NovelToon NovelToon

After 5 Years Apart

A5YA 01. Aku Mau Punya Ayah.

Pagi itu cuaca sangat terik sekali, lalu lalang mobil memadati jalur utama kota Bali. Suara klakson yang saling bersahutan menambah suasana sangat berisik. Waktu masih cukup pagi, tapi Rexha terlihat sedang terburu-buru datang ke sekolah putrinya karena baru saja mendapatkan telepon dari seorang guru.

Sesampainya disekolah, Rexha langsung mendapatkan tatapan sinis dari para ibu-ibu yang sedang menunggu anak mereka. Rexha mengabaikannya dan lebih memilih segera berlalu masuk kedalam ruang guru. Dimana disana terlihat dua bocah berumur 5 tahun bersama seorang guru dan satu ibu berpenampilan modis yang bisa diasumsikan sebagai Ibu dari bocah satunya.

"Permisi," ucap Rexha mengetuk pelan pintu ruangan tersebut.

"Nah, ini nih, dasar Ibu nggak becus didik anak. Lihat tuh, anak kamu udah buat kepala anak aku terluka. Kamu harus ganti rugi!" Seorang Ibu muda yang berpakaian modis itu langsung menuding Rexha dengan tatapan yang penuh kekesalan.

"Mama Chiko, saya mohon jaga sikap Anda. Kita bisa membicarakan ini baik-baik. Mama Andara, silahkan duduk." Guru wali kelas itu langsung menengahi sebelum suasana semakin memanas.

Mama Chiko melengos kesal, ia melipat tangannya diatas perut lalu menghempaskan tubuhnya dengan kasar di sofa.

Rexha meringis, melirik kearah putrinya yang tampak sangat acuh itu. Ia lalu berjalan mendekat kearah mereka.

"Maaf sebelumnya Mama Andara, saya terpaksa menganggu waktunya dengan memanggil Anda kemari," ujar wali kelas Andara.

"Iya Bu guru, tidak apa-apa. Apa yang sudah putriku lakukan?" Rexha mengangguk mengerti, sudah terlalu terbiasa dengan hal seperti ini karena Andara memang gemar bertengkar disekolah.

"Seperti yang Mama Andara dengar, tadi Andara dan Chiko terlihat pertengkaran kecil, tapi karena kesalahpahaman, Andara memukul kepala Chiko menggunakan kotak pensilnya. Saya rasa perbuatan Andara kali ini sudah cukup keterlaluan, saya ingin untuk sementara ini Andara bisa belajar dirumah dulu."

Rexha menghela nafas panjang, meksipun ucapan guru itu terdengar sangat sopan dan lemah lembut, tapi tetap saja ia merasa cukup tidak rela karena anaknya harus di skors.

"Lebih baik pindahkan saja putrimu yang urakan itu, disekolah bukannya belajar malah membuat keonaran," tukas Mama Chiko bersungut-sungut kesal.

"Baik, saya mengerti. Tapi bolehkah aku bertanya kepada putriku dulu? Dia tidak mungkin melakukan sesuatu aksi jika tidak didasari dengan provokasi," ujar Rexha membela putrinya.

"Oh, jadi kamu ingin menyalahkan putraku atas perbuatan buruk putrimu? Cih, bagus sekali, sudah untung aku tidak meminta ganti rugi," tukas Mama Chiko semakin terpancing.

"Kenapa tidak? Berapa yang Anda inginkan? Aku akan memberikannya. Sekarang aku sudah mengerti kok, darimana sifat putramu terbentuk, ternyata dari Ibunya yang sangat arogan," kata Rexha.

Mama Chiko terlihat ingin membantah, tapi Rexha langsung bangkit dari duduknya.

"Kirimkan saja nomor rekeningmu kepada Bu guru. Aku akan mentransfer biaya rumah sakit putramu," ucapnya seraya menarik tangan Andara lalu mengajaknya pergi.

Rexha mengabaikan sumpah serapah yang terlontar dari bibir Mamanya Chiko tadi. Ia sudah sangat kebal dengan hal semacam itu. Ia juga tahu putrinya sering membuat masalah, tapi putrinya tidak akan bertindak terlalu ekstrim jika tidak dipancing terlebih dulu.

"Katakan, apa yang anak itu lakukan sampai kamu memukulnya?"

Sesampainya di rumah, Rexha langsung mengintrogasi putrinya. Membelanya didepan umum, bukan berarti juga membenarkan perbuatannya itu.

"Dia yang duluan mulai, tidak ada salahnya 'kan aku memukulnya agar tidak berbicara sembarangan," sahut Andara acuh.

Rexha menghela nafas panjang, menatap kearah putrinya yang berusia lima tahun itu. Meskipun usianya masih kecil, tapi Andara adalah anak yang sangat peka dan ia paling tidak suka jika ada yang namanya ketidakadilan. Andara pasti akan langsung melawan tidak perduli dirinya seorang wanita.

"Semua masalah tidak bisa diselesaikan dengan keributan. Coba katakan pada Ibu, apa yang sudah anak itu lakukan?" tanya Rexha mencoba melembutkan nada suaranya.

Andara melihat Ibunya dengan matanya yang sangat indah. Ia lalu berkata dengan suara yang begitu lirih. Ia juga memegang kedua lengan putrinya.

"Dia bilang, aku tidak punya, Ayah."

Rexha begitu kaget mendengar hal itu. Tidak menyangka jika anak sekecil Andara bisa berkata seperti itu.

"Ibu, aku punya Ayah 'kan? Dimana Ayahku? Kenapa dia tidak datang? Apa Ayah tidak suka dengan aku?" Andara kembali bertanya.

Kali ini raut wajahnya terlihat sangat sendu, membuat siapapun pasti akan tahu bagaimana perasaan Andara saat ini.

"Sebaiknya Dara masuk kamar, Ibu akan buatkan makan siang. Nanti kita makan bersama," ujar Rexha memilih mengalihkan pembicaraan daripada menjawab pernyataan itu.

"Nggak! Aku nggak mau makan kalau ibu nggak kasih tahu siapa Ayah aku. Ayah, ada 'kan Ibu? Aku punya Ayah 'kan?" Andara tidak menyerah, ia mendekati Ibunya lalu menarik-narik tangannya agar Ibunya mau menjawab pertanyaannya.

"Dara, ibu udah pernah bilang 'kan? Dara itu punya Ayah. Kenapa Dara bertanya lagi? Udah ya, sekarang Dara masuk kamar," ujar Rexha mencoba membuat putrinya mengerti.

"Bohong! Ibu pasti hanya membohongiku lagi. Aku tidak punya Ayah seperti kata orang-orang itu 'kan? Dimana Ayah sekarang!" jerit Andara, tiba-tiba saja mengamuk karena selalu mendapatkan jawaban yang sama dari Ibunya.

"Dara lebih percaya orang lain atau Ibu? Ibu bilang kalau Dara punya Ayah," kata Rexha meraih tangan putrinya tapi Andara menolak.

"Kalau aku memang punya Ayah, sekarang dimana? Kenapa Ayah tidak pernah datang? Aku mau Ayah. Aku mau punya Ayah seperti teman-temanku yang lain. Ayah yang mengantar sekolah dan Ayah yang mau menemaniku bermain. Aku mau punya Ayah, ibu!"

Andara sama sekali tidak mau mendengarkan Ibunya. Setiap hari ia selalu diejek teman-temannya tidak punya Ayah. Dan hal itu sangat memicu emosi Andara yang meledak-ledak.

"Dara, kenapa berbicara seperti itu kepada Ibu? Dara tahu itu tidak sopan," ujar Rexha mencoba bersabar menghadapi sifat putrinya ini.

