Wanita-Wanita Pilihan
***
"Sal, bangun, Sal!"
Gadis bernama Salma itu terhenyak dan spontan terbangun dari tidur siangnya.
Kesadarannya belum terkumpul sempurna ketika teman sekamarnya kembali berbicara.
"Tadi aku denger namamu dipanggil bagian penerima tamu lewat speaker. Cepat ke sana siapa tahu ada orang tua atau keluargamu yang datang," titah Sarah antusias.
Walaupun hati kecil Salma meragukan omongan Sarah. Tapi, gadis yang sedang duduk di bangku kelas 1 Aliyah itu pun segera bangkit dari duduk kemudian menyambar kerudung instan yang tersampir di pintu lemari lalu memakainya sambil berjalan terburu menuju pintu keluar asrama.
Belum setahun Salma tinggal di asrama yang dianggapnya mewah itu. Bisa menuntut ilmu dan melanjutkan sekolah ke tingkat madrasah Aliyah sekaligus tinggal di sebuah pondok pesantren memang sudah dicita-citakan Salma semenjak masih duduk di bangku SD. Walaupun berasal dari keluarga tidak mampu, semangat Salma untuk menimba ilmu tidak pernah surut.
Kaki Salma meniti anak tangga dengan semangat menuju lantai dasar karena kamar yang ditempatinya terletak di lantai 3. Setelah melewati lapangan yang berada di depan gedung asrama khusus santri putri itu Salma kini sudah berada di tempat penerimaan tamu.
Salma mengedarkan pandangan ke segala arah. Perempuan berusia lima belas tahun itu berharap bisa menemukan orang tuanya yang akan menjenguk seperti yang dibilang oleh Sarah tadi di kamar. Hari Minggu seperti ini memang hari spesial untuk seluruh santri yang berada di sana karena mereka bisa dijenguk dan berkumpul bersama keluarga tercinta untuk melepas rindu.
Sudah hampir sepuluh menit menit Salma berdiri mematung sambil menelisik setiap orang yang sedang berlalu lalang memadati area tempat penerimaan tamu hingga lapangan dan teras asrama. Tapi, orang yang dicari Salma tak kunjung terlihat. Sehingga perempuan itu pun berinisiatif untuk menanyakan langsung ke bagian penerima tamu yang sedang bertugas di depan pintu gerbang.
"Maaf, Dik, sepertinya sedari tadi kami tidak pernah memanggil nama Dik Salma, karena memang tidak ada keluarga Dik Salma yang datang." Penjelasan dari kakak kelasnya cukup mengiris hati gadis malang tersebut. Membuat dadanya mendadak terasa sesak.
Salma baru menyadari jika dirinya saat ini hanya sedang dibohongi dan dijahilin oleh Sarah teman sekamarnya yang selama ini bersikap sinis dan sering meledek Salma karena hanya Salmalah yang terlihat jarang dijenguk dan dibawakan makanan enak oleh keluarganya.
Dengan langkah lesu Salma kembali ke kamar. Baru saja kakinya memasuki pintu Sarah sudah menyambutnya dengan gelak tawa mengejek.
"Kasian banget yang pengen ditengokin keluarganya. Ha ... Ha .... "
Salma tak menggubris ledekan Sarah. Ia membalikkan badan dan melangkah menuju tangga balkon tempat jemuran demi menghindari Sarah yang selalu terus menguji kesabarannya baik lewat lisan maupun sikap sinisnya.
"Sal, kamu nangis? Kenapa?" Tepukkan lembut di bahu membuat Salma sedikit terkejut. Dilihatnya Emillia, sahabat dekatnya yang berasal dari Lampung itu sudah berdiri di belakang. Karena Salma terlalu larut dengan kesedihannya sendiri hingga ia tak menyadari kehadiran Emillia yang sedari tadi sudah memperhatikannya.
"Kita senasib, Sal, aku juga sama jarang dijenguk oleh keluarga," ungkap Emillia seolah bisa menebak dengan apa yang kini sedang dirasakan oleh Salma.
"Daripada bersedih mending kita mengulang hafalan muthola'ah yang ditugaskan kemarin oleh ustazah Maryamah dan hafalan imriti yang harus disetor besok ke ustaz Akmal, yuk!" ajak Emillia yang dijawab dengan anggukkan dan seulas senyum oleh Salma.
***
Sekitar pukul 20:00 malam semua santri sedang bersiap-siap menuju kelas masing-masing untuk belajar malam setelah sebelumnya menjalani salat Isya berjama'ah di musala sekitar pondok sekaligus belajar membaca Al-qur'an dengan kakak pembimbing.
"Uangku hilang ... Uangku hilang. Duh, gimana ini uangku hilang!" Teriakkan histeris dari salah satu penghuni kamar asrama sejenak mampu mengalihkan kesibukan santri lainnya yang sedang sibuk. Ada yang sedang berganti pakaian, ada yang menyiapkan buku, dan ada juga yang sedang mematut diri di depan cermin sambil memasang hijab.
Dalam sekejap tanpa dikomando mereka berkerumun mendekat ke arah Sarah yang sedang mengobrak-abrik isi lemarinya hingga berantakkan.
"Duitku hilang, teman-teman. Siapa lagi yang mengambil kalau bukan teman kita yang jarang dimudipahin(dijengukin), iya, kan?" Sarah berseru dengan suara lantang diiringi lirikkan sinis tepat ke arah Salma yang sedang berdiri mematung. Kini semua pasang mata tertuju ke arah Salma seolah meminta jawaban dengan apa yang barusan dituduhkan oleh Sarah kepada Salma.
"Berangkat ke kelas sekarang yuk, Sal!" ajak Emillia sambil menarik cepat pergelangan tangan Salma untuk segera keluar dari kamar agar sahabatnya itu tidak terus-terusan menjadi objek perundungan dan tuduhan tanpa bukti yang sebenarnya hanya untuk memojokkan Salma.
"Aku gak sanggup lagi tinggal di sini Mil, aku mau berhenti sekolah dan mencari pondok lain saja," ungkap Salma lirih kepada Emillia. Ketika mereka berdua sudah duduk bersisian di bangku kelas.
"Jangan terlalu terburu-buru mengambil keputusan, Sal. Menuntut ilmu di mana pun tempatnya pasti akan selalu ada ujian yang akan kita hadapi. Baik itu melalui sikap teman atau cobaan lainnya. Kuncinya kita harus tetap terus bersabar dan kuat menjalani dan melewatinya." Emillia berusaha memberikan pandangan kepada Salma berharap sahabatnya tersebut tidak terlalu menanggapi sikap Sarah yang memang kadang sangat keterlaluan.
"Kamu ingat gak nasihat ustaz Akmaluddin saat idofah bakda Subuh kemarin? Beliau menyampaikan jika orang yang sedang menuntut ilmu itu akan diberikan kebaikan di dunia maupun di akhirat kelak jika kita mau terus bersabar. Sebagaimana yang tertera dalam ayat Al Qur'an yang artinya:
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, berdirilah kamu! Maka berdirilah. Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Surat Al-Mujadalah ayat: 11).
"Selain itu pula orang yang sedang menuntut ilmu akan dimudahkan jalannya menuju surga kelak. Karena dalam sebuah hadist tentang keutamaan orang yang menuntut ilmu pengetahuan dalam Islam, Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim, no. 2699)
Usai mendengar penuturan dari Emillia yang memang sudah mumpuni dalam hafalan baik kutipan ayat ataupun hadits itu kini perasaan Salma pun jauh lebih terasa membaik dari sebelumnya.
