Aku duduk sendiri di ruang tamu sambil menunggu suamiku.
Sepuluh menit berselang, terdengar suara motor suamiku dari luar.
Akhirnya yang di tunggu datang juga.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..."
Segera aku hampiri suamiku dan mencium tangannya. Aku ambil jaket yang sudah dibukanya dan menuntun suamiku untuk ikut duduk di sebelahku.
"Ada apa nih, tumben kamu seperti ini sayang ?"
Tak mau menjawab pertanyaan suamiku, aku sodorkan saja dulu segelas air untuknya.
"Minum dulu, Mas. Pasti haus kan, dari luar."
"Makasih, sayang."
Suamiku mengambil gelas dari tanganku lalu meminumnya sampai habis. Aku ambil gelasnya dan kembali meletakkannya di meja.
"Mas, aku punya hadiah." Ucapku kegirangan sambil menunjukkan sebuah kotak yang ku ambil dari bawah meja.
Aku sengaja memberikan hadiah nya di ruang tamu, agar orang tua dan kakak suamiku melihat hadiah yang aku belikan. Mereka sudah membuat suamiku kecewa, biar aku yang menjadi pelipur lara luka di hati suamiku.
"Ini apa, sayang ?" Tanya suamiku heran melihat sebuah kotak yang sengaja aku bungkus dengan kertas warna-warni.
"Hadiah buat kamu, Mas."
"Hadiah ? Perasaan Mas lagi gak ulang tahun, sayang." Suamiku masih saja menampakkan wajah herannya.
"Ya elah, Mas... emang ngasih hadiah harus nunggu ada acara ? Suka-suka aku dong mau ngasih nya kapan. Udah Mas, buruan di buka."
"Oke, Mas buka yah."
Wajah suamiku berseri-seri mirip bunga mawar yang bermekaran. Gigi putihnya yang berjejer rapi sampai terlihat saking lebarnya senyuman suamiku.
"Kamera Canon ?" Tanya suamiku dengan mata membulat sempurna. Tak percaya.
Dari arah ruang tv, ibu mertua dan Mbak Dita mendekat. Pasti mereka menguping pembicaraan ku dan Mas Bagas.
"Bahagia dong, Mas. Malah bengong kayak kesambet hantu penunggu WC aja."
"I-ini beneran buat Mas ?"
"Ya, buat Mas lah. Masa buat kucing tetangga. Mas ini ada-ada aja deh."
"Ini beneran kamera, sayang ?"
"Astaga, beneran kamera lah, Mas. Masa cobek batu. Aduh..."
"Beneran buat Mas ?"
"Ampun deh, suami kok gak percayaan banget. Iya, ini hadiah dari istri Mas yang cantik membahana ini. Hehehe, dengan kamera ini kita bisa bikin konten di Chanel kita, sekalian kita juga bisa bikin konten di Tik Tak, Mas."
"Dapat duit dari mana kamu, Ayu ? Punya simpanan gadun-gadun tua ?" Tanya Mbak Dita dengan tatapan sinis penuh iri dengki padaku.
Iri ??? Bilang bos...
Aku tertawa puas dalam hati, berhasil juga bikin kakak ipar kepanasan, Hihihi.
"Iya Mbak, aku punya simpanan gadun, tapi gak tua. Nih gadunnya. Hihi." Aku peluk suamiku. Dasar ipar, otaknya kurang sekilo. Bisa-bisanya aku dikira punya sugar Daddy. Jelas-jelas pekerjaanku hanya di dapur, sumur dan kasur.
"Dih, Mbak serius. Dapat dari mana kamu uang sebanyak itu ? Mbak tahu kamera itu harganya mahal, sampai lima jutaan. Kelihatannya juga baru."
"Ya, emang baru, Mbak. Masa bekas mungut di kali. Tuh, lihat aja box nya masih kinclong gitu, se kinclong masa depan aku."
"Beli kamera bisa, tapi suruh beli sayuran malah hutang. Kamu ini benar-benar keterlaluan, Ayu. Jangan-jangan selama ini uang Bagas banyak, tapi kamu masukin kantong pribadi. Ngaku kamu !"
"Kamera itu emang uang Ayu, Bu. Bagas gak pernah ngasih uang banyak sama Ayu. Sehari cuma dua puluh ribu. Paling banyak sejuta, itu pun pas gajian yutub aja."
"Terus dapat uang dari mana ?"
"Dikasih Mamaku, Bu. Katanya Mama lagi ada rezeki jadi ngasih anaknya." Maaf Mas untuk saat ini aku harus bohong. Suatu saat aku akan jujur kalau ini uang simpanan ku.
"Nyusahin orang tua kamu, Ayu." Nyinyir Mbak Dita.
"Nyusahin gimana, toh Mbak ? Namanya juga dikasih ya aku terima. Mamaku walau udah janda kan masih jualan di pasar. Ya wajar kalau mau ngasih anaknya. Kecuali Ayu maksa hutang sama Mama atau saudara, itu baru gak tahu diri. Masa uang hasil hutang buat foya-foya. Hehehe" Gaya bicara harus tetap slow biar lawan bicara makin tersinggung.
"Nyindir ?"
"Ih, aku gak nyindir Mbak ku yang cantik."
"Dasar!"
Mbak Dita berlalu begitu saja. Mukanya sangat jengkel. Sementara ibu mertua, dia malah duduk. Mungkin dia penasaran.
Aku suruh saja suamiku mencoba kamera barunya.
Suamiku tampak kegirangan. Senyumnya sama sekali tak pernah hilang dari bibirnya. Dan itu yang aku harapkan.
"Wah, keren sayang. Kualitas videonya bagus."
"Alhamdulillah, konten kita bisa makin bagus, Mas. Kamu harus terus semangat yah."
"Hebat kamu, Ayu. Dukung suami sampai membelikan barang bagus. Gitu dong jadi istri berbakti."
"Iya dong, Bu. Kalau bukan aku, siapa lagi yang mau mendukung Mas Bagas. Iya gak, Mas. Hehehe."
Wajah mertuaku langsung berubah masam. Pasti dia tersindir karena selama ini kurang mendukung suamiku.
Secara, kami nikah saja pakai uang sendiri. Hasil kerja keras menabung bersama. Orang tua hanya bantu lima juta. Sementara Mbak Dita, hampir semua biaya dari ibu dan bapak. Pernikahannya saja gede-gedean, padahal suaminya hanya membawakan uang sepuluh juta untuk acara pernikahannya.
"Ayu, sini ibu minta uang buat belanja besok. Kamu kan lagi banyak uang, masa buat belanja dapur aja gak ada."
"Bu, jangan minta sama Ayu. Bagas di kasih hadiah aja malu, Bu. Belum bisa bahagiakan istri, malah dia yang ngasih barang mahal sama aku. Soal uang dapur, kalau gaji dari yutub sudah cair nanti Bagas kasih."
"Gajian kamu masih satu Minggu lagi, Gas. Ibu butuhnya sekarang buat belanja dapur. Kalian mau makan nunggu seminggu lagi ? Sini, lima puluh ribu."
"Sudah Bu, gak usah mikirin soal makanan kami. Mulai besok Ayu masak sendiri, pakai gas dan kompor sendiri."
"Gaya banget kamu. Paling juga numpang di kompor ibu. Mana ada kamu punya kompor ?"
"Besok mau beli." Jawabku enteng.
"Kamu mau beli kompor, sayang ?"
"Iya Mas. Besok antar yah. Kata ibu kamu, aku harus mandiri karena udah berkeluarga. Ya walaupun belum bisa pisah rumah karena nikah juga baru enam bulan, itupun uang hasil nabung bersama. Setidaknya pisah dapur aja dulu. Di bagian belakang masih ada cukup tempat buat dijadikan dapur. Nanti aku bisa masak disitu.
"Ribet banget kamu, Ayu. Tinggal kasih ibu uang harian aja apa susahnya sih ? Gak usah masak di belakang, nanti tanaman ibu mati semua."
"Jangan gitu, Bu. Biarkan saja Ayu, hitung-hitung belajar mandiri. Nanti biar bapak buatkan meja untuk kamu pakai di dapur balakang, Yu." Ujar bapak mertuaku menghampiri. Duduk sambil menyeruput kopi yang dia bawa.
"Setuju, makasih, Pak."
"Sama-sama."
Ibu menghentak-hentakkan kaki dengan kesal lalu masuk ke kamar.
Beruntung bapak mertua tidak terlalu kentara sikap pilih kasihnya. Walaupun kadang lebih membela Mbak Dita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments