"Bagas... Ayu... Bangun !"
Saat sholat subuh, ibu mertuaku menggedor pintu dengan sangat kuat. Padahal kami sudah bangun. Dia yang telat.
"Udah bangun, Bu." Teriakku tanpa membuka pintu.
"Baguslah. Keluar dulu, ini Mbak mu pulang."
"Mbak Dita pulang ? Tumben gak ngabarin." Suamiku bertanya.
"Ya mana aku tempe. Udah gak usah dipikirin. Ini namanya pucuk di cinta tukang hutang pun tiba. Kita tagih uang kamu."
Aku gandeng suamiku menuju ruang tamu. Benar saja, tuan putri rumah ini datang. Di sambut sumringah oleh bapak dan ibu mertua. Dengan santainya berselonjor di kursi bantal, sambil dipijit ibu mertua.
"Mbak, tumben pulang gak ngabarin. Biasanya ibu heboh menyambut Mbak pulang." ucapku sambil salaman. Meski aku dan suami kesal dengan Mbak Dita, tata Krama dan sopan santun tetap harus di jaga.
"Gak sempet. Buru-buru pengen pulang. Lagi kangen aja sama kampung halaman."
"Oh, jangan-jangan habis dapat bonus nih, Mas Adit nya."
"Tau aja. Ya kalau lulusan sarjana seperti Mbak dan suami emang gajinya gede dan sering dapat bonus. Dulu aja waktu mbak masih jadi wanita karir kayak gitu. Sayang sekali Bagas di suruh kuliah gak mau, kamu juga gak kuliah lagi."
"Ya, maklum mbak, gak mampu. Kami kan kasihan sama orang tua, gak mau jadi beban. Tapi kami senang lho, punya mbak kayak mbak Dita. Membanggakan keluarga banget. Oh iya mbak, kan habis dapat bonus nih, pas banget kalau di tagih hutangnya, pasti bisa bayar dong."
"Hah, hutang apa ? Mana pernah aku hutang ?" ujarnya dengan angkuh. Bikin gemes aja. Pengen aku tempelin ulat bulu diwajahnya yang mulus. Biar gatal-gatal dan garuk-garuk kayak monyet.
"Hutang mbak yang sepuluh juta itu lho. Yang mbak ambil dari ibu. Masa gak tahu kalau itu uang tabungan suamiku."
"U-uang yang mana ?" Tanyanya mulai gugup.
Tuh kan mulai salah tingkah. Gengsi dong sudah bangga jadi sarjana, tapi sama hutang sendiri lupa. Malu-maluin jahat raya saja. Duh, kok ada ya manusia modelan begini. Sama hutang lupa, tapi kalau menyombongkan diri, tak pernah terlewatkan.
"Aduh mbak, uangnya usah habis masa gak sadar uang yang mana ? Jelasin dong, Bu biar anak ibu gak amnesia dadakan." Ucapku kini beralih menyerang ibu mertuaku.
"Kalian ini lagi bicara apa ?" Tanya bapak mertua bingung.
"Uang sepuluh juta punya Mas Bagas, Pak. Lagi butuh buat usaha, masa Mbak Dita malah lupa pernah pinjam." Sengaja aku langsung angkat bicara sebelum di potong oleh ibu mertuaku.
"Sudah-sudah, Ayu ! Dita baru datang jauh-jauh dari kota kamu sudah ngomong yang aneh-aneh. Dit, istirahat dulu, Nak. Kamu pasti capek."
Tuh kan, langsung di bela sama Mak nya.
"Tunggu, Bu. Istri Bagas benar. Mumpung Mbak Dita baru datang, uangnya masih banyak. Apa salahnya uang Bagas diganti secepatnya. Separuh dulu aja, Bagas lagi butuh banget." Akhirnya suamiku angkat bicara juga.
"Bagas, kamu ini sama kakak sendiri kok perhitungan. Mbak ini banyak uang, gak usah takut gak di bayar."
"Ngaku juga kan ? Bayar dong mbak, kalau uangnya banyak." Aku menimpali.
"Pasti mbak bayar, tapi nanti. Mbak capek. Kalian ini gak kasihan apa ?"
"Gak. Hehehe"
"Ayu!" Sentak ibu mertua.
"Ayo sayang, kita tunggu sampai malam."
Aku ikut saja dengan suamiku ke kamar. suamiku tampaknya tak mau ada keributan subuh-subuh begini. Kasihan sekali, mukanya murung seperti ada beban yang terpendam.
"Sayang, Mas ngojek dulu ya. Ini uang buat kamu." Mas Bagas memberikan uang dua puluh ribu.
"Mas pakai aja dulu. Motor Mas kan gak ada bensinnya. Mana bisa narik. Emang bisa diisi air sungai tuh motor ? Jadi, uangnya buat beli bensin aja ya, sayang."
"Gampang kalau soal bensin, Mas tinggal cari satu penumpang, pasti cukup buat beli bensin."
"Halah, sok tahu kamu Mas kayak peramal aja. Udah, bawa aja. Soal di dapur, ibu masih ada sisa sayuran kemarin, tinggal nebeng makan."
"Ya sudah, Mas berangkat dulu."
"Gak sarapan dulu, Mas ?"
"Gampang, nanti Mas makan di pasar."
"Beneran ya makan. Awas aja badannya makin kurus."
"Siap istriku tercinta."
Aku mencium tangan suamiku dan mengantarnya sampai pintu rumah. Dalam hati aku berdoa semoga rezeki nya melimpah ruah dan berkah.
***
"Bu, gak ada makanan ?"
"Ya, gak ada. Emang kamu belanja ?"
"Tadi kayaknya ibu masak ?"
"Ya, masak buat Dita sama bapak. Kamu kan sudah berumahtangga sendiri, beli sana sendiri."
"Lha, Mbak Dita juga sudah berumahtangga."
"Ya, beda. Dia kan hitungannya tamu. Jarang kesininya. Jadi wajar kalau disambut dengan dibuatkan makanan enak."
"Oh, oke."
Aku berlalu begitu saja, tak mau marah ataupun adu mulut. Harus pakai cara lain untuk membuat mertuaku sadar.
Aku segera kembali ke kamar. Aku ambil ATM yang aku sembunyikan di dompet lain, uang ini hasil pemberian para tamu undangan saat resepsi pernikahan di rumah ibu kandungku.
Lumayan, isinya ada dua puluh juta.
Mas Bagas tidak tahu, yang dia tahu uang ini diberikan semua pada ibuku untuk bayar sewa tenda dan lainnya.
Alhamdulillah, para tamu dan sanak saudara banyak yang memberi, jadi semua bisa di lunasi dan masih sisa dua puluh juta. Uang itu di kembalikan oleh ibuku padaku, sebagai pegangan.
Kenapa tidak diberikan Mas Bagas ? Sengaja ! Biar dia usaha dulu. Kalau diberikan semuanya, yang ada malah habis diberikan sama orang tuanya. Ini uangku, maka aku yang berhak menentukan uang ini mau aku pakai untuk apa.
Kalau suamiku sudah mau pindah dari sini, baru aku berikan uang ini untuk modal.
"Mau kemana kamu ?" Tanya ibu mertua saat aku melenggang hendak keluar rumah.
"Beli makanan dong, Bu. Katanya suruh beli makanan."
"Tuh punya duit."
"Iya dong, kan punya suami, dikasih nafkah. Ya walaupun cuman dua puluh ribu, cukuplah buat beli CFC atau daging."
"Hahaha. Pagi-pagi udah mimpi." Ledek Mbak Dita. Aku acuhkan saja, segera keluar cari ojek. Niatnya mau belanja ke pasar.
Aku sudah bawa uang dua ratus ribu. Mau masak barbeque buat konten masak-masak di chanelku dan suami.
***
"Kamu beneran beli daging ?" Tanya ibu heran saat aku baru saja selesai memasak. Dia baru saja pulang bersama Mbak Dita, membawa plastik berisi sayuran.
"Ya iyalah, Bu. Nih lihat..."
"Gading sapi asli ?"
"Ya, iya. Masa daging tikus."
"Hebat kamu, Yu. Uang dua puluh ribu mana bisa beli daging ? Sama itu juga ada NuGet sama kentang goreng. Jangan-jangan kamu di kasih uang lebih sama Bagas ya, tapi kamu sembunyikan dari ibu ?"
"Apaan sih, Bu. Orang dikasih cuma dua puluh ribu. Tanya aja sama Mas Bagas. Udah ah, jangan ganggu. Mau ngonten demi masa depan."
"Si Ayu ngemis kali, Bu ke tukang daging." Ucap kakak ipar ku yang Julid.
Aku tak peduli, segera masuk kamar dan ingin membuat konten.
"Ayu!" Ku dengar suara mertuaku berteriak dari depan kamar.
"Iya, Bu ?" Ku balas dengan berteriak juga tanpa berniat membuka pintu.
"Daging buat ibu dan mbakmu, mana ?"
"Habis, Bu. Aku ngemisnya cuma dapat daging sepiring."
Aku cekikikan dalam kamar, pasti mertuaku sedang mencak-mencak di luar. Biarkan saja.
Sisa daging sudah aku amankan di kamar. Juga makanan yang sudah aku masak tadi, semuanya aku angkut ke dalam kamar. Buat makan nanti bersama suami.
Maaf ya, Bu. Sekali-sekali aku pelit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Er Ropah
ska nih klo critanya menanntu bar2.....😄
2024-08-05
0