Bab 5. Guru spiritual

Setelah berbagai macam tragedi yang Aruna alami, Bu Gayatri memutuskan untuk membawa putrinya pada guru spiritual. Karena Kala harus bekerja, Aruna pun memesan taksi yang akan mengantarnya ke tempat tujuan.

Setelah satu jam perjalanan, mobil pun tiba di depan pagar sebuah rumah sederhana yang di tumbuhi banyak tanaman. Aruna tersenyum manis. Lingkungan seperti itu cukup membuatnya nyaman. "Aruna! Kerudung kamu benerin dulu," titah Bu Gayatri saat kerudung putrinya diikat ke belakang.

"Modelnya memang seperti ini, Bu. Gaul," tolak Aruna halus. Tanpa basa-basi, Bu Gayatri menarik simpul kerudung di belakang leher Aruna hingga tali itu terlepas dan menutup dada.

Beliau mengambil bros dan mengaitkan sisi satu ke sisi lain kerudung hingga bagian depan tubuh Aruna tertutup sempurna. "Ini baru berhijab. Tadi model hijab apa? Tercekik?" ledek Bu Gayatri.

Aruna enggan berdebat dan segera keluar dari mobil. Dia mendengar ibunya meminta sopir untuk tetap menunggu. Masalah biaya, nanti bisa di atur. Keduanya kini berjalan melewati jalan setapak yang dibuat dari bebatuan andesit yang di susun rapi.

"Assalamu'alaikum," ucap keduanya sambil mengetuk pintu. Tidak berapa lama, pintu itu terbuka menampakkan sosok wanita paruh baya yang mengenakan khimar (kerudung yang menutup seluruh lekuk tubuh).

"Wa'alaikumssalam wr. wb. Bu Gayatri ya?" sambut beliau dengan suka cita sambil membuka pintu lebar. Bu Gayatri dan Aruna mengangguk sebagai jawaban disertai sebauh senyuman ramah.

"Ayo, silahkan masuk," pinta beliau dan mempersilahkan keduanya untuk duduk di kursi rotan yang sudah lumayan usang, warna peliturnya sudah memudar. Wanita tadi berlalu ke belakang. Tidak berapa lama, beliau kembali dengan membawa nampan berisi kudapan, yang segera di hidangkan di atas meja.

"Abah sedang keluar sebentar. Beliau meminta Bu Gayatri dan putri ibu untuk menunggu," beritahu beliau ramah. Bu Gayatri menganggukkan kepala dan melemparkan sebuah tanya. "Ibu, istrinya Pak Hasan ya?"

"Benar, Bu. Saya Asiyah. Senang bisa berkenalan dengan kalian." Lalu, obrolan mengalir begitu saja. Karena Bu Asiyah istri dari orang yang akan Aruna mintai pertolongan, dia tidak segan untuk menceritakan kejadian yang dialami.

"Assalamu'alaikum!" ucap suara dari arah pintu dan sosok Pak Hasan muncul dengan wajah lelahnya.

"Waalaikumsalam."

"Eh, sudah datang," ucap beliau cukup terkejut. Aruna dan Bu Gayatri mengangguk sopan. Tanpa membuang waktu lebih lama, Aruna segera menceritakan semua yang dia alami pada Pak Hasan. Tidak ada yang ditutup-tutupi agar semua bisa terang dan menemui jalan solusi.

Pak Hasan mengangguk-angguk dengan kedua alis yang saling bertaut. Seperti sedang berpikir setelah mendengar cerita yang Aruna katakan. "Jadi, apa yang sebenarnya terjadi, Pak? Jujur, saya takut sekali," tanya Aruna setelah selesai bercerita.

Pak Hasan menghela napas lelah dan meminum air putih yang istrinya hidangkan lebih dulu. Setelah itu, beliau kembali melemparkan tatapan pada Aruna. "Tidak perlu takut. Itu hanya akan membuat mereka semakin senang dan merasa menang. Sebagai umat beragama, tentu kita mempunyai adab-adab dalam menghadapi hal semacam itu," jelas Pak Hasan panjang lebar.

