasanya rapih dan menjaga penampilan walau ke rumah tetangga. Ini jarak rumah mereka saja ada 30 km. Apa yang membuat mereka sangat marah?
“Tidak tidak!" Febi berpaling ke suaminya yang diam saja dan tidak kaget, seakan sudah tahu ini. "Mas, apa kamu tahu ini?"
“Hey, berhenti banyak bicara!" kata Andien pada Febi sambil menarik Mike ke sisinya.
"Loh, Ma, kami tidak ada masalah! Rumah tangga kami adem-ayem. Pasti ada kesalahpahaman di sini, kan?"
"Lihat buktinya!” Ibu mertua dengan murka. Tatapan itu mengisyaratkan seolah Febi telah melakukan hal kotor. “Baca ini dan tak usah mengelak lagi!”
Febi meraih map lain dan membacanya dengan gugup.
HASIL IDENTIFIKASI TES DNA. Terduga Ayah : Michael Xanders. Anak : Adam Argantara.
Penemuan profil DNA dilakukan dengan menggunakan metode standar terhadap sampel darah atas nama Michael Xanders sebagai terduga ayah dan sampel dari usapan selaput lendir pipi atas nama Adam Argantara sebagai anak.’
Tangan Febi gemetar membaca tulisan hitam bercetak tebal. ‘Probabilitas Michael Xanders sebagai ayah biologis dari Adam Argantara adalah 0%.’
“Apa yang kamu lakukan begitu mengecewakan saya, Febi," suara Tuan Xanders tercekat.
“Ini tidak mungkin?“ Febi dengan suara meninggi, dia tidak memiliki pria idaman lain. “Ini fitnah, jangan percaya, Pa.”
“Surat tes itu asli dan dilakukan di tempat kepercayaan keluarga kami.” Tuan Xander dengan air muka menahan marah.
“Tapi, aku tidak-” suara Febi lalu menghilang dan berubah esek saat merasakan genggaman lebih kuat dari tangan suaminya. Kenapa suaminya justru semakin menggenggamnya?
Atau mungkin Michael marah lalu mempercayai fitnah ini? Febi berlutut dengan lemas luar biasa, dengan tatapannya memohon belas kasih. “Tolong percaya Febi, Mah?”
Andien merasa sangat kecewa. “Percaya padamu setelah tahu si kembar bukan anak Michael? Kau pikir keluarga Xanders akan diam saja atas pengkhianatan ini?"
“Ma, berhenti!” Suara Michael meninggi. Dia menangkap Febi yang baru tersungkur karena didorong kasar oleh sang mama.
Andien melepaskan tangan putranya dari Febi. “Jangan sentuh wanita kotor itu, Nak! Mamamu ini tidak sudi!”
“Aku tidak mau berpisah dari Michael. Biar, Febi cari tahu dulu. Febi beneran tidak tahu, Mah!” tangis Febi kemudian pecah.
“Sudah cepat tanda tangani saja!” Andien lalu menunjuk ke arah pintu, dimana ada empat pengawal pria. “Atau mereka akan menyeret anak-anak mu!”
Febi bersikeras menolak saat ibu mertua memaksanya memegangi pena. Dia melirik ke arah Michael yang terus memperhatikannya. “Mas, katakan sesuatu pada Febi! Kamu tidak menginginkan perceraian ini, kan?” Katanya dengan jengkel.
“Kau lihat dia bahkan tak punya alasan untuk hidup bersamamu, pengkhianat!” Andien berjongkok dan mencengkeram dagu Febi. “Sudahi air mata buaya ini? Astaga?”
“Michael, masuk mobil!” kata Andien dengan tegas.
“Michael?" gumam Febi sambil melihat suaminya yang tak mendukungnya. "Mah, ini rumah Michael kenapa dia harus masuk mobil? Suamiku tidak boleh pergi!” Febi memekik ketakutan.
“Cepat berdiri, Michael? Papa tidak perlu menyuruhmu dua kali, kan!” kata Tuan Xander dengan nada dingin.
Michael memandang sang istri yang terus menggelengkan kepala. Lelaki itu melepaskan jari Febi satu-persatu dari tangannya. Dia akan pergi ke kamar dan justru ditangkap dua penjaga.
“Mas!” teriak Febi, sambil mengejar Michael yang ditarik keluar oleh dua orang. Kemudian Febi memekik, saat rambutnya dijambak dari belakang.
"Kalian bawa si kembar keluar!” titah Andien. “dan, usir mereka!”
“Mah, jangan!” Febi bergidik begitu dua penjaga lain sudah di ruang tengah. “Febi akan tanda tangan!”
“Bagus. Sesuai perjanjian pra nikah, karena kamu berselingkuh, kamu tidak mendapatkan sebagian aset kami,” suara Andien begitu dingin.
Kemudian Febi tanda tangan. Dia menatap papah mertuanya yang biasanya bersikap paling baik.
“Saya tidak habis pikir apa kurangnya Michael, Feb? Padahal, kamu dulu yang mengemis padanya!” Tuan Xander dengan tatapan penuh luka dan bergegas menjauh, seolah-olah enggan melihat Febi.
Febi merasa papa mertua tengah melepas ikatan kedekatan diantara mereka yang terjalin selama ini. Bagaimana barusan papa mertuanya berkata dengan kata-kata yang melecehkan, jauh dari tabiatnya. Padahal, Febi merasa ini bukan salahnya.
*
Terik matahari di luar begitu menyilaukan.
Jordan Reyes mengarahkan mobil ke area parkir. Dia tiba-tiba menjejak rem karena kemunculan seorang perempuan yang tiba-tiba.
Lelaki itu menghela napas lega bahwa dia tidak sampai menabrak wanita itu. Padahal , dirinya sudah kalang kabut untuk menginjak rem. Namun, perempuan berambut poni itu, cuma menoleh ke arah mobilnya kemudian pergi begitu saja.
Pria itu meninju stir tidak terima sampai klakson pun berbunyi dan membuat kegaduhan di arena parkiran. Dia takkan mengampuni wanita itu lain kali. Lihat saja nanti!
Dua jam kemudian, Jordan mampir ke Pelangi Book store. Sebuah crayon diambil setelah menimbang-nimbang kemasannya. Tanpa sengaja ekor matanya menangkap sosok perempuan.
Rambut poni itu sekarang dijepit ke belakang, dengan penjepit warna kuning. Jordan ingat betul penampilan eksentrik itu mengenakan mantel warna rose.
Jordan sudah seperti banteng mau mengamuk. Dewa keberuntungan tengah mendukungnya untuk melampiaskan kejengkelan yang sudah dipendam-pendam dan membuatnya tidak fokus saat meeting.
Sementara itu, Febi tidak menyadari ada yang memperhatikannya. Dia mengambil botol plastik dari dalam tas lalu memutar tutup toples. Pada saat yang sama buku dalam kempitan merosot dan jatuh sehingga semua permen berceceran.
“Agrh!” Febi menghentak-hentakkan kaki dengan jengkel. Dia ingin makan permen untuk membantu melegakan hatinya, tetapi tetap saja jengkel yang dirasa. Tubuhnya yang lemas jatuh terduduk. Ingin sekali memeluk Mike dan meneriakkan nama suami tercintanya.
“Sepertinya, orang itu bermasalah,” batin Jordan dan merasa iba. Dia memperhatikan wanita itu yang mengumpulkan permen.
Kemudian perempuan itu kesulitan membuka sebungkus permen dengan jari-jari mungil. Permen itu terlempar dan jatuh di ujung sepatu flat Jordan. Jordan berpikir apa wanita itu sengaja?
Yang membuat bingung Jordan, saat wanita itu dengan sengaja membentur kening sendiri ke rak besi. Tangan mungil terkepal sampai memerah pertanda emosi besar yang tengah dihadapi si wanita.
Jordan celingak-celinguk dan sempat berpikir apa wanita itu sengaja untuk membuatnya terlihat bersalah di mata pengunjung toko. Buktinya, mereka mulai melihat ke arahnya dengan cara aneh.
Jordan menarik tangan pegawai yang tampaknya akan menghampiri si wanita. “Biarkan dia meluapkan emosi.” .
“Wanita itu memang pelanggan toko kami, tapi tangisannya terlalu keras dan mengganggu.” Pegawai itu berbalik dan akan menghampiri, tetapi tangannya dicekal.
“Lalu anda mau menyuruhnya diam?" Jordan terkejut dengan reaksi tubuhnya. "Dimana nuranimu?"
"Pelanggan lain terganggu, saya bisa dipecat oleh bos saya."
"Bayangkan jika itu saudaramu? Masihkah kamu tega menghentikan tangisannya?”
Pegawai itu menggelengkan kepala. "Saya tidak tega." Dia melihat pelanggan lain yang memang juga tampak iba.
Jordan mengambil botol permen di meja kasir. Setelah benar-benar diperhatikan, ini permen wanita tadi. Dia pun memasukkan dua toples permen itu ke keranjang belanja.
"Kau bilang dia pelanggan toko ini?" Jordan menyodorkan stoples permen yang baru dibayar.
"Ya, dia selalu ke sini dan membeli banyak buku untuk anak-anaknya."
"Coba berikan ini semoga perasaannya bisa membaik." Jordan mengatubkan bibir. Mengapa dirinya jadi sok bersimpati?
"Yasudah lah," gumam Jordan, dengan mengabaikan kemarahan pada kejadian saat di parkiran di rumah sakit.
Jordan keluar dari toko buku itu dan bersumpah tidak akan beli apapun di sini lagi. Rasanya terlalu gengsi dan menganggap perilakunya memberi permen untuk orang yang tidak dikenal adalah hal memalukan.
Di toko sebelah, pesanan spare part kendaraan sudah diproses. Setelah dibayar, Jordan menunggu para pegawai memindahkan dus sparepart ke bagasi mobilnya.
Ketika Jordan menutup pintu bagasi, matanya terpaku pada wanita tadi yang baru saja keluar dari toko.
Pria itu menggeser pandangan ke mobil Ferarri GTO berwarna merah tahun 1960an. Namun, dia terkejut saat tahu 'si poni' masuk ke jok pengemudi mobil langka itu.
Tak terasa Jordan mengikuti mobil merah itu demi memenuhi rasa penasarannya pada mobil yang hanya ada 30 di dunia!
Di dalam perjalanan, mobil-mobil lain yang baru keluar dari toko lalu menghalangi jalannya, membuat mobil antik itu semakin menjauh. "****! Oh tidak jangan! No!No! Noooo!"
Lampu merah menghentikannya .... Dia keluar dari mobil dan melihat mobil merah yang tertutupi dengan dua mobil di belakangnya. Mobil merah itu semakin tak terlihat. Dia menjambak rambut sendiri dengan tak kuasa menahan jengkel. "Ahh .... Tuhan, aku mau mobil itu! "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Paulina H. Alamsyah Asir
next Thor 🙏
2023-10-24
4