"Ayo turun, kita telah tiba." Rea membangunkan Dom yang tertidur saat diperjalanan pulang.
"Lucy?"
"Lucy sudah pulang, tiba di rumahnya. Tadi dia turun, tapi kamu tertidur, jadi dia titip salam saja untukmu. Ayo, masuklah dulu, bibi akan ambil barang di bagasi."
Dom tercenung, sejujurnya dia bingung harus kemana.
Dom menatap sekelilingnya, yang merupakan kawasan apartment murah, mungkin bukan kawasan kumuh, namun, ini bukan standar tempat tinggal yang diinginkan oleh Dom.
"Arthur, kamu mash di situ?"
Rea mengerutkan keningnya menghampiri Dom.
"Ada apa?" Rea menatap Dom penuh selidik.
Dom bingung akan menjawab apa padaku bibinya Arthur. Dia sama sekali merasa asking dengan tempat ini. Dom tak tahu hendak melangkah ke Arah mana.
"Kamu lupa?" Selidik Rea sambil menatap Dom.
Dom mengangguk pelan.
Rea mendekati Dom, menyentuh jahitan luka pada kepala.
"Astaga, Arthur." Rea menutup mulut dengan tangan, lalu memeluk erat Dom.
"Lucy memang memberitahu keadaanmu akan hal ini, namun aku pikir tidak separah itu. Maafkan bibi, lalai menjagamu."
Terdengar suara parau Rea menahan tangis.
"Bibi, Ada apa? Jangan menangis. Aku baik baik saja saat ini. Mungkin akibat benturan sebagian ingatanku menghilang."
Rea meregangkan pelukan menatap keponakannya.
"Kita harus melaporkan kejadian yang menimpamu Arthur. Bibi tak bisa menerima ini."
"Sudah lah, Bi. Kita sebaiknya segera masuk ke rumah udara semakin dingin."
Mereka masuk ke dalam apartment. Rea berjalan lebih dahulu, naik menuju lantai tiga.
Rea mengambil kunci dari sakunya, lalu memasukkan anak kunci dalam lubang kunci. Memutar dua kali, dan picture terbuka.
Rea melangkah masuk sambil menenteng tas Arthur menuju sebuah kamar di sudut ruangan, membuka dan meletakan tas di atas ranjang untuk satu orang.
"Ini kamarmu."
Dom mengangguk pelan.
"Terima kasih, Bibi Rea."
"Bersihkanlah dirimu dulu, aku siapkan makanan untukmu."
Dom menjawab dengan anggukan kepala.
Rea meninggalkan Dom sendiri dalam kamar.
Sejenak, Dom melayangkan pandangan ke sekeliling ruangan kecil itu, lalu bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Dom menatap tubuh polos Arthur melalui cermin yang ada di dalam kamar mandi.
"Tubuh bocah ini tidak terlalu buruk. Tapi, mengapa banyak bekas luka di tubuhnya? Apa yang sebenarnya terjadi pada bocah ini? Mengapa harus aku yang berada pada tubuhnya? Lalu di mana jiwa bocah ini? Semoga kita dapat bekerja sama." Gumam Dom sambil menatap cermin.
Usai mandi, Dom duduk sambil menatap cermin. Membuka kasa penutup luka pada kepalanya. Perlahan, Dom mulai membersihkan jahitan dengan air hangat dengan handuk kecil. Dom meringis menahan perih. Lalu, membubuhi dengan salep untuk luka nya.
"Arthur, mengapa kamu melakukan sendiri?"
Rea meletakan pairing yang berisi pasta di atas meja makan, lalu menghampiri Dom segera.
Rea membantu membubuhi salep, lalu menutup kembali dengan kasa.
"Terima kasih, Bibi."
"Dengar, jangan keras kepala. Kamu belum benar-benar pulih. Jika hal hal seperti ini, minta lah tolong pada yang lain." Ucap Rea.
"Hal seperti ini? Ini hal yang mudah. Aku tak masalah. Oya, di mana ibu?" Dom mengalihkan pembicaraan, sambil Matanya mencari sosok lain di rumah itu.
"Ibumu masih dirawat di rumah sakit khusus. Lusa, dia kembali. Kamu makan saja pastanya. Aku akan menjemput Ana di rumah Oma."
"Bibi nanti kembali lagi?"
"Iya, Nak. Aku jemput Ana dulu. Kasihan Oma dan Opa Liu sudah sekitar hampir sepekan Ana aku tinggal bersama mereka." Tukas Rea.
"Jauhkah tempat tinggalnya?"
"Siapa? Opa Liu. Dia di lantai bawah. Opa Liu mempunyai kedai makanan di dekat rumah sakit."
Dom terdiam. Setahunya, penjual makanan di sekitar rumah sakit hanya ada satu dan itu ramai sekali, selling kantin rumah sakit.
"Aku pergi dulu menjemput Ana, nanti aku bawakan makanan lagi untukmu."
Dom berjalan mengelilingi dalam rumah. Ada dua kamar di situ, Dom taking itu milik ibu dan bibinya. Sedang kamar tempatnya tidur, hanyalah merupakan tambahan saja.
Dom terpaku pada pigura yang berjajar di atas sebuah lemari pajangan. Ada beberapa buah piala milik Arthur.
Kompetisi antar sekolah, lalu beberapa dari kompetisi di liar sekolah.
"Pintar juga kamu!" Gumam Dom sambil tersenyum pada cermin.
Dom menatap foto Arthur dari bayi hingga berusia sepuluh tahun dalam satu frame, memudahkan Dom mengenal keluarga ini.
Tak Lama, pintu dibuka, dan Rea membopong gadis kecil yang telah tidur. Dom membantu membukakan pintu kamar, dan dengan pelan pelan Rea membaringkan tubuh kecil Ana di tempat tidur.
"Sangat enak sekali, ini pasti masakan Opa Liu."
Rea tertawa kecil lalu menghampiri Dom.
"Aku rasa hal yang masih kamu ingat adalah masakan Opa Liu. Itu favoritmu."
Senyum masih mengembang di wajah Rea, sambil menikmati makanan dari kedai Opa Liu.
Dom tercenung sejenak, rupanya Arthur juga menyukai masakan dari kedai Opa Liu, sama seperti dirinya. Dom hampir setiap hari memesan makanan di kedai.
"Arthur, setelah aku pikir pikir, sebaiknya, ibumu tak perlu mengetahui kejadian yang sebenarnya telah menimpamu. Aku khawatir kondisinya akan semakin parah, jika mengetahui yang sesungguhnya."
Dom menggangguk sambil terus melahap makanannya.
"Sudah berapa lama dia mengidap kanker?"
Rea menghentikan makannya sejenak, lalu menatap Dom. Dom tersadar, dia Salah bertanya.
"Eh, maaf, Bibi. Maksudku ibuku terkena kanker." Lanjut Dom tergagap membenarkan ucapan nya.
"Sekitar satu setengah tahun yang lalu. Saat itu sudah divonis stadium akhir. Saat dirawat ibumu terus meminta pulang untuk lebih banyak menghabiskan waktu berkumpul bersama. Beruntung Dokter Henry memberi fasilitas perawatan bagi ibumu, lalu memindahkan sekolahmu di sekolah yang bagus. Kamu satu sekolah dengan Lucy." Rea mendekatkan tubuhnya pada Dom dan setengah berbisik pada kalimatnya yang terakhir.
"Maksud Bibi apa?"
"Kamu tidak jelek Arthur. Lucy adalah gadis yang baik. Bibi tahu itu. Aku yang mengasuhnya dulu."
Dom hanya bisa menghela napas dalam dalam sambil menggelengkan kepalanya.
"Apa kamu ingat mengapa kamu pindah sekolah?" Rea baik bertanya pada Dom.
Dom menatap Rea dengan raut wajah dibuat sesantai mungkin, lalu menggelengkan kepalanya.
Raut wajah Rea terlihat prihatin, lalu mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri.
"Apa yang terjadi padaku, Bibi?"
"Kamu mengalami perundungan. Saat di sekolahmu yang lama, kamu seeing diganggu oleh beberapa temanmu. Sampai masuk rumah sakit karena meminum air dari toilet, dan tubuhmu berlumur darah penuh luka. Ibumu yang saat itu sedang sakit tak mengetahui hal itu, aku meminta tolong pada Dokter Henry yang merupakan pemilik rumah sakit tempat ibumu bekerja untuk membantu. Ingin rasanya Bibi menghajar para berandal itu untukmu, tapi kamu tak pernah mau memberitahu. Baguslah, jika kamu benar benar tidak ingat."
Rea menghabiskan makanannya, lalu berdiri membersihkan meja makan.
"Aku istirahat dahulu. Jangan tidur larut malam!" Pesan Rea sambil menepuk bahu keponakannya.
Dom mengangguk.
Dom masuk ke dalam kamar nya, dan duduk di tepi tempat tidur sambil menatap ponsel milik Arthur.
"Aku korban perundungan? Adalah bekas luka yang Ada di paha, lengan, dan punggung adalah akibat siksaan bedebah kunyuk itu? Astaga Arthur apa yang sebenarnya terjadi padamu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Nurul Hikmah
tdk seperti novel yg lainnya
ada ingatan yang punya raga
2023-11-13
1