Bruuugh,
"Aaaaghh ...," e-rangan keluar begitu saja dari mulut Luna. Gadis merasakan kebas dibagian bo-kong dan punggungnya.
Ternyata tempat tidur berukuran singel yang ia tempati tak cukup luas lagi baginya. Bukan sekali dua kali ia terjatuh dari atasnya. Kalau saja tubuhnya bisa bicara, pasti sudah melayangkan protes pada Luna yang bergerak terlalu lincah ketika tidur.
"Wajib minta uang tambahan sama Ibu nih kayaknya, buat beli tempat tidur yang lebih gedean lagi," keluhnya, masih dalam posisi telentang didasar lantai.
Ia sempatkan menoleh sesaat kearah jam dinding. Dua bola mata Luna langsung membola saat jam sudah menunjukkan pukul 05:30. Ia mulai panik, dengan gerakan terburu, Luna bergegas pergi ke kamar mandi sambil menggerutu. "Kalau gak jatuh dari tempat tidur, alamat aku benar-benar bangun kesiangan. Mungkin beginilah cara Allah menegurku."
Seperti biasa, usai melaksanakan ibadah shalatnya, gadis berambut lurus sebahu itu langsung menuju ke dapur untuk menyiapkan keperluan perutnya.
Helaan kasar keluar dari bibir tipisnya saat melongokkan kepala didepan lemari pendingin. "Ya Allah, begini banget hidup sendirian,"
Tak ingin terlalu lama meratapi nasib, Luna membawa langkahnya menuju pasar guna membeli segala kebutuhan untuk seminggu kedepan. Beruntung saat ini ia tidak terlalu aktif untuk datang ke kampus, jadi ia bisa sedikit bersantai tanpa harus merasa sedang dikejar waktu.
Senyum puas terukir dibibirnya setelah mendapatkan barang belanjaan yang ia butuhkan. Bergegas ia kembali kerumah agar bisa mengolah daging dan sayuran yang ada didalam kantong belanjaannya.
Dengan penuh kehati-hatian, Luna melangkah menghindari beberapa genangan air yang menghadang jalannya, dengan mata yang selalu awas memperhatikan jalanan didepannya.
Pagi ini pasar masih begitu padat pengunjung. Mata bulat Luna melihat sebuah pemandangan yang bisa membuat hatinya menghangat seketika. Tak jauh darinya, ia bisa melihat salah satu interaksi antara seorang laki-laki yang mungkin adalah cucu dari wanita tua yang sedang bersamanya. Keduanya terlihat begitu akrab di mata Luna. Hal itu terlihat begitu manis baginya, Sesekali tangan sang cucu merangkul pundak si nenek untuk melindunginya dari tabrakan orang yang berlalu talang dengan tergesa.
"Ternyata masih ada cowok se-care itu sama neneknya,"
***
Sesuai dengan janjinya, siang ini Luna akan menemui orang-orang yang kemarin ia jumpai. Kali ini ia akan pergi sendiri tanpa ditemani sang sahabat. Ia sadar, Cici juga memiliki kesibukan sendiri. Selain itu, Luna bisa merasakan bahwa sahabatnya terlihat enggan untuk berbaur dengan orang-orang yang notabennya memiliki image buruk dimata masyarakat.
[Rosa! Mbak OTW kesana.]
Sepenggal pesan Luna berikan kepada salah satu respondennya. Ia berharap, urusannya bisa berjalan lancar selama sebulan kedepan.
Ting,
[Ok, Mbak. Kita tunggu ditempat kemarin]
"Cepat juga respon nih anak," Luna bergumam saat melihat balasan pesan dari Rosa.
Tak ingin membuang-buang waktunya yang berharga, Luna bergegas ketempat yang akan ia tuju. Sebelum beranjak, ia memeriksa kembali perlengkapan dan keperluan yang dibutuhkan saat sesi wawancara nanti.
"Done. Semoga nanti gak ada kendala,"
Terbesit rasa was-was dalam hatinya. Kali ini, ia akan pergi ke kawasan yang mungkin saja berbahaya. Tapi ia menguatkan tekatnya. Ini semua demi skripsinya, demi masa depannya.
***
Luna mengerang kesal, entah sudah yang keberapa kali ia merutuki kebodohan yang dilakukannya. Tadi, karena terlalu asik dengan pikirannya sendiri, Luna sampai melewatkan dimana seharusnya ia turun. Hari ini, kesialannya datang bertubi-tubi dan sekarang ia lupa harus masuk ke gang yang mana agar bisa sampai ketempat janji temu dengan teman-teman barunya.
"Ya ampun, Lun. Belum jadi nenek-nenek, udah pikun kayak gini," Luna menggerutu disepanjang langkahnya.
Gadis itu berhenti sejenak saat mendapati segerombolan anak punk dengan tampilan yang mengerikan. Ia begidig ngeri melihat rambut meraka yang terlihat acak-acakan, kulit terlihat kusam dan dekil seperti tak pernah dibersihkan. Belum lagi tato yang menghiasi tangan dan wajah, serta banyaknya tindikan diarea wajah mereka.
Suuiit... suuiit...
"Mbak cantik! Mau kemana nih? Mau abang antar gak?" goda seorang pria diantara mereka, disambut gelak tawa teman-temannya.
"Mampir sini dulu aja, Mbak. Gabung sama kita-kita," sahut yang lain, ikut menggoda Luna.
Bulu kuduknua meremang melihat seringai-seringai yang mengerikan itu. Ia mempercepat langkahnya menjauh dari kumpulan orang-orang yang begitu mudah menyia-nyiakan masa depannya begitu saja. Luna mempercepat langkahnya, mengabaikan panggilan-panggilan yang semakin membuatnya merinding.
"Duh ..., aku ada dimana ini?" Luna menoleh kebelakang, memastikan tidak ada dari mereka yang mengikutinya. Ia mengeluarkan ponsel, segera mengirim pesan kepada Rosa.
[Sa! Bisa sherlock tempat kalian? Mbak nyasar]
Luna merasa lega, Rosa begitu fast respon kepadanya. Gadis itu langsung membagi lokasi dimana mereka sekarang.
Berbekal alamat yang ia dapat dari Rosa, Luna melanjutkan perjalanannya. Ia semakin dalam masuk kedalam sebuah gang. Keningnya mengerenyit, heran karena semakin lama, gang yang ia lalui semakin sempit dan terlihat begitu kumuh.
"Apa aku salah jalan lagi?" Luna menghelah nafas kasar. "Ya Allah ..., begini banget nasib aku," ingin rasanya Luna menangis saat ini. "Sepi banget lagi. Pada kemana semua orang sih? Gak mungkin masih pada tidur 'kan?"
[Sa! Sherlock yang kamu kirim udah tepat gak sih? Sepanjang jalan kok sepi banget? Makin lama, gang yang Mbak lewati makin sempit] Luna mengirim pesan sambil celingukan kesana kemari.
Bruuugh,
Belum sempat ia membaca balasan pesan dari Rosa, Luna sudah dibuat kaget. Langkah kakinya terhenti dengan kedua mata yang sudah membeliak. Didepan sana, tak jauh dari posisinya sekarang, ia mendapati seorang pemuda sudah terkapar di atas tumpukan kardus-kardus kosong.
"Bangun lo! Berani-beraninya lo nguping omongan orang, ya!" sentak seorang pria berbadan gempal, tampilannya terlihat sangar, mencengkram kerah baju pemuda itu.
Buuugh,
Pukulan balasan berhasil mendarat ditubuh gempal si preman.
"Aaaakhh...," pekikan Luna mengalihkan perhatian orang-orang yang sedang bertikai itu kearahnya. Sontak Luna meringis ngerih mendapati tatapan horor dari mereka.
"Woi! Ngapain lo ngerekam kita-kita?" sentak preman lainnya saat melihat Luna menggenggam sebuah ponsel ditangannya. Tatapan itu begitu mengerikan bagi Luna.
Mata Luna kian membeliak, ternyata disana tidak hanya ada satu preman, disekitar dua orang yang tengah berseteru itu masih ada tiga orang preman lagi.
"Enggak, enggak." Luna gelagapan sambil menggelengkan kepalanya cepat. Ia takut menjadi sasaran para preman itu. "Aku gak ngerekam apa-apa. Aku hanya kebetulan lewat,"
Perlahan, Luna memundurkan langkahnya, bersisp untuk kabur dari sana. Jika disuruh melawan seorang preman, mungkin ia masih mampu. Tapi kalau melawan empat preman sekaligus? Itu cari mati namanya.
"Tangkap tuh cewek!" perintah preman yang pertama kali Luna lihat kepada temannya yang lain.
Luna semakin panik saat dua preman merengsek maju dan mencoba menyergapnya.
"Aaaaaaa ...,"
Tubuh Luna langsung berbalik saat tangannya ditarik paksa oleh pemuda yang tadi terlempar keatas tumpukan kardus.
"Ayo, lari yang kencang!" Seru pemuda itu. Ia terus menarik tangan Luna dan membawanya menghindar dari preman-preman yang terus mengejar mereka.
"Kita mau kemana?" tanya Luna yang terus ikut berlari.
Pemuda itu menoleh kearah Luna yang ada dibelakangnya. "Kabur," sahut pemuda itu tanpa beban, tak ada sedikitpun rasa takut dari raut wajahnya. "Lo cepetan larinya, jangan kayak keong," sentak pemuda itu.
"Enak aja bilang aku kayak keong," Luna mulai kesal dengan pemuda disampingnya ini. Nafasnya mulai tersengal dan laju larinya mulai melambat. Luna bisa mendengar decakan kesal dari pemuda didepannya.
"Aaaaa ...," langkah Luna tertahan saat seorang preman berhasil meraih ranselnya membuat cekalan tangan si pemuda terlepas begitu saja.
"Mau kabur kemana, lo?" mata si preman melotot garang.
"Hei! Lepasin tuh cewek," sentak si pemuda.
Si preman mengecilkan dagunya, memberi kode pada rekannya akar menghajar si pemuda. Baku hantam tak terelakan lagi.
Melihat si pemuda mulai kewalahan melawan tiga preman bertubuh gempal sekaligus, Luna mencoba memberi perlawanan terhadap seorang preman yang masih mencekal lengannya dengan kencang. Digigitnya lengan besar itu sekuat yang ia bisa. Berhasil, cekalan itu akhirnya terlepas.
"Aaaghh ...," si preman mengerang kesakitan. "Breng-sek!"
Luna menoleh kearah pemuda yang hampir berhasil melumpuhkan semua lawannya. Ia merasa senang akan hal itu.
"Aaaghh ...." Kepala Luna terdongak saat rambut lurusnya ditarik begitu kasar. Bibirnya tak henti meringis. Tangan rampingnya terus mencoba memberikan perlawanan. Merasa tak tahan lagi, Luna memakai jurus pamungkasnya. Dengan kekuatan penuh, Luna mengangkat lututnya dan memberikan tendangan telak kearah benda keramat si preman.
"Aaaghh ...," lagi, si preman mengerang kesakitan sehingga cekalan tangannya terlepas dari rambut Luna.
Buuugh,
Buuugh,
Bruukh,
Tak lama, si pemuda berhasil melumpuhkan lawannya. Melihat ada kesempatan, si pemuda menarik kembali lengan Luna. Berlari menjauh dari preman-preman yang ingin mencelakai mereka. Cukup jauh keduanya terus berlari tak tentu arah agar tak tertangkap kembali oleh preman-preman itu.
Sesekali Luna menoleh kebelakang, takut preman-preman itu mengejar mereka kembali. Merasa hampir tak sanggup, Luna berhenti, tubuhnya lantas membungkuk dengan kedua tangan bertumpu pada lututnya. Begitupun dengan si pemuda, ia terlihat mengatur nafasnya yang sudah memburu.
"Hooosss ... hooosss ...," nafas keduanya sudah tersengal.
"Woi! Berhenti!"
Mendengar seruan itu, mata Luna dan si pemuda membeliak. Mau tak mau, mereka harus kembali berlari.
Mereka mengurangi kecepatan saat akan melalui belokan. Samar-samar keduanya mendengar suara sirine. Ada harapan bagi keduanya bisa terlepas dari kejaran para preman itu.
"Kita lari ke jalan raya. Minta bantuan polisi," usul Luna. Kakinya mulai terasa tak mampu lagi untuk terus berlari.
"Ayo, cepat! Jalannya udah kelihatan,"
Suara sirene mobil semakin terdengar jelas. Semoga saja mereka tidak terlambat untuk mendapat pertolongan.
Saat sudah berhasil sampai ditepi jalan, Luna dan pemuda asing itu sama-sama melongo melihat mobil dengan suara sirinenya.
"Ya ampun, kenapa malah mobil damkar?" Luna terlihat kebingungan, apalagi para preman itu semakin mendekat kearah mereka.
"Gak ada polisi, damkar pun jadi." Pemuda asing itu berlari dan berdiri ketengah jalanan sunyi. Ia merentangkan kedua tangannya untuk menghentikan laju mobil damkar untuk mendapat pertolongan.
"Astaga! Sableng nih cowok,"
...To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Ana_Mar
apa itu raja yang ajak luna kabur? begitu juga cowok yang di pasar orang yang samaan juga?
isshhh gegara dosen ga ada akhlak bisa-bisa mahasiswiii looo di kasih judul dengan anak2 punk.
2023-09-14
1
Yunia Afida
jodoh luna ni
2023-09-13
0
vietha
lanjut..lanjut thorr🫰🫰🫰
2023-09-13
1