Setelah menunggu Adam di rumah sakit, Febi dan Adi pulang sebentar untuk mandi dan berganti baju. Mereka sarapan sebelum berangkat kerja.
"Kak Febi, minta sedikit, ya? " Kikan mengambil satu sendok nasi goreng. Dehaman keras sang mama diabaikan. Sendok diujung mulut bergetar karena suara sang mama.
"Kikan taruh!" Martha memelototi anaknya. "Taruh Mama bilang!"
Martha menyembunyikan kegelisahan. Makanan itu telah ditaburi obat yang dapat mengakibatkan kandungan kering lalu mandul. Dia berharap Febi tidak memiliki keturunan lagi dan semua harta suaminya hanya untuk Kikan.
"Pah, boleh ya cuma sedikit ..... " Kikan menatap mata papa untuk meminta pembelaan.
"Kikan!"
"Iya, iya, Mama!" Kikan menyerah dan menaruh sesendok nasi goreng ke piring Febi. Tumben papanya tidak membela. Padahal, dia sangat menyukai nasi goreng. Kakaknya juga cuma melirik aja. "Papa, kenapa diam, terus Kaka juga? Apa si belakangan pada hobi diam!"
"Papa mikirin kerjaan," kata Adi dengan asal, sebenarnya dia malas menjawab. Ini masih pagi halo?
"Kaka juga," timpal Febi singkat. Pikirannya seperti tertinggal di rumah sakit.
Adi Bagaskara melirik Febi. Dia sedang galau menunggu kabar. Betapa penasarannya kepala keluarga itu dengan hasil tes DNA antara Mike dan si kembar, setelah tadi pagi mengirimkan sampel itu ke kota tetangga tanpa diketahui Febi.
*
Begitu orang-orang pergi, Martha membaca surat yang disita dari kepala pelayan. Tangannya terkepal, merangsek dan menguwes-uwes surat yang ditujukan untuk Febi.
Kamu mau pergi, Mike? Pergi saja! Karena sebentar lagi Mas Adi juga akan menendangnya. Sempurnalah tidak ada yang membela Febi lagi. Batinnya dengan penuh kebencian.
Seharusnya, Mike langsung membenci febi, kan! Kenapa pakai acara kirim surat! Takkan kubiarkan kalian bersatu lagi, ya!
"Mama, Kikan ke butik dulu." Kikan melihat gumpalan kertas yang baru dibuang mama ke tong sampah.
"Apa nanti siang kamu ada waktu? Mama mau kenalin anak Tante Nay. Dis seorang CEO dari market place online itu loh, masih muda, cerdas, tinggi, tampan-"
"Ma, walaupun umur Kikan 26, tapi aku belum ingin menikah!" katanya dengan singkat.
"Lalu kapan? Hey, kakakmu itu saja sudah memiliki dua anak!"
"Nah, apa hubungannya dengan Kikan?"
"Bodoh, kamu juga harus cepat punya anak!" kata Martha dengan jengkel dan dijitak kening sang putri.
"Menikah?" Teriak Kikan lalu tertawa terbahak-bahak. Dia berjalan menjauh. "Kikan belum berminat!"
"Dengar dulu, Mama mau ngomong!" Martha mengepalkan tangan dengan kesal karena anaknya melambaikan tangan pertanda tidak setuju.
*
Di Aurora Montessori School, Mia turun dari mobil. Dia melihat mobil sang mama yang entah pergi kemana. Pasti bukan karena ke toko buku, seperti apa yang mama bilang
Febi menghentikan mobil di lobi kantor Xanders Tech Corporation. Pada saat yang sama Michael keluar dari mobil, diikuti Tuan Xander. Febi lekas menyusul. "Mike!"
Semua orang mengenali suara wanita itu, lalu berhenti melangkah dan memperhatikan Febi dan Mike yang saling pandang dari kejauhan.
"Apa dia sudah membaca suratku? Jadi, dia langsung ke sini?" batin Mike yang tak bisa berbuat apa-apa, selain menatap wajah pucat istrinya.
"Mike jalan lebih cepat," titah Tuan Xanders yang hanya didengar Michael dan dua pengawal di belakangnya.
"Mike, tunggu! Kita perlu bicara!"
Mike melangkah sambil melihat dari ekor matanya, saat Febi dihalang-halangi masuk lobi.
"Aku bisa sendiri!" bentak Febi pada dua orang security yang mau mengusirnya. Dia kembali ke sekolah dengan putus asa karena Mike tidak mau memberi kesempatan padanya untuk berdua.
*
Nyanyian anak-anak menggema di ruangan 5x5 meter. Suasana begitu riuh dan menyenangkan. Mereka melambaikan tangan ke atas, kecuali Mia yang cuma menggerakkan kaki dengan enggan ke kanan dan kiri, dengan wajah murung.
"Febi, kamu dipanggil kepala sekolah," kata Tasya yang baru masuk ke dalam ruangan.
"Jangan-jangan kamu mendapatkan masalah," kata Tasya lagi sambil mengejek dengan senyumannya.
Febi bersikap tenang setiap kali menghadapi keusilan pengajar senior ini. "Baik Ms. Tasya, saya akan segera ke sana."
"Kalau aku jadi kamu, mending aku si mengundurkan diri dari pada menanggung malu!" celetuk Tasya sedikit keras sehingga dua pengajar di ruangan itu bisa mendengarnya dan membuat mereka melirik Febi dengan wajah penasaran.
Febi mengabaikan ucapan barusan, dia melirik ke arah Mia sebentar. Kasian pada putrinya yang melamun dan tidak memperhatikan sekitarnya. Dengan berat hati, Febi keluar dari kelas.
Aroma jeruk menyambut hidungnya di ruang kepala sekolah. Febi mengetuk pintu yang terbuka. "Pak Toha, anda memanggil saya?"
"Iya, Mrs. Febi." Pak Toha bangkit dari duduknya. "Silahkan masuk." Pria itu mengambil sesuatu di meja kerja.
"Jadi, ada apa sebenarnya ya, Pak Toha?" Febi duduk dengan sopan. "Kenapa sampai Febi dipanggil, apa Febi melakukan kesalahan?"
"Saya tidak tahu, Feb, kenapa baru kali ini pemilik yayasan memanggil seorang pengajar secara pribadi. Huft, sudahlah lebih baik kamu segera ke kantor pusat."
Pak Toha duduk di kursi panjang, menyerahkan sebuah kartu nama di meja tamu. "Di sini ada alamatnya. Pergilah, Mrs. Febi sedang ditunggu."
Berpikir sebentar, Febi melihat waktu ke belakang. Sepertinya, dia tidak melakukan kesalahan.
"Kalau begitu, Febi akan pergi sekarang." Dia dengan gelisah meninggalkan ruangan. Rasanya, bisa mati penasaran mengetahui dirinya menjadi tenaga pengajar pertama yang dipanggil ke kantor pusat!
*
.
Sekertaris Li keluar dari lift. Dia memperhatikan perempuan dengan mantel coklat dan rambut yang disanggul ala Korea. "Mrs. Febyan Ananta Bagaskara?"
"Ya benar itu saya." Febi lekas berdiri dan mengangguk dengan hormat.
"Please, ikuti saya."
Febi terpaku pada pintu yang dilewati dan membaca lempengan emas bertulis 'Direktur Utama Aurora Group : Jordan Reyes'.
Di ruangan itu, Febi kira akan menjumpai bos dari segala bos. Nyatanya, tidak ada siapapun di sini. Dia duduk di sofa mahal dan empuk sambil melirik meja direktur. Melihat kursinya saja sudah penuh aura. Apalagi sang empu?
"Perkenalkan Saya Li Shaw, selaku sekertaris Tuan Jordan." Sekertaris Li menyerahkan map dan wanita itu meraihnya.
"Karena beliau tidak bisa meninggalkan rapat dan anda sudah di sini. Jadi, saya persilakan Anda membaca dengan teliti." Sekertaris Li memperhatikan Febi yang tampak tenang. Dia seperti pernah melihat wanita serupa, tetapi di mana?
Febi menggigit pipi bagian dalam begitu membaca judulnya. Wow. "Guru Pembimbing Privat?" Febi mendongak dengan rasa penasaran.
"Ya, itulah penawaran tuan kepada Anda, untuk anak kesayangan Tuan Jordan. Saya kira Anda sudah mengenalnya. Dia adalah Even Reyes. Saya mendengar bila anak-anak anda juga cukup dekat, ya?"
Febi berpikir dalam, siapa yang tidak kenal putra dari pemilik yayasan? Mia menyanjung anak emas itu. Semua orang juga memuja Evan Reyes. "Apa jadinya kalau saya menolak tawaran ini?"
