Bab 3. Bekas tangan di perut

Sambil menunggu ibunya selesai sholat maghrib, Aruna duduk menunggu di meja makan sambil memainkan ponsel. Jemarinya menggulir sosial media untuk menghilangkan rasa bosan. Azan masih saling bersahutan antara masjid satu ke masjid lainnya.

Namun, ada suara yang begitu menarik perhatiannya. Suara itu ikut larut dalam lantunan azan.

Kukuruyuk... Kukuruyuk... Petok.

"Itu nggak salah ada suara ayam berkokok? Perasaan, tetangga nggak ada yang pelihara deh." Kening Aruna berkerut dalam, kepalanya berpikir keras tentang mengapa dia mendengar suara ayam.

Kukuruyuk... Kukuruyuk... Petok.

Lagi. Suara ayam berkokok membuat Aruna beranjak dan memeriksanya. Seluruh jendela dan tirai rumahnya sudah tertutup. Namun, suara itu seakan begitu dekat dengannya. Hingga saat Aruna memeriksa ruang depan, pintu rumah ada yang mengetuk dari luar. Aruna sempat terkesiap karena ketukan itu terdengar lumayan kencang.

"Siapa sih, bertamu di jam seperti ini," gerutu Aruna, tak urung memutar kenop dan memeriksa siapa yang berkunjung.

Ceklek.

Pintu kayu di depannya terbuka, menampakkan Kala dengan senyum lebarnya. "Mas! Sudah pulang? Nggak jadi lembur ya?" Lalu, Aruna membuka pintu kedua dan mempersilahkan Kala masuk.

Tanpa suara, Kala melenggang begitu saja dan masuk ke kamar, membuat Aruna menggelengkan kepalanya pelan. Mungkin, sikap Kala yang seperti itu tidak lain karena teguran ibunya kemarin. Setelah kembali menutup pintu, Aruna menyusul ke kamar.

Setibanya di sana, Aruna melihat Kala yang duduk di sisi ranjang dengan senyum misterius. Senyum yang belum pernah Aruna lihat sebelumnya. "Kamu nggak mandi, Mas?" tanya Aruna yang kini berjalan mendekat.

Bukannya menjawab, Kala justru menepuk sisi kosong di sampingnya, meminta Aruna untuk duduk. Menurut. Aruna duduk berdekatan dengan sang Suami yang hari itu tampak aneh. "Kamu kenapa sih, Mas? Kok sejak tadi diam terus? Bukannya jawab pertanyaan ku." Aruna memprotes sikap suaminya yang berbeda.

Lagi-lagi Kala hanya tersenyum lebar dan memeluk Aruna erat. Kedua telapak tangan laki-laki itu diletakkan tepat di atas perut buncit Aruna. Elusan lembut itu membuat Aruna nyaman dan perlahan, kelopak matanya mulai memberat.

Di ruang lain, Bu Gayatri baru selesai melaksanakan kewajibannya pada Tuhan. Ketika ekor matanya melirik jam yang bertengger di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit. Beliau bergegas keluar dimana Aruna pasti sudah menunggu dengan kelaparan.

"Anak itu pasti masih menunggu tanpa ada niatan untuk makan lebih dulu," gumam beliau khawatir. Bagaimana pun, bukan hanya Aruna yang membutuhkan asupan nutrisi. Calon cucunya juga membutuhkan itu.

Setelah selesai melepas mukenah dan menaruh Al Quran kembali ke tempat semula, langkahnya keluar meninggalkan kamar. "Aruna ke mana?" tanya beliau saat tak menemukan Aruna di ruang makan.

"Apa di dapur ya?" Beliau segera menuju dapur, tetapi tak menemukan putrinya di sana. Saat akan berbalik, beliau sempat melihat jika pintu yang menghubungkan dengan ruang jemuran terbuka. "Masa iya, Aruna jemur di jam segini?" Alis beliau saling bertaut heran.

"Aruna! Ini sudah malam loh. Jangan berjemur di malam hari," ucap beliau dengan suara yang lebih kencang agar terdengar hingga keluar. Namun, tidak ada sahutan dari sang Putri yang membuat Bu Gayatri terpaksa memeriksa keluar.

"Aruna! Kamu di sana kan?" Beliau sudah berdiri di ambang pintu, tetapi tak menemukan Aruna di sana. "Apa Aruna lupa menutup pintu belakang? Huh! Anak itu memang susah untuk di nasehati." Namun, tidak ada siapa-siapa di sana.

"Apa Aruna ke kamar?" gumam beliau segera berjalan menuju kamar putrinya. Benar saja. Saat pintu terbuka, Aruna sedang tertidur pulas dengan posisi telentang. Bu Gayatri yang kesal, sontak berteriak untuk membangunkan Aruna.

"Aruna! Waktu maghrib tidak boleh tidur!" Sambil berjalan mendekat di sisi ranjang. Aruna menggeliat dan mulai membuka kelopak mata secara perlahan.

"Ibu? Mas Kala mana?" tanya Aruna dengan suara seraknya. Dia bangkit dan duduk bersandar pada kepala ranjang.

"Kala? Bukannya dia lembur ya?" Bu Gayatri justru balik bertanya, membuat Aruna kebingungan setengah mati.

"Mas Kala sudah pulang, Bu. Tadi aja Mas Kala di sini, sambil elus perut aku. Saking nyamannya, aku tertidur," ungkap Aruna dan mata Bu Gayatri kini membeliak lebar.

"Ibu tidak lihat siapa-siapa di depan. Kala juga belum pulang, Na. Kamu mimpi kali."

kini, Aruna yang terdiam untuk mengingat kejadian yang baru saja dia alami. Dia ingat jelas jika suaminya sudah pulang dan berbaring di sampingnya. Ketika menoleh, Aruna tidak menemukan siapapun. "Lalu, siapa tadi, Bu?" tanya Aruna mulai cemas.

Jantung Bu Gayatri rasanya seperti mencelos. Beliau menyingkap dress yang Aruna kenakan untuk memeriksa perut putrinya. Mata beliau semakin membeliak ketika melihat ada bekas tangan yang membiru di perut Aruna.

"Aruna! Ini apa!" pekik beliau panik.

Aruna sama paniknya. Jantungnya sudah berdebar tidak karuan. Dia mengelus perut untuk memastikan jika anaknya baik-baik saja. "Aruna tidak tahu, Bu. Seingat aku, tadi Mas Kala pulang dan langsung elus perut aku lama," jelas Aruna tidak ingin berpikir yang macam-macam.

Decakan kesal pun terdengar dari Hu Gayatri. "Tapi, Kala belum pulang, Aruna! Tadi sebenarnya siapa? Kok bisa seperti itu." Beliau mengusap wajahnya frustasi dan menghembuskan napas dalam-dalam.

"Ya aku nggak tahu, Ibu!" jawab Aruna seperti ingin menangis saking kesalnya pada semua. Pada suaminya yang sekarang entah kemana padahal sejak tadi sudah pulang, pada ibunya yang membuat merinding sekujur tubuh karena menemukan cap tangan lengkap lima jari yang sudah membiru.

"Ada apa sih, ribut-ribut?" tanya sebuah suara dan Kala muncul dengan wajah lelahnya. Tangannya masih menenteng tas kerja, sedangkan kedua lengan kemejanya sudah di gulung hingga siku hingga menimbulkan lipatan-lipatan.

"Kamu sudah pulang sejak tadi kan, Mas?" kejar Aruna tidak ingin berburuk sangka lebih dulu. Alis Kala justru saling bertaut. Belum sempat Kala menjawab, Aruna kembali melemparkan pertanyaan.

"Kamu tadi pulang maghrib 'kan? Terus kamu elus perut aku sampai aku tertidur?" Aruna seperti sedang meyakinkan dirinya sendiri bahwa kejadian tadi bukanlah ilusi.

"Kamu bicara apa sih? Aku baru aja pulang, Yang. Mana ada aku pulang maghrib?" jawab Kala seketika membuat Aruna dan Bu Gayatri saling lempar pandang.

"Ini ada apa sih?" tanya Kala penasaran. Lalu, Aruna pun menceritakan kejadian yang baru saja di alami tanpa ada yang ditutup-tutupi. Hingga Aruna menunjukkan sebuah bekas tangan di perutnya yang sudah membiru.

"Kok bisa? Lalu, yang datang sebagai aku siapa? Aku beneran baru pulang ini loh, Yang. Mobil aku juga belum masuk garasi itu." Kala pun ikut panik setelah mendengar cerita dari istrinya.

"Makanya. Kalau ibu suruh ibadah ya ibadah, Na. Ibu sudah bilang berapa kali sih? Perbanyak ibadah." Bu Gayatri kesal sekaligus khawatir pada putrinya. Apalagi ketika ingat jika pintu belakang dalam keadaan terbuka, membuat pikiran beliau semakin kalut.

"Terus kami harus bagaimana, Bu? Aku khawatir pada Aruna dan anakku," tanya Kala memohon.

Bu Gayatri menghela napas lelahnya. "Besok pagi temani Aruna periksa ke dokter. Dia harus USG kalau perlu yang layar 3D. Ibu juga akan ikut untuk memastikan."

Terpopuler

Comments

kalea rizuky

kalea rizuky

jarang sholat ngeyel lagi tolol

2025-01-18

0

Yurnita Yurnita

Yurnita Yurnita

udah biarin aja anak nya bu.gak usah di urusi

2023-10-08

1

gulla li

gulla li

di kampungku dulu ada orang hamil udah gede tiba² ilang bayinya, perutnya juga rata. 😱

2023-09-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!