Buah dari Kesabaran

Mengurus dua anak sekaligus seorang diri tanpa bantuan dari siapapun terkadang membuat Mhita sering keteteran. Oleh karena itu ia memilih untuk mengerjakan pekerjaan yang dianggapnya pokok saja. Seperti menyediakan makanan dan menjaga anak-anaknya.

Karena pernah suatu waktu ketika dulu Okta anak pertama masih berusia 4 bulan. Di saat bayinya itu sudah mulai terlihat tertidur pulas, Ibu muda itu berinisiatif untuk memulai aktivitas mengerjakan pekerjaan rumah.

Namun, baru beberapa menit ia memegang gagang sapu dan mengumpulkan sampah daun-daun kering persis di belakang rumahnya, tiba-tiba sudah mulai terdengar rengekkan dari Okta yang sudah terjaga dari tidurnya. Mhita pun kemudian menjeda kegiatannya yang sedang menyapu halaman belakang itu. Kemudian setengah berlari menuju kamar mandi untuk mencuci tangan dan kakinya terlebih dulu sebelum ia menghampiri bayinya yang sedang menangis semakin keras.

Baru saja ia membuka pintu dapur. Indera pendengarnya menangkap sebuah suara seperti sesuatu yang terjatuh dan menimbulkan suara gedebuk disusul dengan tangis histeris Okta yang semakin kencang membuat jantung Mhita seketika seperti berhenti berdetak. Sambil berlari ia membuka pintu kamar. Pemandangan di depan mata membuat tubuhnya lemas dengan debar jantung yang semakin bertalu-talu. Karena melihat Okta yang saat itu sudah berpindah posisi persis di bawah ranjang yang tingginya hampir selutut orang dewasa.

Dengan badan dan tangan gemetar Mhita segera meraih bayinya yang tergeletak lemah kemudian membawanya ke dalam dekapan dengan hati penuh penyesalan karena tadi sudah meninggalkannya. Perempuan itu pun berusaha meredakan tangis bayinya yang masih histeris dengan memberikannya ASI. Air matanya pun mengalir tak dapat ditahan lagi melihat sang buah hati merasa kesakitan karena jatuh dan terbanting dari tempat tidur yang ketinggiannya cukup lumayan bagi bayi usia 4 bulan.

"Ma'afkan Mama, ya, Sayang," ucap Mhita sambil menahan tangis. Saat itu ia benar-benar merutuki diri sendiri karena sudah menjadi penyebab anaknya mengalami insiden mengerikan seperti itu.

Mulai dari situ Mhita berjanji kepada dirinya sendiri untuk lebih mementingkan menjaga dan mengawasi buah hati. Sedangkan urusan pekerjaan rumah dan lainnya ia kerjakan setelah sang suami sudah berada di rumah dan bisa menggantikan menjaga anak mereka. Walaupun resikonya memang harus selalu mendengar komentar miring dari orang sekitar yang kadang hampir membuatnya terserang syndrom baby blues karena merasa tertekan dengan omongan orang yang tak pernah memahami keadaannya.

***

Apalagi saat ini, setelah kelahiran putra keduanya itu membuat Mhita semakin kerepotan karena tak ada satu orang pun yang bisa dimintai tolong. Sering kali Mhita membiarkan si sulung dan adiknya memberantakkan semua mainan dan mengeluarkan semua isi lemari yang sudah Mhita bereskan sebelumnya. Demi kedua anaknya itu terlihat anteng ketika ia akan melaksanakan salat lima waktu atau ketika ia sedang memasak.

Seperti saat ini, Mhita membiarkan Okta dan adiknya bermain kertas yang disobek kecil-kecil. Berhamburan memenuhi ruangan dengan mainan yang tercecer di mana-mana hingga menciptakan pemandangan seperti kapal pecah. Mhita sendiri sedang menyibukkan diri di dapur untuk menyiapkan makan siang karena sebentar lagi sang suami akan datang dari tempat kerja.

Belum selesai ia menyelesaikan masakannya. Tiba-tiba dari arah depan terdengar suara cempreng seorang ibu memangil namanya.

"Mhita ... Kamu ini memang keterlaluan sekali, ya. Ini rumah apa kandang kambing, berantakan seperti ini. Anak dibiarkan main sendiri!" teriaknya hingga terdengar ke arah dapur.

Mhita setengah berlari ke depan meninggalkan kegiatannya yang sedang menggoreng bakwan jagung dan sayur bening bayam untuk menu makan siang.

"Ma'af, Bu. Tadi saya lagi di dapur. Biar bisa masak sengaja anak-anak dibiarkan main berdua di sini," ucap Mhita mencoba menjelaskan kepada Bu Sukma yang sudah berdiri berkacak pinggang di ruang tengah dengan koper dan tas berukuran besar di samping kiri dan kanannya.

Mhita tergopoh menghampiri sang ibu mertua untuk menyalaminya, tapi tangan wanita muda itu langsung ditepiskan oleh Bu Sukma. Membuat Mhita tak enak hati dan salah tingkah.

"Tambah stress saya tinggal di sini. Kalau setiap hari menyaksikan pemandangan seperti ini terus," gumam Bu Sukma sambil berlalu menuju kamarnya sendiri.

Refi yang baru berusia sebelas bulanmenangis histeris ketakutan ketika mendengar teriakan dari neneknya yang baru datang. Sedangkan Okta memilih anteng sendiri mewarnai gambar tak mempedulikan kedatangan Bu Sukma.

Sebelum melangkah ke dapur untuk melanjutkan aktivitasnya. Mhita terlebih dulu mengecek ponselnya yang sedari tadi berdering tanpa jeda.

Tampak pesan singkat dari sang suami yang cukup membuat hatinya berbunga. Walaupun dihadapkan dengan ibu mertua yang cukup menguji kesabaran. Di balik itu ada sosok suami yang baik dan senantiasa menjaga perasaan sang istri melalui kelembutan sikap dan tutur katanya.

***

"Mama, aku mau makan," pinta anak sulungnya setelah Mhita usai melaksanakan kewajiban salat lima waktu. Wanita beranak dua itu pun kemudian menyuapi anak- anaknya sambil menemaninya menonton televisi film kartun Upin Ipin acara favorit kedua buah hatinya itu.

Mhita mulai mengemasi semua mainan yang tadi diberantakkan oleh Okta dan Refi sebelum kedua bocah itu tertidur. Mhita mulai menyapu dan mengepel semua ruangan karena terasa lengket bekas remahan nasi tadi bekas kedua anaknya makan siang.

Karena merasa capek dan penat yang luar biasa di bagian telapak kakinya semenjak dari pagi tadi belum sempat beristirahat, Mhita pun menyusul putra putrinya menuju kamar dan berencana akan tidur siang.

Bu Sukma keluar kamar dan membuat minuman untuknya sendiri di dapur sambil mengomel dengan suara keras.

"Duh, mimipi apa kamu ini bisa nikah sama wanita seng koyok ngono. Cantik juga enggak, kaya enggak, gak bisa ngapa-ngapain lagi. Bisanya ngerem terus di kamar siang-siang seperti ini. Bukannya cari aktivitas lain. Ini anak tidur malah ikut tidur juga."

Mhita yang baru saja hendak terlelap, terjaga kembali karena suara sang ibu mertua begitu keras hingga terdengar jelas ke dalam kamarnya.

Usai mengomel yang ditujukkan kepada Mhita Bu Sukma pun pergi ke luar rumah pergi menggunakan ojek online pergi entah kemana.

Mhita hanya mengelus dada. Bu Sukma seakan tak pernah menghargai dengan apa yang sudah dilakukan oleh dirinya. Padahal, ia sudah sebisa mungkin mengerjakan pekerjaan rumah sesuai dengan yang ia mampu.

Namun, ternyata di mata Bu Sukma semua itu tak dianggap. Mhita masih terus menjadi sosok menantu yang tak berguna dalam penilaian ibu mertuanya itu.

Di tengah kelelahan hati, Mhita selalu teringat pesan dari sang suami agar dirinya harus tetap tegar dan sabar dalam setiap keadaan.

Sesuai dengan perintah Allah yang tertera dalam ayat Al-Qur'an:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung,” (QS. Ali Imran: 200)

***

Buah dari kesabarannya kini kedua putra dan putri Mitha tumbuh dengan sehat dan tambah pintar. Kini kedua buah hatinya sudah duduk di bangku sekolah dasar. Sehingga Mitha bisa memiliki waktu yang lumayan longgar untuk mencoba berusaha mencari kesibukan yang dapat menghasilkan rupiah.

Bu Sukma yang semula selalu berwajah masam dan bertutur kata sinis, kini setelah melihat perubahan perekonomian Mitha sikap sang ibu mertua itu pun mulai berubah.

Apalagi Mitha selalu menyisihkan sedikit uang dari hasil usaha yang sedang digelutinya untuk ibu dari suaminya itu. Perlakuan Bu Sukma menjadi lebih terlihat baik kepada Mitha.

End

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

novel ini ada sisi syiar Islam juga👍👏🙏.

2023-09-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!