Untuk yang satu ini sebenarnya sifat Andara sangat mirip sekali padanya. Jadi sangat susah untuk membujuk jika Andara sedang marah karena gadis cilik itu memang sangat berbeda dari anak seusianya.

Andara ingin segera berlalu pergi, tapi tiba-tiba saja dadanya sangat sesak karena terus berteriak.

"Arghhhhhhh!" Andara berteriak kecil seraya memegangi dadanya yang begitu nyeri.

"Dara?" Rexha begitu kaget, ia segera meraih putri kecilnya. "Astaga, asma kamu pasti kambuh lagi," kata Rexha sangat panik sekali, putrinya akan selalu seperti ini jika penyakitnya kambuh.

"Ibu, sakit ...." rintih Andara terus memegangi dadanya.

"Andara kuat ya, kita akan kerumah sakit sekarang," kata Rexha tidak bisa lagi membendung air matanya. Melihat putrinya sakit seperti ini, membuat hatinya ikut sakit.

Putri kecilnya itu sudah divonis oleh dokter mengidap penyakit gagal jantung bawaan yang harus segera dioperasi. Tapi karena kendala biaya, Rexha terpaksa harus menundanya dulu sampai uang itu terkumpul.

Kenapa Tuhan harus memberikan sakit itu kepada putrinya yang masih kecil. Kenapa bukan dirinya saja? Rexha bahkan sangat rela untuk menukar rasa sakit itu dengan nyawanya jika bisa. Bagi Rexha, Andara adalah segalanya.

'Aku mohon, jangan kau ambil putriku yang tidak tahu apapun. Jika kau ingin, ambil saja nyawaku, Tuhan.'

Happy Reading.

TBC.

Hai guys, balik lagi ke cerita Virzha ya.

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan like dan komen ya guyss ....

Selamat membaca, dan semoga suka 🥰

A5YA 02. Goddess Of War.

Seperangkat komputer terlihat tertata rapi didalam kamar kecil. Didepannya terlihat seorang anak kecil yang tak lain adalah Andara.

Gadis kecil itu terlihat sangat serius memperhatikan layar monitor didepannya seolah sedang mengamati sesuatu. Wajahnya sangat serius sekali, pertanda jika tidak ingin diganggu.

Sebuah email masuk langsung ia baca, tertulis dari sebuah perusahaan yang cukup terkenal di kota itu dan sedang menawarkan pekerjaan pada Andara.

"Sangat menarik, here we go. Apa yang akan kita dapatkan kali ini?" kata Andara menarik sudut bibirnya menjadi seulas senyum tipis.

Andara lalu masuk kedalam sebuah situs ilegal dan mendaftarkan akunnya dengan nama samaran yang sering ia gunakan.

Goddess Of War.

Andara mulai menggerakkan jari jemari kecilnya untuk mengetik keyboard. Membuka sebuah kode khusus yang sangat-sangat rumit. Ia harus berpikir keras agar bisa membobol kode itu dengan cara yang cantik. Sebuah pekerjaan yang mustahil bisa dikerjakan oleh anak umur lima tahun, tapi semua itu tidak berlaku bagi Andara. Karena ia sudah terbiasa meretas data-data penting perusahaan besar.

Meretas sendiri bukan pekerjaan yang mudah. Kita harus senantiasa berhati-hati agar identitas kita kita diketahui oleh siapapun. Selain itu ia harus menebak dengan tepat kode rahasia itu agar ia bisa masuk kedalam akun tersebut dan mengambil data-data pentingnya.

Andara sudah hampir selesai dengan pekerjaannya, tapi saat ia ingin menebak angka terakhirnya, tiba-tiba komputernya error dan membuat situs itu langsung keluar.

"Ada apa ini?" Andara mendengus kesal karena pekerjaannya terganggu.

Namun, itu belum sebuah akhir. Karena ia juga langsung mendapatkan sebuah email dari akun yang tidak dikenal.

'Mau coba main-main denganku? Sampai sejauh mana kau bisa melakukannya?'

Andara menarik sudut bibirnya, ternyata ia sudah diketahui oleh pemilik perusahaan yang akan dibobolnya itu. Ia segera mengetik pesan balasan.

'Tidak ada waktu untuk bermain, Tuan. Aku juga tidak sedang berlari, jadi jangan mengejarku."

Klik!

Andara langsung mengirimkan pesan balasan itu, setelah itu ia mengirimkan sebuah virus yang bisa membuat komputer lemot seketika. Jangan ditanya bagaimana cerdiknya Andara jika harus melakukan hal seperti ini. Ia bahkan pernah membuat komputer lawannya terbakar hanya karena sebuah virus yang ia kirimkan.

"Hahaha, kasihan sekali Om itu. Pasti sekarang dia sangat panik," ucap Andara tertawa begitu senang dengan jari jemari yang terus saja bekerja mengirimkan sebuah virus ke lawannya.

_______

Sementara itu disebuah perusahaan, seorang pria muda terlihat cukup kesal saat menatap layar laptopnya. Pria itu merupakan seorang CEO perusahaan ZDX yang saat ini sedang melambung tinggi namanya. Semua orang sudah tahu bagaimana unggulnya perusahaan itu, membuat siapapun ingin sekali menjatuhkannya.

Andra Dewanata, pria berumur 25 tahun itu sangat kesal karena ada yang ingin membobol kode rahasia perusahaannya. Dan ia bertambah kesal karena musuh yang kali ini lebih cerdik dari yang ia kira.

'Dia sangat-sangat hebat, aku yakin dia bukan orang sembarangan.'

Andra membatin seraya balas mengirim virus-virus untuk menyerang balik. Tapi kali ini Andra harus mengakui keunggulan lawannya karena laptopnya tiba-tiba mati begitu saja setelah banyaknya virus yang masuk.

"Oh shittttt!" Andra mengumpat pelan, baru kali ini ada yang mengalahkannya. Ia bukan merasa kesal, tapi ia penasaran siapa orang yang berada dibalik itu semua.

"Goddess of war?" Andra mengerutkan dahinya saat ingat nama akun orang misterius tersebut. Itu artinya seseorang yang sedang melawannya itu adalah seorang perempuan.

Ia bisa menebak jika orang juga memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi karena berani menggunakan nama Dewi perang.

Andra lalu segera mengambil ponselnya untuk mengubungi asistennya.

"Halo Tom? Aku mau kau menyelidiki sebuah akun yang akan aku segera kirimkan. Dan aku minta kau mendapatkannya segera," ujar Andra langsung saja.

Andra merupakan pria yang baru saja memimpin perusahaan selama satu tahun. Setelah menyelesaikan studinya diluar negeri, ia langsung diberi kepercayaan khusus untuk memegang tampuk perusahan. Setiap pekerjaannya dilalui tanpa hambatan. Tapi kali ini ada yang terang-terangan mengibarkan bendera perang padanya, membuat Andra tidak akan tinggal diam.

Beberapa saat kemudian, pintu ruangan diketuk. Membuat ia mengangkat wajahnya, terlihat seorang wanita cantik datang dengan seulas senyum manis dibibirnya.

"Denada? Ada apa kemari?" Andra langsung memasang raut wajah tidak nyaman begitu melihat wanita itu.

"Kamu terlihat kaget, Andra? Bukannya kita sudah bertunangan? Tidak masalah 'kan kalau aku datang ke kantor calon suami aku sendiri?" sahut Denada.

"Ya, maksudku kenapa tidak mengabari dulu?" Andra semakin tidak nyaman saat Denada menyebut ia merupakan calon suami wanita itu.

Memang itu semua benar, tapi Andra masih belum bisa menerimanya. Ia bahkan tidak punya perasaan apapun kepada Denada meski wanita itu sudah sangat dekat dengannya selama 2 tuhan. Hatinya masih terkunci rapat pada sosok wanita masa lalunya yang kini entah dimana rimbanya.

