Pertanyaan yang sulit

Tiga minggu berlalu, langit masih saja mendung tapi waktu terus berjalan dan selama itu juga Aralia menjalani kehidupannya seperti biasanya.

Nisa, Ibunya memilih menyibukkan diri bermain dengan benang-benang cantik yang akan ia bentuk menjadi sebuah sepatu kecil buat cucunya.

"Baiklah besan kita bahas ini besok." Saat Aralia hendak mengetuk pintu kamar ibunya ia mendengar sedikit pembicaraan Nisa dengan seseorang lewat telpon.

Besan?

Aralia menggigit bibir bawahnya. hal penting apa yang akan mereka bicarakan besok. Aralia megurungkan niat menemui Ibunya dan berjalan ke kamarnya. Membuka pintu balkon dan menatap langit yang gelap bergerimis.

"Titip pu-putri kita, dia sangat manis. Aku ingin kalian berdua menjaganya. Ara adikku jadilah Ibu bayi i-itu. Kumohon."

Kata-kata itu selalu muncul dalam ingatannya. Meskipun Varga dan Nisa belum membahas hal itu ia tidak pernah lupa bahkan sampai detik ini. Gadis itu kerap kali berdoa dalam hati supaya semua orang melupakan permintaan konyol kakaknya itu.

Aralia menghela napas panjang, melegakan isi dadanya yang membuatnya sesak bernapas.

Arhhh ...

Teriak Aralia tanpa suara, wajahnya tampak suram dan mata yang selalu bersinar itu memberi sorot kesedihan yang amat dalam.

"Ara ...apa besok kau punya waktu?" Suara Nisa sontak membuatnya berbalik. Wanita itu masuk tanpa mengetuk pintu membawa dua gelas teh hijau yang masih panas.

"Kenapa Ma?" Aralia mengambil gelas teh yang di suguhkan Nisa.

Nisa menatap lurus kedepan, lalu menipiskan bibir.

"Kakak Iparmu akan berkujung." Katanya menatap putrinya itu dengan hangat.

Aralia menatap teh hijau di dalam gelas yang ia pengan, wanginya masih tercium tapi entah kenapa gadis berlesung pipi itu tak niat menikmatinya.

"Sebenarnya Ara punya urusan tapi tidak terlalu penting. Tapi apa Ara harus ada, Ma?" Tanyanya dengan suara pelan sambil menunduk menatap kakinya yang tanpa alas.

"Ini pertama kali setelah kepergian Rena, keluarga kakakmu berkunjung dan sudah seharusnya kita menyambutnya, sayang. Kau tidak ingin melihat Bianca?"

"Bianca?" Aralia bertanya dengan bingung, nama itu tampak asing baginya.

"Iya ..., Bianca. Putri kakakmu begitu mereka memberi nama." Aralia mengangguk, kini bayi itu sudah di beri nama meskipun belum di sah kan.

"Baiklah besok Ara akan di rumah." Katanya

setelah memikirkan sesuatu dan lagipula semenjak Bianca lahir ia hanya melihat sebentar tanpa menyentuhnya di rumah sakit.

"Sayang kau tidak mengenakan alas kaki? Cuaca sangat dingin ditambah kau masih menyalakan pendingin ruangan. Jangan bermain-main dengan kesehatanmu." ujar Nisa setelah menyadari putrinya itu telanjang kaki, Nisa segera masuk kedalam dan mengambil kaos kaki juga jaket dari dalam lemari.

"Sekarang hanya kau yang aku miliki, kau tidak boleh sakit mama mohon."

Nisa memakaikan jaket pada Aralia dan hendak berjongkok untuk mengenakan kaos kaki yang ia pengan.

"Ma. Maafkan Ara." Gumam Aralia menahan lengan ibunya yang hampir menyentuh kakinya. "Biar Ara saja." Katanya lagi mengambil kaos kaki itu lalu mengenakannya dengan cepat.

Nisa menitikkan air matanya, duka masih belum berakhir dalam hatinya. Tiap hari dalam keheningan wanita itu menangis, menatap dan memeluk photo Rena putri pertamanya. Ia mengeluh pada sang pencinpta betapa sakitnya melihat orang yang ia sayangi segenap jiwanya pergi untuk selamanya.

Melihat itu Aralia merasa bersalah, "aku sayang mama, mari kita hidup saling menjaga." Katanya mengusap kedua mata Ibunya dengan jemarinya.

Nisa memeluk putrinya itu dengan sangat erat, mereka saling menguatkan dimalam yang amat dingin itu.

 _____________________________________________

 

Di dalam ruangan keluarga, tampak Nisa menimang Bianca cucunya dengan sangat bahagia ia menahan air matanya agar tak berurai dan menjadikan suasan menjadi menyedihkan.

Varga dan kedua orang tuanya duduk di sofa. Pria itu kini tampak tenang namun tak dapat dikatakan sepenuhnya jika dilihat dari lingkaran matanya hitam serta tubuhnya terlihat kurus.

"Bagaimana kabarmu Besan?" Ibunya Varga memulai obrolan setelah Nisa duduk dan menyerahkan bayi itu ketangan susternya.

"Sudah lebih baik, Besan sendiri bagaimana kabarnya?"

"Ya seperti yang Besan lihat." Jawab Roland diakhiri dengan kekehan ringan.

Aroma teh tercium saat pelayan rumah itu mensuguhkan teh dan beberapa macam makanan ringan pada tamu dengan sopan .

"Bi, tolong suruh Ara turun ya. Bilang kakak iparnya datang," ujar Nisa saat pelayan rumah itu kembali ke dapur.

"Baik Nyonya." Pelayan rumah itu segera naik ke lantai atas menuju kamar Aralia.

Aralia menatap dirinya dalam cermin, tak bersemangat semenjak melihat mobil keluarga kakak iparnya tiba dari balkon kamarnya.

Bagaimana ini? Apa mereka hanya sekedar berkunjung atau----

Ketukan pintu membawa Aralia dari lamunannya, tanpa menunggu jawaban pelayan itu masuk.

"Nona ... Nyonya minta nona Aralia turun kebawah, ada tuan Varga." Katanya dengan lembut.

Aralia mengangguk, " tutup pintunya." Ujarnya saat pelayan itu kembali keluar.

Aralia yang masih berdiri di depan cermin mencoba tersenyum, kaku dan dingin. Dia berdecak kesal melihat bayangan yang ada di depannya yang seolah lupa bagaimana caranya tersenyum.

Di ruang tamu Aralia mendengar keluarga berbincang bincang, sesekali ada kekehan ringan. Roland ayahnya Varga ternyata memiliki selera humor yang baik untuk menghangatkan suasana di ruang itu.

Kekehan itu terhenti saat mereka menyadari kehadiran Aralia.

"Paman, tante." Sapa Aralia meyungingkan senyum pada kedua orang tua Varga.

"Hai ...," Ibunya Varga menyahut lalu berkata " Putrimu semakin cantik aja ya, Besan." katanya menoleh pada Nisa.

Nisa tersenyum, melihat putrinya, lalu menepuk sofa di sampingnya, "duduk sayang." Katanya.

Varga menarik napas, menghembuskanya perlahan lalu mengambil gelas teh kemudian meminumnya. Matanya tak sengaja beralih pada Aralia yang juga sedang menatapnya.

Sesaat mereka saling bertatapan. Nisa yang menyadari hal itu menepuk lengan Aralia pelan. Gadis itu segera mengalihkan tatapanya.

Setelah berbincang -bincang hal-hal sepele Roland menarik napas rautnya terlihat serius dan menatap ke arah Aralia duduk membuat gadis itu merasa canggung.

"Besan," ucap Roland suaranya terdengar serius menghentikan tawa kedua wanita yang terlihat akrab membicarakan selebritis yang semakin terkenal karena kehaluannya.

Nisa menarik napas," Ya." jawabnya mengangguk. Tiba saatnya mereka membahas hal penting seperti yang sudah mereka rencanakan lewat telpon.

"Seperti yang kita bicarakan lewat telpon ...," kata Roland dengan nada serius. Aralia dan Varga yang sedari tadi diam, mendengar dengan serius.

Degub jantung Aralia semakin kencang, menelan salivanya berlahan menatap Varga yang sedang melihat serius pada Roland.

Gadis itu belum siap jika yang akan dibahas saat ini adalah permintaan Rena, kakaknya.

"Varga sudah menceritakan semua keinginan terakhir menantu kami. Mengejutkan memang tapi bagaimana pun sebagai orang tua Varga, kami hanya bisa mendukung apapun keputusan yang di buat." Ucap Roland melihat Aralia dan Varga bergantian.

Nisa melihat Aralia yang kini sudah menunduk, merasakan sesak di dadanya. Nisa menyetuh tangan Aralia membuat gadis itu mengangkat kepalanya.

"Sebagai orang tua aku juga hanya bisa mendukung apa yang terbaik menurut mereka." Kata Nisa menatap Varga, menyerahkan keputusan padanya.

Varga melihat Aralia yang menatapnya dengan tatapan susah diartikan, kenyakinan yang ia miliki sesaat penuh menjadi keraguan. Merasa gugup, beruntung tatapan hangat dari Nisa mertuanya membangkitkan sedikit rasa keberanian dalam dirinya.

"Ara, bagaimana pendapatmu?" Begitu mendengar pertanyaan itu Aralia menengan jemarinya saling bertautan. Pertanyaan yang sangat sulit dia jawab kemudian Aralia mengangkat wajahnya menatap Ibunya. Nisa memberinya senyum sembari mengelus kepala putrinya itu lembut.

Ruangan itu sejenak hening, menunggu suara dari Aralia. Tapi gadis itu tak kunjung bersuara.

"Sayang, kau tidak perlu menjawabnya hari ini. Pikirkan matang-matang sebelum mengambil keputusan. Apapun keputusan yang kau buat kami akan mendukungnya." Kata Ele memberi pengertian.

Aralia perlahan melihat ke arah Varga. Menatap pria itu dengan tatapan memberi nilai. Sungguh jika Aralia menginginkan pria tampan dan berkarisma Varga adalah pilihan yang tepat.

Tinggi tubuhnya diatas 180cm, hidungnya mancung dengan tulang yang langsing. Biji matanya hitam pekat disempurnakan dengan bulu mata yang lebat. Belum lagi pria ini memiliki brweok halus yang menunjang ketampanannya. Penampilannya tidak kalah dengan model yang wara-wiri di media.

Tapi kembali lagi pada pilihan, Aralia tidak boleh hanya melihat dari penampilan semata.

Menyadari tatapan Aralia padanya. Varga terlihat gugup, dia menarik napas berlahan menutupi rasa gugupnya.

Tiba-tiba tangisan bayi terdengar dari arah tangga, dimana suster membawanya turun dari lantai atas.

Perhatian tertuju pada Bianca yang menangis.

Nisa langsung mengambil Bianca dari tangan suster dan mencoba menenangkannya tapi bayi itu malah menangis semakin kencang.

"Napa ya sus, kok nangisnya kencang ngini?" Tanya Nisa panik.

"Kurang tahu Nyonya tiba-tiba aja bangun terus nangis kencang begini."

"Popoknya sudah di periksa?" Tanya Varga, berdiri mengambil Bianca dari tangan Nisa dan mencoba menenangkan putrinya itu.

"Sudah tuan."

"Mungkin haus, Ga?" Sahut Ele

Varga meminta botol susu dari suster dan mencoba memberi pada Bianca. Bayi itu tak mau dan masih menangis kencang.

Suasana di ruangan itu terlihat sedikit repot, dimana Varga dan yang lain mencoba menenangkan Bianca secara bergantian, kecuali Aralia yang memilih diam duduk dengan pikirannya sendiri.

catatan :

Buat teman yang sudah baca terima kasih banyak, aku baru pemula. Alur mungkin tidak segreget yang lain dan penulisan juga masih berantakan jadi mohon di pengertianya.

Terpopuler

Comments

Asmawatikadri Wati

Asmawatikadri Wati

coba dech Ara yang gendong pasti baby Bianca akan tenang karena seyogyanya seorang bayi membutuhkan pelukan sang Bunda

2022-09-05

0

Djie Marwati Laissa

Djie Marwati Laissa

yg penting smoe tamat aku suka hihihi

2021-08-13

0

HenyNur

HenyNur

semangat Thor 💪💪💪 aku suka kok awal aja sdh menarik pasti seru

2021-08-08

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!