"Jangan bilang Anda mau menolaknya?" Sekertaris Li mengerutkan kening dengan heran. Lalu, terdiam lama untuk berpikir, sebelum berkata. "Anda akan kehilangan banyak kesempatan baik. Ya!"
Sekertaris Li menarik napas panjang. Kenapa dirinya merasa sesak. " Anda bisa dipecat dari Aurora Montessori School."
Febi menimbang. "Cuma itu?"
Masih ringan sepertinya, batin Li Shaw dengan tercengang. Bisa-bisa dia mendapat potongan gaji. "Yang terberat ... semua keluarga anda dilarang memasuki lingkungan Aurora Grup. Baik dari fasilitas sekolah maupun rumah sakit."
Sekretaris Li tertawa dalam hati, tetapi hatinya masih tidak tenang dan makin sesak.
Sudut bibir Febi mengejang. Rumah sakit tempat Adam dirawat adalah bagian dari Aurora Grup. Ini kebetulan, kan.
"Semua anggota keluarga Bagaskara akan diblokir dari fasilitas kami. Bukan hanya anda, tetapi semua yang ada sangkut pautnya dengan Nyonya Feby."
Sekertaris Li mengangkat dua sudut bibirnya, tetapi percaya dirinya lalu turun perlahan karena lirikan tajam Febi.
"Berapa lama saya diberi waktu untuk memutuskan?" Alis Febi sedikit terangkat, justru membuat Sekertaris Li berdebar.
"Tuan Jordan hanya memberi waktu anda dua hari." Li Shaw menghapus keringat di kening. Sial, darimana aura kuat ini!
Sebelumnya, lelaki itu sudah mengecek background keluarga Febi, masih jauh di bawah keluarga Reyes. Namun, tatapan wanita itu begitu tenang dan tidak ada ketakutan. Itu justru membuatnya merasa terintimidasi tanpa sebab yang jelas.
"Mrs. Febi, tolong perhatikan keuntungannya. Ada potongan 20% di setiap penggunaan fasilitas atas nama anda, di rumah sakit dan sekolah kami. Anda bisa menyekolahkan anak-anak anda. Bahkan sampai kuliah. Potongan sebesar 20 % itu bukanlah sesuatu yang sedikit, loh Nona? Saya rasa ini sangat menguntungkan. Bukankah biaya pendidikan akan selalu mengalami peningkatan setiap tahun?
Sekertaris membuang napas kasar . Rasanya, luar biasa lega setelah menyelesaikan kalimat panjangnya.
Tawaran ini jelas menggiurkan, tapi Febi kesulitan membagi waktu. "Apakah saya bisa membawa kedua anak saya, ketika mengajar Evan? Karena sejujurnya, anak-anak saya tidak dapat ditinggal."
Oh, jadi ini alasannya? Kupikir dia mau menolak. Huft, bikin tegang saja! Batin Sekretaris Li, sambil melonggarkan dasi. Entah mengapa ruangan besar ini terasa sesak.
"Baik, saya akan melaporkan kepada Tuan Jordan.
Sepertinya ini juga bukan masalah besar." Sekretaris Li memberikan kartu nama miliknya. "Hubungi saya di nomor ini. Saya akan memberi tahu, informasi lebih lanjut nanti sore, ya."
Febi membawa map itu dan melangkah keluar. Di depan pintu dia tertegun pada perkataan Sekertaris Li sebelum menutup pintu.
"Saya berharap kesembuhan atas penyakit yang menimpa Adam Argantara. Semoga Adam cepat sembuh, ya."
Febi berbalik dan mengangguk, lalu tersenyum. "Terimakasih."
Ternyata mereka tahu putranya sedang sakit. Ya masuk akal, karena itu rumah sakit mereka!
*
Jordan Reyes melamun dan tidak terlalu memperhatikan rapat pemegang saham. Dia sedang pusing memikirkan dimana bisa menemukan si poni karena wanita itu setiap membayar buku selalu menggunakan uang cash. Perempuan itu adalah pelanggan tetap dari di toko buku itu, tetapi si poni juga tidak mendaftarkan diri sebagai membeli.
Dia tidak bisa mengambil gambar si poni, karena cctv toko buku rusak. Sedangkan, di rumah sakit milik rekanan, tidak ada yang menjangkau mobil merah antik itu.
Hanya keberuntungan yang akan membawa wanita itu padaku. Bahkan, namanya saja aku tak tahu! Jadi, bagaimana aku menemukan wanita itu ? Siapapun katakan padaku, Oh Damn it!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments