Cinta Diantara Dua Mafia

Cinta Diantara Dua Mafia

Ch. 1 - Dasar Pemuda Bodoh!

"Indira Iswara!!!" teriak seorang gadis cantik dengan khas suara cemprengnya. Membuat gadis yang begitu ditakuti oleh teman-temannya ini ingin mencekik saja pemilik suara cempreng tersebut. Indira menghentikan langkahnya hingga kemudian menunggu sang empu suara cempreng berlari menuju kearahnya hingga kini sudah berada disampingnya .

“Mau pulang?" tanya sang gadis yang langsung merangkul pundak Indira dengan senyum manisnya.

“Sebenarnya aku mau pergi ke Neraka. Mau ikut?” balas Indira dengan tatapan sengitnya. Sedetik kemudian, gadis yang merangkul pundaknya tersebut langsung melepaskan rangkulannya. Ia tahu kali ini tatapan tersebut bisa saja membunuhnya.

“Pulanglah. Cepat pulang! Aku tidak akan mengganggumu. Pulanglah." Ucapnya dengan tatapan takut. Indira berdecak dengan kesal.

"Sekali lagi berteriak seperti itu, aku pastikan lubang kuburanmu berisikan ular-ular Anaconda. Mengerti Keisha Mahira?" Ancam Indira sembari menatap tajam kearah sahabatnya. Langsung saja gadis itu melanjutkan langkahnya tanpa menunggu jawaban dari sang sahabat.

Sedang gadis yang berteriak memanggil nama Indira beberapa saat yang lalu hanya bisa menelan salivanya dengan susah payah. Memang seperti itulah sahabatnya yang sangat-sangat dingin dan menyeramkan. Namun bagi Keisha, hal tersebut adalah hal yang sangat biasa.

Sejak mereka masih duduk dibangku Sekolah Dasar hingga kini sudah berada dititik Sekolah Menengah Atas. Bukankah sudah cukup lama gadis itu mengenal seorang Indira Iswara? Dan waktu yang sudah selama itu, Keisha sama sekali belum menemukan hal yang sebenarnya tentang apa yang ada didalam fikiran gadis menyeramkan tersebut. Lebih tepatnya, fikiran yang membuat gadis itu selalu menjadi Iblis dimanapun tempatnya.

“Menyeramkan sekali!" Ucap Keisha mengendikkan bahunya dengan perasaan merinding menggeluti dirinya. Ia pun memilih untuk segera masuk kedalam mobilnya, yang dimana supirnya sudah menunggu dirinya untuk membawa gadis cantik tersebut pulang menuju istananya.

*****

Gadis cantik yang selalu menyeramkan bagi Keisha ini masih berjalan dengan santai. Ia membuka sebuah bungkus permen karet lalu membuangnya. Menyisakan isi dari bungkus yang Ia buka, lalu melahapnya dengan perasaan bahagia.

Pandangannya menatap kearah lurus dengan sorot mata yang selalu tajam dan dingin. Ditelinga mungilnya sudah terpasang earphone yang selalu menemani dirinya kapanpun dan dimanapun ia berada. Gadis itu kemudian melangkahkan kakinya dengan mulut yang bersenandung pelan mengikuti lirik dari lagu yang ia dengarkan hari ini.

Sedang asik-asiknya menikmati udara segar, tiba-tiba saja gadis itu dihadang oleh beberapa pemuda bengis nan kotor.

“Hai, gadis manis!“ Seru segerombolan preman yang tiba-tiba sudah menghadangnya, membuat Indira menghentikan langkahnya kemudian menatap preman-preman dihadapan untum sesaat. Setelah itu, sang gadis kembali melanjutkan langkahnya tanpa berniat membalas sapaan preman tersebut.

“Serahkan uangmu!" Paksa salah seorang preman yang mencengkram lengan Indira dengan kuat, membuat gadis itu sedikit meringis karena tidak mempersiapkan segala sesuatunya. Indira menepis kasar tangan tersebut. Dan dengan santainya, gadis itu membersihkan lengannya seolah jijik dengan sentuhan preman yang terlihat tidak pernah merasakan air segar untuk membersihkan tubuhnya sendiri.

