"Ma, bukunya." Adam menarik lima buku baru dari tangan sang Mama. Kemudian mama menyerahkan stoples permen mangga dan pensil warna ke sang adik.
"Maaf, ya, Sayang. Mama harus memilih buku-buku itu jadi sedikit lama." Febi sambil mencium pipi si kembar bergantian.
"Ayo cepat Mah, ada Kakek!" Mia mencoba menarik rok sang Mama dengan semangat.
Febi mengelus pucuk rambut Mia yang keriting. Anak kembarnya berambut keriting, sangat cantik.
“Kak Feb, sore banget pulangnya!” Adik tiri langsung menghampiri sang pemilik rumah.
Febi memeluk bergantian ke adik tiri, ayah, lalu ibu tiri. “Kalian sudah lama?”
“Sudah satu jam. Aku memberikan buku bagus untuk Adam." Kikan merangkul pinggang Febi.
“Terimakasih, adikku sayang."
Febi melihat putranya yang berumur lima tahun sedang menyobek sampul dan mengendus aroma buku baru. Dia yakin pasti baunya enak.
“Apa Michael lembur? Sudah jam lima kok, masih belum pulang.” Tanya Martha-mama tirinya.
"Iya, mungkin Mike sedang lembur. Biar aku telepon Mike!” Febi lalu menjauh.
Febi kembali dengan ekspresi bersalah. “Ayah, Mike sedang sibuk."
“Oh .... " Adi merasa Febi menutupi sesuatu. Dia menggedikkan bahu. "Ya, mau gimana lagi orang suamimu memang sibuk?”
“Mumpung malam minggu, kami boleh menginap di sini, kan?” Tanya Martha sambil memberikan lauk ke piring suami.
“Ya, kenapa tidak?” Febi merasa makin tertekan karena kunjungan keluarganya.
“Kemari, Sayang. Apa kamu ada masalah? Kulihat kamu banyak melamun." Tanya Martha tidak sabar. "Matamu juga sembab dan tumben kamu pergi tanpa riasan?”
“Sudahlah, kamu terlalu mengkhawatirkannya. Dia di depanmu loh?” Adi geleng-geleng kepala lalu melanjutkan makan.
“Lah, perasaan ibu kan tidak pernah salah? Ya, meski aku bukan yang melahirkannya.” Martha makin tertunduk dengan wajah murung. “Sepertinya, kamu meragukan instingku?”
“Maaf, maaf, Istriku. Kamu adalah ibu terbaik di dunia. Aku dan Febi sungguh beruntung memilikimu!"
Mereka pun kembali sibuk menghabiskan makanan.
*
Malam semakin larut, tetapi putrinya masih belum ada tanda-tanda mengantuk. Febi membelai rambut Mia lalu menghapus air mata putrinya. “Sudah dong, nanti cantiknya bisa hilang. Coba ceritakan soal Chris Evan?”
“Evans Reyes, Mama!” kata Mia dengan kesal. “Chris Evans itu pemain captain Amerika, masa begitu saja nggak tahu?”
“Oh, jadi, Mama salah?" Febi menahan tawa karena nada menggurui putrinya barusan. Setidaknya, dia berhasil menghentikan tangisan bocah itu.
“Ayo tidur dulu. Besok Mama belikan Mango Thailand, ya?” Febi kewalahan karena suaminya tidak pulang.
“Tapi, maunya papa yang beliin!” kata Mia dengan kekecewaan mendalam karena papa tidak menjawab telepon sejak pagi.
"Adek .... " panggil Adam yang susah gatal mendengar rajukan kembarannya. Dia merasakan ada yang disembunyikan sang mama. Tadi malam Adam hendak mencari papa. Saat dia di ujung tangga, Adam melihat dua orang menjegal papa. Jadi, kemanakah papa pergi sejak tadi malam?
Adam bangkit dari kasur dan berpindah ke ranjang milik Mia. “Sudah dong Dek, jangan buat mama jadi bersedih.”
Kring .....
Mia dan Adam sontak bangun begitu mendengar bunyi telepon. Febi pun turun dari tempat tidur. Wanita itu menghela napas kecewa saat melihat layar ponsel, lalu menoleh ke si kembar sambil menggelengkan kepala. "Bukan papa ...."
Wajah si kembar langsung murung dan mereka langsung tidur miring memunggungi Febi.
*
Febyan Ananta Bagaskara merupakan tenaga pengajar di Montessori Aurora Preschool. Siang itu, dia keluar dari kantor guru dan mulai berlari dengan banyak pertanyaan.
Di ruang kesehatan, guru-guru berkerumun di tengah teriakan histeris anak laki-lakinya. Dia melewati kerumunan, tampak Adam sedang terus memegangi kepala dan menjerit-jerit kesakitan. Tanpa perlu waktu lama Adam dilarikan ke rumah sakit.
Ketika langit berwarna kuning keemasan di ufuk barat, Febi mengarahkan mobil merah ke halaman rumah kecil.
Dia hendak menjemput anak perempuannya yang tadi dititipkan di rumah Oki- yang adalah seorang guru tari. Namun, putrinya diketahui baru saja tertidur, jadi terlalu riskan kalau digendong pasti akan langsung terbangun.
Oki memperhatikan Febi. Secangkir teh hijau yang masih mengepul dan baunya sangat wangi disodorkan ke depan Febi. "Ayo, minum dulu biar lega."
"Terimakasih," katanya lesu. Febi meniup teh. Indra penciumannya hilang karena hidungnya bengkak. Rasanya ingin tidur karena tidak kuat menghadapi cobaan bertubi-tubi.
Panas menyengat bibir yang kebas dan membakar lidahnya. Febi menjulurkan lidah kepanasan dan menunggu beberapa saat dengan pikiran melayang ke rumah sakit. Perlahan Febi kembali menyesap teh dan kehangatan menyentuh tenggorokannya yang begitu kering.
"Adam sakit apa?" Tanya Oki saat Febi menaruh cangkir di atas meja dengan wajah sendu.
Febi memegangi dada yang mendadak ngilu. Dua sudut bibirnya melengkung ke bawah. "Kemungkinan Adam sakit ....."
Febi kesulitan menjawab, suara esek Febi semakin menjadi-jadi. Cairan ingus itu ada yang lolos ke bibir bengkak itu. Punggung Febi turun-naik seolah menahan beban besar.
Ya Allah .... Oki menjadi sangat penasaran sehingga dia pun ikut sesak napas karena napas temannya yang berat seperti sedang asma. Dia mengelus punggung Febi yang terasa panas. Apa seberat itu hanya sekadar mengatakan penyakit ... Atau nyawa Adam sedang terancam ?
"Adam sakit apa?" tanya Oki semakin cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments