LET ME DOWN SLOWLY
Seorang pria baru saja keluar dari pintu lobi bandara internasional Soekarno-Hatta. Pria itu melepas kacamata hitamnya, ia berjalan sambil fokus pada layar ponselnya. Karena terlalu fokus mencari kontak yang ingin dihubungi, tanpa sengaja pria itu menabrak seseorang.
[Brug…]
"Aww," rintih orang itu.
Chandra cukup terkejut saat melihat seorang wanita sudah jatuh di depannya. Chandra pun segera membantu wanita itu. Namun sepertinya wanita itu enggan menerima bantuan dari Chandra yang tulus. Bahkan wanita itu menepis tangan Chandra.
"Punya mata gak, sih?" ucap wanita itu sambil berdiri.
Chandra merasa bersalah pada wanita itu. "Maaf, Nona. Saya tidak sengaja," jawab Chandra.
Wanita itu hanya berdecak kesal, lalu ia mengibaskan rambutnya dan berbalik sambil mengambil kopernya.
"Menyebalkan!" celetuk wanita itu dengan memberi tatapan sinis pada Chandra.
Chandra bergeming dengan pikiran bingungnya. Pria itu menggelengkan kepalanya sambil menatap punggung wanita itu yang berlalu meninggalkan dirinya.
Chandra menghela nafasnya. "Wanita itu angkuh sekali," gumamnya.
Chandra kembali meraih ponselnya dan mencoba menghubungi seseorang. Namun saat baru saja menempelkan ponselnya, ia merasakan sebuah tepukan di pundaknya.
"Ternyata kau disini, Chand. Kenapa gak menghubungi aku?" ucap seorang pria yang sudah berdiri di sebelah Chandra.
Chandra tersenyum. "Mana Langit, Vin?" bukannya menjawab pertanyaan Marvin, dia malah balik bertanya.
"Langit lagi temenin Bokap meeting," jawab Marvin.
Chandra hanya menganggukkan kepalanya saja. Tanpa sengaja matanya menangkap sosok wanita yang tadi ditabrak olehnya.
"Ayo!" ajak Marvin yang menyadarkan Chandra.
"Iya," jawab Chandra.
Mereka pun pergi dari bandara dan menuju mobil Marvin. Marvin memang sengaja menjemput Chandra, karena pria itu juga sangat merindukan sahabatnya itu.
Kini mereka berdua telah berada di dalam mobil Marvin. Jalan raya siang ini cukup padat. Chandra menoleh ke sisi kiri memperhatikan setiap sudut kota Jakarta setelah hampir tiga bulan ia tinggalkan.
"Aku pikir selama di Yogyakarta kota ini ada sedikit perubahan. Ternyata tidak ada sama sekali," ujar Chandra.
Marvin menahan tawanya. "Kau hanya beberapa bulan saja meninggalkan kota ini. Bukan bertahun-tahun, Chan." Marvin menggelengkan kepalanya sambil terkekeh kecil.
Chandra pun tertawa kecil. "Ah, iya. Aku lupa kalau aku hanya tiga bulanan disana," ucap Chandra membenarkan apa yang dikatakan Marvin.
"Bagaimana kabar Sagara, Vin? Selama aku di Yogyakarta, aku tidak pernah berkomunikasi padanya," tanya Chandra.
Marvin melirik Chandra sekilas yang sedang menatap ke arah jendela samping. Marvin tahu kalau hubungan kedua sahabatnya itu masih renggang.
"Dia baik-baik saja. Sepertinya ia sedang berusaha untuk kembali bersama Vesha," jawab Marvin yang kembali fokus pada kemudinya.
Chandra menghela nafasnya pelan. Tatapannya tiba-tiba saja terlihat begitu sendu, ada rasa tidak suka saat Marvin mengatakan kalau Sagara sedang berusaha mendekati Vesha lagi.
"Ada apa denganku, ya Allah?" monolog Chandra dalam hatinya.
Sementara itu di kediaman keluarga Heinzee terdengar suara cempreng dari seorang wanita yang baru saja masuk kedalam rumah besar itu.
"Assalamualaikum," suara yang begitu lantang seketika memenuhi ruangan dalam rumah itu.
Seorang wanita paruh baya menuruni anak tangga, ia menggelengkan kepalanya saat melihat siapa orang yang telah membuat kegaduhan di rumahnya itu. Nyonya Naura Heinzee adalah istri dari Sean Heinzee. Orang tua Bryan dan juga Gricella.
"Mommy," pekik Gricella.
Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas sambil menghela nafasnya.
"Dasar anak nakal! Tidak bisakah kamu bersikap lembut saat memasuki rumah," Naura menjewer telinga Gricella.
"Aww, lepas, Mom!" Gricella mengusap telinganya yang sedikit sakit.
Naura menghela nafasnya lagi, sungguh ia bingung dengan putrinya ini yang tidak seperti wanita lainnya yang selalu bersikap ramah dan lembut. Putrinya ini bisa dibilang memiliki sikap cuek dan masa bodo, yang penting dia bahagia.
"Aku merindukan, Mommy."
Gricella langsung memeluk Naura. Naura pun sangat merindukan putri semata wayangnya itu.
"Jadi hanya rindu dengan Mommy saja, hmm?"
Suara barito itu mengalihkan perhatian Naura dan Gricella yang masih berpelukan. Kedua wanita beda usia itu pun menoleh dan tersenyum.
"Daddy!" pekik Gricella.
Wanita itu berlari menghampiri Sean yang baru saja pulang bersama Devano. Sean hampir saja terhuyung saat tubuh Gricella menabrak tubuh Sean. Tawa keduanya pun pecah. Sean sama hal nya seperti Naura yang sangat merindukan putrinya itu.
Mereka pun melepaskan pelukan keduanya. Gricella melirik ke arah pria yang ada di sebelah Sean.
"Kau tidak merindukanku, Kak?" tanya Gricella sedikit cemberut.
Devano memutar bola matanya malas. "Sebenarnya tidak, tapi karena kamu sudah datang, ya mau tidak mau aku merindukanmu."
Gricella semakin mengerucutkan bibirnya. "Kau menyebalkan sekali!" Gricella memukul lengan Devano cukup keras.
Gelak tawa Devano, Sean dan Naura pun pecah. Sedangkan Gricella masih saja cemberut. Tidak lama Bryan pun datang, dan mereka saling bercengkrama di ruang keluarga.
"Apakah selama perjalanan kembali ke rumah, kau baik-baik saja?" tanya Bryan.
Gricella mencebikkan bibirnya. "Tadi sempat sedikit kesal sama seseorang di bandara," jawab Gricella.
Bryan menaikkan satu alisnya. "Siapa?" tanyanya.
Gricella tersenyum miring sambil mengangkat kedua bahunya. "Entah! Aku tidak kenal, aku sangat kesal dengannya. Memangnya itu bandara miliknya, jalan tidak pakai mata!" omel Gricella yang kesal mengingat kejadian saat di bandara tadi.
Semuanya tertawa kecil, dan menggelengkan kepalanya mendengar cerita dari Gricella.
"Kenapa tidak berkenalan dengannya saja? Siapa tahu dia bisa berjodoh denganmu," celetuk Devano.
Gricella tersenyum sinis. "Ih, amit-amit!" sahut Gricella.
"Jangan seperti itu, kalau beneran berjodoh bagaimana?" Bryan pun ikutan menggoda sang adik.
Gricella melototkan matanya. "Ih, Kakak gak usah ikut-ikutan Kak Devan deh. Bikin kesel aja, iisshh!"
Keakraban keluarga itu semakin menghangat dikala Bryan dan Devano terus saja menggoda sang adik. Naura dan Sean hanya bisa ikut tertawa sambil sesekali membela Gricella, karena merasa tidak tega melihat putri mereka terpojokkan.
Sementara itu Chandra dan Marvin baru saja tiba di depan rumah minimalis. Chandra tersenyum pada Marvin sambil melihat ke arah rumah di hadapannya itu.
"Bagaimana, kau suka?" tanya Marvin.
Chandra mengangguk. "Sangat suka, sesuai dengan apa yang aku inginkan." jawab Chandra.
Chandra mengepalkan tangannya di depan Marvin, dan disambut kembali dengan kepalan tangan Marvin.
"Thanks, Bro." ucap Chandra.
"Your welcome," jawab Marvin.
"Ayo, masuk!" ajak Marvin seraya menepuk lengan Chandra.
Keduanya pun memasuki rumah tersebut. Chandra semakin tersenyum lebar melihat setiap sudut dalam ruangan rumah tersebut. Chandra menahan rasa harusnya, akhirnya setelah perjuangan kerasnya ia berhasil membeli rumah sendiri dari hasil kerja kerasnya selama dua tahun terakhir.
Chandra merasa sangat beruntung memiliki sahabat seperti Marvin. Ya, Marvin juga ikut andil dalam membantu usaha perkebunan dan peternakannya di Yogyakarta.
"Tinggal kamu isi barang-barang sesuai dengan yang kamu inginkan, Chan. Aku juga sudah bertemu dengan pemilik bangunan yang akan menjadi kantor untuk memasarkan hasil perkebunan dan peternakan kamu itu," ucap Marvin.
Chandra pun menoleh sekilas. "Terimakasih, Vin. Kamu sudah banyak membantu aku sampai di titik ini," jawab Chandra.
"Issh, itulah gunanya sahabat. Aku sudah menganggap kau dan yang lainnya sebagai saudaraku. Jadi tidak perlu sungkan untuk minta bantuan padaku," jawab Marvin.
"Untuk sementara kau tinggallah di apartemenku," pinta Marvin pada Chandra.
Chandra mengangguk. "Baiklah," jawabnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Rini Ri
the following
2024-03-28
0
Eridha Dewi
next thor
2023-09-11
0