Marvin hanya mengangguk saja, ia tidak berkomentar atau bertanya lagi. Karena ia sedang sibuk memasukkan oleh-oleh tersebut ke dalam goodie bag. Namun tiba-tiba saja Marvin menghentikan gerakannya saat ia teringat sesuatu.
"Oh, iya. Aku hampir lupa kalau waktu itu Vesha mengajak kita berkumpul," ucap Marvin.
Chandra pun langsung menghentikan pergerakannya. "Ayo! Sudah lama juga kita tidak berkumpul seperti dulu," ajak Chandra.
"Hmm, terlebih kita sudah semakin sibuk dengan urusan pribadi dan pekerjaan. Nanti akan aku atur waktu yang tepat untuk kita berkumpul," jawab Marvin.
"Atau nanti malam aku akan membahasnya bersama Vesha," usul Chandra.
Marvin mengangguk. "Boleh, beritahu aku kapan Vesha bisa ikut berkumpul bersama kita. Biar aku juga bisa mengatur jadwalku dan juga Langit," jawab Marvin.
"Ah, ngomong-ngomong soal Langit. Kenapa kamu menyuruhnya untuk menemani Bokap meeting. Bukankah seharusnya itu tugasmu?" tanya Chandra.
"Kalau aku ikut meeting dengan Bokap, terus siapa yang menjemput kamu di bandara?" Marvin bertanya balik pada Chandra.
Chandra terkekeh dan mengangguk, benar juga apa yang dikatakan Marvin. Tapi sebenarnya Chandra tidak mempermasalahkan kalau dirinya tidak ada yang menjemput di bandara. Pulang dengan taxi pun juga bisa.
Chandra kembali menatap ke arah Marvin yang kembali sibuk dengan oleh-oleh bawaannya. Chandra merasa begitu bersyukur karena dipertemukan oleh Marvin dan kedua sahabatnya itu. Mereka selalu membantu dan bahkan tidak pernah membedakan status sosial Chandra. Kecuali saat Sagara yang emosi padanya dulu. Namun Chandra sudah melupakan dan memaafkan Sagara.
Malam pun tiba, sesuai dengan ucapan Chandra tadi siang. Ia akan menemui Vesha di rumahnya, Chandra tidak memberitahukan Vesha kalau dirinya akan datang ke rumahnya.
Chandra sudah keluar dari apartemen Marvin. Malam ini Marvin tidak menginap di apartemen, karena kedua orang tuanya meminta dirinya untuk pulang ke rumah. Chandra tersenyum saat melihat motornya yang sudah sangat lama tidak digunakannya.
"Aku merindukanmu," gumam Chandra seraya menepuk body tangki motornya.
Pria itu pun segera menyalakan mesin motornya, selang beberapa menit Chandra pun menggunakan helm dan segera melajukan kendaraannya keluar parkir apartemen.
Beberapa menit Chandra melaju di jalan raya, kini ia tiba di depan rumah Vesha. Chandra pun menekan bel rumah Vesha sambil mengucapkan salam. Tidak lama Vesha pun keluar, ia tersenyum saat melihat Chandra ada di depan rumahnya.
"Chandra," Vesha langsung segera membuka pintu pagar rumahnya.
"Hai, apa kabar?" tanya Chandra seraya tersenyum.
"Alhamdulillah, baik Chan. Kamu juga apa kabar? Bukannya kamu ada di Yogyakarta?" Vesha berbalik bertanya.
Chandra tersenyum. "Aku juga baik. Iya, aku baru kembali ke Jakarta tadi siang." Jawab Chandra.
Vesha nampak terkejut mendengarnya. "Lho, kamu itu bukannya istirahat malah mampir ke sini. Memangnya kamu gak capek, Chand?" tanya Vesha.
Chandra menggelengkan kepalanya. "Tadi siang aku sudah istirahat, Sha. Oh, iya ini untukmu!" Chandra menyodorkan goodie bag pada Vesha.
"Untuk aku?"
Chandra mengangguk cepat. "Oleh-oleh untukmu, dan aku juga titipkan ini untuk kekasihmu itu." ucap Chandra.
Vesha pun menerima goodie bag untuk Bryan. "Wah, terima kasih." jawab Vesha dengan wajah berbinar.
"Tunggu sebentar, ya! Aku buatkan minum dulu," tambah Vesha.
"Jangan repot-repot, Sha. Aku juga tidak lama," ucap Chandra.
Vesha tersenyum. "Tunggulah sebentar!" pinta Vesha.
Chandra pun akhirnya hanya bisa pasrah dan mengangguk menuruti keinginan Vesha. Benar saja, gadis itu tidak lama keluar dengan dua gelas es sirup dan juga dua toples cemilan untuk mereka.
"Terima kasih," ujar Chandra sambil membantu Vesha.
"Sama-sama, ayo diminum. Aku tahu kamu juga haus," jawab Vesha menggoda Chandra yang hanya ditanggapi tawa dari pria itu.
"Bagaimana hubunganmu dengn Tuan Heinzee?" tanya Chandra.
Vesha bergeming, seketika tatapannya terlihat begitu sendu. Tidak ingin Chandra mengetahui masalah tentang dirinya dan Bryan, akhirnya ia pun tersenyum palsu di depan Chandra.
"Kami baik-baik saja," jawab Vesha yang masih tersenyum.
"Kau sendiri bagaimana? Apakah masih betah menjombie?" Vesha terkekeh menggoda Chandra.
"Kau ini!" kesal Chandra yang juga ikut terkekeh.
Chandra akhirnya menggelengkan kepalanya. "Belum ada semenjak kamu menolak cintaku," jawab Chandra.
Tawa Vesha pun terhenti, jujur saja Vesha merasa begitu bersalah pada Chandra. "Maafkan aku!" ucapnya bernada lirih.
"Eh, b-bukan maksudku begitu, Sha. Aku hanya bercanda, aku bahagia jika kamu juga bahagia dengan Bryan." sahut Chandra.
Chandra pun meraih tangan Vesha. "Sha, bukankah cinta itu tidak harus memiliki. Aku bahagia melihat kamu bahagia, walau bukan denganku. Berjanjilah padaku untuk selalu bahagia," tambah Chandra seraya mengusap punggung tangan Vesha dengan lembut.
Vesha tersenyum lebar dan mengangguk. "Doakan aku, agar aku selalu bahagia bersama dengan pilihan hatiku. Begitupun sebaliknya, aku akan mendoakanmu agar cepat mendapatkan jodoh."
Chandra pun tertawa, begitupun dengan Vesha. Memang pada dasarnya kita harus saling mendoakan untuk sesama. Karena mendoakan kebaikan untuk orang lain merupakan bukti terkuat jika kita menghendaki kebaikan itu untuk orang lain sebagaimana menghendakinya untuk diri kita.
Apalagi di tengah tantangan kehidupan yang semakin beragam dan berbobot. Kali ini Vesha butuh kerjasama dengan Chandra dalam mengatasinya. Karena kerja sama itu tidak saja dalam hal yang sifatnya lahiriah, tetapi juga dalam perkara doa. Semoga saja Tuhan mendengarkan doa-doa mereka.
Tapi tetaplah yakin, kalau kita saling mendoakan. Maka akan tertunaikan secara istiqamah dan berpijak kepada ketulusan dan keikhlasan, maka beragam janji Tuhan kita dapatkan. Yang sangat terasa berupa hadirnya kemudahan di tengah banyak dan beragamnya kesulitan.
"Sha, kapan kita dan yang lainnya bisa berkumpul bersama seperti dulu?" tanya Chandra.
Vesha nampak berpikir sejenak. "Eum, Sabtu atau Minggu aku bisa. Nanti aku izin dengan Bryan," jawab Vesha.
Chandra mengangguk. "Oke, nanti aku tanyakan pada yang lainnya juga. Aku sangat merindukan masa-masa itu," ucap Chandra.
"Hmm, masa dimana kita bisa berkumpul bersama kawan lama." Tambah Chandra.
Malam pun semakin larut, Chandra sudah kembali menuju apartemennya Marvin. Setibanya di apartemen, Chandra langsung mengganti bajunya dan membersihkan wajah serta menggosok giginya.
Chandra berjalan sambil mengusap wajahnya dengan handuk kecil untuk mengeringkan wajahnya yang masih basah.
Chandra meraih laptopnya dan menyalakannya. Namun seketika itu juga tatapannya begitu sendu saat melihat layar laptop yang menampilkan sebuah foto dirinya bersama seorang wanita.
Saat itu juga ia teringat ucapan Ari, teman Chandra saat masih di sekolah menengah atas dulu.
"Aku dengar sekarang Kanza sedang dalam proses perceraian dengan suaminya," ujar Ari
Chandra mengusap wajahnya saat mengingat ucapan Ari. Entah apa yang dirasakan Chandra saat ini, haruskah ia senang mendengar kabar perceraian mantan kekasihnya itu. Ataukah ia harus ikut prihatin atas apa yang menimpa mantan kekasihnya itu.
Chandra menyandarkan kepalanya di headboard tempat tidur. Tatapannya lurus ke luar jendela apartemen.
"Kenapa dengan perasaanku ini, ya Allah?" gumam Chandra seraya mengusap wajahnya dengan kasar.
Telapak tangannya yang satu terkepal kuat, lalu terangkat untuk memukul-mukul pelan keningnya.
"Astaghfirullah, kenapa seperti ini? Apakah aku masih belum bisa mengikhlaskan kejadian masa lalu? Atau aku masih belum bisa melupakanmu, Khanza?"
Chandra memejamkan matanya seraya menghela nafas gusarnya. Tidak seharusnya Chandra kembali larut dalam kesedihan tentang masa lalu. Seharusnya Chandra lebih bisa menyayangi diri sendiri ketimbang orang lain agar dipertemukan dengan orang yang tepat dan mampu menyayanginya. Chandra tidak seharusnya berlama-lama larut dalam kesedihan, karena diri sendiri lah yang rugi. Kanza sudah bahagia dengan orang lain, walau berita terakhir yang Chandra tahu, wanita itu akan bercerai dengan sang suami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Eridha Dewi
lanjut thor
2023-09-14
0