After 5 Years Apart
Pagi itu cuaca sangat terik sekali, lalu lalang mobil memadati jalur utama kota Bali. Suara klakson yang saling bersahutan menambah suasana sangat berisik. Waktu masih cukup pagi, tapi Rexha terlihat sedang terburu-buru datang ke sekolah putrinya karena baru saja mendapatkan telepon dari seorang guru.
Sesampainya disekolah, Rexha langsung mendapatkan tatapan sinis dari para ibu-ibu yang sedang menunggu anak mereka. Rexha mengabaikannya dan lebih memilih segera berlalu masuk kedalam ruang guru. Dimana disana terlihat dua bocah berumur 5 tahun bersama seorang guru dan satu ibu berpenampilan modis yang bisa diasumsikan sebagai Ibu dari bocah satunya.
"Permisi," ucap Rexha mengetuk pelan pintu ruangan tersebut.
"Nah, ini nih, dasar Ibu nggak becus didik anak. Lihat tuh, anak kamu udah buat kepala anak aku terluka. Kamu harus ganti rugi!" Seorang Ibu muda yang berpakaian modis itu langsung menuding Rexha dengan tatapan yang penuh kekesalan.
"Mama Chiko, saya mohon jaga sikap Anda. Kita bisa membicarakan ini baik-baik. Mama Andara, silahkan duduk." Guru wali kelas itu langsung menengahi sebelum suasana semakin memanas.
Mama Chiko melengos kesal, ia melipat tangannya diatas perut lalu menghempaskan tubuhnya dengan kasar di sofa.
Rexha meringis, melirik kearah putrinya yang tampak sangat acuh itu. Ia lalu berjalan mendekat kearah mereka.
"Maaf sebelumnya Mama Andara, saya terpaksa menganggu waktunya dengan memanggil Anda kemari," ujar wali kelas Andara.
"Iya Bu guru, tidak apa-apa. Apa yang sudah putriku lakukan?" Rexha mengangguk mengerti, sudah terlalu terbiasa dengan hal seperti ini karena Andara memang gemar bertengkar disekolah.
"Seperti yang Mama Andara dengar, tadi Andara dan Chiko terlihat pertengkaran kecil, tapi karena kesalahpahaman, Andara memukul kepala Chiko menggunakan kotak pensilnya. Saya rasa perbuatan Andara kali ini sudah cukup keterlaluan, saya ingin untuk sementara ini Andara bisa belajar dirumah dulu."
Rexha menghela nafas panjang, meksipun ucapan guru itu terdengar sangat sopan dan lemah lembut, tapi tetap saja ia merasa cukup tidak rela karena anaknya harus di skors.
"Lebih baik pindahkan saja putrimu yang urakan itu, disekolah bukannya belajar malah membuat keonaran," tukas Mama Chiko bersungut-sungut kesal.
"Baik, saya mengerti. Tapi bolehkah aku bertanya kepada putriku dulu? Dia tidak mungkin melakukan sesuatu aksi jika tidak didasari dengan provokasi," ujar Rexha membela putrinya.
"Oh, jadi kamu ingin menyalahkan putraku atas perbuatan buruk putrimu? Cih, bagus sekali, sudah untung aku tidak meminta ganti rugi," tukas Mama Chiko semakin terpancing.
"Kenapa tidak? Berapa yang Anda inginkan? Aku akan memberikannya. Sekarang aku sudah mengerti kok, darimana sifat putramu terbentuk, ternyata dari Ibunya yang sangat arogan," kata Rexha.
Mama Chiko terlihat ingin membantah, tapi Rexha langsung bangkit dari duduknya.
"Kirimkan saja nomor rekeningmu kepada Bu guru. Aku akan mentransfer biaya rumah sakit putramu," ucapnya seraya menarik tangan Andara lalu mengajaknya pergi.
Rexha mengabaikan sumpah serapah yang terlontar dari bibir Mamanya Chiko tadi. Ia sudah sangat kebal dengan hal semacam itu. Ia juga tahu putrinya sering membuat masalah, tapi putrinya tidak akan bertindak terlalu ekstrim jika tidak dipancing terlebih dulu.
"Katakan, apa yang anak itu lakukan sampai kamu memukulnya?"
Sesampainya di rumah, Rexha langsung mengintrogasi putrinya. Membelanya didepan umum, bukan berarti juga membenarkan perbuatannya itu.
"Dia yang duluan mulai, tidak ada salahnya 'kan aku memukulnya agar tidak berbicara sembarangan," sahut Andara acuh.
Rexha menghela nafas panjang, menatap kearah putrinya yang berusia lima tahun itu. Meskipun usianya masih kecil, tapi Andara adalah anak yang sangat peka dan ia paling tidak suka jika ada yang namanya ketidakadilan. Andara pasti akan langsung melawan tidak perduli dirinya seorang wanita.
