2. Si Pendiam

"Diam itu emas. Allah menciptakan satu mulut dan dua telinga, dengan hikmah kita harus banyak mendengar daripada berbicara."

••••

"Sudah sholat?" tanya Rina guru boga di bidang pengelolaan makanan.

"Belum Bu." Amira menjawab sambil meletakan beberapa proposal anak didiknya untuk acara gelar karya akhir semester.

"Sholat saja dulu, nanti kita baca ulang. Saya tidak sholat soalnya," kata Rina dengan nada keibuan. Ya, Rina adalah wanita berusia awal empat puluh jadi jiwa keibuannya tampak kental dibandingkan dengan Amira yang baru berumur dua puluh empat tahun.

Amira mengangguk kemudian dia mengambil mukena yang ada di laci, "tunggu aja sebentar. Tadi saya sudah SMS bu Fina untuk sholat bersama." Amira mengangguk tanda mengerti. Rina hanya tersenyum kecil melihat tanggapan partner gurunya selama sebulan ini.

Amira adalah sosok pendiam tapi juga banyak bicara. Amira akan diam jika diam tidak diajak bicara atau membicarakan hal yang tidak dia kehendaki, namun dia akan menjadi lawan bicara yang seru di berbagai hal yang dia kehendaki. Amira cenderung banyak bicara jika berinteraksi dengan anak-anak didiknya karena memang hal itu yang dibutuhkan saat kita terjun langsung ke dapur.

Amira kembali duduk, dia menunggu guru dari ketrampilan lain sambil membuka ponselnya. Dia membuka aplikasi *******, aplikasi yang dia gunakan untuk menyalurkan hobi membaca. Amira terhanyut pada salah satu cerita dia melupakan hal yang sedang dia lakukan yaitu menunggu.

"Bu Mira," panggil Rina membuat Amira menekan tombol back dan tersenyum tanda mengerti. Kemudian Amira berpamitan keluar ruangan bergabung bersama guru-guru lainnya yang akan pergi ke masjid sekolah.

"Bagaimana persiapan gelar karya, Boga?" tanya Nirmala salah satu guru yang usianya tak jauh dengan Amira.

"Masalah dekorasi dan kepanitiaan sudah terbentuk, hanya tinggal mengoreksi beberapa menu yang diajukan anak-anak." Amira menjawab dengan jelas.

"Konsep baru atau konsep sama seperti sementar yang lalu?"

"Ada yang baru, nanti beberapa anak akan melakukan demo masakan sesuai dengan menu pilihan pembeli. Jadi pembeli bisa melihat masakan yang dibeli dikelola dengan benar atau tidak. Terus ada hal baru lagi kok  terlalu panjang kalau dijelaskan." Amira tersenyum tipis kemudian menunduk.

"Santai saja sama saya Bu Mira. Toh usia kita tidak  berjarak jauh," kata Nirmala melihat kecanggungan yang mulai nampak dari sikap Amira.

"Bu Mira asal mana?" tanya Nirmala.

"Saya dari luar kota Bu, kalau Bu Mala?"

"Saya Deket kok, di perumahan Puspa."

"Yang ada di jalan Handayani itu ya, Bu?"

"Iya, main kalau luang. Saya di blok A2 nomor 123." Amira tersenyum tipis sambil mengangguk.

"Kalau kamu tinggal di mana?" tanya Nirmala.

"Saya dulu kuliah di universitas Kota. Jadi selama setahun ke depan masih ada kontrakan hasil patungan sama teman."

"Jauh banget universitas Kota ke sini," komentar Nirmala.

"Ya lumayan, tapi kan saya masuk siang jadi tidak terlalu repot." Nirmala mengangguk kemudian keduanya berpencar dari guru yang lain saat di tempat wudhu.

"Hari ini jadwal pak Dinan yang jadi imam sholat, jadi pasti masjid penuh."

"Ya, siapa juga yang mau melewatkan suara merdu pak Dinan."

"Eh, pak Dinan masih single loh, bisa digaet."

"Emang situ mau punya suami guru sendiri?"

"Kan gak ada salahnya, toh mbak Siska anak kelas duabelas pacaran sama pegawai TU."

"Ya, nambah sejarah begitu gak papa."

Amira hanya menggelengkan kepalanya mendengar sekelompok siswa yang sedang berbincang sesuatu yang sangat aneh menurutnya. Bukan karena ada murid yang menyukai gurunya hanya saja karena murid itu memiliki niat yang tidak tulus menurut Amira.

"Kenapa?" tanya Nirmala setelah membenarkan posisi jilbabnya.

"Gak papa," kata Amira maju untuk wudhu.

°°°

Amira masuk ke dalam ruangan ketrampilan sambil menunduk, dia tidak akan heran jika para siswi menyukai sosok guru bernama Dinan. Karena selain bersuara merdu ternyata memiliki wajah yang lumayan enak dipandang. Bukan sekedar enak dipandang namun menenangkan saat dipandang. Tapi, semua itu tidak bisa mengusik hati Amira yang sudah ditutup dengan rapat dan membangun dinding-dinding pembatas yang kokoh.

"Assalamualaikum," salam Amira masuk ke dalam ruangan yang sudah berisi beberapa siswi yang sudah berganti kostum ketrampilan.

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh."

"Proposal udah dikoreksi semua, Bu?" tanya Amira setelah meletakkan mukena.

"Tinggal menentukan menu dan menunjuk anak yang bertugas untuk demo masak. Sepertinya kita ambil dari kelas sebelas semuanya." Amira menoleh kemudian mengangguk.

"Memangnya anak kelas sepuluh belum siap Bu?" Rina menoleh sejenak.

"Kelas sepuluh masih pengelolaan bahan berat. Seperti pengelolaan masakan sederhana." Amira mengangguk kemudian dia mulai membuka proposal daftar menu. Dia sesekali menatap anak didiknya yang saat ini tengah konsentrasi mendengarkan penjelasan Rina tentang rencana konsep yang dipakai saat gelar karya.

"Jadi untuk kelas sepuluh nanti hanya menjaga standar saja, dan bagian demo masakan Ibu ambil dari kelas sebelas." Amira melihat berbagai ekspresi dari wajah yang duduk di depannya. Dia tahu kemampuan anak kelas sepuluh belum setara dengan kemampuan kelas sebelas yang sudah lebih dari satu tahun yang mendalaminya.

"Nanti kalian yang resepnya sudah di ACC oleh Bu Mira kalian bisa pindah ke ruang samping melihat chef Ardi melakukan demo sebagai materi praktikum akhir semester satu." Amira berdiri sambil membawa tumpukan kertas yang berisi dua resep. Satu resep masakan tradisional dan yang satu adalah masakan kontinental.

"Maaf, ketua kelas bisa membagikan kemudian yang sudah bisa langsung pindah ruangan." Amira mengatakan sambil memberikan tumpukan kertas kepada Aina ketua kelas boga satu.

"Bu Amira mau pindah ke ruang sebelah?"

"Iya, saya tadi diminta chef Ardi untuk mendokumentasikan." Bu Rina tersenyum kemudian mengangguk tanda setuju. Amira mengambil ponselnya dan memasukkan ke dalam saku kemudian berpamitan kepada  Rina yang sedang mengoreksi laporan wirausaha.

Amira berjalan sambil menunduk karena merasa lantainya sedikit lengket, terlihat dari langkahnya yang sedikit kesulitan.

"Kenapa Bu?" Tanya pak Agus, guru tata busana.

"Ini Pak, lantai sedikit lengket." Amira berkata sambil menunduk menatap kakinya yang terbungkus kaus kaki.

"Oh mungkin tadi ngepelnya kurang bersih." Amira mengangguk kemudian Agus berjalan lebih dulu menuju ruangan yang berada di samping ruangan yang dituju Amira. Keduanya saling mengangguk saat berpamitan.

Amira berdiri tepat di pintu saat chat Ardi juga sedang di depan pintu, membuat keduanya terkejut.

"Baru saja saya mau menyusul ke sana." Chef Ardi berkata dengan sopan untuk menghilangkan rasa canggung beberapa saat.

"Maaf," kata Amira kemudian dia masuk ke dalam ruangan.

"Mixer yang besar ada, bukan yang manual?"

"Ada di ruang alat. Mau diambilkan?"

"Tidak perlu, biar saya meminta tolong pada salah satu siswa." Amira mengangguk kemudian dia mengambil duduk di paling belakang agar bisa melihat dengan jelas dan video akan terlihat lengkap. Amira duduk sambil mengutak-atik kameranya, dia ingin mendapatkan sport yang bagus dengan pencahayaan yang baik.

"Tadi bahasa Indonesia ulangan di kelas kamu?" tanya salah satu siswi. Amira mengamati, dia ingin tahu apakah sekelompok anak itu akan saling membocorkan informasi tentang ulangannya.

"Sulit gak?"

"Lumayan mudah kok, sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh pak Dinan."

"Dlo, di kelas kamu pak Dinan yang ngajar?"

"Iya, di kelas kamu siapa?"

"Bu Mina, kan beliau wali kelasku. Wah enak ya diajar pak Dinan. Bisa sambil cepe-cepe." Amira tersenyum tipis mendengar ucapan genit salah satu siswinya. Dia heran mengapa Dinan begitu terkenal di kalangan siswi, padahal tidak diajar juga.

"Cepe-cepe, pak Dinan itu orangnya lurus." Amira menaikan alisnya, dia baru saja mendengar salah satu muridnya mengatakan lurus. Dia tersenyum dalam hati, masih adakah lelaki yang lurus beredar di publik, dia tidak yakin.

Amira mendengar suara chef Ardi yang memulai membacakan bahan-bahan dia segera berdiri dan sedikit mendekat untuk mendapatkan gambar dan melupakan kelanjutan perbincangan siswi yang ada di belakang.

°°°

Terpopuler

Comments

Jumarni

Jumarni

jd ingat dulu sekolah y jd kangen deh

2020-09-08

0

sujinah

sujinah

serasa msh sekolah di smk tata boga 😂

2020-07-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!