Aruna benar-benar ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan. Beruntung, tidak terjadi apapun pada calon anaknya. Semua sehat dan tidak ada yang janggal. Bu Gayatri dan Kala pun bisa bernapas lega, walau pada kenyataannya masih ada hal yang lebih mengkhawatirkan.
Setelah tiba di rumah, Bu Gayatri meminta waktu Aruna dan Kala untuk berbincang sebentar. Beliau tidak buta dan tuli akan kejadian-kejadian aneh yang akhir-akhir ini menimpa Aruna. Beliau juga berharap, semoga saja apa yang saat ini mengganggu pikirannya tidaklah benar.
"Kalian duduklah sebentar," pintar Bu Gayatri pada Kala dan Aruna. Keduanya pun menurut dan duduk berdekatan sambil Aruna bergelayut manja di pundak Kala.
"Ada apa, Bu?" tanya Kala lembut.
Bu Gayatri menghela napas lelahnya. "Ibu cuma mau meminta agar kalian lebih rajin beribadah. Ibu tidak buta sampai tidak menyadari apa yang sedang Aruna alami. Semua Ciri-cirinya persis seperti tetangga sebelah yang keguguran," ucap beliau memberikan wejangan.
"Tolong. Jangan sepelekan perihal ibadah. Hal tersebut akan menjadi tameng terkuat dari gangguan jin dan syaitan," sambung beliau yang mendapat anggukan dari Kala dan Aruna.
"Ya sudah. Kalian istirahat dulu. Ibu mau ke warung sayur sebentar," titah Bu Gayatri pada anak dan menantunya.
Mendengar itu, Aruna menegakkan tubuh dan menatap ibunya penuh harap. "Aku ikut ya, Bu. Pengen beli jajanan pasar gitu. Pasti ada kan di warung sayur Pak Sarwo?" ucapnya memohon.
"Ayolah. Ibu senang kalau ada yang temani. Kamu jaga rumah ya, Kala," jawab Bu Gayatri sambil menatap menantunya.
"Iya, Bu."
Siang yang hampir terik itu, Aruna dan Bu Gayatri mendatangi warung sayur untuk membeli bahan makanan dan jajanan pasar seperti yang Aruna inginkan. Setibanya di sana, Aruna begitu antusias mengambil banyak jajan, membuat Bu Gayatri hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Tidak heran. Putrinya itu memang sedang hamil dan porsi makannya bertambah banyak.
"Eh! Ada Aruna!" pekik seseorang bergembira. Aruna mendongak dan mencari sumber suara di sebelah kirinya.
"Eh, Sinta. Apa kabar?" sahut Aruna tak kalah antusias. Bagaimana tidak? Keduanya dulu teman semasa duduk di bangku kuliah. Kini, keduanya jauh terpisah karena Sinta menikah lebih dulu dan ikut suaminya ke Kalimantan.
"Aku baik," jawab Sinta langsung memeluk Aruna hangat.
"Aku nggak nyangka kita ketemu di sini loh, Sin. Bukannya kamu di Kalimantan ya?" tanya Aruna setelah pelukan terlepas.
Sinta tak langsung menjawab karena semua mata kini seperti sedang tertuju padanya. Temannya itu mengangguk ramah apalagi ketika matanya bertemu tatap dengan Bu Gayatri. "Tante? Apa kabar?" tanya Sinta laku menyalami tangan beliau.
"Tante, baik. Sudah lama ya, Tante tidak lihat kamu. Semakin cantik aja," puji Bu Gayatri jujur. Sinta hanya tersenyum simpul dan mengalihkan perhatiannya lagi pada Aruna.
"Eh? Kamu sedang hamil? Wah, berapa bulan?" mata Sinta tampak berbinar lihat perut Aruna yang membuncit. Spontan Aruna mengelus perutnya pelan. "Iya nih, alhamdulillah sudah jalan tujuh bulan," jawab Aruna lembut.
Sinta tersenyum lebar. "Selamat ya. Akhirnya, kamu tidak merasakan apa yang selama ini aku rasakan." Senyum yang Sinta tunjukkan kini tampak suram setelah berhasil mengatakan kalimat itu.
Kedua alis Aruna saling bertaut. "Maksudnya?" tanyanya heran.
Sinta kembali tersenyum walau terlihat sangat terpaksa. "Tidak apa-apa. Oh iya. Aku duluan ya? Suami Aku sudah menunggu lama soalnya," pamit Sinta yang sempat mengelus perut Aruna beberapa kali. Aruna hanya terpaku tanpa menjawab sepatah katapun.
Gerakan Sinta membuat kerja otaknya mengingat kejadian semalam, dan itu membuat bulu kuduknya meremang. Aruna takut dan trauma mengingat kejadian itu.
"Aruna! Jangan melamun," sentak Bu Gayatri mengelus pelan lengan putrinya. Aruna mengangguk sebagai jawaban. Saat akan membayar belanjaan, ada salah seorang ibu-ibu yang mendekati Aruna dan Bu Gayatri.
"Eh, tahu nggak, Mbak? Dia itu sudah tiga tahun menikah, tetapi belum diberi momongan. Katanya sih, kena 'ain di Kalimantan. Makanya, sekarang memilih pulang ke Jawa," lirih beliau berbisik di dekat Aruna.
"Apa itu, Bu? 'Ain? Terus, apa hubungannya dengan pindah tempat tinggal?" tanya Aruna mulai penasaran, sedangkan Bu Gayatri masih setia menyimak dalam diam.
"Katanya sih, penyakit iri begitulah, Mbak. Dia pulang ya karena mau berobat. Suaminya sudah mulai uring-uringan meminta keturunan," jelas Ibu itu lagi dan Aruna hanya mengangguk saja.
"Semoga segera diberi keturunan dan dititipkan ruh dalam rahimnya ya, Bu," celetuk Bu Gayatri mendoakan kebaikan.
Waktu pun bergulir. Tidak terasa, maghrib kembali tiba. Seperti yang ibunya pesankan, semua jendela dan pintu sudah tertutup. Sore menjelang malam itu, Aruna putuskan untuk bermunajat pada Tuhan, memohon perlindungan.
Pintu kamar mandi terbuka menampakkan Kala yang wajahnya basah karena air wudhu. Aruna tersenyum manis karena suaminya itu terlihat lebih tampan dari biasanya. "Kenapa senyum-senyum? Buruan wudhu, Yang." Kala menggelengkan kepalanya pelan.
"Iya. Ini, aku mau wudhu kok," jawab Aruna segera masuk ke bilik kamar mandi. Saat tiba di dalam, Aruna memutuskan untuk mencuci wajahnya dengan sabun lebih dulu. Ketika sedang sibuk meratakan busa di wajah, Aruna mendengar suara cicak bersiul, membuat dia kesal karena berisik.
Dia bergegas mencuci wajah dan kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Namun, busa sabun di wajahnya masih utuh dan tak hilang sama sekali. Aruna mengernyit heran dan kembali membasuhnya lagi.
"Kok nggak hilang busanya?" gumam Aruna mulai panik. Dia kembali menatap wajahnya di cermin lalu memejamkan mata. Dia harus tenang dan tidak boleh takut. Ketika matanya terbuka, cermin di depannya tiba-tiba pecah membuat Aruna terkejut hingga tubuhnya terpental ke dinding.
Praaaaaang!
"Aaaaakh!" pekik Aruna seketika memegangi pinggangnya yang terasa nyeri.
Pintu kamar mandi pun dibuka kasar dari luar, lalu Kala muncul dengan wajah paniknya. "Kenapa, Yang? Apa yang terjadi?" tanya Kala segera membopong Aruna kembali ke kamar.
Aruna masih meringis kesakitan. Pinggangnya bereaksi seperti orang yang akan melahirkan. Dia melihat kakinya, barangkali menemukan darah mengalir. Beruntung, tidak terjadi hal yang buruk pada bayinya.
"Minum dulu, Yang." Kala mengulurkan segelas air untuk di minum yang segera Aruna tenggak seluruh isinya. Setelah keadaan Aruna lebih tenang, Kala kembali melempar pertanyaan.
"Sebenarnya, apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja kan, Yang?" tanya Kala khawatir sekaligus panik.
Aruna kini langsung berhamburan ke pelukan Kala dan menangis sejadi-jadinya. Dia teramat takut dengan kejadian yang baru saja di alami. "Aku takut, Mas. Aku takut. Cermin kamar mandi tiba-tiba pecah sendiri. A-a-aku lihat.. Aku lihat—" ucap Aruna terbata-bata. Terlihat sekali begitu terguncang.
"Tenang, Sayang. Tenang. Ada aku. Katakan. Kamu lihat apa?" Dengan sabar, Kala bertanya sambil masih memeluk istrinya.
Tubuh Aruna gemetar dan mengeluarkan keringat dingin. Gigi-giginya saling mengerat dan kedua telapak tangannya mengepal kencang. "A-a-aku lihat sebuah ta-ta-tangan keriput keluar dari kacaaaaa," ungkap Aruna kembali sesenggukan dengan bola mata yang bergerak awas.
Sekujur tubuh Kala merinding dibuatnya. Yang bisa dia lakukan saat ini adalah memeluk Aruna agar istrinya tak lagi ketakutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
gulla li
Negeri amat 😱 Alhamdulillah waktu aku hamil ditinggal suami kerja dari pagi sampe malam gak apa-apa 🤲 kadang keluar malam² tercium bau menyengat, kadang juga pasku lihat mereka, tapi Alhamdulillah Allah masih melindungi.
2023-09-05
1