Cinta Jungkir Balik

Cinta Jungkir Balik

Chapter 1

Helaan nafas kasar keluar begitu saja dari bibir gadis berambut lurus sebahunya. Wajah oval dengan sepasang lesung pipi itu tampak mulai frustasi. Bagaimana tidak, dari beberapa judul skripsi yang ia ajukan, seluruhnya ditolak oleh dosen pembimbingnya dalam beberapa bulan kedepan. Sebagai gantinya, mau tak mau ia menerima saran judul skripsi yang diberikan sang dosen. Meski dalam pengumpulan datanya, mungkin saja ia akan mendapati banyak kendala di lapangan.

Laluna, mahasiswa semester akhir dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, menatap nanar pada selembar kertas yang penuh dengan coretan yang dihasilkan oleh karya sang dosen. "Baru ngajuin judul, udah begini amat hasilnya," keluh gadis berumur 21 tahun itu.

Tak ingin membuang waktu yang terasa begitu berharga baginya, Luna bergegas menuju rental komputer yang berada tak jauh dari fakultasnya, ingin mencetak ulang lembaran pengajuan judul skripsi yang baru agar mendapat tanda tangan persetujuan dari sang dosen. Ia masih merasa beruntung, karena dosennya itu berbaik hati mau menunggunya untuk memperbaiki dan mengubah judul skripsi yang harus ia gunakan.

***

Cici menatap barisan kata yang membentuk satu kalimat 'KETERTARIKAN REMAJA TERHADAP KOMUNITAS ANAK PUNK'. Didalamnya juga sudah lengkap dengan tanda tangan dari sang dosen pembimbing. Gadis bermata sipit itu menatap sahabatnya; Luna. Ia tak habis pikir dengan gadis manis bermata bulat berkulit kuning langsat didepannya saat ini. Bisa-bisanya sang sahabat menerima begitu saja saran sebuah judul skripsi yang diberikan oleh dosennya.

"Kamu yakin, pakai judul ini untuk skripsi kamu, Lun?"

"Memang kenapa dengan judulnya, Ci?" tanya Luna dengan santai sambil terus melanjutkan aktivitasnya mencatat materi dari buku yang ia ambil disalah satu rak buku yang ada di perpustakaan kampus.

Cici berdecak kesal melihat sikap santai yang ditunjukan sahabatnya ini. Ia paham seperti apa karakter Luna selama mereka saling mengenal. Luna merupakan gadis ceria, humbel, loyal serta pemberani.

"Kamu gak ngerasa ngerih sama para nara sumbernya, kalau kamu ambil judul skripsi ini? Resikonya lumayan gede loh, Lun," Cici masih berusaha mempengaruhi agar Luna meminta revisi ulang judul skripsi yang sudah ditanda tangani dosen pembimbingnya.

Luna mengubah posisi duduknya, memutar menghadap Cici yang masih menatapnya dengan wajah yang terlihat serius. "Iya, aku tahu. Tapi judul-judul yang aku ajuin ke Pak Bambang, ternyata udah banyak yang pakai. Jadi mau gak mau, aku harus setuju dengan judul yang Pak Bambang kasih. Mau nolak, aku gak berani. Wajahnya Pak Bambang serem banget tau," Luna memanyunkan bibir diakhir kalimatnya.

Memang dikalangan mahasiswa, Pak Bambang adalah salah satu dosen ter-killer yang ada di kampus mereka. Tak hanya terkenal killer, Pak Bambang merupakan dosen yang menganut kesempurnaan untuk tugas-tugas yang ia berikan kepada mahasiswanya.

Cici memandang iba pada Luna yang terlihat sudah pasrah. "Malang bener nasib kamu, dapat dosen pembimbing galak modelan Pak Bambang. Ternyata lo bisa takut juga ya sama orang,"

Tuk,

Pena yang sedari tadi Luna pakai untuk menulis, kini tengah mendarat cantik dikening gadis keturunan Tionghoa itu. Gemas sekali dengan celetukan yang keluar dari bibirnya yang mungil. "Aku gak mau kualat kalau sampai ngelawan dan ngebantah perintah orang tua,"

Cici mencebikkan bibirnya, pintar sekali temannya yang satu ini buat ngeles.

"Besok temani aku hunting tempat, yuk!" Luna menutup bukunya, menyusun kedalam tasnya dengan rapih.

Cepat-cepat Cici langsung mengibaskan kedua tangan sambil menggelengkan kepalanya. "Gak mau. Aku gak mau ikut ketempat orang-orang yang berpenampilan kacau begitu," tolaknya.

Pundak yang tadinya tegap, kini luruh kebawah. Luna kecewa mendapat penolakan dari orang yang ia kira bisa diajak untuk menemaninya. "Please!" Luna memohon, kedua tangannya sudah menangkup didepan dada dengan tatapan menghiba.

"Duuh ... jangan natap aku kayak begitu." Cici langsung melengos, tak ingin melihat tatapan yang bisa membuat hatinya goyah.

Luna benar-benar tahu cara meluluhkan hati Cici. Ia tahu, Cici tak akan setega itu menolak permintaannya. "Cuma besok aja temani aku. Aku cuma mau lihat situasi aja,"

"Enggak, Luna,"

"Please!" Pinta Luna sambil mengedipkan matanya, tatapannya begitu memelas seakan minta dikasihani.

"Tetap enggak, Laluna!"

"Gak asik," sarkas Luna. Ia langsung membenahi buku dan menyusunnya kedalam tas punggung milik dan segera pergi dari perpustakaan karena memang waktu mulai beranjak sore. Ia memutuskan segera kembali ke rumah kecilnya.

Dari dalam angkutan umum yang terjebak macet di perempatan lampu merah, Luna bisa melihat sekumpulan anak punk yang sekedar duduk santai didekat trotoar sambil bercanda ria dengan teman-temanya. Ada pula diantara mereka menghampiri kendaraan yang terjebak macet, pindah dari satu sisi ke sisi lainnya sambil menyanyikan lagu yang mungkin saja mereka ciptakan sendiri, karena Luna sendiri tak pernah mendengar lagu itu sebelumnya dinyanyikan oleh penyanyi manapun.

"Kenapa mereka pada milih hidup di jalanan, sih? Padahal masa depan mereka itu masih panjang,"

Luna mengibaskan tangan tepat didepan wajahnya. Angkot yang penuh oleh penumpang begitu terasa sesak dan membuat siapapun pasti ajan merasa gerah. Dari tempat duduknya, gadis itu terus memperhatikan tiga pemuda yang berpenampilan begitu nyentrik. Hingga beberapa saat ketiga anak punk itu sudah berada tepat didepan pintu angkot yang ia tumpangi.

Luna begidig ngerih melihat tato-tato yang menghiasi kedua tangan dan sebagian wajah ketiga anak punk yang ada dihadapannya. Mereka berbagi tugas, ada yang memainkan ukulele dengan begitu piawai, ada yang bertugas menyanyikan lagu dan yang satunya lagi membawa bungkusan permen yang sudah kosong sebagai wadah uang saweran yang diberikan oleh pengendara.

Tangan ramping gadis itu merogoh saku celananya, meraih uang pecahan dan memberikan selembar uang berwarna abu-abu saat bungkusan permen kosong itu terarah padanya.

"Terima kasih, Mbak Cantik. Kita doakan si Mbak-nya semakin cantik tiap harinya,"

Celetukan anak punk itu membuat Luna terkikik geli. Mudah-mudahan ia bisa mendapatkan nara sumber yang ramah untuk mengisi data skripsinya.

***

Keesokannya, Luna tak lantas putus asa untuk membujuk Cici agar mau menemaninya hunting lokasi. Setelah terjadi drama bujuk membujuk, siang menjelang sore, kedua sahabat tersebut sudah berada disebuah kawasan Ibu Kota yang mudah untuk keduanya menemukan gerombolan orang-orang berpenampilan nyentrik. Karena tempat yang mereka datangi memang terkenal dengan tempat berkumpulnya para anak punk.

Disepanjang jalan yang mereka susuri, Luna dan Cici tak pernah luput dari tatapan-tatapan yang sulit untuk keduanya artikan.

"Lun!" Cici bersuara lirih sambil meraih jemari tangan Luna. Ia mulai tak nyaman dengan tatapan yang seakan sedang mengulitinya. "Balik aja, yuk!"

"Nanggung, Ci. Kita udah sampai sini," sahut Luna tak kalah lirih.

"Ya ampun ... ngerih banget aku lihat rambut mereka yang berdiri tegak begitu, rame banget warnanya kayak pelangi. Kalau ada balon mendarat diatasnya, pasti langsung meledak. Belum lagi tato-tato yang full begitu, udah kayak kain batik aja," ejek Cici pada penampilan anak-anak punk yang terlihat aneh dimatanya. Tentunya Cici hanya berani bicara dengan suara rendah, terkesan seperti sedang berbisik.

Luna sampai tergelak mendengar kata-kata yang keluar dari bibir julid sahabatnya itu.

...To Be Continued...

Terpopuler

Comments

Aminah Adam

Aminah Adam

hadir thoor

2023-10-01

0

💗vanilla💗🎶

💗vanilla💗🎶

hadir ni thor 😊

2023-09-24

0

Siti Alfiah

Siti Alfiah

assalamualaikum ini dah mampir thorrr,salam sehat dan sukses selalu aamiin.

2023-09-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!