Madu Kontrak Suamiku
Di ruang tamu rumah yang besar, disulap menjadi ruangan yang didekorasi menjadi tempat resepsi pernikahan kedua dari seorang pria yang sudah beristri.
Hari ini, di hadapan semua keluarga dan kerabat dekat, Narendra mengikrarkan akadnya untuk menjadikan wanita lain menjadi istri keduanya.
“Saya terima nikah dan kawinnya Jihan Salma Assyifa binti Sutanto dengan mas kawin seperangkat alat solat dan perhiasan emas seberat 50 gram, dibayar tunai!” Sederet kalimat yang diucapkan lantang dan hanya dalam satu tarikan nafas mampu pria itu lakukan.
“Bagaimana para saksi, sah?” Tanya sang penghulu kepada para saksi.
“Sah,”
“Sah,” begitulah jawaban para saksi baik saksi dari pihak mempelai wanita maupun pria.
“Alhamdulillah,” kemudian doa pun diucapkan dengan khusuk, lalu di-aamiin-kan oleh para saksi dan semua kerabat yang hadir.
“Selanjutnya, pasangkan cincin ke jari manis pengantin secara bergantian. Dari sang suami dulu,” lantas Narendra memasangkan cincin di jari manis tangan kiri istri barunya yang sudah sah di mata agama dan hukum itu.
Bergantian sang istri yang akan menyelipkan cincin di jari suaminya, tetapi di jari manis tangan kiri Narendra sudah ada cincin perak yang menempatinya. Seorang wanita berujar, “lepaskan dulu cincinmu itu,” perintah wanita itu, ibu dari sang mempelai pria.
“Tidak, Ma. Ini milik Cliantha, cincin ini tidak akan pernah aku lepaskan dari jariku,” tolak Narendra menarik kembali tangan yang akan dipasangkan cincin oleh istri keduanya.
Tidak enak hati karena Jihan–istri barunya– telah bersiap memasangkan cincin di jari manis suami sahnya. Alhasil, Narendra mengangkat tangan kanan dan mempersilakan Jihan memasangkan cincin pernikahan di jari manis tangan kanannya.
Semua bertepuk tangan dengan meriah. Wajah-wajah anggota keluarga itu tersenyum cerah karena pernikahan ini merupakan harapan baru bagi keluarga Herwijaya untuk kelangsungan generasinya. Di tangan wanita yang menjadi istri kedua putra semata wayang keluarga Herwijaya itu, disanalah titik puncak harapan keluarga besar Narendra digantungkan.
“Baik, sekarang cium tangan suami dan dilanjutkan dengan sang suami yang mencium kening istri,” perintah sang penguhulu.
Dengan gerakan patah-patah, Narendra mengikuti apa yang diarahkan oleh sang penghulu. Pria itu memejamkan matanya saat menempelkan bibirnya di dahi sang wanita yang telah menjadi istri dan dari pelupuk matanya kirinya mengalirkan satu titik air mata.
Bukan karena kecupan itu menyalurkan makna atau cinta kepada istri barunya, tetapi dia malah teringat pada momen pertama kali bibir itu mendarat di dahi seorang wanita yang dia cinta sekaligus di pernikahannya yang pertama.
Di tempat lain, di dalam kamarnya. Seorang wanita berpakaian gamis biru muda dengan khimarnya yang menjuntai hampir menyentuh lantai, dia sedang menangis seraya menatap ke luar jendela.
Setelah mendengar kata ‘sah’ diucapkan serempak oleh para saksi dan hadirin yang datang dipernikahan kedua suaminya, hatinya teriris dan terluka berat. Membuat air mata yang sebelumnya tidak pernah menetes setelah sekian lama, kini air mata itu seperti tidak ada harga dirinya.
Hatinya benar-benar terluka setelah dia sadar bahwa dirinya telah resmi dipoligami dan bukan menjadi satu-satunya istri dari pria yang dia cintai. Namun, demi mewujudkan kebahagiaan dan harapan keluarga, ia harus merelakan ini terjadi.
Ceklek, jebret! Pintu kamarnya dibuka dengan kasar hingga menimbulkan bunyi yang keras. Dilihatnya seorang pria yang memakai pakaian serba putih dan berlinangan air mata.
“Apa kamu sudah merasa puas sekarang?” Tanya pria itu di depan wanita yang berdiri berhadapan dengan air mata yang sama-sama berlinangan.
Semakin mendekat dan memegang kedua bahu wanita di depannya, “Katakan padaku, Cia, apakah kamu sudah puas sekarang? Apa lagi yang akan kamu korbankan selanjutnya? Apa hatimu tidak sakit melihat suamimu menikah lagi? Katakan padaku, apa kamu sudah puas menyakitiku dan dirimu sendiri?” Tanya pria itu mengguncang tubuh wanita di depannya.
Cliantha–istri pertamanya. Dia yang memaksa suaminya menikah lagi dengan wanita lain, dia yang membuat skenario 'perselingkuhan' supaya pernikahan ini harus terjadi.
Bukan tanpa sebab dia melakukan itu, tetapi semata-mata karena ingin suaminya merasakan bahagianya menjadi ayah sekaligus mengabulkan tuntutan keluarga yang menginginkan penerus darinya, sedangkan melahirkan seorang penerus adalah hal yang tidak bisa Cliantha lakukan untuk suaminya. Untuk itulah, dia yang merancang rencana supaya pernikahan kedua suaminya terjadi tepat di hari ini.
“Aku sudah lega, Mas. Terima kasih, terima kasih kamu sudah mau melakukan ini,” kata wanita itu meski dengan air mata yang bercucuran.
Dia memeluk tubuh suaminya, “Terima kasih, ya, Mas,” ucapnya sekali lagi.
“Mengapa kamu masih sempat berucap terima kasih, Cia? Apa kamu tidak mencintaiku lagi sampai-sampai kau memintaku menikahi wanita lain yang jelas-jelas tidak aku cintai? Hanya kamu yang menjadi cintaku yang pertama dan terakhir. Kamu tahu itu, kan?” Ucap suaminya.
Cliantha menarik mundur tubuhnya, dia mengajak suaminya untuk duduk di tepian ranjang sebelum dia menjelaskan. Cia–begitu panggilan kesayangan oleh orang-orang terdekatnya.
Dia meraih tangan suaminya untuk digenggamnya, “Mas, terkadang pernikahan itu bukan tentang cinta saja. Ada kalanya dijadikan cara untuk mewujudkan kebahagiaan semua orang. Pernikahan bukan tentang aku dan kamu saja, tetapi juga mereka. Aku yakin, pernikahan keduamu ini akan menjadi pelengkap kisah pernikahan kita, penyempurna cinta kita. Karena bagiku, level cinta yang tertinggi itu adalah keikhlasan.”
“Kamu berucap ikhlas, tapi kamu tersakiti dan menangis seperti itu. Apa itu artinya ikhlas?” Tanya Narendra pada istrinya.
“Ikhlas tidak selalu diungkapkan dengan senyuman atau tertawa, Mas. Ikhlas juga bisa dijelaskan dengan sebuah tangis keharuan dan rasa bangga. Itulah yang sedang aku rasakan. Aku terharu dan bangga pada suamiku ini,” ucap wanita itu lalu mencium tangan yang digenggamannya.
“Ingat pesanku, tolong perlakukan kami dengan adil dan jangan sampai ada yang tersakiti di antara kami, Mas.”
Narendra menggeleng pelan, “Aku tidak bisa berjanji karena saat ini hatiku selalu berpihak padamu. Jangan memintaku untuk berlaku adil, sedangkan kamu tidak adil pada dirimu sendiri, Cliantha.”
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments