Brak! Bug! Bug!
"Hah … oh Tuhan, swara apa iku (suara apa itu)? seperti ada sesuatu yang jatuh,"
Gadis itu segera berdiri dengan mengelus dadanya karena merasa kaget. Dia berjalan menyusuri ilalang-ilalang mencari arah suara itu berasal dari mana? dengan menggendong bakul di punggungnya yang berisi jamur bulan yang tumbuh liar di tengah hutan.
"Apa ….. itu? seperti ada seseorang," cakap gadis itu melihatnya dari kejauhan kemudian berjalan menghampiri tubuh itu.
"Oh …. Gusti Allah (Tuhan), apakah dia masih hidup?" gumam gadis itu sembari membalikkan tubuh pria itu yang penuh luka-luka lecet di wajah dan di sekujur badannya.
"Tolong … tolong …bagus tolongin ada seseorang terluka disini! teriak gadis itu dengan kerasnya memanggil temannya yang bersamanya di dalam hutan.
"Ono opo (ada apa) Mentari? kenapa kamu teriak-teriak, bikin kaget saja," jawab bagus dengan berlari menghampiri Mentari.
"Lihatlah … sepertinya dia terjatuh dari tebing saat mendaki, kasihan dia sebaiknya kita bawa pulang ke rumah saja," ujar Mentari sambil menatap bagus yang berdiri di sebelahnya.
"Kita tidak mengenalnya Tari, kalau dia orang jahat bagaimana?" Bagus menjawab gadis itu yang kerap di sapanya dengan nama Tari.
"Dia tidak mungkin orang jahat bagus, sepertinya dia seorang pendaki yang menjelajah hutan ini, sudahlah ayo kita bopong dia, kita obati ing omahku wae (di rumahku saja)!"
"Kenapa? loh … loh … kok ing omahmu (kenapa di rumahmu), ora apik (tidak baik) dilihat orang-orang juga tetangga-tetangga, apa nanti kata mereka Tari?"
"Justru kalau di rumah Tari itu lebih baik, kan bapak Tari kepala Desa jadi aman kalau ada apa-apa," timpal Tari dengan nada memerintah.
"Yaa … ayolah, betul juga kamu, sini biar dia aku yang bopong (angkat) kamu bawa jamur-jamur ini!"
***
Mentari membersihkan luka-luka di setiap tubuh laki-laki itu dengan pelan-pelan dan memberinya obat oles di bagian yang memar-memar sambil menatap wajah pria itu.
"Gantengnya (tampan) …, sepertinya dia bukan orang daerah sini," celetuk Tari di dalam hatinya dengan tersenyum tipis.
"Mentari … sapa kuwi (siapa itu)? Kamu menemukan dia dimana?" tanya Bapak Tari dengan nada halus.
"Tadi Tari sama Bagus menemukan dia pingsan tergeletak di hutan sendirian pak, karena kasihan jadi Tari membawanya pulang," ujar Tari dengan menatap wajah Bapaknya.
"Arghh … duh … kepalaku rasanya pusing banget, dimana aku sekarang?" pria itu terbangun dari pingsannya sembari meringis memegang kepalanya.
"Kamu sudah bangun mas?"
"Aku ada dimana sekarang? siapa kamu? kenapa aku bisa ada di sini?" pria itu bertanya dengan merasakan kesakitan di sekujur tubuhnya.
"Tenang mas …, kamu aman sekarang, saya Tari dan ini Bapak saya kepala desa di kampung rejo ini, tadi saya menolong mas dari tengah hutan," balas Tari dengan membawakan secangkir teh hangat kepada pria itu.
"Iya … ya … sekarang aku sudah ingat, aku mendaki bukit-bukit, tetapi kakiku saat menginjak bebatuan tiba-tiba terpeleset dan terjatuh sampai tak sadarkan diri, terima kasih ya Tari," sambung pria itu dengan menyeruput teh hangat dan memandang wajah imut Tari.
"Namanya siapa kamu, mas? sepertinya dari kota kalau dilihat dari penampilan mas nya? apa tidak ada teman saat mendaki?"
