Menantu Yang Tak Dianggap
Brak! Bug! Bug!
"Hah … oh Tuhan, swara apa iku (suara apa itu)? seperti ada sesuatu yang jatuh,"
Gadis itu segera berdiri dengan mengelus dadanya karena merasa kaget. Dia berjalan menyusuri ilalang-ilalang mencari arah suara itu berasal dari mana? dengan menggendong bakul di punggungnya yang berisi jamur bulan yang tumbuh liar di tengah hutan.
"Apa ….. itu? seperti ada seseorang," cakap gadis itu melihatnya dari kejauhan kemudian berjalan menghampiri tubuh itu.
"Oh …. Gusti Allah (Tuhan), apakah dia masih hidup?" gumam gadis itu sembari membalikkan tubuh pria itu yang penuh luka-luka lecet di wajah dan di sekujur badannya.
"Tolong … tolong …bagus tolongin ada seseorang terluka disini! teriak gadis itu dengan kerasnya memanggil temannya yang bersamanya di dalam hutan.
"Ono opo (ada apa) Mentari? kenapa kamu teriak-teriak, bikin kaget saja," jawab bagus dengan berlari menghampiri Mentari.
"Lihatlah … sepertinya dia terjatuh dari tebing saat mendaki, kasihan dia sebaiknya kita bawa pulang ke rumah saja," ujar Mentari sambil menatap bagus yang berdiri di sebelahnya.
"Kita tidak mengenalnya Tari, kalau dia orang jahat bagaimana?" Bagus menjawab gadis itu yang kerap di sapanya dengan nama Tari.
"Dia tidak mungkin orang jahat bagus, sepertinya dia seorang pendaki yang menjelajah hutan ini, sudahlah ayo kita bopong dia, kita obati ing omahku wae (di rumahku saja)!"
"Kenapa? loh … loh … kok ing omahmu (kenapa di rumahmu), ora apik (tidak baik) dilihat orang-orang juga tetangga-tetangga, apa nanti kata mereka Tari?"
"Justru kalau di rumah Tari itu lebih baik, kan bapak Tari kepala Desa jadi aman kalau ada apa-apa," timpal Tari dengan nada memerintah.
"Yaa … ayolah, betul juga kamu, sini biar dia aku yang bopong (angkat) kamu bawa jamur-jamur ini!"
***
Mentari membersihkan luka-luka di setiap tubuh laki-laki itu dengan pelan-pelan dan memberinya obat oles di bagian yang memar-memar sambil menatap wajah pria itu.
"Gantengnya (tampan) …, sepertinya dia bukan orang daerah sini," celetuk Tari di dalam hatinya dengan tersenyum tipis.
"Mentari … sapa kuwi (siapa itu)? Kamu menemukan dia dimana?" tanya Bapak Tari dengan nada halus.
"Tadi Tari sama Bagus menemukan dia pingsan tergeletak di hutan sendirian pak, karena kasihan jadi Tari membawanya pulang," ujar Tari dengan menatap wajah Bapaknya.
"Arghh … duh … kepalaku rasanya pusing banget, dimana aku sekarang?" pria itu terbangun dari pingsannya sembari meringis memegang kepalanya.
"Kamu sudah bangun mas?"
"Aku ada dimana sekarang? siapa kamu? kenapa aku bisa ada di sini?" pria itu bertanya dengan merasakan kesakitan di sekujur tubuhnya.
"Tenang mas …, kamu aman sekarang, saya Tari dan ini Bapak saya kepala desa di kampung rejo ini, tadi saya menolong mas dari tengah hutan," balas Tari dengan membawakan secangkir teh hangat kepada pria itu.
"Iya … ya … sekarang aku sudah ingat, aku mendaki bukit-bukit, tetapi kakiku saat menginjak bebatuan tiba-tiba terpeleset dan terjatuh sampai tak sadarkan diri, terima kasih ya Tari," sambung pria itu dengan menyeruput teh hangat dan memandang wajah imut Tari.
"Namanya siapa kamu, mas? sepertinya dari kota kalau dilihat dari penampilan mas nya? apa tidak ada teman saat mendaki?"
"Saya sendirian ingin menenangkan pikiran, oh ya … perkenalkan saya Reyhan dari jakarta," Reyhan menjawab dengan menyodorkan tangan kanannya dan bersalaman dengan Tari juga Bapaknya.
"Menginap disini dulu nak Reyhan sampai luka-lukanya sembuh ya?, nanti biar anak Bapak, Tari yang merawat nak Reyhan, tetapi ya beginilah gubuk Bapak yang sederhana dan seadanya," pinta Bapak Tari dengan ramah.
"Terima kasih pak, sudah menerima saya disini," tutur Reyhan dengan tersenyum lebar.
Sudah satu minggu telah berlalu Reyhan berada di rumah Mentari. Mereka menjadi saling mengenal satu sama lain, hampir setiap hari mereka melaluinya dengan bercanda dan saling mencuri pandang. Sampai timbullah benih-benih asmara antara mereka berdua, kalau Pepatah orang Jawa bilang tresno jalaran soko kulino (cinta yang tumbuh karena terbiasa).
"Tari …, kamu sekarang jadi dekat banget sama dia, apa kamu seneng tresno (suka) sama dia?" Bagus bertanya dengan senyuman hambar dengan menatap penuh cemburu.
"Sepertinya Tari menaruh hati sama mas Reyhan, mas Reyhan ganteng (tampan), sopan terus baik banget orangnya, tidak gengsi mau bantu-bantu Bapak juga di sawah, begitulah mas bagus!" dijawabnya pertanyaan Bagus dengan senyum-senyum seperti orang yang sedang merasakan jatuh cinta.
"Itu … tu … mas Reyhan sudah pulang sama Bapak dari sawah," tutur Mentari dengan jari telunjuknya menunjuk ke arah Bapaknya dan Reyhan yang sedang membawa cangkul di bahunya.
"Ya … sudah aku pergi dulu!" desis Bagus pulang dengan keadaan hatinya kecewa.
"Bapak …, mas Reyhan kalian sudah pulang, pasti capek ya? Tari sudah siapkan makanan di dapur ada sambal terasi, sayur lodeh, iwak asin (ikan asin) sama ayam goreng, Bapak dan mas Reyhan makan dulu kalian pasti sudah lapar, iya kan?," salam Tari dengan mencium tangan Bapaknya sembari membantu meletakkan barang-barang yang dibawa dari sawah. "Tadi mas Bagus kesini, katanya ada perlu sama Bapak, tetapi tidak tahu kenapa tiba-tiba dia pulang,"
"Oalah …. biarin saja dia pulang, dia memang kurang tata krama (sopan santun), ayo … nak Reyhan kita makan bareng-bareng, jangan malu-malu makanan kampung ya begini apa adanya," sanggah Bapak Tari.
"Iya pak … ini sudah lebih dari cukup, Tari apakah Bagus itu kekasih kamu?" Reyhan bertanya dengan basa-basi untuk mencari informasi tentang Mentari.
"Bukan …., dia bukan pacar Tari haha … haha …, mas Rey ini bisa saja, mana ada yang mau sama gadis desa seperti Mentari ini? sudah deso, kucel, kurang terawat, sekolah juga hanya lulusan D3,"
"Mas Rey, tidak percaya kamu belum punya pacar, kamu itu cantik alami, kulitmu bersih kuning langsat, juga pandai memasak, kamu kembang desa di sini," ungkap Reyhan seraya memuji kecantikan Mentari yang seperti bidadari kayangan. "Dulu pernah kuliah dimana Tari?"
"Haha … hahaha mas Reyhan, pandai juga merayunya, Tari dulu sempat kuliah di Jakarta juga mas, akan tetapi berhenti cukup D3 saja karena keterbatasan biaya," celetuk Tari menjawab dengan tersipu malu tampak rona merah di pipinya yang putih bersih.
Sudah menjelang malam, Mentari dan Reyhan duduk di teras rumah menikmati angin malam, ditemani secangkir kopi panas, suara derik jangkrik dan ubi rebus membuat suasana kian romantis seraya menatap bintang yang bertaburan di langit yang indah.
"Mas … mas Reyhan sekarang sudah membaik, kapan mas Rey pulang ke jakarta?" dengan perasaan sedih Mentari bertanya dengan Reyhan, meskipun hatinya berat jika Reyhan kembali ke kotanya.
"Ikut mas Rey ke jakarta yuk …? temani mas Rey di sana," cetus Reyhan dengan menatap bola mata Mentari yang bulat dan bersinar sama seperti namanya.
"Mas Rey …, Mentari suk—--
Belum sempat Mentari melanjutkan kata-katanya. Tangan Reyhan sudah meraih leher belakang Mentari dan mendaratkan bibirnya ke bibir mungil merah merekah Mentari. Mentari yang hatinya sudah bergejolak akhirnya menerima dengan pasrah setiap mendaratnya bibir Reyhan, mereka saling beradu bibir dan berkecupan dengan romantis dibawah sinar bulan purnama.
"Aku menyukaimu, sayang!" ungkap Reyhan dengan menatap wajah Mentari dan melanjutkan kembali kecupan-kecupan mesranya.
Mentari adalah cinta pandangan pertama Reyhan disaat terbangun dari pingsannya. Wajah anggun dan tutur katanya yang lembut membuat jantung Reyhan berdetak kencang saat menatap wajah ayu (cantik) Mentari.
Begitupun sebaliknya bagi Mentari, Reyhan adalah cinta pertamanya setelah Bapaknya dan almarhumah Ibunya.
"Mas Rey …," panggil Mentari dengan mata berkaca-kaca merasakan kebahagiaan sambil menatap wajah Reyhan yang tampan dan rupawan bak artis ibukota.
"Iya …. Sayang, Mentari bersediakah dirimu mendampingiku seumur hidup?"
"Hmmmm …..,"
Lanjutkan membaca Bab berikutnya ya ...
Terima kasih tidak molompat bab saat membaca, itu sebagai bentuk menghargai karya author.
Salam Bahagia by cherrypen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Mimik Pribadi
Lanjuutt
2023-10-22
0
Bamboe
keren,cool
2023-10-18
0
Darellia
hay kak, aku sudah mampir pasti aku baca karyanya. semangat ya
2023-10-06
0