Sore hari, wanita cantik berjilbab serba pink itu sudah berada di dapur untuk menyiapkan makan malam seperti biasa. Namun, kali ini dia tidak sendiri, melainkan bersama madunya alias Jihan. Seperti seorang kakak yang bersikap baik mengajarkan hal baru pada adiknya, Cliantha menganggap Jihan sebagai adik kecilnya yang baik dan lugu.
Cliantha, dia memutar balik tubuhnya menatap Jihan dan bertanya, “Kamu biasanya masak apa di rumah, Han?” Tanya Cliantha pada Jihan begitu mereka sampai di dapur rumah itu.
Sedangkan, wanita muda berdress merah sepanjang lutut dengan rambut berponi dan dikuncir kuda itu menjawab, “Saya tidak jago masak, Mbak, biasanya bahan-bahan di rumah tidak lengkap jadi jarang sekali memasak,” jawab Jihan; Cliantha mengangguk-angguk mengerti.
Cliantha, wanita itu menyangga dagunya di tepian kompor listrik yang belum menyala. Berpikir, menentukan menu makanan merupakan salah satu pekerjaan seorang istri yang sulit. Dia harus memutar otak untuk mengolah bahan makan mentah yang ada, lalu diubah menjadi makanan matang nan lezat yang bisa dinikmati semua orang.
“Ada ikan, udang, daging, sayuran. Enaknya dibuat menu apa ya, Han? Ada saran?” Tanya Cliantha pada Jihan saat ia membuka lemari pendingin tempat banyak bahan mentah disimpan.
Cukup lama mereka berpikir, “Udang katsu, Mbak?” usul Jihan ragu-ragu.
Cliantha merasa ide itu bagus, “Aha, lezat juga menu itu apalagi kalau disiram dengan saus asam manis, ya?”
“Tunggu, tapi kan pembuatan katsu membutuhkan tepung, ya? Mas Rendra intoleran gluten,” ucapnya kecewa karena suaminya tidak bisa memakan makanan olehan tepung gandum yang mengandung gluten.
“Oh. Bagaimana kalau ikan panggang bumbu rica, Mbak?” usul Jihan dengan ide menu lainnya yang kemudian disetujui oleh ‘Mbak’nya itu.
“Eh, sudah cukup. Jangan terlalu banyak, Mas Rendra tidak bisa makan banyak cabai. Dia tidak suka pedas,” Cliantha menghentikan Jihan yang akan mengiris cabai merah dengan jumlah yang banyak.
Jihan meletakkan pisaunya dan menaruh kembali beberapa suing cabai merah ke dalam boks penyimpanannya, “Apa saja yang Pak Rendra tidak sukai, Mbak?”
“Banyak, mungkin kamu akan pusing saat mendengarnya. Dia tidak makan bahan pangan yang mengandung gluten seperti yang aku sebutkan tadi, selain itu dia juga alergi debu. Tidak suka tempat yang berdebu, polusi, kotor, kumuh. Dia tidak suka tanaman bersebuk sari, tidak suka hewan berbulu. Dia juga tidak suka sarapan. Dia tidak suka saat ucapannya dibantah, dia tidak suka banyak bergurau, tidak suka dengan orang baru yang belum dia kenal benar,” ungkap Cliantha tentang semua yang dia ketahui dari suaminya.
“Lalu, apa yang Pak Rendra sukai?”
“Banyak juga. Dia suka saat diperhatikan, suka saat diberi kejutan. Dia suka berkebun, tapi tidak suka tanaman berbunga, dia sangat suka sup jamur. Suka apalagi, ya? Sepertinya hampir semua dia suka, asalkan tidak berlebihan saja, sih,” kata Cliantha sembari menaburkan sedikit lada pada sup jamurnya.
“Itu karena Pak Rendra mencintai Mbak. Jadi, sepertinya semua yang Mbak lakukan menjadi kesukaannya,” komentar Jihan.
“Tidak juga, ada beberapa hal yang tidak dia suka dariku.” Bantah Cliantha.
Jihan mengerutkan wajahnya, “Apa itu?”
“Dia tidak suka jika aku berbohong, tidak suka saat melihatku menangis, ya, walaupun alasanku menangis adalah melihat drama sedih. Banyak yang dia tidak suka dariku, Han,” ucap Cliantha terdengar sendu.
“Termasuk, Mas Rendra yang tidak suka saat mbak membawaku ke kehidupan rumah tangga kalian?” Ucap Jihan secara langsung.
Cliantha menatap manik mata Jihan dan memandang nanar wajah wanita muda itu, “Jihan, bukan seperti itu maksudku.”
Namun, Jihan pandai mengubah suasana dan segera mengalihkan topik obrolan, “Eee, Mbak, itu bagaimana supnya? Sudah mendidih begitu?”
“Oh, ya, apinya terlalu besar!” Cliantha mengecilkan api yang menyala di kompornya.
Semua makanan sudah tersaji di meja makan, saatnya menunggu sang Tuan rumah untuk menikmati menu makan malam dari tangan istri-istrinya.
“Biasanya, Pak Rendra pulang jam berapa, Mbak?” Belum sampai Cliantha menjawab, orang yang ditanyakan sudah muncul di hadapan mereka. Berjalan fokus ke depan dan menuju lantai atas melewati kedua wanita yang berdiri di dapur.
“Mas, habis ini makan malam, ya? Mandi atau mau makan dulu?” Tanya istri pertamanya itu yang menyusul masuk ke dalam kamar.
“Aku mandi dulu saja. Masak apa kamu hari ini, Sayang?” Tanya Narendra pada istri pertamanya yang tengah menyiapkan pakaian ganti untuknya.
“Spesial, nanti lihat saja di bawah,” jawab Cliantha.
“Sok surprise segala, hem?” Cibir suaminya selagi membuka satu per satu apa yang menempel pada tubuhnya dan berganti dengan handuk yang ditariknya dari rak penyimpanan.
Di meja makan. Cukup banyak menu makanan yang tersaji, dahi pria pria itu berkerut-kerut. Menurutnya, ini terlalu banyak dan tidak seperti biasanya. Ada tiga menu yang tersaji dan dalam porsi besar, jelas bukan untuk satu atau dua porsi makan orang dewasa.
“Untuk siapa saja ini? Kenapa banyak sekali?” Harusnya Cliantha dan Jihan tahu jika suami mereka tidaklah suka dengan hal-hal yang berlebihan.
“Untuk kita, bertiga,” jawab Cliantha ceria.
“Ini ikan panggang dan sayur capcaynya buatan Jihan, lho, Mas. Aku sudah mencicipinya, sangat lezat,” tuding Cliantha pada dua menu makan malam hari ini.
“Lalu, masakan mana yang buatanmu, Sayang?” Tanya Narendra setelahnya.
“Aku tidak masak hari ini,” jawab Cliantha sedikit berbohong, padahal hampir semua masakannya terkena campur tangan darinya, Jihan hanya membantu saja.
Mata Narendra sontak melihat istrinya, piring yang semula sudah berada di tangannya dikembalikan ke tempatnya, “Berarti tidak ada makan malam untukku hari ini?”
Cliantha menatap sendu suaminya, senyum yang sebelumnya cerah menyurut kemudian.
“Bukan kamu yang memasak, jadi aku tidak akan makan!” Ucap Narendra merajuk, kemudian bangkit dari kursi makannya. Dia pergi dari ruang makan tanpa banyak berkata.
Sebelum Narendra berjalan semakin jauh, Cliantha mengejarnya, “Mas, Mas Rendra. Kenapa kamu bicara seperti itu? Kasihan Jihan yang sudah memasak banyak untukmu,” ucap Cliantha menahan lengan Narendra yang akan kembali ke kamar.
“Makanlah, masa iya hanya karena bukan aku yang memasak membuatmu tidak jadi makan? Tidak boleh seperti itu,” tambah Cliantha.
“Yang aku tunggu setelah seharian bekerja adalah pulang dan menikmati masakanmu, kita makan bersama seperti biasa. Jika ternyata kamu tidak memasak, maka tidak ada yang bisa aku makan. Berapa kali kamu membuatku kecewa, Cia?” Ucap Narendra membuat Cliantha menjadi serba salah.
“Bahkan selama ini, aku hanya memakan apa yang kamu masak dengan tanganmu. Bukan dari tangan pembantu ataupun orang lain,” tambah Narendra lagi.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments