“Nathan yakin kalau hari ini ulang tahun Tama?” Cindy masih tak percaya. Tak ada satu pun tanda-tanda perayaan di meja makan tadi. Nathan mengangguk. Remaja bermata coklat itu tersenyum dan mengangkat jempolnya ke arah Cindy.
“Nathan senang banget pas lihat Kak Tama tertawa tadi. Kak Tama jarang sekali tertawa, terutama kalau ada Nathan.” Dia tak berani menatap Cindy, seolah malu karena menjadi alasan kakaknya tak bahagia. “Nathan nggak suka dipuji saat mama marah sama kak Tama,” sambungnya pelan.
“Kenapa Nathan nggak bilang ke mama kalau Nathan nggak suka?” tanya Cindy, dan bergegas berbalik ke belakang untuk mengecek kalau-kalau ada Bu Riyanti di belakang mereka. Nathan menggeleng sedih.
“Kalo Nathan bilang, nanti mama nggak sayang lagi sama Nathan.” Cindy tak bisa berkata apa-apa lagi. Karena tak ingin Nathan tambah sedih, dia mengalihkan pembicaraan. “Tadi menu udangnya banyak banget, ya . Sudah lama kakak nggak makan udang. Nathan suka udang?” Nathan tersenyum dengan mata berbinar.
“Nathan suka banget makan udang, tapi…” binar yang tadi muncul mendadak padam. “ Kak Tama alergi udang. Karena itu, pas mama tanya apa yang Nathan mau sebagai hadiah juara umum, Nathan minta tambahan menu ikan bakar. Paling nggak, kak Tama bisa makan makanan kesukaannya saat berulang tahun.” Cindy menghela napas. Bagaimanapun caranya dia berusaha mengalihkan pembicaraan, selalu saja berujung ke kisah sedih Tama dan Nathan.
“Tama beruntung punya adik seperti Nathan.” Nathan yang mendengar itu bergegas menggeleng.
“Kak Tama akan lebih beruntung kalau Nathan nggak ada.” Suasana kembali suram. Nathan yang sadar dengan wajah Cindy yang tak terlihat lagi sukacitanya, langsung memamerkan senyum terlebar. “Tapi, Nathan nggak perlu khawatir lagi. Sekarang, kak Tama punya kak Cindy. Kak Tama akan bahagia selamanya.” Cindy baru akan menimpali tapi Tama tiba-tiba muncul dan menarik tangan Cindy keluar rumah.
“Apaan sih, Tam? Nggak sopan banget. Aku lagi bicara sama Nathan.” Cindy menarik tangan dari genggaman Tama dan menghentikan langkah. Tama ikut berhenti dan memasukkan tangannya di saku celana. Matanya menatap kesal ke arah mobil yang diparkir di depan rumah.
Ketika teringat kalau hari ini ulang tahun Tama, kekesalan Cindy perlahan memudar. Tangannya mengambil satu kartu remi dari tas dan memberikannya pada Tama. “Aku mau kamu ke rumah aku. Boleh?” tanya Cindy lembut. Dia bisa saja memakai nada perintah, tetapi yang dia inginkan hari ini adalah Tama tak kesal lagi.
Semua orang berhak bahagia di hari ulang tahun mereka, terutama pria yang cemberut di depannya. Tama melirik kartu itu lalu mengambilnya dan berjalan ke arah mobil. Cindy bergegas mengejar dan menarik tangan Tama. “Kamu marah sama aku?”
Tama berpikir sebentar lalu menjawab, “Kamu nggak usah bicara lagi sama Nathan. Oke?” Syarat Tama membuat Cindy mengernyitkan dahi.
“Kenapa? Dia adik kamu.”
Tama terlihat tak senang dengan sanggahan Cindy.
“Papa dan mama sudah jadi milik dia. Aku nggak mau kamu juga ikut-ikutan.” Tama bergegas membuka pintu mobil, tapi langsung terdiam membeku saat mendengar pertanyaan Cindy.
“Kenapa? Karena aku milik kamu?” Pipi Tama memerah seketika. Dia mengacuhkan pertanyaan Cindy dan langsung masuk ke mobil. Cindy memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya penuh kebahagiaan. Dirinya melangkah ringan ke sisi penumpang di samping Tama.
Inikah rasanya dicemburui pacar?
***
Sepanjang perjalanan, hanya ada keheningan di mobil. Tama memikirkan soal pertanyaan Cindy, sementara wanita di sampingnya sibuk berpikir tentang kejutan ulang tahun.
Begitu sampai di depan rumah, Cindy langsung lega saat melihat Bang Satria berdiri di bawah pohon. Ketika akan keluar, tiba-tiba handphone Tama berbunyi. Tama melihat sebentar nama penelepon dan segera menekan tombol bicara. Dari kata-kata Tama, Cindy menebak kalau itu panggilan tentang kerjaan. Dia langsung memberi tanda kalau dirinya akan turun duluan.
“Kata Susi, kamu punya pacar baru?” Bang Satria langsung mendekati Cindy dan bertanya tanpa basa-basi. Memang Susi ini sumber gosip yang luar biasa. Cindy mengangguk.
“Syukurlah. Bang Sat nggak suka sama si Toni. Omong-omong, pacar kamu supir, ya?” tanya Bang Satria seraya memincingkan mata untuk memaksa diri melihat wajah Tama.
“Bukan, Bang. Mobil itu memang punya dia.” Cindy membalas sambil membuka tas dan sibuk mencari-cari sesuatu.
“Punya sendiri? Jangan-jangan, pacar kamu maling?” Mata Bang Satria membelalak karena terkejut dengan teori buatan sendiri.
“Syukurlah bukan, Bang. Mobil itu punya dia secara halal.” Cindy mengeluarkan dompet dari tas dan membuka isinya.
“Oooo…menang undian, ya?” Bang Satria mengangguk puas dengan kesimpulan yang dia buat tanpa mempedulikan narasumber di depan.
“Terserah abang, deh. Bang, Cindy boleh minta tolong beli kue ulang tahun di tokonya Pak Timo? Kue model apa saja, asal bisa langsung dibeli dan cukup dengan uang segini” Cindy yang lelah menjelaskan, langsung memotong untuk meminta tolong dengan tangan yang mengulurkan uang. Bang Sat mengangguk. Setelah Bang Sat pergi, Cindy segera dipeluk dari belakang oleh Susi.
“Kamu jadi kan, jadian sama pria kaya itu?” tanya Susi bersemangat.
“Jangan pura-pura nanya, deh. Kamu sudah kasih tahu semua orang kan, kalo aku udah punya pacar baru?” Cindy pura-pura kesal, tapi tak berlangsung lama. Wajah temannya terlalu bahagia saat ini untuk dirusak dengan kekesalan.
Tak lama kemudian, Tama datang. Pria tinggi itu hanya menganggukkan kepala ke arah Susi, dan dibalas Susi dengan salam yang sama. Cindy hanya mengangkat bahu melihat interaksi aneh mereka.
Cindy lalu berbalik untuk masuk ke rumah dan mengulurkan tangan kanannya ke belakang. Lima jarinya bergoyang tak sabar untuk meminta digenggam Tama. Susi shock melihat perilaku tak biasa sahabatnya, tetapi segera tersadar saat pacar Cindy tak kunjung menyambut tangan yang diulur.
Susi tak rela temannya dipermalukan, dan bergegas menggerakkan tangan untuk menggenggam tangan Cindy. Sayang, tangannya langsung ditepis Tama yang buru-buru mengambil tempat dalam genggaman pacarnya. Mereka lalu masuk ke dalam rumah, dengan wajah Cindy yang menahan senyum bahagia.
***
Pak Surya, ayah Cindy, mengetuk meja dengan palu. Semua peserta pertemuan Persatuan Pedagang Palugada terdiam.
“Baiklah. Setelah diskusi tentang promosi melalui siaran langsung di media sosial, mari kita beralih ke bagian yang paling penting. Karena bagian ini sangat penting, diharapkan agar tidak ada peserta yang mengganggu dengan suara handphone maupun menyela. Mari kita mulai.”
Pak Surya memperbaiki letak kaca mata untuk melihat ke sekeliling ruang pertemuan. Tatapannya berhenti di satu sosok yang paling dia sayang dengan seorang pria di samping. Senyum lebar terpampang nyata di wajah Pak Surya. Pria berbadan tegap itu berdehem sebentar, lalu melanjutkan,
“tapi kalau dipikir-pikir, lebih penting kalau kita semua makan siang saja dulu. Mari kita ke ruang makan sekarang.” Cindy tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah sang ayah. Pria berusia 52 tahun itu berdiri dan berjalan ke arah Tama dengan tangan yang sudah terulur dari jarak 1 meter. “Nama saya Surya.”
Tama bergegas menyambut uluran tangan Pak Surya.
“Nama saya Tama, Pak.” Pak Surya mengangguk senang dan mengedipkan mata ke arah Cindy. Sejak dulu, ayahnya tak pernah menyukai Toni. Karena itu, kehadiran Tama seperti angin segar yang meniup sepoi-sepoi hati sang ayah yang dulu kering kerontang. Cindy mengambil kesempatan ini untuk membisikkan sesuatu pada Bu Anita, ibunya.
“Kebetulan kamu datang hari ini. Ada banyak masakan untuk dicoba. Soto, rendang, ayam bawang, bakso, pokoknya macam-macam.” Pak Surya menjelaskan dengan gembira dan mengajak Tama ke ruang makan.
Tama senang dengan sambutan yang dia terima, tapi cukup kaget ketika melihat menu di meja makan. Ternyata semua yang disebut Pak Surya adalah macam-macam rasa mi instan. Ada beberapa piring besar mi dengan kertas yang dilipat di depannya untuk menginformasikan rasa mi.
Tama berusaha tersenyum setulus mungkin melihatnya. Di sampingnya, Cindy terlihat gembira saat melihat kedatangan Bang Satria. Sayang, senyuman yang tadinya terulas lebar segera menghilang setelah melihat kue kejutan yang dibeli Bang Satria.
Menurut kamu, kenapa kue ulang tahun Tama bikin Cindy shock? Yuk coba ditebak di kolom komentar.
Jangan lupa like, vote, subscribe dan share untuk mendukung author ya ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments