Ummu Sibyan

Ummu Sibyan

Bab 1. Ummu Sibyan

Allahuakbar Allahuakbar!

Azan maghrib terdengar menggema dari pengeras suara mushola yang tidak jauh dari rumah Aruna. Bergegas Aruna menutup seluruh jendela rumah. Ketika tatapan Aruna terlempar keluar melewati kaca rumahnya, langit tampak pekat, tidak seperti biasa. Alis Aruna berkerut dalam. "Aneh sekali," gumamnya.

"Aruna! Cepat tutup seluruh jendela dan pintu depan!" pekik suara dari arah dapur, yang membuat lamunan Aruna tersentak.

"Iya, Bu! Ini sedang aku lakukan!" jawab Aruna lalu segera melakukan tugasnya. Namun, Aruna tidak bisa bergerak cepat karena usia kandungannya sudah tujuh bulan serta kondisi perut yang sudah membesar.

Hingga tiba Aruna di depan pintu rumahnya. Pintu itu ada dua lapis. Lapis di dalam merupakan pintu kayu seperti kebanyakan pintu, sedangkan lapis terluar merupakan pintu besi layaknya pintu pagar, hingga mampu memperlihatkan pemandangan di baliknya.

Aruna justru terpaku. Entah hal apa yang menahannya untuk tetap di sana, menatap halaman rumahnya yang lapang. Seperti ada sesuatu yang menahan kaki Aruna untuk tak beranjak.

"Aruna!" pekik Bu Gayatri lagi. Ibunya itu muncul dengan wajah lelahnya.

Aruna kembali tersadar dan bergegas menutup pintu. "Maaf, Bu. Tadi malah terbawa suasana sore yang menenangkan," ucap Aruna sambil tersenyum manis.

Bu Gayatri menggelengkan kepalanya pelan. "Ditutup dulu 'kan bisa, Na. Azan maghrib sudah selesai loh. Nggak baik kalau jendela dan pintu masih terbuka. Apalagi, kamu lagi hamil," nasehat beliau yang kini turut membantu menutup tirai.

"Memangnya kenapa, Bu? Apa hubungannya ibu hamil dengan waktu maghrib?" tanya Aruna sambil terkekeh geli. Usia ibunya memang bisa disebut wajar bila masih mempercayai mitos seperti itu.

Bu Gayatri berdecak pelan. Kesal sekaligus marah pada putrinya yang sulit untuk di nasehati perkara hal mistis. "Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Ayo, kita makan!" ajak beliau sambil menuntun lengan Aruna menuju ruang makan.

Tentu saja hal itu membuat Aruna kesal. Rasa penasarannya belum terjawab, tetapi ibunya seperti enggan menjelaskan. Saat tiba di meja makan, Aruna kembali melemparkan tanya. "Bu? Tadi, maksudnya apa? Aku nggak akan percaya kalau Ibu nggak jelasin secara spesifik," cecarnya dan Bu Gayatri hanya menatap datar sang Putri.

"Kenapa sih, Yang? jelasin soal apa? Sampai harus spesifik?" Suara suaminya terdengar memasuki ruang makan. Aruna terkesiap dan langsung beranjak untuk menyambut kepulangan suaminya.

"Mas Kala! Udah pulang? Nggak jadi lembur ya?" runut Aruna langsung menghampiri dan menyalami Kalandra. Suaminya itu menggeleng. Sebuah kecupan di kening menjadi hadiah untuk Aruna. Lalu, Kala mengacak pelan puncak kepala istrinya tercinta.

"Kebetulan, tadi sore udah selesai semua. Ya udah, aku pun pulang lebih awal," jelas Kala sambil menatap Aruna dengan pandangan meneduhkan. Mulut Aruna baru akan terbuka, tetapi niatnya urung ketika suara Bu Gayatri kembali terdengar.

"Kala. Pergilah ke kamar mandi lebih dulu. Tidak baik baru dari luar dan pulang maghrib langsung menemui istri yang sedang hamil." Mendengar itu, Aruna memutar bola matanya jengah, tidak habis pikir dengan sikap ibunya yang masih mempercayai hal demikian.

"Baik, Bu." Akhirnya, Kala memutuskan untuk membersihkan diri lebih dulu. Aruna pun kembali ke kursinya dengan wajah tertekuk. Semenjak dia hamil, ibunya memang berubah posesif.

"Tidak perlu cemberut seperti itu. Ikuti nasehat orang tua karena kami lebih berpengalaman," sergah Bu Gayatri sebelum Aruna melemparkan protesnya.

Aruna menghembuskan napasnya kasar. Bahunya melorot, seperti tak memiliki tenaga. "Memangnya kenapa, Bu? Kalau Ibu kasih alasan, aku pasti tidak akan banyak protes lagi," rajuk nya masih belum bisa menerima gagasan mitos sang Ibu.

Bu Gayatri kini menatap putrinya serius, membuat Aruna merubah ekspresi wajah memohon agar ibunya berbelas kasihan mau menjelaskan. "Ibu terpaksa harus mengatakan ini demi keselamatan kamu dan bayi yang kamu kandung," putus beliau pada akhirnya.

Saat akan mulai bercerita, Kala telah kembali untuk bergabung bersama keduanya, melakukan makan malam. "Ada apa sih, Bu? Serius sekali?" tanya Kala penasaran, dengan membagi fokusnya untuk duduk tepat di sebelah Aruna.

Bu Gayatri menarik dan menghembuskan napas sebelum memulai bercerita. "Jadi, setiap mau masuk maghrib itu, seluruh jendela, tirai, dan pintu harus di tutup. Di waktu tersebut, tepat pergantian siang dan malam terjadi, makhluk dari dunia lain mulai melakukan aktifitasnya. Karena mereka juga sama seperti kita. Makan, minum, sampai memiliki sebuah keluarga."

Mendengar itu, alis Aruna berkerut dalam. Dia melempar padangan pada Kala yang ternyata sama bingungnya. "Lalu, apa hubungannya dengan kehamilan ku, Bu?" tanyanya masih belum puas dengan penjelasan Bu Gayatri.

Bu Gayatri terdiam sejenak dengan tatapan yang kelam. "Mereka dari bangsa jin ada yang baik, ada juga yang berniat jahat. Ada juga, sosok jin yang menganggu ibu hamil dan anak-anak berusia kurang dari dua tahun. Dia adalah Ummu Sibyan."

Aruna justru tertawa, membuat Bh Gayatri menghela napas lelahnya. "Ummu Sibyan? Kok mirip grup gambus yang sedang terkenal itu?" ledek Aruna.

"Itu beda nama, Aruna. Kalau kamu tidak mau percaya, ya sudah. Yang penting, ibu sudah menasehati kamu," putus Bu Gayatri mulai menyendok makanan ke mulutnya.

Kala yang turut hadir di ruang itu, entah mengapa bulu kuduknya terasa merinding setelah mendengar penjelasan dari ibu mertuanya. Dia terdiam dan coba untuk tidak memikirkan hal itu.

Setelah selesai makan, Kala dan Aruna memutuskan untuk masuk kamar. Bu Gayatri yang masih ingin melakukan aktifitas lain, mendatangi ruang tengah demi bisa menonton sinetron kesukaan beliau. Ketika telah duduk dan menyalakan televisi, entah mengapa udara dalam ruangan terasa dingin. Padahal, beliau tidak menggunakan AC maupun kipas angin.

Krieeet..

Alis Bu Gayatri bertaut. Beliau hapal sekali jika suara itu merupakan decitan pintu depan. Bergegas beliau berjalan menuju ruang tamu. Kerutan di kening beliau semakin bertambah ketika mendapati pintu rumahnya terbuka lebar. "Apa Kala lupa menutup pintu ya?" gumam Bu Gayatri heran.

Beliau melempar pandangannya keluar. Malam sudah semakin pekat, padahal waktu masih menunjukkan pukul tujuh. Aneh memang. "Semoga tidak akan ada hal buruk yang terjadi." Lalu, Bu Gayatri menutup pintu itu rapat dan menguncinya.

Terpopuler

Comments

Yuyun Yuningsih

Yuyun Yuningsih

hadirr

2023-12-21

0

mama oca

mama oca

hai salam kenal hadir kak

2023-09-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!