Bab 4. Kopi Panas

“Malam, Mam.”

“Hmm … Lisa, dasar masih bau alkohol saja dia.”

“Lisa, masuk kamar ya … Mam.”

***

Seperti biasa, setiap pagi di keluarga Abraham, melakukan rutinitas makan pagi bersama di ruang makan. Berbagai menu makanan mewah dari kalangan kelas atas tersedia di atas meja. Mentari duduk di sebelah Reyhan sedangkan Papa Reyhan duduk di kursi utama kepala keluarga.

“ Morning ( pagi ), muach … muach.” Lisa mengecup pipi kanan kiri Papa Mamanya. Kemudian duduk disebelah Mamanya.

“Kenalin nih … istrinya adik kamu, Mentari,” decak Mama mentari dengan kedua alisnya terangkat.

“Hallo, Mentari , bagaimana ceritanya nih bisa kawin ama adek gue?” Lisa bertanya tetapi matanya tidak menatap Mentari. Sembari mengoles selai kacang pada roti gandumnya.

“hmmm … ceritany—-

“Nggak usah diceritakan, makan saja makanan enak ini, kamu pasti belum pernah makan makanan yang berkualitas, bener ‘kan? Semalam, Mamah sudah cerita," tutur Lisa dengan matanya melirik tajam.

“Haha … haha.” Tawa Papa Mama Lisa yang seakan mengejek Mentari sembari menutup mulut dengan tangannya.

“Lo, apa-apaan sih kak, Mentari itu istri Aku hormati dia donk, sekarang dia bagian dari keluarga ini.” 

“Iya … iya, gitu aja marah, kakak kan cuma bercanda.”

Mentari yang mendengar perkataan Lisa, merasa dirinya tersinggung. Tetapi, mau gimana lagi dia hanya menantu di rumah itu. Dia lebih memilih diam dari pada timbul kericuhan antara kakak dan adik.

“Sudah …  sayang, tidak apa-apa, Kak Lisa kan tidak serius bicaranya,” ucap Mentari dengan tersenyum ramah meskipun merasa sedih.

Hidangan pagi itu memang membuat Mentari merasa kebingungan harus mulai makan yang mana dulu. Biasanya dirumah hanya ada dua menu makanan, tetapi sekarang lebih dari lima menu berada di hadapan dia.

“Sayang … Mas, ke kantor dulu ya,” pamit Reyhan dengan mengecup lembut kening Mentari istri tercintanya.

“Cepat pulang Mas, Tari masih canggung di rumah sendirian kalau tidak ada Mas Reyhan.”

“Iya … Sayang.”

Reyhan, berangkat ke kantor dengan membawa mobil sport andalannya berwarna hitam. Dia mengemudi sendiri tanpa seorang sopir. Reyhan, memakai setelan jas hitam , arloji mahal ditangan kanannya, perawakannya yang tinggi dan tampan membuatnya selalu di kejar-kejar wanita.

“Tari … ! cepat masuk!” bentak Mama mertuanya. “Bersihkan semua piring-piring di atas meja ini, cuci sampai mengkilap, awas pecah ini mahal!” dengan wajah bersungut-sungut  Mentari di bentak mertuanya.

“Ma … kenapa Mentari yang harus membersihkan ini semua, bukankah ada pelayan disini,” jawab mentari pelan.

“Enak … aja, kamu mau enak-enakan di rumah ini, disini kamu hanya numpang hidup, ngerti kamu! Dasar kampungan.”

Mendengar dirinya di bentak mertuanya. Mentari hanya diam saja dan melakukan perintahnya. Matanya berkaca-kaca melakukan pekerjaan sebagai pembantu di rumah suaminya sendiri.

“Sakitnya, ya Tuhan.” bisik mentari dalam hati sembari mengelus dadanya.

“Hey … kamu jangan panggil aku Mama, aku bukan Mamamu, panggil nyonya kalau anakku Reyhan tidak ada dirumah! Paham!” gertak mertua perempuannya dengan jari telunjuknya mendorong kepala Mentari.

“Baik, Nyonya.” Air mata Mentari seketika menggenang di pipinya.

“Jangan ada yang bantu dia!” seru Mama mertuanya kepada salah satu pelayan.

“Baik.” Pelayan akhirnya mundur dan meninggalkan Mentari di dapur yang sedang mencuci piring yang begitu banyak.

Impian menjadi menantu yang disayang kedua mertuanya, bahkan ingin dianggap anak sekarang pupus sudah dalam benak Mentari. Disaat perbedaan kasta menjadi tembok pemisah antara dia dan suaminya.

Rumah Besar, Fasilitas mewah jauh dari kata kekurangan rupanya tidak membuat Tari bahagia. Dia hanya merasa terkurung di dalam sangkar emas. Tidak bisa menjadi dirinya sendiri, dia terperangkap dalam sebuah peraturan dan perlakuan yang semena-mena dari keluarga Reyhan.

“Buatkan aku kopi, heh … lo denger kan apa kata gue?” desis Lisa.

“Baik, non Lisa,” jawab mentari dengan menundukkan kepalanya.

"cepetan! bentak Lisa.

Mentari mencari Lisa di ruang santai dengan membawa kopi pesanannya, tetapi dia tidak menemukan Lisa disana. Mentari yang clingak-clinguk tiba-tiba kaget karena Lisa datang dari belakang dan mengagetkan dia dengan menepuk bahunya kuat-kuat.

Bukk!

“Oh …. Lisa … kamu mengagetkanku!” 

“Panggil aku non Lisa, Lisa Naura Abraham, Paham anak kampung? Bawa kesana kopiku!” Perintah Lisa kepada Mentari dengan tangannya memegang rahang Tari kemudian menghempaskan wajahnya.

Mentari berjalan menuju meja , tetapi kaki Lisa dengan sengaja menjegalnya sampai Mentari terjatuh tertelungkup. Kopi yang di bawanya akhirnya terjatuh di hadapannya beruntungnya kopi panas itu tidak mengenai wajahnya yang mulus bak porselen.

“Kenapa, kamu melakukan ini, apa salahku sama kamu?” dengan menangis tersedu-sedu Mentari bertanya pada lisa.

“Salahmu! adalah kamu tidak berkaca siapa kamu dan kami ini, kamu pikir dongeng cinderella ada dalam dunia nyata? Kamu nggak mikir apa pantas kamu jadi menantu dari keluarga kita,  mimpi kamu!” cecar Lisa dengan nadanya menekan di depan Mentari yang masih dalam keadaan tertelungkup.

Mentari segera berdiri membersihkan pecahan-pecahan kaca gelas yang tersebar dimana-mana. Para pelayan hanya bisa menyaksikan perlakuan keluarga Reyhan kepada mentari, mereka tidak berani mengadu sama Tuan Muda Reyhan karena masih menyayangi pekerjaannya.

Dengan mengusap air mata yang jatuh berlinang di pipi, Mentari masuk ke kamar dan menangis sambil memeluk bantal. Hatinya hancur mendapat perlakuan dari kakak iparnya dan mertuanya.

“Bapak … Mentari kangen.”

***

Deg …!

Gelas berisikan kopi, tiba-tiba terjatuh dari tangan Bapak mentari.

“Nak … kamu baik-baik saja kan di Jakarta?” gumam Bapak Tari dalam hatinya.

Sebagai orang tua, Bapak Mentari bisa merasakan apa yang sedang dialami oleh anaknya.

"Pak, ada apa? Kenapa bisa jatuh kopinya, Bagus buatkan yang baru lagi ya."

"Tidak apa-apa nak Bagus, terima kasih sudah mau membantu Bapak di sini."

Dalam hati Bapak Mentari berpikir, apa yang sedang terjadi dengan anaknya Mentari. Akan tetapi Bapaknya hanya pasrah dan berdoa demi kebaikan putri kesayangannya.

***

Baru beberapa hari menjadi menantu keluarga Abraham, Mentari sudah mendapat penolakan yang terlihat jelas di matanya. 

Perasaannya tertekan selalu dirundung dan tidak disambut baik oleh keluarga suaminya.

Krek … !

Tiba-tiba terdengar suara, ada yang memegang gagang pintu.

"Siapa … siapa yang membuka pintu?" ujar Mentari dengan matanya mengarah ke arah pintu kamarnya dengan wajah tampak cemas.

Deg-deg-deg

"Detak jantungku semakin kencang saja. Tuhan siapa yang ada di depan pintu kamarku?"

Tubuh Mentari bergetar ketakutan dan cemas mendengar suara di depan kamarnya. Dia masih berfikir siapa yang memegang gagang pintu.

Salam Bahagia untuk teman-teman semuanya jangan lupa tinggalkan komentar juga kasih bintang 5 ya .... 😊

Terpopuler

Comments

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Kasian bngt Mentari,,,Suami baik tapi klrganya memperlakukannya seperti itu buat apa,apakah nnt Tari bisa ngadu atau meminta kepada Rayhan utk hidup mandiri, terpisah dngn klrga Rayhan???

2023-10-22

0

Bamboe

Bamboe

kerennnn

2023-10-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!