Inum segera menuruti perintah majikannya meskipun Gio kini kembali menangis begitu keras membuat Inum harus kembali mencoba menenangkan anak itu meskipun tidak akan begitu mudah seperti yang dilakukan gadis asing itu, sedangkan Agra kini melangkahkan kakinya menghampiri Amara yang menatapnya bingung lantaran memerintahkan wanita yang bernama Inum itu untuk mengambil anak tampan itu darinya.
“Jadi kau pelakunya? Dan berani sekali kau mengambil anakku tanpa izin dariku?”
Ucap Agra menatap tajam Amara, namun Amara hanya menatap datar Agra yang sudah setajam itu menatapnya, tanpa di duga tangan Amara terangkat menyentuh dada bidang Agra yang terbalut jas dan kemeja seraya mengusapnya dengan lembut membuat semua orang disana merasa bingung juga takut dengan apa yang akan dilakukan oleh Agra nantinya.
“Tenang tuan, marah marah tidak akan menyelesaikan masalah.”
Ucap Amara setenang itu pada Agra bahkan membuat Agra semakin bingung dengan gadis itu, dia tidak kenal takut atau bagaimana? Atau mungkin wajah Agra yang kurang menakutkan? Tapi rasanya tidak mungkin karena Agra diam saja sudah mampu membuat orang orang gemetar tapi kenapa hal itu tidak berlaku pada gadis kampung ini?
“Jadi ceritanya itu saya lihat anak tuan dijalanan hampir tertabrak mobil, jadi saya tolongin, nah tapi dia nangis mulu nih bahkan megang megang, maaf nih tuan..”
Amara mendekatkan bibirnya ketelinga Agra dan membisikkan sesuatu yang mampu membuat Agra seketika mematung.
“Megang p*yudara saya, ya saya mikirnya dia haus jadi saya bawa dia beli minuman, eh tau taunya si nyonya itu malah meneriaki saya sebagai penculik, saya kesal banget tuan tapi untuk semuanya udah jelas, jadi saya gak perlu di...”
“Stop!! Saya tidak butuh curhatan gadis aneh sepertimu!”
Timpal Agra membuat Amara sontak saja menutup mulutnya rapat rapat, Agra kemudian mengambil Gio dari gendongan Inum dan membawanya pergi dari sana dengan perasaan yang tidak dapat dijelaskan, kesal juga malu saat mendengar bisikan gadis aneh itu ditelinga nya, bisa bisanya gadis itu membisikkan hal itu dengan begitu santai di telinganya padahal Agra mati matian menahan malu sejak tadi.
Sedangkan Amara hanya menatap bingung Agra yang pergi dari sana dengan raut wajah marah, sepertinya pria itu punya darah tinggi itu sebabnya selalu saja marah marah padahal Amara hanya menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, tak lama Amara pun juga pamit dari sana dengan perasaan lega, beruntung ia tak bernasib sama seperti ayahnya di desa jika tidak maka sia sia saja dirinya merantau ke kota.
“Terima kasih Bu, semoga berkat do'a ibu, Amara di lindungi oleh tuhan yang maha kuasa.”
Gumam Amara lalu kembali ke toko roti dimana ia bekerja, sedangkan didalam mobil kini Agra hanya diam sesekali mencoba menenangkan Gio yang masih menangis dengan menepuk lembut b*kong bayi itu namun bukannya mereda, tangisan bayi itu justru semakin keras, sedangkan Inum yang berada di jok depan tepat di samping sopir kini sesekali melirik ke arah majikannya dengan perasaan takut.
“Tu-tuan.. saya minta maaf..”
Ucap Inum terbata bata, meskipun Agra tidak membahasnya tapi mengingat prinsip majikannya yang begitu keras membuat Inum harus mengakui kesalahannya, sedangkan Agra tak menoleh sedikitpun pada Inum, bukan tidak tega untuk memarahi wanita yang lebih tua darinya itu, melainkan sedang memikirkan hukuman apa yang cocok untuk wanita itu.
“Kau tau kan kesalahan mu sangat fatal? Putraku bisa saja celaka!”
Sentak Agra membuat Inum kembali meminta maaf juga memohon ampun pada majikannya itu, wanita itu juga bersedia dihukum oleh majikannya itu saat ini juga membuat Agra tersenyum sinis, ini yang Agra inginkan, mendengar permintaan hukuman dari orang itu sendiri tanpa harus Agra yang menghukumnya.
“Baiklah jika itu yang kau inginkan, hentikan mobilnya disini!”
Ucap Agra pada sang sopir membuat pria itu segera menghentikan mobil di area jalanan yang cukup sepi itu, Inum menatap sekeliling mendadak perasaannya tidak enak saat ini, hukuman apa yang akan majikannya itu berikan padanya? Apa ia akan dihukum di jalanan ini? Padahal Inum mengira jika majikannya itu hanya akan memotong gajinya.
“Turun! Kau harus pulang jalan kaki dari sini!”
Deg!
Inum mematung mendengar perintah dari majikannya, pulang jalan kaki dari sana sampai ke kediaman majikannya itu? Membayangkannya saja sudah membuat Inum pingsan bagaimana jika menjalankan hukuman itu? Baru saja ingin protes namun Inum ingat jika majikannya itu tidak suka di bantah, hingga akhirnya membuat Inum mau tak mau menurut dan keluar dari mobil.
“Jalan pak!”