"Sengaja mau bikin surprise, aku kangen banget," ujar Denada, tanpa ragu langsung memeluk Andra lalu mencium pipinya.

Andra tersentak, ia melepaskan dirinya dengan gerakan halus. "Jangan gini, ini di kantor," tutur Andra.

"Kenapa sih? Kamu kayaknya nggak seneng banget ya aku dateng?" protes Denada yang merasa sikap Andra terlalu dingin sekali padanya.

"Bukan gitu, Nada. Kamu tahu sendiri 'kan ini di kantor? Aku seorang atasan, dan semua tingkah laku aku itu jadi perbincangan. Kamu ngerti maksud aku 'kan?" kata Andra mencoba membuat Denada mengerti.

"Ndra, kita tuh kenal nggak sehari dua hari. Aku tahu banget kamu lagi ngehindarin aku. Kenapa sih, Ndra? Kamu kepikiran wanita masa lalu kamu lagi? Mau sampai kapan, Andra?" Denada langsung mengeluarkan segala emosi yang terpendam selama ini. Ia sudah lelah karena harus mengerti jika Andra tidak bisa melupakan masa lalunya.

'Tapi, mau sampai kapan?'

"Aku nggak tahu, kamu sebelumnya udah tahu 'kan bagaimana perasaanku? Aku tidak keberatan kalau kamu memang mau membatalkan pertunangan ini," ujar Andra menghembuskan nafas kasar, tidak mau semakin menambah luka Denada karena ia yang belum bisa melupakan wanita masa lalunya.

"Nggak, nggak, kamu ini ngomong apa? Bukannya kita udah janji bakal nyoba ini bersama? Aku nggak akan nyerah, Ndra. Mungkin sekarang kamu masih butuh waktu, okey aku ngerti. Aku bakalan kasih kamu waktu, aku akan selalu cinta sama kamu, Andra."

Denada langsung menolak mentah-mentah permintaan Andra itu. Ia bahkan tidak perduli apakah Andra bisa mencintainya atau tidak. Ia hanya ingin Andra menjadi bagian hidupnya, itu sudah lebih cukup dari apapun didunia ini.

"Denada, aku minta maaf," kata Andra merasa sangat bersalah karena harus menyakiti wanita yang selama ini selalu menemani dirinya.

"I'ts oke Andra. Semua itu emang butuh waktu dan proses. Aku akan selalu menunggu sampai waktu itu datang dan menikmati setiap prosesnya. Love you ...." Denada membalas ucapan Andra dengan seulas senyum tulus, ia bahkan langsung memeluk pria itu sangat erat seolah tidak ingin terlepas.

Andra menghela nafas panjang seraya memejamkan matanya sekilas. Entah kenapa ia selalu merasa bersalah jika sedang berdekatan dengan wanita lain. Ia merasa sedang berkhianat pada seseorang. Padahal sudah jelas kalau wanita itu yang lebih dulu pergi meninggalkannya.

'Rexha, apa kamu benar-benar sudah melupakan aku?'

Happy Reading.

TBC.

A5YA 03. Sepintas Kisah Masa Lalu.

Rexha mendatangi kamar putrinya sembari membawa nampan yang berisi roti dan satu gelas susu. Ia terlihat sudah rapi karena ingin berangkat bekerja. Tapi sebelum itu, ia harus mengurus putri kesayangannya itu terlebih dulu.

"Andara, Sayang. Bangun yuk, ini Ibu bawain sarapan," ucap Rexha tersenyum sangat ceria.

Andara yang sudah bangun hanya melirik Ibunya dengan malas. Bukannya menyambut makanan yang diberikan Ibunya, ia malah langsung duduk didepan komputernya. Ia sedang menunjukkan kalau ia sedang ngambek.

"Kenapa? Masih marah sama Ibu? Ibu 'kan udah minta maaf, maafin Ibu ya anak manis," ujar Rexha kembali membujuk putrinya.

Rexha meletakkan nampan yang ia bawa lalu mendekati Andara, mengusap rambutnya yang berantakan dengan gerakan halus. Ia juga melihat kearah komputer anaknya yang menyala.

"Wah, pasti lagi ada tugas dadakan ya? Andara ambil nggak?" ucap Rexha dengan nada yang bersemangat. Tapi Andara masih saja bungkam.

"Ibu nggak bakalan marah kok, tapi Ibu pesen, harus tetap hati-hati, Sayang. Yang Ibu punya saat ini itu cuma Andara, Ibu sayang banget sama Andara. Sayang Ibu itu sebanyak ini nih."

Rexha tidak menyerah, ia ingin menunjukkan kepada putrinya jika tidak ada hal yang membahagiakan selain putrinya seorang.

Andara melirik Ibunya sekilas, ia sebenarnya tidak tega melihat Ibunya seperti itu, tapi ia juga masih marah.

"Dara cuma pengen tahu wajah, Ayah." Ujar Andara, kali ini lebih baik nada bicaranya.

"Kenapa Dara selalu pengen tahu, Ayah? Bukannya Dara sudah punya Ibu? Ibu sangat menyayangi Dara bukan?" ujar Rexha menahan air matanya agar tidak meleleh.

Hati Ibu mana yang tidak sakit melihat keinginan putrinya seperti ini? Sebuah keinginan sederhana yang sangat mustahil ia bisa lakukan, karena ia pun tidak tahu dimana sosok pria masa lalunya yang tidak sengaja meninggalkan benih di rahimnya.

"Aku sayang Ibu, tapi aku juga mau punya, Ayah. Apa benar Ayah sudah pergi? Ayah sudah ada dilangit seperti Kakek dan Nenek?" tanya Andara kembali memandang Ibunya dengan mata hitamnya yang indah.

Rexha yang melihat tatapan mata itu, justru tidak membendung air matanya. Sepasang mata yang sama persis seperti mata pria itu, pria yang tidak ingin ia sebut namanya karena hatinya masih sakit jika mengingatnya.

"Ayah Andara masih ada. Ayah sedang kerja jauh, suatu saat nanti jika Tuhan mengizinkan, Andara pasti bisa bertemu, Ayah." Kata Rexha segera mengusap air matanya dengan kasar.

"Sudah ya, Ibu harus bekerja sekarang. Andara jangan lupa makan, nanti siang Ibu pulang. Baik-baik dirumah, Sayang." Rexha langsung terburu-buru pergi sebelum pertahanannya jebol jika melihat mata putri kecilnya.

Rexha masih tidak sanggup jika harus membahas lagi hal yang membuatnya sangat sakit. Ibaratnya membuka lagi luka lama yang sudah ia coba sembuhkan.

Namun, berbohong kalau mengatakan jika Rexha tidak ingat akan pria itu. Ia sangat ingat jelas, semuanya. Bagaimana kisah masa lalunya yang berakhir dengan air mata.

________

5 tahun yang lalu.

Rexha berjalan masuk ke sekolah barunya dengan langkah malas. Ini entah sudah keberapa kalinya ia pindah sekolah. Rexha tidak begitu peduli dengan sekolahnya, ia berjalan santai melewati barisan para wanita yang terlihat saling bergosip ria.

Rexha Maldini, wanita yang sangat malas untuk ikut campur urusan orang lain apalagi membuat masalah. Hidupnya sudah penuh dengan masalah, tidak perlu ditambah lagi dengan hal yang sangat tidak penting.

Namun, sekuat apapun Rexha menghindar, masalah seolah datang tanpa diminta. Ia yang baru hari pertama masuk ke sekolah baru, langsung menjadi trending topik karena berkelahi dengan siswi paling populer disekolahnya.

"Anjing Lo, anak baru belagu banget. Yang sopan sama senior!" Laura berteriak berang saat Rexha tiba-tiba menyerobot antrian di kantin sekolah.

"Lo yang Anjing, salahnya dimana? Lo yang baru dateng harus antri," sergah Rexha merasa dirinya tidak bersalah. Ia yang lebih dulu datang kesana dan antri.

"Oh, berani Lo ya? Harus dikasih paham nih anak baru," cetus Laura semakin kesal karena Rexha tidak takut padanya seperti siswi yang lainnya.

Laura tanpa peringatan langsung menjambak rambut Rexha dengan kasar.

"Arghhhhhhhh, brengsek!" Rexha berteriak keras, merasakan nyeri karena rambutnya dijambak dengan kasar.

"Mampus Lo, makanya jangan main-main sama gue," sinis Laura begitu senang, ia bukan hanya menjambak rambut Rexha saja, tapi ia juga mendorong wanita itu hingga jatuh tersungkur dilantai.

Laura pikir Rexha akan seperti wanita lainnya yang akan memohon padanya. Tapi dia salah, Rexha justru membalas perbuatan Laura dengan cara yang lebih sadis karena Rexha sangat jago bela dirinya.

Keduanya terlibat perkelahian yang membuat seluruh murid disekolah heboh. Wajah keduanya sudah babak belur, tapi sepertinya belum ada yang ingin mengalah.

Sampai akhirnya ada seorang siswa yang datang dan langsung memisahkan mereka.

"Berhenti, apa-apaan kalian ini? Ini sekolah, bukan ring tinju," ucapnya dengan nada sarkas.

Rexha langsung melepaskan Laura karena merasa ia pun cukup lelah. Ia bangkit dan merapikan rambutnya yang tidak karuan. Saat ia mengangkat wajahnya, ia langsung bertatapan dengan sepasang mata hitam seperti galaxy malam yang menghanyutkan.

"Kamu nggak apa-apa?" Pria itu langsung mendekati Rexha, mencoba menyentuh pipinya yang berdarah, tapi Rexha menolak.

"Bukan masalah serius, nggak usah sok peduli," ketus Rexha diam-diam melirik kearah name tag pria tersebut.

Andra Dewanata.

"Kamu berdarah gini, ayo aku akan mengantarmu ke UKS. Bisa infeksi kalau dibiarin aja," kata Andra begitu tidak tega melihat Rexha yang sangat berantakan.

"Andra ih, kenapa kamu perhatian sama dia? Aku juga terluka loh," rengek Laura tidak terima karena Andra lebih perhatian dengan Rexha.

Andra hanya meliriknya malas, sudah hafal sekali dengan sifat Laura yang kecentilan itu. Ia ingin kembali berbicara pada Rexha, tapi wanita itu ternyata sudah berjalan menjauh.

"Kemana dia pergi?" gumam Andra menatap sekelilingnya, hingga ia melihat seorang wanita dengan rambut pendek sebahu yang sudah bisa dipastikan itu adalah Rexha.

Andra segera menyusulnya dan tanpa ragu langsung menarik tangan Rexha, membuat wanita itu sangat kaget.

"Lo apaan sih?" sembur Rexha begitu kesal, ia dalam mood buruk, kenapa harus mengganggunya?

"Seseorang yang terluka akan selalu perlu obat. Mengatakan kalau kamu sedang baik-baik saja, tidak akan membuat lukamu itu bisa sembuh. Tapi kamu justru akan membuatnya semakin parah . Ayo, aku akan mengobatimu," ujar Andra dengan suara lembutnya, membuat siapapun wanita dimuka bumi ini akan meleleh, termasuk Rexha.

Rexha bahkan menurut saja saat Andra membawanya ke UKS dan mengobati lukanya. Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang memperlakukannya layaknya manusia, dan orang itu adalah Andra.

Happy Reading.

TBC.

Visual.

Andra Dewanata_

Rexha Maldini_

Andara Maheswari_

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!