5. Gelar Karya

Sebuah Rasa kadang menyusup dengan cara yang paling aman dan tidak disadari oleh orang lain, jangankan orang lain pelakunya sendiri kadang tidak peka untuk menyadarinya.

•••

Amira melangkah dengan cepat, dia datang sedikit terlambat dari janji yang sudah dia ucapkan. Hal ini membuat dia tergesa-gesa.

"Assalamualaikum," salam Amira memasuki stan milik anak boga.

"Maaf Ibu terlambat," kata Amira seraya memasang peniti nama di jilbabnya.

"Gak kok Bu, baru lima menit." Jawab Juwita dengan pelan. Dia masih memasang garnis di piringnya.

"Lima menit itu waktu, Ju. Bisa buat nyuci baju seember. Jadi namanya tetap terlambat." Amira menyahut sambil menata bunga hias di meja.

"Ya tapi dikit Bu. Gak mikir-mikir amat." Amira hanya menggelangkan kepalanya.

"Semua siap?" tanya Amira mengapa ke sekeliling.

"Siap Bu," jawab mereka serempak membuat Amira tersenyum.

"Brosur sudah dibagi?" tanya Amira kepada Nita.

"Sudah Bu."

"Baiklah, kita menempati tempat yang sudah ditentukan dan sebagain yang tidak berjaga dan menyiapkan es warna bisa mengikuti upacara pembukaan bersama Bu Rina."

"Ke mana Bu?"

"Di aula, Bu Rina Insya Allah sudah ada di sana." Amira melihat beberapa anak bersiap di tempat dan beberapa berjalan keluar stan untuk mengikuti upacara pembukaan.

"Bu Am," panggil Deni salah satu anak kelas sepuluh mendapati Amira yang sedang memasang benner di depan stan.

"Iya," kata Amira membalikan tubuhnya. Deni adalah salah satu siswa yang dulu ingin masuk ke kelas boga, namun dia tidak jadi karena semua anak boga perempuan dan dia satu-satunya calon siswa yang berkelamin cowok.

"Bu Am hari ini cantik," kata Deni dengan senyum polosnya. Amira memang sudah dekat dengan Deni karena keramahan dan ringan tangannya.

"Jadi kemarin-kemarin saya gak cantik?" tanya Amira dengan nada sengit yang dibuat-buat.

"Cantik kok, tapi hari ini lebih cantik dan lebih muda." Amira menatap ke arah Deni dengan melotot. Di mana ada seorang siswa merayu terang-terangan gurunya.

"Oh, berarti kemarin saya terlihat tua," kata Amira dengan sarkas. Deni kelabakan kemudian dia menggelengkan kepalanya.

"Bu Amira lebih mudah kok kemarin dari pada Bu Mala. Tapi hari ini lebih muda lagi bahkan kalau tidak memperhatikan dengan jelas Bu Am mirip sama siswinya." Deni berkata sambil menunduk dan berbisik.

"Oh jadi saya tua," kata Nirmala yang sudah berdiri di dekat pintu masuk sambil melipat kedua tangannya di dada, jangan lupa ekspresi galaknya.

"Oh mati aku," kata Deni sambil menepuk dahinya mendrama.

"Apa? Mau alasan apa?" kata Nirmala mendekati Amira dan Deni.

"Bu Mala memang lebih tua, tapi lebih cantik kok." Nirmala tertawa terbahak-bahak.

"Kamu itu jangan merayu guru, rayu cewek seusia kamu. Sukanya kok sama tante-tante." Deni meringis kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Amira hanya menggelengkan kepalanya.

"Aku masuk duluan," kata Amira hendak meninggalkan Deni dan Nirmala.

"Den, tadi saya minta tolong apa?" tanya Dinan yang sudah bergabung dengan mereka membuat Amira menoleh kemudian dia berjalan kembali masuk ke dalam stan meninggalkan mereka.

"Bu, Bu," panggil Deni yang sudah tak didengar oleh Amira.

"Kan jadi lupa, Bu Nirmala sih." Deni dengan santainya menyalahkan Nirmala kemudian dia dengan santai melenggang pergi.

Amira sedang menata tumpukan nasi yang sudah dibungkus. Sesekali dia ngobrol dengan Juwita yang sejak tadi menceritakan hal-hal lucu yang membuat dia tertawa.

"Kamu kenapa ngikut," kata Nirmala mendekati Amira.

"Aku kan mau beli makan."

"Tumben Pak Dinan mau ke tempat gelaran." Nirmala mencolek bahu Amira.

"Kan kamu yang ngasih brosur ke bunda." Nirmala hanya memutar bola matanya, dia tahu benar jika Dinan tidak akan berada di sini tanpa alasan pasti. Lelaki yang tak pernah mau bersinggungan dengan banyak orang itu pasti lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan dari pada di acara bazar seperti gelar karya.

"Aku mau nasi, ayam rica-rica, sama tahu bulat ya!" Amira menatap Nirmala kemudian menoleh ke arah Juwita.

"Buat sarapan atau bagaimana?"

"Makan sekarang," kata Nirmala.

"Di sana ada stan prasmanan." Amira menunjuk ke wilayah selatan.

"Oh, baiklah. Oh ini pak Dinan sepertinya mau memborong." Nirmala berkata dengan nada licik, namun Amira tahu benar bahwa Nirmala sedang bercanda.

"Wah boleh sekali," kata Juwita antusias, Amira menoleh ke arah Juwita kemudian menoleh ke arah Nirmala yang tersenyum.

"Baiklah, temani pak Dinan Ju." Amira berkata sambil menyentuh lengan tangan Juwita pelan dan disambut senyum bahagia.

"Oh no, Juju nemenin Bu Mala. Jadi sebaiknya kamu yang menemani pak Dinan." Amira menatap wajah Nirmala heran.

"Ini masih pagi, saya harus menyambut pelanggan."

"Saya juga pelanggan ini," kata Dinan membuat Amira tidak enak hati, sedang Nirmala hanya nyengir kemudian menarik tangan Juwita.

"Tenang saja, Dinan orang yang asik diajak bicara soal makanan." Amira menoleh ke arah Nirmala yang tersenyum bahagia kemudian menoleh ke arah Dinan yang memasang wajah datar.

"Baiklah, mari lewat sini," kata Amira menunjukan jalan.

"Bapak mau mencari menu apa?"

"Mau lihat-lihat dulu," jawab Dinan. Amira mengangguk kemudian dia membawa Dinan ke rak yang berisi display olahan tahu.

"Ini olahan tahu, Pak. Di mana kreatifitas siswa mengelola tahu sebagai bahan dasar." Amira menjelaskan dengan garis besarnya.

"Dari semua ini mana yang rasanya paling enak."

"Kalau soal rasa beranekaragam. Akan tetapi kalau menurut saya semua tergantung selera. Kalau saya lebih suka tahu bala-bala. Karena rasanya pedas."

"Jadi kamu penyuka pedas?"

"Tidak juga," kata Amira kemudian dia mengambil piring kecil.

"Mungkin Bapak mau mencoba, mari ke sana di sana ada tester." Amira menoleh ke arah Dinan yang bertepatan dengan Dinan juga menoleh. Kemudian suasana menjadi canggung karena tak kunjung ada yang bersuara.

"Pak Dinan dan Bu Mira," panggil salah satu siswi membuat keduanya menoleh.

"Iya," jawab keduanya berbarengan, kemudian keduanya saling bertatap kemudian tertawa kecil, walau terasa canggung.

"Oh so sweet banget," komentar Dila dengan wajah berbinar.

"Kamu mau apa?" tanya Amira menghilangkan canggung.

"Mau minta foto," kata Dila sambil nyengir.

"Mana kamera kamu, saya yang memotret!"

"Wah Bu Mira yang terbaik," kata Dila memberikan kameranya. Amira segera mengambil foto setelah Dila berpose di samping Dinan.