Ucap Agra pada sang sopir begitu Inum turun dari mobilnya, tak peduli bagaimana cara wanita itu pulang, yang jelas apa yang putranya rasakan akan Inum rasakan, jika putranya dibuat berjalan sendirian ditepi jalan karena kelalaian Inum, maka Inum juga harus merasakan yang lebih berat dari pada yang putranya rasakan, sedangkan Inum hanya bisa menghela nafas berat, majikannya itu memang seperti itu, jika baik dia akan sangat baik melebihi keluarganya sendiri, namun jika sudah marah maka tidak akan ada kebaikan didirinya.
“Maafkan papa Gio, karena jarang memiliki waktu bersamamu, papa terlalu sibuk dalam bekerja dan juga wajahmu selalu mengingatkan papa dengan mamamu.”
Agra membatin menatap Gio yang entah sejak kapan tertidur di dekapannya, mungkin karena terlalu lelah menangis membuat bayi itu akhirnya tertidur, di tempat lain kini Amara baru saja tiba di toko roti tempatnya bekerja, baru saja tiba Amara sudah diberikan banyak pertanyaan oleh teman temannya yang khawatir pada Amara lantaran gadis itu tak kunjung kembali.
“Amara, kau baik baik saja kan? Apa terjadi sesuatu? Apa ada yang mengganggumu?”
Tanya Aini, pegawai sekaligus teman Amara yang cukup dekat dengan gadis itu, sedangkan Amara hanya menjawab semua pertanyaan dari teman temannya itu dengan anggukan kepala, tak lupa senyum manis terukir diwajahnya seperti tak memiliki beban sedikitpun nyatanya gadis itu baru saja mengalami hal yang sedikit mengejutkan.
“Pak Adi mencarimu sejak tadi, dia khawatir padamu, dia juga merasa bersalah karena sudah membiarkanmu pergi sendirian.”
Bisik Aini ditelinga Amara, Amara pun hanya mengangguk kecil mendengar ucapan temannya itu, memang sudah bukan rahasia umum lagi disana jika pak Adi seraya anak dari pemilik toko roti itu memiliki perasaan lebih pada Amara sebagai pegawai toko, Adi bahkan terang terangan menunjukkan rasa sukanya pada Amara dihadapan banyak pegawai disana.
Ado cukup tampan, usia mereka juga tidak begitu jauh, namun tetap Amara hanya menganggap Adi sebagai atasannya lantaran niatnya hanya untuk bekerja disana, lagipula Amara belum pernah menjalin hubungan dengan laki laki selama hidupnya meskipun Amara termasuk gadis friendly yang mudah berteman dengan siapa saja lantaran memang ia sangat ramah dan ceria.
“Amara! Kau sudah kembali? Saya mengkhawatirkan mu, takut terjadi sesuatu padamu.”
Ucap Adi yang entah sejak kapan berada disana dan segera menghampiri Amara, Amara melepaskan kedua tangan Adi yang bertengger di pundaknya lantaran merasa tak enak dihadapan pegawai lainnya, dengan senyuman manis Amara menjawab pertanyaan yang sama dengan pegawai lainnya yang Adi lontarkan padanya.
“Tenang saja pak, saya baik baik saja.”
Adi hanya mengangguk, ia mengerti jika Amara merasa tidak enak pada pegawai lainnya disana, Adi pun memilih untuk kembali keruangan nya setelah memastikan keadaan Amara, Amara pun juga kembali bekerja setelah semuanya baik baik saja, namun di tempat lain Agra justru dibuat kerepotan dengan tangisan Gio yang kembali menggelegar begitu bayi itu terbangun.
“Tenang sayang, papa disini.”
Gumam Agra menatap Gio hanya hanya mengatakan hal itu namun kembali menangis begitu keras, Inum tak kunjung tiba dirumah membuat Agra benar benar pusing, Agra kemudian memilih untuk menggendong Gio keluar dari kamarnya namun tangisan bayi itu tak kunjung mereda, hingga tiba tiba Agra teringat pada gadis aneh yang mampu menenangkan Agra dengan begitu cepat.
“Apa aku jadikan dia pengasuh Gio saja?”
Agra membatin, entah mengapa pikiran itu tiba tiba muncul di kepalanya hingga akhirnya membuat Agra menggelengkan kepalanya dengan cepat kala menyadari pikirannya yang sudah merajalela.
“Apa apaan kau Agra!! Inum juga bisa menenangkan Gio, jadi kau tidak perlu mempekerjakan gadis aneh itu.”
Lagi, Agra membatin, hingga akhirnya terdengar suara ketukan pintu, tak lama terlihat wajah lelah Inum dari balik pintu dengan peluh yang bercucuran, sudah dapat dipastikan jika wanita itu pulang dengan berjalan kaki, dan Agra tak merasa bersalah sedikitpun tentang hal itu.
“Tenangkan Gio, aku sudah lelah.”
Ucap Agra mengerahkan Gio pada Inum yang bahkan belum bisa bernafas dengan baik, Inum hanya menurut dan segera menenangkan Gio namun lagi lagi bayi itu tak kunjung mengehentikan tangisnya membuat Inum semakin kehilangan kesabarannya.
“Tuan, Gio tidak bisa ditenangkan, sepertinya hanya gadis tadi yang bisa..”
Ucap Inum meluapkan protesnya, sedangkan Agra kini menoleh pada Inum lalu kembali mengotak atik laptopnya, Agra terlihat tidak peduli sama sekali dengan ucapan Inum, namun nyatanya pria itu tengah berperang dengan pikirannya, haruskah ia memperkerjakan gadis aneh itu? Tapi memperkerjakannya setelah menuduhnya rasanya benar benar memalukan, Tak lama Agra pun meraih ponsel nya disamping nya lalu menghubungi seseorang dari balik telepon.
“Kirimkan beberapa pengasuh untuk bayiku, ingat yang sudah berpengalaman!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments