Melawan Mertua Julid
Namaku Ayu, aku menantu wanita satu-satunya di keluarga ini karena suamiku hanya memiliki satu kakak perempuan.
Aku dan suami memang baru menikah selama 5 bulan, namun masa pacaran kami terbilang cukup lama. Hanya 5 tahun saja, karena aku dan Mas Bagas, suamiku harus mengumpulkan uang untuk acara pernikahan kami.
Setelah menikah, mertuaku tidak mengizinkan Mas Bagas meninggalkan rumahnya, entah apa alasannya.
Kami pun hanya bisa mengikuti kemauan mertua, apalagi kami memang belum memiliki rumah untuk pindah.
Seperti yang sudah-sudah, hari ini mertuaku memberikan selembar kertas berisi catatan berupa sayuran, ikan, bumbu, minyak, dan lainnya.
Aku bisa mengendus bau-bau tak enak, apalagi ibu mertuaku memberikan kertas itu tanpa uang.
"Uangnya mana, Bu ?" Tanyaku setelah membaca list yang ibu berikan.
"Pakai uang kamu dulu."
"Ayu gak punya uang, Bu. Kan ibu tahu sendiri, penghasilan Mas Bagas sebagai pemula baru dua juta. Setiap hari ibu minta di talangin terus, ya habis dong uangnya."
"Kamu ini, sama mertua pelitnya minta ampun. Udah sana belanja, gak usah banyak drama. Pakai dulu uang kamu, nanti ibu ganti."
Menyebalkan sekali. Tapi aku malas melayani ibu mertuaku lebih lama untuk berdebat.
Aku ikuti saja kemauannya. Tapi aku punya ide, supaya mertua ku kapok menyuruh ku belanja.
Aku segera ke warung biasa tempat belanja. Warungnya Bu Ijah. Aku ambil semua sesuai list yang ibu berikan.
"Eh, mau kemana ? Bayar dulu."
"Oh iya, aku lupa bilang. Kata ibu hutang dulu. Nanti sore ke rumah, nagih sama Ibu."
"Ya sudah, nanti sore aku jalan nagih sama mertua kamu."
Oke, rencana ku berhasil. Lanjut pulang.
"Ini, Bu !" Aku menyerahkan belanjaan pada Ibu.
"Nah ini bisa beli. Kalau ada uang jangan di umpetin. Sama mertua kok pelitnya minta ampun."
"Hhmm, terserah ibu lah !"
Aku langsung berlalu, memilih masuk ke kamar untuk mengedit video buat suamiku.
Aku memang selalu membantu suami membuat video-video untuk channel yang dia buat.
Penghasilannya cukup menjanjikan, asal mau berusaha dan konsisten. Meskipun memang cukup berat di awal-awal merintis, apalagi seperti kami yang ekonominya di bawah. Makanya Mas Bagas juga sambil ngojek, biar cepat kaya dan cepat pindah dari rumah mertua.
***
"Ratih ... Buka pintunya !"
"Ratih !"
Terdengar suara teriakan dari luar.
"Ayu, buka pintunya."
"Ibu saja, Ayu sibuk."
"Alasan aja kamu. Di kamar aja, sok sibuk."
Aku tak mau menggubris mertua ku. Toh pintu kamarnya juga aku kunci.
"Ratih ... buka pintunya !"
"Ih, dasar menantu bisanya bikin emosi !"
Aku cekikikan di dalam kamar. Sekali-kali mengerjai mertua.
Setelah suara mertua tak terdengar dekat kamar, diam-diam aku keluar.
Yang datang pasti Bu Ijah, mau nagih belanjaan tadi.
Aku mengintip dari balik sekat ruang tamu.
"Ijah, kenapa sore-sore kesini ? Kalau mau gosip nanti aja, aku sibuk lagi masak."
"Gosip aja di kepala kamu. Aku kesini mau nagih hutang. Sayuran udah dimasak, belum bayar. Mana uangnya, totalnya lima puluh ribu. Buruan, aku mau bayar arisan. Mending aku kasih ngutang karena kita masih saudara jauh. Yang lain mana pernah aku kasih ngutang kayak kamu."
"Hutang apa ?"
"Pura-pura lupa lagi. Itu kamu masak sayuran, lauk, dapat dari mana ?"
"Dari warung kamu."
"Itu tahu. Buruan bayar. Lima puluh ribu."
"Lho, bukannya sudah di bayar sama Ayu ?"
"Bayar pakai daun ? Dia bilang suruh ngutang sama kamu. Buruan bayar."
Aku tahu ibu pasti akan mencari aku dan menyuruhku untuk membayarnya. Sebelum ibu datang, aku segera keluar lewat pintu belakang.
"Ayu !!!"
Teriakan ibu mertua masih terdengar saat aku sudah berhasil keluar.
Aku percepat lagi langkahku, takut terkejar ibu mertua.
"Hahaha... Sekali-sekali mengerjai mertua bolehlah ya. Orang lagi gak punya duit juga. Padahal tiap Mas Bagas gajian, udah nyumbang duit dapur. Masih aja minta di belikan sayur setiap hari." Keluhku bicara sendirian.
"Sayang..."
"Mas ? Jodoh banget kita, ketemu dijalan."
"Emang jodoh sayang, kan udah nikah."
"Oh iya, lupa. Hihihi."
"Kamu mau kemana ? Ayo pulang bareng Mas, naik motor."
"Hhm, mumpung udah di luar juga, jangan pulang dulu ya, Mas ? Gimana kalau beli bakso dulu. Lagi pengen makan bakso nih."
"Oke. Kebetulan Mas dapat rezeki, lumayan dapat enam puluh ribu."
"Alhamdulillah, rezeki istri Solehah yang lagi pengen makan bakso. Ayo lah Mas, kita gas !"
Aku sudah duduk di atas motor, sengaja membuat suamiku tak langsung pulang.
Kami memesan bakso di tukang bakso gerobak yang jualan di desa sebelah. Udah langganan karena memang rasa baksonya nikmat sekali.
"Sayang, menurut kamu kalau Mas minta uang simpanan yang ada di Ibu, gimana ?"
"Emang bakal di kasih ? Udah lima bulan kita menikah, tapi belum di kasih juga. Padahal kan uang itu buat nikahan kita. Untung aja aku ini istri yang sabar meski pant*tnya gak lebar. Uh, masih kesel aja kalau ingat itu, Mas."
Ya, dua tahun yang lalu suamiku menabung di ibunya buat persiapan nikah. Totalnya sudah ada sepuluh juta. Tapi mertua selalu banyak alasan saat di minta.
Sampai aku berada di titik lelah, dan memutuskan untuk menikah secara sederhana saja, hasil menabung selama hampir setahun setiap kali Mas Bagas gajian.
Selesai makan, waktunya bayar.
"Pakde, harganya biasa kan ?"
"Ya biasalah Mbak Ayu. Kalau naik nanti mbak gak langganan disini."
"Tetap langganan pakde, tapi porsinya setengah. Hehehe"
"Bisa aja mbak Ayu ini."
Aku membayar dua porsi bakso yang kami makan. Ya, hanya bakso tidak pakai yang lainnya, mengingat pendapatan Mas Bagas masih minim.
Kami pun pulang, bersiap mendengar ocehan ibu mertua. Tak apa, sudah kebal. Masuk telinga kanan, langsung mental. Jangan di masukkan hati, apalagi sampai lambung. Bisa kena serangan asam lambung, bahaya !
"Nah, akhirnya pulang juga kamu. Bagas, istri kamu ini malu-maluin aja. Disuruh beli sayur, malah ngutang. Benar-benar keterlaluan."
"Uangnya kamu korupsi sayang ?"
"Enak aja, ibu kamu nyuruh aku belanja tapi gak ngasih duit. Ya udah aku hutang aja. Kamu aja ngasih aku cuma dua puluh ribu mana cukup."
"Halah, alasan aja kamu !"
"Udah, Bu. Jangan di perpanjang. Kalau Bagas udah gajian, pasti Bayu ganti. Atau, kalau bisa ganti pakai uang Bagas yang ada di Ibu."
"U.. uang apa ?"
Nah kan, mulai kumat penyakit sok pikun ibu mertuaku. Selalu seperti ini setiap kali Mas Bagas membahas soal uangnya.
"Uang sepuluh juta itu lho, Bu. Masa lupa. Itu uang simpanan Mas Bagas dari dulu. Anak ibu lagi butuh buat buka usaha. Kalo kerjanya kayak gini terus, mana cukup buat dapur ibu ngebul." Ujarku mulai emosi.
"U.. uang itu gak bisa di ambil."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments