Bab 2. Mimpi buruk

“Jika sore hari mulai gelap maka tahanlah bayi bayi kalian, sebab iblis mulai bergentayangan pada saat itu. Jika sesaat dari malam telah berlalu maka lepaskan mereka, kunci pintu-pintu rumah dan sebutlah nama Allah, sebab setan tidak membuka pintu yang tertutup. Dan tutup rapat tempat air kalian dan sebutlah nama Allah. dan tutup tempat makanan kalian dan sebutlah nama Allah. meskipun kalian mendapatkan sesuatu padanya.” (HR Muslim)

Hah.. Hah...

Napas Aruna terengah-engah karena harus lari berkilo-kilo meter yang entah kemana tujuannya. Kakinya berhenti melangkah saat sosok yang mengejarnya tak lagi terlihat. Sosok seram yang membuat kakinya sangat berat untuk berlari kencang.

[Aruna... Aruna...]

Panggilan itu terdengar lagi, membuat Aruna terpaksa kembali berlari. Dia ingin sembunyi, tetapi tidak ada satu pun tempat persembunyian. Hingga entah sejak kapan dari jarak lima meter di depan ada sebuah tembok besar. Aruna bernapas lega dan segera bernaung di sana.

"Aruna. Aruna, Sayang," panggil suara itu lagi. Terdengar lembut, tetapi suara khas seorang wanita tua tidak bisa di manipulasi.

"Bayimu itu milikku." Suara itu terdengar seperti bisikan disusul sebuah tawa menyeramkan, membuat Aruna menutup telinga ketakutan.

"Tidak. Ini adalah anakku. Aku yang mengandungnya! Kamu tidak boleh mengambilnya!" teriak Aruna coba melawan.

Setelah Aruna berucap demikian, tidak ada lagi suara. Hanya ada kesunyian, membuat Aruna menurunkan tangan dan menoleh ke belakang secara perlahan. Namun, hal yang selanjutnya dia lihat adalah wajah wanita tua yang sudah beruban, dua bola matanya berwarna biru, dan dua tanduk di keningnya.

Belum lagi, rambutnya yang kusut persis seperti nenek sihir di film-film dan mulut yang menganga lebar mengeluarkan puncak api, berhasil membuat mata Aruna membeliak dengan tubuh gemetar. Aruna seperti kehilangan suaranya hanya untuk berteriak. Tenggorokannya tercekat dengan lidah yang terasa kelu.

Sosok itu tertawa dan terbang di atas kepala Aruna. Bisa Aruna lihat, sosok itu memiliki betis yang kecil dengan kuku kakinya yang panjang dan menghitam.

"Aaaaaaaaargh!" Aruna berteriak kencang bersamaan dengan tubuhnya yang terbangun dari tidur. Butiran keringat sebesar biji jagung menghiasi kening dan pelipisnya. Napas Aruna terengah-engah seperti baru mengikuti lomba lari.

Aruna meraup wajahnya dan menghembuskan napas lega. "Untung cuma mimpi," gumamnya khawatir karena kejadian barusan seperti begitu nyata. Aruna berniat untuk tidur lagi. Namun, suara azan subuh membatalkan niatnya. Dia memilih bangkit dan membersihkan diri.

Sang Surya mulai menampakkan sinarnya, membuat bumi disirami kehangatan yang digadang-gadang bermanfaat bagi kesehatan tulang. Para penghuninya mulai melakukan rutinitas seperti biasa. Petani ke sawah atau ladang, pegawai ke kantor, pedagang mulai menjajakan dagangan, dan masih banyak lagi.

Aruna baru saja mengantar Kala hingga teras. Suaminya itu harus bekerja lebih giat untuk biaya rumah sakit dan kehidupan anaknya kelak. Dia belum sempat bercerita pada ibu dan suaminya tentang mimpi buruk yang di alami. Aruna rasa, itu hanya bunga tidur yang kebetulan menyeramkan.

"Aku pulang malam, Yang. Pintu dikunci aja. Aku sudah bawa kunci cadangan," beritahu Kala saat Aruna mencium punggung tangannya.

"Pulang jam berapa, Mas?" tanya Aruna sedikit khawatir. Kala pun terkekeh pelan sambil mengecup kening sang Istri penuh sayang.

"Jam delapan aku usahakan udah di rumah, Yang. Aku berangkat dulu ya." Lalu, Kala menunduk dan mengelus perut buncit sang Istri sembari berkata. "Ayah kerja dulu demi kamu dan Bunda ya? Baik-baik di dalam sana." Aruna tersenyum manis, sangat bahagia dengan kehidupannya yang sekarang.

Selepas mobil Kala tak terlihat lagi, Aruna merenggangkan seluruh otot tubuhnya yang terasa kaku. "Padahal cuma mimpi. Kenapa capeknya sampai ke dunia nyata?" monolog Aruna bertanya.

"Memang kamu mimpi apa, Na?" Suara Bu Gayatri tiba-tiba terdengar, membuat tubuh Aruna terkesiap dengan debaran jantung tak beraturan. "Ibu! Aku kaget," kesal Aruna sambil mengusap-usap dada.

Bu Gayatri menatap putrinya dengan alis bertaut. "Kamu mimpi apa semalam? Kok sampai pegal-pegal badannya?" cecar beliau penasaran.

Aruna menatap ibunya sebentar. Seperti ragu untuk menceritakan mimpi yang semalam menimpanya, karena paham betul bagaimana sikap sang Ibu. "Cuma bunga tidur kok, Bu."

Mendengar itu, Bu Gayatri berdecak pelan. Anaknya itu bodoh atau bagaimana? Mimpi juga bisa diartikan sebagai sebuah pertanda. "Ibu tahu. Namun, mimpi juga bisa menunjukkan sebuah tanda. Jangan sepelekan masalah mimpi, Na."

Benar bukan dugaan Aruna? Ibunya akan mulai mengaitkan mimpi dengan hal-hal mitos? Itu sudah tidak asing lagi. "Jadi, semalam aku mimpi di kejar oleh wanita tua yang menyeramkan." Pada akhirnya, Aruna harus berkata jujur.

Bu Gayatri menutup mulutnya terkejut dengan mata membeliak lebar. "Di kejar wanita tua yang menyeramkan?" gumam beliau hampir nyaris tak ada suara. Beliau menatap Aruna penuh selidik. "Apa ada kalimat yang terucap dari wanita itu?"

Aruna mengangguk pelan. Dia masih ingat jelas ucapan wanita tua itu semalam. Bagaimana Aruna bisa lupa? Sedangkan wanita itu dengan mudah mengatakan hak kepemilikan bayinya. "Dia berkata jika bayi yang aku kandung adalah miliknya," ungkap Aruna yang membuat Bu Gayatri berteriak kesal.

"Hah! Lalu, kamu jawab apa?"

"Aku jawab jika ini anakku. Bukan miliknya."

Bu Gayatri sontak mengedarkan pandangan ke sekitar dan berakhir menatap Aruna. "Kita masuk, Na. Ada yang mau ibu sampaikan," ajak beliau sambil menarik lengan putrinya memasuki rumah.

Setibanya di ruang tengah, Bu Gayatri meminta Aruna duduk. Pandangan beliau begitu serius menatap putrinya. "Semalam ibu mendapati pintu rumah terbuka lebar. Apa kamu atau Kala sempat keluar?" cecar beliau memastikan, yang langsung mendapat gelengan kepala dari Aruna.

"Ibu 'kan tahu kalau setelah makan, aku dan Mas Kala langsung masuk kamar."

Bu Gayatri sontak memegangi dada, terlalu syok dengan pengakuan Aruna. Hal itu membuat Aruna memutar bola matanya jengah. "Paling, Mas Kala yang lupa tutup pintu waktu baru pulang, Bu," jelas Aruna tidak ingin ibunya kembali mengaitkan dengan hal gaib.

"Baiklah. Semoga saja benar begitu. Oh iya. Ibu cuma mau berpesan agar kamu mulai mendekatkan diri pada Tuhan. Minta perlindungan padaNya dari segala mara bahaya. Ibu hamil dan bayi biasanya rawan menjadi incaran kaum jin dan iblis," pintar beliau lembut sambil menyentuh punggung tangan putrinya.

Tidak ingin terjadi perdebatan, Aruna mengangguk saja. Dia memang bukan golongan manusia rajin beribadah. Namun, dia masih mengakui agamanya.

"Mengenai mimpi kamu semalam, tidak perlu di pikir panjang. Kalau kamu dekat dengan Tuhan, hal buruk tidak akan terjadi. Bila kamu mimpi hal sama lagi, beritahu Ibu ya? Ibu akan bantu doa dan mencari solusi," pinta beliau lagi sarat akan harapan yang besar.

Entah mengapa, Aruna merasa jika ibunya sedang begitu kalut setelah mendengar cerita mimpi yang dia alami. "Tidak akan terjadi apa-apa, Bu. Aku sehat, bayiku sehat. Semua akan baik-baik saja."

Terpopuler

Comments

Endang Khairunnisa

Endang Khairunnisa

ngene ki, contoh manusia kados Ana ngene ki seng mangkeli, nek wis kadung kejadian baru panik.

2023-11-25

0

Chuu

Chuu

Ummu sibyan memang ada bukan cuma mitos belaka

2023-11-07

1

Yurnita Yurnita

Yurnita Yurnita

anak zaman sekarang ngeyelllll

2023-10-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!