Doctor Dom

Doctor Dom

Prolog

"Dom, maaf aku tak bisa menemanimu ke acara ulang tahun papamu." Ucap Stella di seberang sana.

"Apa? Kenapa baru kau katakan sekarang? Kamu di mana saat ini?"

"Aku sedang di rumah bibiku. Tadi sore, dia menghubungiku, mengatakan tak enak badan. Maafkan aku Dom."

"Lalu aku harus ke acara sendiri dan menghadapi pertanyaan mereka, menjawab sendiri. Kamu, kan tahu, aku tak terlalu menyukai pesta Stel!" Dom mulai kesal.

"Maaf, Dom. Tapi, kali ini aku benar-benar tidak bisa. Bibiku demam tinggi dan saat ini badai, aku pun tidak bisa keluar membawanya ke rumah sakit. Aku sedang merawat bibiku." Stella meninggikan suaranya memberi alasan supaya Dom tidak terlalu marah.

Dom menghela napas berat.

"Ya sudah. Sampaikan salam pada bibi. Semoga lekas sembuh."

"Ya, terima kasih, Sayang. Semoga kamu juga dapat menikmati pestanya."

"Ya, tapi aku lebih senang kamu bisa me....."

"Dom, halo? Dom? Apa kamu bisa mendengarku?"

"Stel? Stella?"

Tut... Tut... Tut....

Suara panggilan mereka mendadak terputus karena cuaca yang buruk.

"****!"

Dom mematikan panggilannya dan melempar ponselnya sembarang ke laci dashboard mobil dengan kesal, lalu dengan gesit memutar kemudi berbalik arah.

TIN.. TIN...

Suara klakson mobil di belakangnya yang terkejut seketika membahana.

Dom tak peduli, dia segera mengencangkan laju mobilnya menuju ke kediaman orang tuanya.

Petir bergemuruh, disertai hujan yang turun dengan deras menyulitkan Dom untuk melihat jalanan.

Namun, Dom tetap tak mengurangi kecepatan laju mobilnya.

Dia kesal, Stella yang telah berjanji padanya untuk menemani dan dikenalkan pada keluarganya, tiba-tiba membatalkan janjinya.

Selama ini hanya Stella yang menjadi kekasih sekaligus teman Dom.

Siapa yang tak mengenal Dom, Dominic Luther, salah satu keturunan keluarga dokter yang kaya, memiliki rumah sakit dan sarana penelitian bagi dunia kesehatan. Menguasai dunia farmasi yang membuat keluarga Luther menjadi sangat dihormati dan terkenal di seluruh belahan bumi.

Dom mengetuk jarinya pada kemudi seirama dengan musik yang sedang mengalun di radio.

Tiba-tiba seseorang mengetuk jendela kaca mobil Dom dari luar, saat Dom menoleh.

DOR

Suara tembakan terdengar dan tanpa sempat menyadari apa yang terjadi, Dom telah menutup matanya. Darah segar mengucur dari lubang bekas timah panas yang menembus kepalanya.

Tubuh Dom terasa sangat ringan dan melayang di udara. Kini tubuhnya menyatu dengan guyuran air hujan yang turun dari langit.

"Apa yang terjadi denganku? Mengapa aku ada di sini?"

Dom menatap sekelilingnya.

Gelap. Dia pun tak dapat merasakan apa apa saat ini.

Hujan.

Basah.

Namun, Dom tak merasa basah ataupun kedinginan.

Dom merasa tubuhnya sangat ringan, bagai kapas yang tertiup angin.

Dom merentangkan tangannya lebar, dan menutup matanya.

Tiba-tiba cahaya putih menyilaukan membuatnya harus membuka sedikit matanya sejenak, lalu perlahan sambil menyipitkan matanya, Dom melihat sebuah lorong.

Dom perlahan melangkahkan kakinya mengikuti jalan itu menuju ujung cahaya. Dengan hati-hati, Dom melangkah mengikuti arah cahaya, lalu dia melihat papanya sedang menenangkan mamanya yang menangis histeris di Koridor rumah sakit.

Dom menatap tajam ke sebuah ruangan di depannya.

'Ruang Jenazah'

Dom paling malas masuk ke ruangan ini. Dia sangat membenci ruang itu, sehingga berambisi untuk selalu berusaha yang terbaik dalam setiap operasi yang dilakukannya.

Tiba-tiba tatapan Dom terpaku pada sosok yang terbaring di meja kamar jenazah tertutup kain putih, hanya terlihat kakinya saja.

Entah mengapa, Dom bagai tak dapat merasakan apapun saat itu. Dom hanya bisa terpaku.

Hening.

Lalu, bagai ada kekuatan yang menarik tubuhnya. Dom tak dapat melawannya, dia merasa berputar putar dan melayang, tubuhnya terasa sangat ringan. Dom menutup matanya, mengikuti arus yang membawa tubuhnya saat itu.

Tiba-tiba tubuh Dom bagai didorong dan dihempaskan dengan keras. Tanpa sempat menyeimbangkan tubuhnya, Dom hanya dapat pasrah.

"Aaaaa.....!" Dom berteriak sekencang kencangnya, berharap dapat segera berhenti.

Tubuh Dom seakan jatuh pada sebuah tempat. Dom berusaha sekuat tenaga mengumpulkan kekuatan dan kesadaran dirinya. Dom berusaha membuka matanya yang terasa sangat lengket.

"Kau sudah sadar? Suster, tolong! Dia sudah sadar kembali!"

Dom mendengar suara perempuan di dekatnya. Sayup-sayup, Dom mendengar suara perawat berbicara mengenai tekanan darahnya, detak jantung, hingga suhu tubuhnya.

Perlahan Dom membuka matanya, namun yang terlihat hanya bayangan dan samar-samar.

"Hei, istirahatlah dulu. Aku senang akhirnya kamu dapat membuka mata dan sadar kembali."

Dom menyipitkan kelopak matanya, karena tak dapat melihat dengan jelas.

"Oh, sebentar."

Perempuan itu menyodorkan kacamata pada Dom.

"Sejak kapan aku memakai kacamata?"

Tanyanya dalam hati. Namun, sekeras apapun, Dom mencoba untuk melihat, tetap saja, hanya samar saja yang terlihat.

Dom menghela napas, perlahan dia menerima kacamata yang diberikan oleh perempuan itu.

Perlahan, Dom mengenakan kacamata, dan membuka matanya.

Dom menatap perempuan yang berusia remaja di depannya dengan penuh tanya. Belum lagi menyadari keberadaan dirinya saat ini yang berada di bangsal rumah sakit, dengan infus tersambung di tangannya.

"Apa yang terjadi padaku?"

"Kamu tidak ingat?" Remaja yang bernama Lucy menatap Dom dengan khawatir.

Dom menggelengkan kepala pelan sambil menatap Lucy penuh selidik.

"Siapa kamu? Mengapa aku bisa di sini?"

Dom menatap Lucy dengan banyak pertanyaan dalam kepalanya. Saat melihat bayangan dirinya pada pantulan kaca jendela, betapa terkejutnya Dom melihat dirinya.

Dom segera duduk, dan beranjak dari ranjang rumah sakit, perlahan dia berjalan menuju pada jendela dan menatap bayangan dirinya sendiri.

"Astaga! Apa yang kamu lakukan, kembalilah ke tempat tidurmu!" Perintah Lucy sambil berbisik.

Lucy dengan sigap memegangi tiang infus yang tersambung pada tangan Dom, lalu ikut berdiri di samping Dom memandangi kaca, lalu menoleh ke arah Dom yang masih berdiri mematung.

"Nona Lucy, ada apa?"

Seorang perawat bergegas masuk ke bangsal dan mendekati Lucy dan Dom.

"Dia tiba-tiba seperti ini? Apakah efek dari benturan di kepala kemarin?"

Lucy terlihat cemas sambil menatap perawat yang mendekatinya.

"Ayo, kembali ke tempat tidurmu lagi? Sebentar lagi dokter Stella akan datang untuk memeriksa."

"Stella?"

Dom menatap perawat itu sambil mencengkram lengan sang perawat.

"Apa yang sebenarnya terjadi padaku?" Dom hanya bisa terpaku, banyak pertanyaan yang ada dalam kepalanya, namun tak dapat diungkapkan.

"Arthur, apa yang terjadi padamu?"

Lucy menepuk bahu Dom, sang perawat perlahan melepaskan cengkraman Dom, dan membimbing Dom kembali ke tempat tidur dibantu oleh Lucy.

"Arthur? Siapa Arthur?" Dom kembali menatap bayangan dirinya melalui pantulan jendela kaca rumah sakit.

"Apakah dokter Stella masih lama datangnya?" Tanya Lucy setelah Dom kembali di ranjangnya.

"Dokter Stella masih di ruangannya, polisi datang mencari untuk memberikan laporan kejadian kemarin."

Lucy mengangguk mengerti.

"Jadi, benar, itu Dokter Dom?" Bisik Lucy pada sang perawat.

Meski pelan, Dom masih bisa mendengar pertanyaan Lucy.

Sang perawat mengangguk pelan, lalu bergegas keluar meninggalkan Lucy dan Dom untuk melanjutkan pekerjaannya.

Lucy menghela napas dalam-dalam, lalu menoleh pada Dom, yang masih tak melepaskan tatapannya pada Lucy.

"Apa yang sebenarnya terjadi padaku?"

Terpopuler

Comments

Nurul Hikmah

Nurul Hikmah

pindah raga

2023-11-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!