"Saya sendirian ingin menenangkan pikiran, oh ya … perkenalkan saya Reyhan dari jakarta," Reyhan menjawab dengan menyodorkan tangan kanannya dan bersalaman dengan Tari juga Bapaknya.
"Menginap disini dulu nak Reyhan sampai luka-lukanya sembuh ya?, nanti biar anak Bapak, Tari yang merawat nak Reyhan, tetapi ya beginilah gubuk Bapak yang sederhana dan seadanya," pinta Bapak Tari dengan ramah.
"Terima kasih pak, sudah menerima saya disini," tutur Reyhan dengan tersenyum lebar.
Sudah satu minggu telah berlalu Reyhan berada di rumah Mentari. Mereka menjadi saling mengenal satu sama lain, hampir setiap hari mereka melaluinya dengan bercanda dan saling mencuri pandang. Sampai timbullah benih-benih asmara antara mereka berdua, kalau Pepatah orang Jawa bilang tresno jalaran soko kulino (cinta yang tumbuh karena terbiasa).
"Tari …, kamu sekarang jadi dekat banget sama dia, apa kamu seneng tresno (suka) sama dia?" Bagus bertanya dengan senyuman hambar dengan menatap penuh cemburu.
"Sepertinya Tari menaruh hati sama mas Reyhan, mas Reyhan ganteng (tampan), sopan terus baik banget orangnya, tidak gengsi mau bantu-bantu Bapak juga di sawah, begitulah mas bagus!" dijawabnya pertanyaan Bagus dengan senyum-senyum seperti orang yang sedang merasakan jatuh cinta.
"Itu … tu … mas Reyhan sudah pulang sama Bapak dari sawah," tutur Mentari dengan jari telunjuknya menunjuk ke arah Bapaknya dan Reyhan yang sedang membawa cangkul di bahunya.
"Ya … sudah aku pergi dulu!" desis Bagus pulang dengan keadaan hatinya kecewa.
"Bapak …, mas Reyhan kalian sudah pulang, pasti capek ya? Tari sudah siapkan makanan di dapur ada sambal terasi, sayur lodeh, iwak asin (ikan asin) sama ayam goreng, Bapak dan mas Reyhan makan dulu kalian pasti sudah lapar, iya kan?," salam Tari dengan mencium tangan Bapaknya sembari membantu meletakkan barang-barang yang dibawa dari sawah. "Tadi mas Bagus kesini, katanya ada perlu sama Bapak, tetapi tidak tahu kenapa tiba-tiba dia pulang,"
"Oalah …. biarin saja dia pulang, dia memang kurang tata krama (sopan santun), ayo … nak Reyhan kita makan bareng-bareng, jangan malu-malu makanan kampung ya begini apa adanya," sanggah Bapak Tari.
"Iya pak … ini sudah lebih dari cukup, Tari apakah Bagus itu kekasih kamu?" Reyhan bertanya dengan basa-basi untuk mencari informasi tentang Mentari.
"Bukan …., dia bukan pacar Tari haha … haha …, mas Rey ini bisa saja, mana ada yang mau sama gadis desa seperti Mentari ini? sudah deso, kucel, kurang terawat, sekolah juga hanya lulusan D3,"
"Mas Rey, tidak percaya kamu belum punya pacar, kamu itu cantik alami, kulitmu bersih kuning langsat, juga pandai memasak, kamu kembang desa di sini," ungkap Reyhan seraya memuji kecantikan Mentari yang seperti bidadari kayangan. "Dulu pernah kuliah dimana Tari?"
"Haha … hahaha mas Reyhan, pandai juga merayunya, Tari dulu sempat kuliah di Jakarta juga mas, akan tetapi berhenti cukup D3 saja karena keterbatasan biaya," celetuk Tari menjawab dengan tersipu malu tampak rona merah di pipinya yang putih bersih.
Sudah menjelang malam, Mentari dan Reyhan duduk di teras rumah menikmati angin malam, ditemani secangkir kopi panas, suara derik jangkrik dan ubi rebus membuat suasana kian romantis seraya menatap bintang yang bertaburan di langit yang indah.
"Mas … mas Reyhan sekarang sudah membaik, kapan mas Rey pulang ke jakarta?" dengan perasaan sedih Mentari bertanya dengan Reyhan, meskipun hatinya berat jika Reyhan kembali ke kotanya.
"Ikut mas Rey ke jakarta yuk …? temani mas Rey di sana," cetus Reyhan dengan menatap bola mata Mentari yang bulat dan bersinar sama seperti namanya.
"Mas Rey …, Mentari suk—--
Belum sempat Mentari melanjutkan kata-katanya. Tangan Reyhan sudah meraih leher belakang Mentari dan mendaratkan bibirnya ke bibir mungil merah merekah Mentari. Mentari yang hatinya sudah bergejolak akhirnya menerima dengan pasrah setiap mendaratnya bibir Reyhan, mereka saling beradu bibir dan berkecupan dengan romantis dibawah sinar bulan purnama.
"Aku menyukaimu, sayang!" ungkap Reyhan dengan menatap wajah Mentari dan melanjutkan kembali kecupan-kecupan mesranya.
Mentari adalah cinta pandangan pertama Reyhan disaat terbangun dari pingsannya. Wajah anggun dan tutur katanya yang lembut membuat jantung Reyhan berdetak kencang saat menatap wajah ayu (cantik) Mentari.
Begitupun sebaliknya bagi Mentari, Reyhan adalah cinta pertamanya setelah Bapaknya dan almarhumah Ibunya.
"Mas Rey …," panggil Mentari dengan mata berkaca-kaca merasakan kebahagiaan sambil menatap wajah Reyhan yang tampan dan rupawan bak artis ibukota.
"Iya …. Sayang, Mentari bersediakah dirimu mendampingiku seumur hidup?"
"Hmmmm …..,"
Lanjutkan membaca Bab berikutnya ya ...
Terima kasih tidak molompat bab saat membaca, itu sebagai bentuk menghargai karya author.
Salam Bahagia by cherrypen.
***
Sudah jam segini, tetapi Tari belum juga menampakkan batang hidungnya dihadapanku, apa dia marah karena perkara semalam. Ach … ciuman semalam masih terasa di bibir aku. Bibir Tari memang lembut dan menggoda, semoga dia mau menerima perasaanku.
Tari dimana ya … , coba aku cari di belakang, siapa tau dia sedang masak di dapur.
Bruk !!
“Duh … kalau jalan itu lihat-lihat toh mas Rey, ada manusia sebesar ini masih saja ditabrak!” lirih Tari dengan menatap mata Reyhan yang membuatnya salah tingkah.
“Kenapa jantungku berdegup kencang saat kulitnya bersentuhan dengan kulitku, duh … Gusti Allah (Tuhan) rasanya seperti tersengat listrik jedug … jedug …. hatiku gak karuan rasanya, gimana ini ya …?" gumam Tari dalam hatinya.
“Tari … aku masih menunggu jawabanmu yang semalam, mas susah tidurnya sebelum mendengar keputusan dek Tari, mas ingin membawa dek Tari ke kota memperkenalkan sama keluarga mas di Jakarta, bagaimana dek?”
“Mas … Tari tidak bisa ikut pergi ke Jakarta sebelum sah jadi istri mas Reyhan, orang-orang akan mengolok-ngolok Tari juga Bapak kalau anak perawannya dibawa laki-laki yang belum jelas statusnya, gitu loh mas …, ya maklum disini kan kampung mas, beda sama di kota besar yang kalau pergi sama siapa saja tetangga tidak pada ribut ngurusin!”
“Mas .. paham dek, kalau begitu Mas akan bilang sama Bapak untuk meminang dek Tari dan segera menghalalkan dek Tari, perkara keluarga mas biar nanti mas Rey yang menjelaskan, yang penting dek Tari menerima lamaran mas Rey, ya?”
Mendengar ucapan Reyhan, dada Mentari seperti ada gemuruh yang berdebar-debar matanya terbelalak kaget tidak bisa berkata apa-apa. Dapur yang tadinya berisik karena suara gemericik air kran berubah menjadi suasana yang haru.
"Tari nggak mimpi kan mas? iya … iya … mas, Tari mau menikah sama mas Reyhan, yes … yes … na … na…," Tari menjawab dengan wajahnya memerah dan pupil matanya melebar. Badannya berputar-putar menari dengan tangannya memegang sebuah sutil. Rambutnya yang panjang hitam kelam dengan aroma bedak mengibas sampai ke muka Reyhan.
"Tidak, sayang ," tangan Reyhan merengkuh tubuh mungil tari memeluknya erat mendaratkan ciuman kecil di kening Tari.
Dengan jantung dag dig dug Reyhan menghampiri Bapak Tari yang sedang duduk di kursi goyang di ruang tamu sembari minum kopi dan makan pisang rebus.
“Pak, ada yang ingin Reyhan sampaikan sama Bapak, mungkin ini terlalu cepat pak tetapi Reyhan bener-bener serius pak,’’ dengan wajah tampak berkeringat Reyhan berbicara.
“Ada apa to nak Reyhan, sepertinya serius sekali? bilang saja sama bapak terus terang!”
“Saya ingin menikahi dek Tari, pak, mungkin membuat Bapak kaget, tetapi saya betul-betul sayang sama dek Tari, saya akan membahagiakannya, menjaganya sepenuh hati saya pak, tolong restui kami pak?”
Beberapa menit Bapak Tari terdiam memikirkan perkataan Reyhan. Gadis kecil yang mungil dan dibesarkan penuh kasih sayang, yang setiap hari berlari-lari kecil bermain gundu bersama sekarang sudah dewasa dan dilamar laki-laki. Kesedihan seorang Bapak adalah disaat perannya sudah diambil orang lain. Anak perempuan satu-satunya kini akan menjadi seorang istri.
“Tari …. Mentari kesini dhuk!” panggil Bapak Tari dengan menghela nafas panjang.
Tari yang mengintip dari dalam kamar langsung berlari mendekati Bapaknya. Perasaannya tidak karuan, takut jika Bapaknya tidak merestui hubungan mereka.
“Nggih (iya) … Pak,”
“Kamu menyukai nak Reyhan?” tutur Bapak Tari sambil mengelus rambut tari.
“Bapak … ,Tari sayang sama mas Reyhan,” jawab Tari dengan mata berkaca-kaca dan memegang kedua tangan Bapaknya.
Yang dipikirkan Bapak Tari saat itu adalah apakah keluarga Reyhan mau menerima Tari dengan baik. Perasaan Bapaknya ragu juga khawatir karena Tari hanya gadis biasa dari kalangan biasa tidak sebanding dengan Reyhan anak kota dan dari keluarga terpandang.
Akan tetapi karena anaknya merasa bahagia bersanding dengan Reyhan pilihannya dan juga Reyhan berjanji akan menjaganya dengan sepenuh hati akhirnya bisa membuat lega perasaan Bapaknya.
“kapan kalian ingin melangsungkan akad nikah? dan bagaimana dengan keluarga nak Reyhan pasti belum tahu rencana pernikahan kalian?” dengan berkaca-kaca Bapak Tari bertanya antara bahagia dan sedih karena sebentar lagi akan ditinggalkan anak semata wayangnya.
“Bapak tenang saja, saya laki-laki jadi saya tidak perlu seorang wali umur saya juga sudah 37 tahun pak, tentang nafkah lahir batin dek Tari, Bapak tidak perlu merasa khawatir saya bekerja di perusahaan milik keluarga, kalau bisa secepatnya saya ingin melangsungkan akad nikah pak,” sambung Reyhan dengan tegas meyakinkan Bapak Tari.
Ditetapkanlah tanggal pernikahan mereka. Undangan sudah disebar ke beberapa orang terdekat tak lupa Bagus juga menerima undangan tersebut.
Para tetangga membantu memasak dan mendekorasi rumah Tari. Aroma-aroma kebahagiaan dan kemeriahan mewarnai setiap sudut pernikahan mereka. Para penghulu pun sudah bersiap melangsungkan akad nikah yang bahagia ini.
Siapa sih … yang tidak bahagia bisa bersanding dengan orang yang kita sayangi.
Kebaya putih membalut tubuh sexy Tari, berhiaskan mahkota kecil di kepala, duduk bersanding di samping calon imam nya. Gemuruh perasaan Reyhan yang berkecamuk gemetar karena hari ini adalah hari yang sakral buat dirinya seumur hidup dimana sisa hidupnya akan dihabiskan dengan orang terkasih. Mentari adalah pilihan Reyhan untuk melengkapi separuh dari agamanya. Bapak Tari berjabat tangan dengan Reyhan membacakan ijab qobul disaksikan oleh beberapa warga dan juga Bagus yang menangis karena cinta masa kecilnya direbut sama orang lain.
“Sah ….!” kata penghulu.
“Sah … sah … !” para saksi menjawab.
“Alhamdulillah ya Allah,” ucap Bapak Tari dengan mengusap wajahnya dan menitikkan air mata kebahagiaan di pipinya.
“Selamat ya, Tari,” Bagus menyodorkan tangannya dan bersalaman dengan Tari dan Reyhan.
Sekarang Mentari dan Reyhan sudah menjadi sepasang suami istri. Malam pertama yang romantis mereka lalui dengan mesra tidak henti–hentinya Reyhan mengucapkan, aku mencintaimu sayang.
Setelah pernikahan ini kehidupan baru akan dijalani oleh Mentari bersama dengan keluarga Reyhan. Keluarga yang belum pernah ditemui dan dia kenal sebelumnya.
Mentari yang lugu dan polos hanya berfikir bahwa semua orang itu baik dia percaya dengan kebaikannya maka dia akan mendapatkan kebaikan juga.
***
“Mas, sudah selesai beres-beresnya.”
“Sudah, dek. Dek Tari masih ada lagi yang mau dibawa?”
“Tari pikir sudah cukup yang dibawa ke Jakarta mas, sebelum kita berangkat kita ngobrol dulu sama Bapak ya?”
Sebelum mereka berangkat ke Jakarta. Bapak Tari memberi pesan kepada mereka, agar selalu menjaga rumah tangga mereka dengan baik, jika ada masalah dalam
keluarga sebaiknya dibicarakan baik-baik. Pernikahan itu menerima saling melengkapi kekurangan dan kelebihan.
“Mas Bagus, saya titip Bapak ya di desa, tolong Bapak dijaga,” pungkas Tari memberi pesan kepada Bagus.
“Iya …, kamu nggak perlu khawatir ada aku juga Ibu yang akan menjaga Bapak, Kamu,” Bagus berucap dengan menarik senyum manis.
Mentari dan Reyhan, bersamaan memeluk Bapaknya untuk berpamitan kembali ke Jakarta. kesedihan tampak di raut wajah Bapak Tari yang sudah setengah abad umurnya.
“Hati-hati disana ya cah ayu (cantik), Bapak akan selalu mendoakan keselamatanmu dan kebahagiaanmu, Nak Reyhan, Bapak titip Mentari ya … tolong jaga Mentari dengan baik, jangan sakiti dia!” pesan Bapak Mentari.
“Baik, pak, Reyhan akan mengingat pesan Bapak”.
Reyhan mencium tangan Bapak Tari begitupun juga Tari. Mereka berjalan naik angkutan umum menuju terminal dengan melambaikan tangannya.
Bapak … Tari sayang bapak. Mas … Tari merasa bahagia bisa bersama-sama dengan mas Rey. Semoga kita bisa menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
***
Salam Bahagia dari cherry pen 😊
Pukul 13.00, mereka sudah sampai di terminal Blok M Jakarta Selatan. Ini bukan pertama kali Mentari ke Jakarta karena sebelumnya sudah pernah kuliah di Jakarta. Reyhan dan Mentari mencari taksi untuk menuju ke rumah keluarga besar Reyhan yang berada di tengah pusat kota.
“Sayang, apa kamu sudah merasa lapar?”
“Iya .. nih makan dulu yuk dek, ehh … sayang … haha, sekarang dek Tari kan setengah nafasku.”
“Ihh .. mas Rey, gombal melulu deh …,” cetus Tari tangannya sambil mencubit pinggang Reyhan.
“Auw … awas ya, ntar mas bikin sayang ketagihan terus ama mas.” Tampak senyuman bahagia yang selalu terpancar dari garis-garis wajah Reyhan.
Dalam perjalanan menuju rumah Reyhan, Mentari selalu bertanya tentang keluarga Reyhan, kakak-kakaknya, adiknya juga
kedua orang tuanya. Dia sudah mempersiapkan banyak jawaban jika nanti keluar sebuah pertanyaan dari kedua mertuanya.
Tibalah Mentari di depan rumah putih yang besar dan mewah, mobil mewah dengan berbagai merek berjejer rapi di halaman parkiran yang begitu luas. Dia disambut dengan beberapa pelayan, taman yang sangat indah dan gemericik air mancur beserta kolam yang berisi ikan-ikan mahal. Namanya juga orang kaya pasti peliharaan ikannya bukan ikan yang kaleng-kaleng.
“Sayang, ini rumah kamu? Wahh … bagus sekali.” Mata Tari terbelalak melihat rumah Reyhan yang seperti istana di dalam dongeng.
Mentari tidak menyangka dan membayangkan kalau suaminya ternyata anak konglomerat yang cukup disegani banyak orang termasuk pesaing-pesaing bisnisnya. Reyhan adalah satu-satunya anak lelaki di dalam keluarga besar Abraham sebagai CEO di perusahaan milik Ayahnya yang selalu berkembang pesat.
“Iya … istriku yang cantik, apa kamu suka?”
“Tari, suka.” Dengan jantungnya berdegup dag- dig- dug Tari menjawab Reyhan.
“Tuan Muda, sudah pulang? Mama Papa Tuan Muda khawatir dengan Tuan yang berhari-hari tidak ada kabar sama sekali.” Tanya salah satu pelayan.
"Deg! Tuan Muda! dia seorang Tuan Muda, apa aku tidak salah menikah dengan dia, aku seperti cinderella saja," gumam Tari dalam hatinya yang menoleh ke arah Reyhan.
“Mama papa ada di rumah, sekarang?”
“Ada, Tuan, selama Tuan tidak ada kabar Beliau tidak pernah pergi kemana-mana, bahkan sampai memasukkan berita orang hilang ke dalam koran,” jawab seorang pelayan.
Mentari dan Reyhan melangkah masuk kedalam rumah. Reyhan menggandeng tangan Mentari di depan para pelayan menuju ruang keluarga.
“ Ma … Pa … Reyhan sudah pulang,” ucap Reyhan dengan suara lantang dan berlari memeluk mereka.
Mentari yang tertegun melihat kedua orang tua Reyhan hanya bisa menelan ludah. Wajah yang tampak berwibawa juga bijaksana menghiasi raut wajah Bapak Reyhan, Abraham. Sedangkan Mamanya memiliki garis rahang yang tegas dan belum nampak ada garis-garis halus di wajahnya karena perawatannya yang cukup mahal agar selalu tampak awet muda.
“Kemana saja kamu, capung? Mamah khawatir, apakah kamu baik-baik saja? bagaimana makanmu sayang, apakah bergizi?” ujar mamah Reyhan dengan wajahnya dibanjiri air mata.
“Jelaskan, Reyhan selama ini kamu pergi kemana dan ini siapa yang kamu bawa?” tandas Papa Reyhan sembari matanya meneliti.
“Ehh … anaknya pulang bukannya disambut dengan makanan yang lezat-lezat ini malah di berondong banyak pertanyaan. Ma … jangan panggil capung donk … Reyhan kan bukan anak kecil lagi. Sayang, kenalin ini Mama Papa aku. Mama Papa ini Mentari Istri aku!”
Mendengar pengakuan dari anaknya, kedua orang tua Reyhan merasa kaget, tampak jelas terlihat keraguan pada wajah mereka. Gadis kampung berpakaian sederhana dan seperti kurang pintar berdiri di hadapan mereka masuk ke dalam bagian keluarga besar Abraham dan menyandang status nyonya Reyhan sang CEO.
“Saya Mentari Ma … Pa … istri mas Reyhan.” Dengan sopan Tari memperkenalkan dirinya, berjabat tangan dan mencium tangan kedua mertuanya.
“Oh … Mentari namanya,” jawab mertua perempuannya dengan ketus, matanya mengamati dari atas sampai bawah. “kampungan!
Mentari yang samar-samar mendengar ucapan mertuanya, membuatnya merasa hatinya sakit dan sedih.
“Antarkan dia ke kamar, dan jelaskan sama papa, paham?”
“Baik, Reyhan anter Mentari istirahat di kamar dulu ya Ma Pa, nanti Reyhan jelaskan semuanya.”
***
Mereka mengadakan pertemuan keluarga di ruang kerja tanpa ada Mentari. Mentari yang berada di kamar hanya bisa menunggu kabar dari suaminya.
“Reyhan! kenapa kamu menikahi gadis kampungan itu?” Mama Papa sudah menyiapkan calon yang terbaik buat kamu, anak perempuan dari rekan bisnis papa agar perusahaan kita semakin besar!” murka papa Reyhan.
“Kamu dibesarkan dengan baik di keluarga terhormat, makan enak, semua fasilitas mewah kamu dapatkan, pendidikan yang tinggi, tapi kenapa kamu mengecewakan kami?” ucap Mama Reyhan dengan menghela napas.
Dengan nada halus Reyhan menjelaskan dari awal pertemuan mereka sampai akhirnya menikah dengan Mentari.
“Buat Mama Papa, Mentari mungkin wanita yang kurang tepat untuk Reyhan, tetapi buat Reyhan dia wanita yang pantas mendampingi Reyhan,” ucap Reyhan kepada ke dua orang tuanya untuk meyakinkan mereka.
“Pa, gimana ini? anak laki-laki kita satu-satunya beristrikan gadis kampung. Orang luar akan berpikir apa ini, jika tahu semuanya!”
“Ya … mau gimana lagi, sudah terlanjur Mam, anak kita sudah menentukan sendiri pendamping hidupnya! kita tidak bisa menyuruh mereka untuk bercerai!”
Reyhan menyadari kalau orang tuanya tidak menyetujui pernikahan mereka. Dia kembali ke kamar dengan memalsukan senyumannya, memeluk mentari dari belakang yang sudah tertidur lelap.
“Sayang … Aku akan selalu menjagamu dengan baik,” lirih Reyhan dalam hatinya.
Reyhan keluar kamar, menuju kolam renang dengan membawa segelas soda kaleng di tangannya, duduk di pinggiran kolam menatap langit malam yang bertaburan bintang. Tiba-tiba dia didekati oleh seorang gadis berpenampilan sexy dengan belahan rok yang tinggi di pahanya,dengan glamour menenteng tas mahalnya yang ratusan juta harganya.
“Hey … lo pulang juga, dari mana saja kamu sampai satu negara heboh nyariin kamu.” Gadis itu bertanya dengan menepuk bahu Reyhan.
“Gue, nggak dari mana-mana sih, cuma bertapa di kampung yang adem yang nggak ada muka-muka palsu disana!” imbuh Reyhan dengan meneguk soda kaleng di tangannya,
“Kata Nyokap lo pulang bawa perempuan?”
“Iya, dia istri gue.”
“Gadis seperti apa sih dia, sampai bisa membuat adik gue membuat keputusan besar tanpa melibatkan keluarganya!”
“Hmmm .., jangan banyak tanya ah, berisik aja gangguin orang lagi nyantai! lo sendiri baru pulang tengah malam gini pasti dari dugem ya?”
“haha .. haha, tau aja lo! udahlah gue mau masuk kamar! muach .. adekku sayang!” Lisa melangkah meninggalkan Reyhan dengan memberinya cium jauh.
Lisa adalah kakak kedua Reyhan, yang masih tinggal bersama orang tuanya karena belum menikah dia pernah merasakan sakit hati karena pengkhianatan pacarnya dan sahabatnya. Membuat dia menutup hati sampai saat ini.
“Seperti, apa gadis itu? yang nyokap bilang dari kelas bawah!” bisik Lisa dalam hatinya yang penasaran dengan alisnya naik sebelah.
bersambung …
Salam Bahagia dari cherry pen, jangan lupa like dan kasih bintang lima ya teman-teman☺️. Terima kasih semuanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!