"Apakah kamu mengalami sesak napas di waktu maghrib?" tanya Pak Hasan memastikan.

"Tidak, Pak. Paling hanya pusing sebentar," jawab Aruna yakin.

Pak Hasan kembali menganggukkan kepala beberapa kali. "Tidak apa-apa. Yakinlah jika Tuhan akan menolong kamu dan bayi yang kamu kandung. Lakukan hal yang sudah ibumu sarankan. Beribadahlah dan memohon perlindungan. Mereka tidak akan mengganggu bila manusia memiliki iman yang kuat."

"Bila tiba waktu maghrib, pastikan seluruh jendela dan pintu tertutup rapat, karena mereka tidak akan masuk pada pintu yang tertutup. Berzikirlah di waktu itu." Pak Hasan menjelaskan panjang lebar.

"Tuh, dengar. Ibu kan sudah bilang, kalau ibadah itu hal yang paling utama," omel Bu Gayatri merasa kesal pada putrinya.

"Iya, iya."

"Oh iya, Pak. Ada satu lagi yang lupa saya tanyakan. Ini mengenai suami saya. Jadi, waktu pagi suami saya pamit untuk lembur kerja dan pulang jam delapan. Namun, pada pukul enam sore beliau sudah pulang. Saya pikir, itu memang suami saya. Saat saya ketiduran waktu maghrib dan ibu saya membangunkan, ternyata suami saya belum pulang. Bersamaan dengan itu, suami saya justru baru tiba di rumah. Apa mereka memang bisa berubah wujud?" tanya Aruna panjang lebar, membuat Pak Hasan dan Bu Asiyah saling lempar pandang.

"Naudzubillahiminzdalik. Astagfirullahalazim," seru Pak Hasan sambil memegangi dadanya.

"Berhati-hatilah kamu. Jin itu sudah mulai berani menyamar sebagai orang terdekat. Inilah yang saya khawatirkan. Sebagai manusia biasa, tentu sulit membedakan mana yang asli dan mana yang palsu. Karena tipu daya setan memang sangat dahsyat." Pak Hasan menjelaskan panjang lebar.

Mendengar itu, Aruna dan Bu Gayatri saling lempar pandang dengan raut wajah panik. "Kira-kira, usaha apa yang bisa saya lakukan untuk menghindari hal semacam itu terjadi lagi, Pak?"

"Kalau boleh memberi saran, untuk sementara waktu lebih baik suami kamu tidak perlu lembur. Usahakan pulang sebelum maghrib. Mintalah suami kamu untuk berdoa dan memohon perlindungan. Setelah tiba di rumah, jangan langsung menemui kamu. Pergilah ke kamar mandi untuk membersihkan diri."

"Satu lagi. Ucapkan salam dan baca ayat kursi sebelum memasuki rumah di waktu maghrib. InsyaAllah itu akan melindungi dari jin-jin yang ikut terbawa oleh suami kamu di jalan."

...----------------...

Aruna tiba di rumah selepas azan ashar. Saat taksi itu berlalu, sosok Sinta, teman Aruna dulu muncul dari dalam mobil yang terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Aruna!" panggil Sinta sambil melambaikan tangan.

Aruna balas melambai dan Sinta pun berjalan mendekat. "Akhirnya, aku menemukan alamat rumah kamu. Boleh kan kalau aku mau main ke rumah?" tanya Sinta merasa tidak enak.

Bu Gayatri terkekeh. "Bolehlah, Sinta. Ayo masuk. Sudah lama nunggu di sini?" tanya beliau sambil membuka pintu pagar.

"Belum, Bu. Baru saja tiba. Kebetulan banget pas dengan kepulangan kalian. Memangnya, kalian baru dari mana?" tanya Sinta sambil menatap Aruna.

Entah mengapa, Aruna ragu untuk berkata jujur pada Sinta. Pada akhirnya, dia pun menjawab dengan. "Baru saja ada urusan." Sinta pun menganggukkan kepala, tidak ingin tahu lebih dalam lagi.

"Ayo masuk, Sin," ajak Aruna ketika ibunya selesai membuka pagar. Sinta tersenyum manis dan ikut memasuki rumah Aruna.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!