"Ini, masih mau lagi?" tanya Amira yang dijawab gelengan kepala.

"Ganti saya minta tolong," kata Dinan mengulurkan ponsel pintarnya kepada Dila. Amira tidak menduga jika guru sederhana itu seperti anak muda pada umumnya, gila selfie.

"Ayo pak berpose," kata Dila antusias. Dinan mendekat ke arah Amira kemudian memposisikan tubuhnya dibelakang tubuh Amira separuh sehingga nampak seperti pasangan.

"Waaah," kata Dila antusias membuat Amira tersenyum canggung.

"Terima kasih." Dinan menatap layar ponsel kemudian memasukkan ke dalam kantong.

"Kalau kue," kata Dinan membuat Amira tersadar dari lamunannya.

"Oh maaf, sebelah sana." Amira menunjuk dengan salah tingkah.

"Ada tema apa dengan aneka cake?"

"Oh, ini pengembangan dari resep bolu." Amira menoleh ke arah Dinan yang tengah mengamati display kue yang ada di depannya. Entah mengapa, rasanya ada yang berbeda ditatapan Amira.

"Ini hanya sepotong?" Amira tergagap saat Dinan menoleh ke arahnya.

"Oh, iya hanya sepotong." Amira menjawab dengan gugup, dia menghela napas lega saat Dinan kembali menatap berbagai kue yang nampak indah.

"Anda berminat?" tanya Amira tak enak hati.

"Iya, kamu bisa menemani saya makan?" Amira menatap wajah Dinan heran.

"Tidak enak rasanya makan sendiri," kata Dinan, Amira mengangguk mengerti.

"Maaf tapi kalau saat ini tidak bisa, pengunjung sedang ramai." Amira mengutuk ucapannya, mengapa dia dengan mudah menerima ajakan Dinan.

"Baiklah ini daftar makanan titipan ibu saya, nanti kalau sudah serahkan kepada bu Mala." Amira menatap Dinan tak percaya, jadi sebenarnya Dinan sudah memiliki daftar tanpa harus keliling.

"Dan pilih kue juga minuman. Nanti temani saya saat waktu istirahat." Amira menatap kertas yang ada di tangannya dengan heran kemudian dia menoleh ke arah Dinan yang sudah melangkah pergi.

"Kenapa Bu?" tanya Juwita menatap sang guru heran.

"Tidak ada, bantu yuk Ju!" Amira membuka kertas yang ada di tangannya kemudian dia mengambil kotak sesuai dengan daftar menu.

"Oh ya Ju, tolong sisakan brownies coklat orisinal dua dan sari buah kocok ya." Amira berkata menoleh ke arah Juwita.

"Masing-masing dua?"

"Iya, gak sekarang tapi untuk nanti saat istirahat."

"Mau nambah lagi, Bu?" tanya Juwita dengan nada ala pelayan kafe.

"Sudah terima kasih." Amira menjawab sambil terkekeh geli. Kemudian dia kembali menekuni daftar pesanan Dinan.

"Banyak sekali, Bu?" tanya Rina mendekati Amira.

"Pesanan pak Dinan, Bu."

"Siapa yang ngantar pesanan?" Rina membantu mengambilkan beberapa jenis lauk.

"Tadi katanya suruh nitip ke bu Mala."

"Siapa yang nyuruh?"

"Pak Dinan."

"Pak Dinan tadi kemari?" Amira mengangguk ragu, dia heran dengan pertanyaan Rina yang nampak terkejut.

"Kenapa Bu?" Amira mengikat kantong plastik.

"Tumben saja, ini pertama kali sejak pak Dinan ngajar di sini." Amira mengangguk dan mendengar ucapan yang keluar dari bibir Rina sebelum meninggalkannya.

"Aneh."

-------

Terpopuler

Comments

Jumarni

Jumarni

kayaknya dinan suka bu almira

2020-09-08

0

Reanza

Reanza

Baca sampai sini dulu

2020-06-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!