"Semua masalah tidak bisa diselesaikan dengan keributan. Coba katakan pada Ibu, apa yang sudah anak itu lakukan?" tanya Rexha mencoba melembutkan nada suaranya.
Andara melihat Ibunya dengan matanya yang sangat indah. Ia lalu berkata dengan suara yang begitu lirih. Ia juga memegang kedua lengan putrinya.
"Dia bilang, aku tidak punya, Ayah."
Rexha begitu kaget mendengar hal itu. Tidak menyangka jika anak sekecil Andara bisa berkata seperti itu.
"Ibu, aku punya Ayah 'kan? Dimana Ayahku? Kenapa dia tidak datang? Apa Ayah tidak suka dengan aku?" Andara kembali bertanya.
Kali ini raut wajahnya terlihat sangat sendu, membuat siapapun pasti akan tahu bagaimana perasaan Andara saat ini.
"Sebaiknya Dara masuk kamar, Ibu akan buatkan makan siang. Nanti kita makan bersama," ujar Rexha memilih mengalihkan pembicaraan daripada menjawab pernyataan itu.
"Nggak! Aku nggak mau makan kalau ibu nggak kasih tahu siapa Ayah aku. Ayah, ada 'kan Ibu? Aku punya Ayah 'kan?" Andara tidak menyerah, ia mendekati Ibunya lalu menarik-narik tangannya agar Ibunya mau menjawab pertanyaannya.
"Dara, ibu udah pernah bilang 'kan? Dara itu punya Ayah. Kenapa Dara bertanya lagi? Udah ya, sekarang Dara masuk kamar," ujar Rexha mencoba membuat putrinya mengerti.
"Bohong! Ibu pasti hanya membohongiku lagi. Aku tidak punya Ayah seperti kata orang-orang itu 'kan? Dimana Ayah sekarang!" jerit Andara, tiba-tiba saja mengamuk karena selalu mendapatkan jawaban yang sama dari Ibunya.
"Dara lebih percaya orang lain atau Ibu? Ibu bilang kalau Dara punya Ayah," kata Rexha meraih tangan putrinya tapi Andara menolak.
"Kalau aku memang punya Ayah, sekarang dimana? Kenapa Ayah tidak pernah datang? Aku mau Ayah. Aku mau punya Ayah seperti teman-temanku yang lain. Ayah yang mengantar sekolah dan Ayah yang mau menemaniku bermain. Aku mau punya Ayah, ibu!"
Andara sama sekali tidak mau mendengarkan Ibunya. Setiap hari ia selalu diejek teman-temannya tidak punya Ayah. Dan hal itu sangat memicu emosi Andara yang meledak-ledak.
"Dara, kenapa berbicara seperti itu kepada Ibu? Dara tahu itu tidak sopan," ujar Rexha mencoba bersabar menghadapi sifat putrinya ini.
Untuk yang satu ini sebenarnya sifat Andara sangat mirip sekali padanya. Jadi sangat susah untuk membujuk jika Andara sedang marah karena gadis cilik itu memang sangat berbeda dari anak seusianya.
Andara ingin segera berlalu pergi, tapi tiba-tiba saja dadanya sangat sesak karena terus berteriak.
"Arghhhhhhh!" Andara berteriak kecil seraya memegangi dadanya yang begitu nyeri.
"Dara?" Rexha begitu kaget, ia segera meraih putri kecilnya. "Astaga, asma kamu pasti kambuh lagi," kata Rexha sangat panik sekali, putrinya akan selalu seperti ini jika penyakitnya kambuh.
"Ibu, sakit ...." rintih Andara terus memegangi dadanya.
"Andara kuat ya, kita akan kerumah sakit sekarang," kata Rexha tidak bisa lagi membendung air matanya. Melihat putrinya sakit seperti ini, membuat hatinya ikut sakit.
Putri kecilnya itu sudah divonis oleh dokter mengidap penyakit gagal jantung bawaan yang harus segera dioperasi. Tapi karena kendala biaya, Rexha terpaksa harus menundanya dulu sampai uang itu terkumpul.
Kenapa Tuhan harus memberikan sakit itu kepada putrinya yang masih kecil. Kenapa bukan dirinya saja? Rexha bahkan sangat rela untuk menukar rasa sakit itu dengan nyawanya jika bisa. Bagi Rexha, Andara adalah segalanya.
'Aku mohon, jangan kau ambil putriku yang tidak tahu apapun. Jika kau ingin, ambil saja nyawaku, Tuhan.'
Happy Reading.
TBC.
Hai guys, balik lagi ke cerita Virzha ya.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan like dan komen ya guyss ....
Selamat membaca, dan semoga suka 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Aditya Ivander
sabar mommy rexha😥
2023-11-23
0
Sera Sera
owhiw
2023-10-30
2
Sera Sera
oqn
2023-10-30
1