Merebut Cinta CEO Kulkas

Merebut Cinta CEO Kulkas

Abang Bakso, Cupid Andalan

“Kamu yang bayar semuanya kemarin?” tanya Susi kesal. Cindy menjawab dengan anggukan pelan. “Cin, kamu dan Toni baru enam bulan pacaran, tapi entah sudah berapa banyak uang kamu yang habis untuk dia. Cowok tak berguna seperti itu nggak pantas buat kamu!”

Susi membanting mangkuk sampai abang bakso yang dari tadi sibuk dengan walkie talkie kaget.

“Bakso Bang Ipul nggak enak ya, Neng?" tanya si abang bakso sedih.

“Oh, nggak. Nggak, Bang. Baksonya tambah satu lagi ya,” jawab Cindy, yang mencoba menghentikan rencana Bang Ipul untuk segera menutup usahanya dan pulang menangis di rumah.

Ternyata bukan hanya baksonya yang lembut. Hati Bang Ipul juga tak kalah lembut. Bang Ipul adalah abang bakso favorit Cindy. Selain rasa mi baksonya yang lezat, bakso Bang Ipul adalah satu-satunya tempat Cindy ditraktir Toni. Saking dekatnya Toni dan Bang Ipul, mereka bahkan jadi satu-satunya pelanggan yang dikasih fasilitas meja dan kursi.

“Cin, kamu sadar kan, kalo kamu layak dapat pasangan yang lebih baik dari Toni. Kamu pantas punya segala yang terbaik di dunia ini, tapi malah bertahan dengan benalu tak bermodal seperti Toni!”

Susi membanting mangkuk sampai membuat air mata menggenang di pelupuk mata Bang Ipul. Entah itu karena dia sedih melihat bantingan mangkuk Susi, atau ada pesan dari walkie-talkie yang membuatnya sedih.

“Bang, tambah satu mangkuk lagi, ya.” Cindy mulai khawatir dengan jumlah mangkuk bakso di depannya. “Ini sudah lebih dari dua mangkuk, apa Toni bisa bayar?”

“Rasa nggak layak ini pasti gara-gara cewek-cewek jahat yang membully kamu waktu pindah sekolah, kan?” keluh Susi dengan wajah cemberut. “Pokoknya, kalian harus putus hari ini!” Susi membanting mangkuknya lagi.

“Demi Tuhan, jika hal ini terus terjadi, mungkin Bang Ipul akan dinobatkan sebagai 10 Tukang Bakso Terkaya di dunia,” pikir Cindy sembari memesan satu mangkuk bakso lagi.

“Cin, aku tuh kasihan sama kamu yang harus selalu bayarin dia. Uang kamu tuh bisa diputar di tempat lain yang lebih menghasilkan, daripada dibuang tanpa hasil ke Toni.” Cindy menatap Susi dengan galau, dan sialnya tertangkap mata Bang Ipul. Dirinya masih tak habis pikir kenapa hari ini Bang Ipul selalu melihat ke arah mereka.

“Bakso abang nggak enak, ya?” tanya Bang Ipul yang terlihat seperti baru saja menonton ending dari film Titanic. Bedanya, kali ini, Cindy yang hampir tenggelam dalam kuah bakso.

Pertanyaan Bang Ipul pun dijawab dengan jari telunjuk Cindy yang diangkat dan disusul dengan perkataan, “Satu lagi, Bang.” Senyum manis segera terulas di wajah Bang Ipul.

“Babang Toni datang.” Pria yang sejak tadi jadi bahan gibah muncul di depan Cindy dan Susi. Cindy tersenyum melihatnya, sementara Susi tak menunjukkan ekspresi apa-apa.

Sebenarnya, Toni adalah pria yang baik dan ramah. Wajahnya juga di atas rata-rata. Tak heran kalau Cindy bertahan dengannya sampai sekarang.

“Maaf ya, sudah bikin kalian menunggu. Aku tadi ada sedikit urusan,” jelas Toni dengan nada khasnya ketika merasa bersalah. Nada tersebut juga dipakainya saat meminta Cindy untuk membayar bermacam- macam hal. Mendengar nada itu membuat Susi tambah kesal padanya.

“Jadi orang tuh tepat waktu. Jangan sampai bikin pacar kamu menunggu terlalu lama.” Cindy segera menyikut Susi agar tak terlalu ketus. Susi yang tak bisa menyembunyikan rasa kesal, langsung berdiri dan membawa mangkok baksonya menjauh.

“Kamu cantik hari ini,” puji Toni yang sudah diulangnya beberapa kali, namun tetap berhasil membuat Cindy tersipu. Pria itu memang baik untuk hatinya, tapi buruk untuk kantongnya. Toni lalu berusaha mengisi keheningan dengan tak henti-hentinya bicara.

“Kalau tetap bertahan, mungkin aku akan menjadi seperti Victoria Beckham yang menemani suaminya menjadi pria sukses.” Cindy berusaha meyakinkan diri untuk mempertahankan hubungan mereka.

“Cin, aku lagi nggak ada uang. Boleh kamu yang bayar?” tanya Toni malu-malu.

“Tapi Ton,tagihan bang ipul ini kan bagian kamu,” protes Cindy yang mulai tersulut emosi.

“Iya,sih. Tapi, kali ini saja.” Toni memohon, tapi Cindy sudah mencapai batas kesabarannya.

“Ton, kayaknya kita sudah nggak cocok lagi.” Cindy berusaha terdengar tegas, walau dalam hatinya ada rasa khawatir kalau tak ada lagi pria selain Toni yang akan mencintainya.

“Hanya karena ini? Ayolah,Cin.” Toni menangkupkan tangan dengan wajah mengemis, yang selalu digunakannya setiap menginginkan sesuatu dari Cindy.

“Aku bosan selalu dijadikan sapi perah.” Cindy berusaha tak melihat wajah Toni agar bisa tetap teguh.

“Kali ini saja, Cin. Kali lain, pasti aku yang bayar.” Toni meraih tangan Cindy dan menggenggamnya erat.

“Tapi, kali ini kamu sudah keterlaluan. Masa untuk bayar bakso aja nggak bisa," keluh Cindy.

“Aku memang lagi nggak ada uang dan, aku malu ngutang sama Bang Ipul." Toni masih tetap teguh untuk meminta dibayari.

“Itu bukan urusan aku. Maaf Ton, aku sudah ngga kuat lagi kayak gini. Kita harus putus.” Cindy bergegas berdiri.

“Aku nggak mau, Cin. Aku cinta banget sama kamu. Kamu tega ninggalin aku di saat terpuruk seperti ini?” Toni menarik tangan Cindy, sementara Cindy menatap mata Susi yang melihatnya dari jauh untuk menguatkan. Dirinya ingin pergi, tapi ditahan oleh Toni.

Saat Susi bersiap berdiri untuk menyelamatkan Cindy, tiba-tiba dua pelanggan warung bakso di dekat mereka berdiri mendahului. Mereka berlari mengejar dua pria yang baru keluar dari

rumah. Terjadi adegan pemborgolan seru yang berakhir dengan masuknya empat pria tersebut ke dalam mobil van hitam. Cindy bergegas mengalihkan pandangan ke Bang Ipul yang melihat ke arah van sambil mengangguk. Calon mantan pacar Toni itu mulai curiga kalau Bang Ipul adalah seorang intel.

Setelah situasi tenang, Toni bersiap untuk kembali memohon pada Cindy. Tiba-tiba, sebuah mobil hitam mewah direm secara mendadak di dekat mereka. Seorang wanita berkulit putih turun, dan membanting pintu dengan marah. Langkah penuh kemarahannya diikuti langkah seorang pria yang panik dan bergegas menarik tangan wanita bernama Dhita itu.

“Kamu mau maksa sampai kapan, Tam? Kita sudah nggak cocok lagi. Ngga usah merendahkan diri kayak gini. Kamu tahu kan, kalau aku benci dengan pria lemah yang hanya bisa memohon-mohon.”

Dhita menghempas tangan pria bernama Tama. Cindy menatap pria itu lekat-lekat. Entah mengapa, wajahnya terlihat familiar. Ada sesuatu dalam diri pria itu yang membuat jantung Cindy berdetak kencang.

Hanya dengan pandangan sekilas saja, sudah membuatnya melamun tentang pesta pernikahan mereka. Lamunan Cindy pun buyar saat pria itu berjalan ke arahnya dengan sempoyongan. Tiba-tiba, dia terjatuh di depan Cindy.

“Kamu nggak apa-apa?” tanya Cindy panik, dan merangkul sang pria untuk membantunya berdiri.

“Tam, itu siapa?” suara Dhita mengejutkan Cindy dan Tama. Sekaget-kagetnya Cindy dengan pertanyaan Dhita, tetap tak mengalahkan kekagetan Cindy saat mendengar jawaban dahsyat Tama.

“Kamu pikir hanya kamu yang bosan dengan hubungan kita? Ini pacar aku. Iya kan, sayang?” Cindy terdiam, lalu melihat Toni yang tak kalah kaget. Di sekitar mereka, Bang Ipul dan para pelanggan serentak berhenti makan dan penasaran menunggu jawaban Cindy.

Hayooo, apa coba jawaban Cindy? Sebelum lanjut baca, yuk coba ditebak di komentar.

Jangan lupa like, vote, subscribe dan share untuk mendukung author ya ❤

Terpopuler

Comments

Yu Ti

Yu Ti

sudah. mksh

2023-09-30

2

Yu Ti

Yu Ti

sudh

2023-09-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!