***
Waktu begitu cepat berlalu. Kini Salma sudah duduk di bangku kelas akhir atau kelas 3 Aliyah yang sebentar lagi akan melewati tahap persyaratan pelulusan yang biasa disebut dengan amaliatuttadris, yaitu praktik mengajar di kelas dengan menggunakan 2 pilihan bahasa arab atau bahasa inggris dari pertama memasuki kelas hingga selesai.
Awalnya Salma merasa berat dan merasa dirinya tidak mampu melaksanakan tugas akhir itu. Tapi, setelah menempuh pelatihan beberapa bulan sebelumnya Salma pun merasa seakan semua berjalan dengan ringan dan mudah.
Kini wanita berperawakan ramping itu pun sedang berada di depan kelas 3 Mts yang akan menjadi ajang tempat praktik mengajar yang dipantau langsung oleh ustaz pembimbingnya, yaitu ustaz Yazied Wardi sebagai mudaris pelajaran shorof yang kini akan diampu langsung oleh Salma sendiri.
Usai mengucap salam dan dijawab serempak oleh adik-adik kelasnya. Salma pun memulai pembukaan di depan kelas dengan menggunakan bahasa arab yang cukup fasih.
"Rotibna julusakuna, wadho'na aiydiakuna 'alalmakatib. Al'an ajibna su'alii ... Madza darsukunal'an?"
"Darsunal'an ashorfhu." Semua murid kelas 3 Mts itu menjawab pertanyaan Salma dengan kompak.
Dalam hitungan ke 45 menit akhirnya Salma mampu menyelesaikan tugasnya menyampaikan materi pelajaran kepada adik-adik kelasnya tanpa ada kesalahan.
Setelah beberapa bulan menanti hari kelulusan. Tibalah saatnya acara perpisahan yang digelar dengan cukup meriah dan penuh suka cita oleh semua santri kelas akhir.
***
Belum satu bulan Salma tinggal di rumah setelah lulus dari pondok pesantren selama 3 tahun ia menuntut ilmu di sana. Tiba-tiba pada suatu pagi gadis itu kedatangan tamu yang tak lain bapak kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah tempat sekolah Salma 6 tahun yang lalu.
Pak Mahfuddin, kepala sekolah tersebut meminta Salma untuk berkenan mengajar di madrasah.
"Kebetulan guru bahasa arab di sekolah kami sudah purna bakti beberapa Minggu yang lalu dan belum ada yang ngisi. Saya harap Nak Salma mau membantu kami yang saat ini sedang kekurangan tenaga pendidik." Begitu yang diutarakan pak Mahfuddin kepada Salma dan sang ibu yang kebetulan ikut menemani ngobrol di ruang tamu.
Awalnya Salma merasa ragu dan ingin menolak tawaran tersebut, Tapi, sang ibu dengan sepenuh hati terus mendukung dan menyemangati anak gadisnya agar bersedia menerima tawaran baik itu.
Setelah meyakinkan hatinya sendiri Salma pun akhirnya menerima dan bersedia. Gadis itu mendadak teringat pepatah arab atau mahfudzot yang mengatakan, "Ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon tidak berbuah."
Tangan Salma bergetar ketika kali pertama dirinya menerima amplop gaji hasil dari kerja kerasnya selama satu bulan mengajar anak didiknya. Ia menyerukan rasa syukur yang begitu mendalam kepada Sang Maha Pengatur Segalanya yang begitu mudah memberikan kelapangan jalan hidup yang kini ia jalani.
Bayangan kepahitan dan kepedihan hati selama dirinya menuntut ilmu di pondok pesantren berseliweran memenuhi ruang ingatan gadis yang kini berusia sembilan belas tahun itu. Dulu ... Hampir saja dirinya berputus asa dan menyerah saat ujian dan cobaan datang silih berganti dari kekurangan biaya dan bekal serta jarang dijenguk oleh keluarga juga ujian dari teman sekamar yang cukup membuat mentalnya terpuruk.
Namun, kini perempuan itu sudah bisa melewati dan tinggal memetik hasil dari jerih payahnya.
End.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments