***
Sudah jam segini, tetapi Tari belum juga menampakkan batang hidungnya dihadapanku, apa dia marah karena perkara semalam. Ach … ciuman semalam masih terasa di bibir aku. Bibir Tari memang lembut dan menggoda, semoga dia mau menerima perasaanku.
Tari dimana ya … , coba aku cari di belakang, siapa tau dia sedang masak di dapur.
Bruk !!
“Duh … kalau jalan itu lihat-lihat toh mas Rey, ada manusia sebesar ini masih saja ditabrak!” lirih Tari dengan menatap mata Reyhan yang membuatnya salah tingkah.
“Kenapa jantungku berdegup kencang saat kulitnya bersentuhan dengan kulitku, duh … Gusti Allah (Tuhan) rasanya seperti tersengat listrik jedug … jedug …. hatiku gak karuan rasanya, gimana ini ya …?" gumam Tari dalam hatinya.
“Tari … aku masih menunggu jawabanmu yang semalam, mas susah tidurnya sebelum mendengar keputusan dek Tari, mas ingin membawa dek Tari ke kota memperkenalkan sama keluarga mas di Jakarta, bagaimana dek?”
“Mas … Tari tidak bisa ikut pergi ke Jakarta sebelum sah jadi istri mas Reyhan, orang-orang akan mengolok-ngolok Tari juga Bapak kalau anak perawannya dibawa laki-laki yang belum jelas statusnya, gitu loh mas …, ya maklum disini kan kampung mas, beda sama di kota besar yang kalau pergi sama siapa saja tetangga tidak pada ribut ngurusin!”
“Mas .. paham dek, kalau begitu Mas akan bilang sama Bapak untuk meminang dek Tari dan segera menghalalkan dek Tari, perkara keluarga mas biar nanti mas Rey yang menjelaskan, yang penting dek Tari menerima lamaran mas Rey, ya?”
Mendengar ucapan Reyhan, dada Mentari seperti ada gemuruh yang berdebar-debar matanya terbelalak kaget tidak bisa berkata apa-apa. Dapur yang tadinya berisik karena suara gemericik air kran berubah menjadi suasana yang haru.
"Tari nggak mimpi kan mas? iya … iya … mas, Tari mau menikah sama mas Reyhan, yes … yes … na … na…," Tari menjawab dengan wajahnya memerah dan pupil matanya melebar. Badannya berputar-putar menari dengan tangannya memegang sebuah sutil. Rambutnya yang panjang hitam kelam dengan aroma bedak mengibas sampai ke muka Reyhan.
"Tidak, sayang ," tangan Reyhan merengkuh tubuh mungil tari memeluknya erat mendaratkan ciuman kecil di kening Tari.
Dengan jantung dag dig dug Reyhan menghampiri Bapak Tari yang sedang duduk di kursi goyang di ruang tamu sembari minum kopi dan makan pisang rebus.
“Pak, ada yang ingin Reyhan sampaikan sama Bapak, mungkin ini terlalu cepat pak tetapi Reyhan bener-bener serius pak,’’ dengan wajah tampak berkeringat Reyhan berbicara.
“Ada apa to nak Reyhan, sepertinya serius sekali? bilang saja sama bapak terus terang!”
“Saya ingin menikahi dek Tari, pak, mungkin membuat Bapak kaget, tetapi saya betul-betul sayang sama dek Tari, saya akan membahagiakannya, menjaganya sepenuh hati saya pak, tolong restui kami pak?”
Beberapa menit Bapak Tari terdiam memikirkan perkataan Reyhan. Gadis kecil yang mungil dan dibesarkan penuh kasih sayang, yang setiap hari berlari-lari kecil bermain gundu bersama sekarang sudah dewasa dan dilamar laki-laki. Kesedihan seorang Bapak adalah disaat perannya sudah diambil orang lain. Anak perempuan satu-satunya kini akan menjadi seorang istri.
“Tari …. Mentari kesini dhuk!” panggil Bapak Tari dengan menghela nafas panjang.
Tari yang mengintip dari dalam kamar langsung berlari mendekati Bapaknya. Perasaannya tidak karuan, takut jika Bapaknya tidak merestui hubungan mereka.
“Nggih (iya) … Pak,”
“Kamu menyukai nak Reyhan?” tutur Bapak Tari sambil mengelus rambut tari.
“Bapak … ,Tari sayang sama mas Reyhan,” jawab Tari dengan mata berkaca-kaca dan memegang kedua tangan Bapaknya.
Yang dipikirkan Bapak Tari saat itu adalah apakah keluarga Reyhan mau menerima Tari dengan baik. Perasaan Bapaknya ragu juga khawatir karena Tari hanya gadis biasa dari kalangan biasa tidak sebanding dengan Reyhan anak kota dan dari keluarga terpandang.
Akan tetapi karena anaknya merasa bahagia bersanding dengan Reyhan pilihannya dan juga Reyhan berjanji akan menjaganya dengan sepenuh hati akhirnya bisa membuat lega perasaan Bapaknya.
“kapan kalian ingin melangsungkan akad nikah? dan bagaimana dengan keluarga nak Reyhan pasti belum tahu rencana pernikahan kalian?” dengan berkaca-kaca Bapak Tari bertanya antara bahagia dan sedih karena sebentar lagi akan ditinggalkan anak semata wayangnya.
“Bapak tenang saja, saya laki-laki jadi saya tidak perlu seorang wali umur saya juga sudah 37 tahun pak, tentang nafkah lahir batin dek Tari, Bapak tidak perlu merasa khawatir saya bekerja di perusahaan milik keluarga, kalau bisa secepatnya saya ingin melangsungkan akad nikah pak,” sambung Reyhan dengan tegas meyakinkan Bapak Tari.
Ditetapkanlah tanggal pernikahan mereka. Undangan sudah disebar ke beberapa orang terdekat tak lupa Bagus juga menerima undangan tersebut.
Para tetangga membantu memasak dan mendekorasi rumah Tari. Aroma-aroma kebahagiaan dan kemeriahan mewarnai setiap sudut pernikahan mereka. Para penghulu pun sudah bersiap melangsungkan akad nikah yang bahagia ini.
Siapa sih … yang tidak bahagia bisa bersanding dengan orang yang kita sayangi.
Kebaya putih membalut tubuh sexy Tari, berhiaskan mahkota kecil di kepala, duduk bersanding di samping calon imam nya. Gemuruh perasaan Reyhan yang berkecamuk gemetar karena hari ini adalah hari yang sakral buat dirinya seumur hidup dimana sisa hidupnya akan dihabiskan dengan orang terkasih. Mentari adalah pilihan Reyhan untuk melengkapi separuh dari agamanya. Bapak Tari berjabat tangan dengan Reyhan membacakan ijab qobul disaksikan oleh beberapa warga dan juga Bagus yang menangis karena cinta masa kecilnya direbut sama orang lain.
“Sah ….!” kata penghulu.
“Sah … sah … !” para saksi menjawab.
“Alhamdulillah ya Allah,” ucap Bapak Tari dengan mengusap wajahnya dan menitikkan air mata kebahagiaan di pipinya.
“Selamat ya, Tari,” Bagus menyodorkan tangannya dan bersalaman dengan Tari dan Reyhan.
Sekarang Mentari dan Reyhan sudah menjadi sepasang suami istri. Malam pertama yang romantis mereka lalui dengan mesra tidak henti–hentinya Reyhan mengucapkan, aku mencintaimu sayang.
Setelah pernikahan ini kehidupan baru akan dijalani oleh Mentari bersama dengan keluarga Reyhan. Keluarga yang belum pernah ditemui dan dia kenal sebelumnya.
Mentari yang lugu dan polos hanya berfikir bahwa semua orang itu baik dia percaya dengan kebaikannya maka dia akan mendapatkan kebaikan juga.
***
“Mas, sudah selesai beres-beresnya.”
“Sudah, dek. Dek Tari masih ada lagi yang mau dibawa?”
“Tari pikir sudah cukup yang dibawa ke Jakarta mas, sebelum kita berangkat kita ngobrol dulu sama Bapak ya?”
Sebelum mereka berangkat ke Jakarta. Bapak Tari memberi pesan kepada mereka, agar selalu menjaga rumah tangga mereka dengan baik, jika ada masalah dalam
keluarga sebaiknya dibicarakan baik-baik. Pernikahan itu menerima saling melengkapi kekurangan dan kelebihan.
“Mas Bagus, saya titip Bapak ya di desa, tolong Bapak dijaga,” pungkas Tari memberi pesan kepada Bagus.
“Iya …, kamu nggak perlu khawatir ada aku juga Ibu yang akan menjaga Bapak, Kamu,” Bagus berucap dengan menarik senyum manis.
Mentari dan Reyhan, bersamaan memeluk Bapaknya untuk berpamitan kembali ke Jakarta. kesedihan tampak di raut wajah Bapak Tari yang sudah setengah abad umurnya.
“Hati-hati disana ya cah ayu (cantik), Bapak akan selalu mendoakan keselamatanmu dan kebahagiaanmu, Nak Reyhan, Bapak titip Mentari ya … tolong jaga Mentari dengan baik, jangan sakiti dia!” pesan Bapak Mentari.
“Baik, pak, Reyhan akan mengingat pesan Bapak”.
Reyhan mencium tangan Bapak Tari begitupun juga Tari. Mereka berjalan naik angkutan umum menuju terminal dengan melambaikan tangannya.
Bapak … Tari sayang bapak. Mas … Tari merasa bahagia bisa bersama-sama dengan mas Rey. Semoga kita bisa menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
***
Salam Bahagia dari cherry pen 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Mimik Pribadi
Tantangan bsr ada didpn mata mereka,akankah klrga suaminya Nerima dia yng hanya gadis desa???
2023-10-22
0