“Sombong sekali anak kecil ini.” Ucap salah seorang preman dengan rambut kribo yang ia ikat dengan asal.

“Ck!" Decak Indira dengan kasar. Gadis itu kemudian terpaksa harus melepaskan earphone ditelinganya. Lantas menatap wajah preman tersebut satu persatu tanpa ada aura ketakutan dari dirinya, bahkan senyum dingin kini mulai terbit dibibir manis Indira.

“Langsung kita hajar saja Bos" Seru preman berkepala botak kepada Bosnya yang menjadi pemimpin kelompok mereka. Tanpa menunggu hal-hal yang menghabiskan waktu mereka, seketika pemuda yang mereka panggil Bos tersebut langsung mengangguk. Dua preman berjalan mendekati gadis cantik dihadapan, kemudian mencoba mencengkram Indira dan ingin menangkapnya. Namun dengan sigap Indira lalu memukul keras wajah dua preman tersebut dengan tangannya. Membuat kedua preman itu langsung tersungkur dengan darah segar mengalir dibibir mereka.

“Sialan! Gadis sialan!" Umpat beberapa preman yang berjumlah delapan orang tersebut menatap Indira seperti tatapan ingin segera membunuh. Tak percaya jika teman mereka ada yang bisa dikalahkan dengan mudah.

“Fuck!” Ucap Indira dengan dada yang kembang kempis. Mencoba untuk memutar otak, mencari jalan keluar.Baru sadar jika jalan yang ia lewati ini memang sangat rawan dan sangat sepi.

Seperti sekarang ini, tak ada sosok manusia satupun yang terlihat nampak disini terkecuali dirinya dan sepuluh preman tersebut. Dan gadis itu? Sepertinya ia masih belum gila untuk melawan sepuluh pria jahat dihadapannya seorang diri. Otaknya masih bekerja dengan normal. Jika ia memang melawan sepuluh preman dihadapan, bisa saja nyawanya melayang detik itu juga. Sesaat kemudian, sebuah ide cemerlang melintas dikepala gadis cerdik tersebut.

“Polisi! Tolong saya!” Teriak Indira sembari menunjuk kearah belakang para preman yang masih menatap gadis itu dengan buas. Namun ketika mendengar gadis yang mereka target berteriak kencang memanggil keamanan kota, seketika itu juga preman-preman tersebut panik dengan sendirinya. Dan inilah saat yang tepat, kesempatan yang bagus bagi Indira untuk berlari. Gadis itu segera berlari sebelum preman-preman dihadapan menyadari bahwa dirinya hanya mengelabuhi mereka.

“Sialan! Kita ditipu mentah-mentah! Cepat, kejar dia!” Teriak sang Komandan dengan emosi menggebu-gebu. Sedang gadis itu terus berlari hingga berhasil menjauh dari para preman. ia sempat menoleh kebelakang dan para preman itu sudah ikut mengejarnya .

“Fuck! Dasar penghuni neraka tidak tahu diri!” Ucap sang gadis yang justru masih sempat mengumpati para preman tersebut. Ia semakin mempercepat larinya. Namun apa daya, setangguh-tangguhnya wanita seperti dirinya pasti masih lebih hebat tenaga seorang lelaki saat berlari bukan? Apalagi sepuluh preman berbadan besar tersebut.

“Apa yang harus aku lakukan? Jalan besar masih jauh.” Ucap Indira dengan nafas tersengal-sengal, mencoba mencari jalan keluar karena beberapa preman sudah semakin memperpendek jarak antara mereka.

Ketika Indira menolehkan kepalanya pada sebuah persimpangan jalan, ia melihat sebuah mobil mewah tengah berjalan dengan lambat. Dan dengan nekatnya, Indira berlari mengejar mobil tersebut untuk segera berlindung dari preman-preman tidak tahu diri versi Indira tersebut.

“Semoga saja, pintunya tidak dikunci.” Doa Indira sembari menatap mobil yang berjalan tidak terlalu cepat tersebut. Hingga akhirnya, Indira bisa meraih pintu mobil tersebut. Beruntung saja, Tuhan masih berada dipihaknya kali ini. Indira segera membukanya dan dengan cepat masuk kedalam mobil tersebut tanpa memikirkan reaksi apa yang diberikan oleh sang pemilik mobil mewah yang kini ia tumpangi dengan nafas terjeda-jeda.

“Jalankan mobilnya, cepat!” Ucap Indira dengan nafas terengah-engah karena berlari sekian lamanya. Tentu saja sang pemilik mobil langsung terkaget kemudian menghentikan kendaraanya melihat seorang gadis yang dengan tiba-tiba telah duduk manis dijok belakang mobilnya.

“Kamu siapa?” Seru pemilik mobil bertanya-tanya. Membuat Indira berdecak sembari mendelik kesal. Ia menoleh kebelakang, melihat preman-preman itu hampir dekat kembali dengannya.

“Jalankan mobilnya. Atau kutembak kepalamu detik ini juga!” Ucap Indira dengan kasar. Kemudian, gadis itu menunjuk kearah belakang tempat para preman itu berlari mendekati mobil mereka. Namun, pemuda pemilik mobil itu malah terdiam lama melihat banyaknya preman yang sudah sangat dekat dengan dirinya. Kemudian, menatap kembali pada gadis yang menunjuk para preman tersebut.

“Dasar Pemuda Bodoh!” Teriak Indira dengan lantang dan kesal kepada sang pemilik mobil. Karena kini, para preman-preman tersebut sudah memblokade mobil yang ditumpangi oleh Indira.

"What the ****? Kenapa kamu tidak ada sopan santun sama sekali hingga masuk kedalam mobilku? Dan sekarang, kamu menyebutku Pemuda Bodoh? Turun sekarang!" Usir sang pemuda kepada Indira dengan tatapan jengkel. Raut wajah tampannya memang terlihat tenang, namun matanya sungguh sangat tajam menatap Indira tanpa belas kasihan.

“Percuma. Karena sekarang kita dalam keadaan tidak baik-baik saja.” Pungkas sang gadis dengan nafas terhembus pasrah. Ia merebahkan tubuhnya disandaran kursi untuk sesaat. Mata bundarnya mengerjap pelan, kemudian ia pejamkan sebentar. Mencoba untuk kembali mencari jalan keluar tercepat yang ia bisa.

“Hei! Kalian berdua, cepat keluar! Cepat!” Teriak para preman itu dengan kasar, tak sabaran. Hingga ada salah seorang preman yang menggebrak kap mobil pemuda yang tidak Indira kenal sama sekali.

“Kamu bisa berkelahi?” Tiba-tiba saja, kata-kata itulah yang keluar dari bibir mungil Indira yang masih memejamkan matanya. Sang pemuda yang ditanya hanya menatap Indira dengan heran dan ragu. Sorot matanya selalu tajam menatap, kini langsung bertatap dengan sorot mata Indira yang selalu tenang dalam satu garis lurus karena gadis itu sudah mulai membuka matanya.

“Apa aku terlihat seperti lelaki tulang lunak?” Balas sang pemuda dengan sinis.

“Sedikit." Jawab Indira dengan cepat.

"Cepat keluar atau mobil kesayanganmu ini akan rusak dengan sia-sia.” Ucap Indira dengan tegas. Kemudian gadis itu membuka pintu mobil, lantas keluar dengan nyali yang sangat luar biasa beraninya. Menatap angkuh pada deretan preman yang siap membombardirnya dengan tinjuan-tinjuan kasar.

“Mau apa kalian semua?” Tanya Indira dengan perasaan yang dicoba untuk ditenangkan. Namun, disetiap kata yang terdengar seperti suara auman dari neraka. Tentu saja hal itu membuat siapa saja yang mendengarnya sedikit merinding ketakutan. Hingga sesaat kemudian, pemuda yang diberi title Pemuda Bodoh oleh Indira tersebut akhirnya mengikuti sang gadis keluar, menghadapi para preman beringasan.

Terlihat, Bos dari komplotan preman tersebut terkekeh dengan senang. "Serahkan uang kalian. Juga barang-barang berharga yang kalian miliki. Semuanya!" Ucap Boss preman tersebut dengan percaya dirinya.

“Lalu? Jika apa yang kalian minta sudah kami serahkan, apa kalian akan melepaskan kami?”

“Kami? What The ****? Aku tidak ada urusan apapun denganmu! Jangan bawa-bawa namaku!” Kesal sang pemuda pemilik mobil mewah tersebut. Indira menolehkan wajahnya karah sang pemuda dengan sorot mata yang semakin tajam. Bahkan, mata gadis itu terlihat seperti ingin keluar dari tempatnya.

“Diam! Dasar Pemuda Bodoh!” Kesal sang gadis. Pemuda tersebut pun terasa ingin sekali mencekik gadis disebelahnya ini. Terhitung, sudah kedua kalinya gadis ini mengatainya bodoh dengan tatapan yang menjengkelkan. Apa dia memang sebodoh itu?

“Akan kita pikir ulang mengenai pertanyaanmu itu, gadis cantik.” Ucap sang preman dengan seringai licik diwajahnya. Membuat Indira berdecih dengan sinis.

“Pikirkan?” Indira tersenyum dengan penuh arti. Gadis itu kemudian melirik kearah pemuda pemilik mobil tersebut. Indira memberikan kode agar pemuda tersebut segera menghajar preman yang ada di sebelahnya. Pun Indira akan menghajar preman yang berada didepannya.

Meski dengan wajah ragu menatap kepada Indira, pemuda itu tetap melakukan apa yang Indira perintahkan kepadanya. Sempat berpikir apakah gadis itu akan bisa melumpuhkan preman-preman berbadan besar tersebut atau tidak. Namun sesaat kemudian, pemuda itu kembali berpikir untuk melakukan apa yang ia rasa bisa saja. Sisanya biar terjadi apa adanya.

“Hiyaaakk!!” Teriak Indira dengan sigapnya. Gadis itu langsung menendang ke tiga preman dihadapan tanpa mereka tahu kapan gadis cantik tersebut melesakkan tendangannya. Merasa temannya sudah jatuh tersungkur, preman yang satunya mencoba mengeluarkan pisaunya dari balik jaket hitam yang ia kenakan. Memainkan pisau dengan lincah, mengarahkannya kepada Indira hingga berniat menyobek kulit putih mulus milik sang gadis.

Namun bukan Indira namanya jika hal sepele seperti ini tidak bisa ia tangani. Gadis itu lantas menarik tangan sang preman dengan mudahnya, kemudian mengambil alih pisau tajam itu dari tangan si preman. Kini, ia mengunci preman tersebut dengan tangannya,. preman yang tak lain adalah Bos mereka. Indira menahan leher Bos preman tersebut dengan lengannya dan dirinya sendiri memposisikan diri berada di belakang sang Bos. Pisau yang berhasil ia ambil kini ia dekatkan pada leher dari Bos preman tersebut.

“Kalian semua, lari sekarang. Atau memilih untuk melihat Bos kalian mati?" Ancam Indira kepada para preman yang kini hanya bisa terdiam karena pemimpin mereka telah disandera oleh sang target.

Kesembilan preman yang lainnya, yang telah rubuh karena Indira dan juga pemuda tersebut langsung ketakutan. Bahkan, pemuda tampan itu sejak tadi menatap Indira dengan tak percaya. Seolah-olah mendapati sebuah pemandangan langka yang tidak akan ia lewatkan barang sedetik. Gadis cantik, mungil, masih memakai seragam SMA kini berhasil membekuk pemimpin preman beringas dengan mudahnya?

“Memangnya kamu berani kepadaku? Hah?” Ujar Bos preman dengan ucapan yang menantang. Membuat Indira tersenyum sinis. Ia menekan sedikit pisau itu ke leher Bos preman didekapannya. Tubuh yang kecil sama sekali tidak mempengaruhi Indira untuk melumpuhkan Bos beringas tersebut. Indira dapat merasakan bahwa orang yang sedang ia sekap saat ini sedang ketakutan. Degup jantungnya yang sangat cepat dapat Indira rasakan meski Bks tersebut hanya diam tak berbicara apapun.

“Aku pernah membunuh beberapa preman tanpa rasa iba. Sebelum membunuhnya, aku membawanya kegudang untuk aku siksa. Aku cabut kuku-kuku tangan dan kakinya. Ada juga yang aku bakar ***********. Jadi? Jika aku membunuhmu, bahkan teman-temanmu yang lainnya, lengkaplah sudah koleksiku digudang.” Ucapan Indira benar-benar membuat mual pemuda tampan tersebut, juga membuat takut para preman dihadapannya.

Dan dengan segera, kesembilan preman tersebut berlari ketakutan. Kencangnya lari mereka lebih cepat daripada saat mengejar Indira beberapa saat yang lalu.

“A-Ampun Nak! Ampun! Saya masih punya anak dirumah dan istri. Saya melakukan ini terpaksa. Anak saya sedang sakit. Ampun Nak! Maafkan saya!“ Rengek Bos Preman tersebut yang kini semakin terlihat benar-benar takut. Indira terkekeh pelan dan puas. Namun kekehannya terdengar sangat sinis.

“Kamu bisa memintanya secara baik-baik.“ Akhirnya, Indira melepaskan tawanannya. Dan dengan kedua tangannya, ia berusaha kuat-kuat mematahkan pisau sang preman tersebut. Kedua orang yang kini masih tersisa disana hanya bisa menatap gadis didepannya tersebut dengan tak percaya l. Lagi dan lagi. Indira membuang pisau tersebut, kemudian ia mengambil beberapa lembar uang 100 ribu dari sakunya.

“Untuk anakmu. Semoga lekas membaik.” Ucap Indira menyerahkan uang tersebut dengan wajah malasnya.

“Ini? Ini buat sa-saya?" Gagu sang Preman menatap tak percaya lagi.

"Iya! Dan berhenti menjadi preman! Kalau sampai aku tahu kamu masih menjadi preman, aku bunuh kamu detik itu juga!” Preman tersebut langsung menganggukkan kepalanya berkali-kali. Ia menerima uang dari Indira. Kemudian, preman tersebut menatap nama yang terpampang di seragam SMA yang Indira kenakan.

“Indira Iswara. SMA Dangerous.“ Ucap sang preman membaca semua yang tertera diseragam putih berlapis hitam tersebut, lantas beralih menatap Indira dengan seksama. Yang ditatap hanya mengernyitkan keningnya heran dengan kelakukan preman dihadapannya.

“Akan kuingat wajah dan namamu. Suatu saat nanti aku akan membalas budi semua kebaikanmu."

“Aku tidak membutuhkannya. Sudah, cepat pergilah. Sebelum aku berubah pikiran."

Dengan sigap, preman tersebut langsung berlari menjauhi Indira dan pemuda pemilik mobil. Gadis itu tersenyum sebentar. Senyum dalam hati yang tidak ia tunjukkan pada siapapun. Ia merasa senang bisa membantu orang lain walau pun harus seperti ini. Sedetik kemudian, ia menyadari bahwa ada seorang pemuda yang masih memandanginya dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Terimakasih untuk tumpangannya." Ucap Indira menyadarkan lamunan sang pemuda. Membuat pemuda itu tersadar seketika. Namun, gadis itu sama sekali tidak peduli. Ia lantas memakai earphonenya dan kembali berjalan dengan santainya .

“Berhenti! Selalu seenaknya sendiri kepada orang lain!“ Teriak pemuda tersebut tak terima. Namun tetap saja Indira tak menggubrisnya dan terus melangkahkan kakinya begitu saja.

“Hei! Nona Indira! Berhentilah!“ Kembali pemuda itu berteriak semakin kencang. Ia sedikit ingat dengan ucapan preman tadi yang menyebutkan nama sang gadis.

Melihat tak ada respon sama sekali, pemuda itu cepat memutar otak. Hingga kemudian, suara lantang dan tegas kembali terdengar berdengung ditelinga sensitif milik Indira Iswara.

“Gadis Bodoh! Berhentilah! Hei Gadis Bodoh!” Mendengar dirinya dipanggil bodoh, Indira lantas menghentikan langkahnya. Wajahnya terlihat sangat kesal sekali. Ia paling tidak suka dengan sebutan bodoh untuk dirinya meski ia sendiri sering sekali menyebut seseorang dengan ucapan "Bodoh!". Gadis itu kemudian membalikkan badanya, menatap sang pemuda dengan tajam.

“Apa?" Balas Indira tanpa ada lembutnya sama sekali sebagai perempuan. Pemuda tersebut berlari kecil dan mendekati Indira yang terdiam ditempatnya.

“Kaca mobilku rusak. Ganti sekarang!” Teriak pemuda tersebut. Indira mengalihkan pandangannya, dan benar saja. Kaca mobil pemuda dihadapan ini benar-benar hancur. Mungkin gara-gara preman-preman tadi yang dengan brutal mencari mangsa.

“Aku tidak punya uang. So, sorry.” Ucap Indira seenak jidatnya.

“Tidak punya uang? Kamu bisa memberikan uang kepada preman tadi tapi tidak bisa mengganti kaca mobilku? Yang benar saja!” Hentak sang pemuda semakin bertambah kesal.

“Itu uang terakhir yang aku punya.“

“Jangan berbohong! Berikan uang satu juta dollar untuk mengganti kaca mobilku!” Ucap sang pemuda. Seketika itu juga Indira langsung melepaskan earphone ditelinganya kemudian membulatkan matanya tak percaya.

“What the ****? Satu juta dollar? Nope! Kau mencoba memerasku wahai pria bodoh?” Teriak Indira tak kalah kencang dengan teriakan sang pemuda dihadapan. Membuat pemuda itu langsung memeriksa telinganya, takut gendang telinganya tiba-tiba pecah saat itu juga. Saat pemuda itu sibuk mengurusi telinganya dan lengah dengan keberadaan Indira, inilah kesempatan yang bagus dan baik bagi Indira untuk berlari kabur. Melarikan diri dari jerat pemuda yang mencoba memerasnya tersebut.

“Tangkap aku dan akan aku berikan satu juta dolla jika kamu berhasil!“ Teriak Indira dengan lantang dari kejauhan karena sudah berlari dengan sangat kencang. Pemuda tersebut pun langsung menyadari kehadiran Indira yang sudah pergi entah kemana.

“Fucking ****!! Dasar Gadis Sialan!” Pemuda tersebut terlihat bingung akan mengejar Indira atau meninggalkan mobilnya ditengah jalan tanpa pengawasan apa-apa.

“Teruslah bermimpi untuk bisa menangkapku, Pria Bodoh!” Teriak Indira semakin kencang, menjulurkan lidahnya untuk mengejek pemuda yang selalu ia sebut Bodoh.

Gadis itu berhenti di antara persimpangan yang sudah jauh dengan posisi pemuda tadi. Dari kejauhan Indira menunjukkan jempol tangannya kemudian membaliknya kearah bawah. “Loser!“ Desis Indira dengan tajam.

Kemudian, gadis itu segera berlari ke arah kanan meninggalkan pemuda tersebut yang terlihat masih kebingungan. Menghela nafas jengah karena kelakuan ajaib seorang gadis yang masih jauh dibawah usianya. Membuat pemuda itu menggelengkan kepalanya berkali-kali.

Indira tak memperdulikannya. Ia segera ingin sampai dirumah kemudian merebahkan diri dikasur king size miliknya. Kejadian pertempuran tadi membuatnya sedikit lelah. Bahkan sangat lelah.

Hingga akhirnya, sebuah Bis kota terlihat tak jauh didepannya. Tanpa mengulur waktu lagi, Indira pun segera memberhentikan bus tersebut kemudian langsung menaikinya. Untung saja gadis itu langsung mendapatkan kursi yang kosong. Berjalan dan duduk disana. Melemaskan otot-ototnya untuk sejenak.

*****

“Aku pulang!“ Teriak Indira sembari membuka pintu rumahnya yang terlihat begitu besar dan mewah. Tinggi menjulang dengan beton-beton besar yang menjadi penyangga rumah bak istana tersebut.

Gadis itu langsung merebahkan tubuhnya di kursi ruang tamu. Memejamkan matanya yang terasa sangat lelah sejak pagi tadi. Hingga tak berapa lama Indira memejamkan matanya, datanglah sang adik yang sudah dipastikan akan membuat masalah baru untuk mengganggu ketenangan Indira yang baru dirasakan sejenak.

“Berantakan sekali? Dari mana?” Tanya sang adik tanpa mengalihkan wajahnya dari sebuah benda bernama PSP warna putih kesayanganya. Meski begitu, pemuda tampan tersebut masih bisa mendudukkan pantatnya dikursi dekat dengan sang Kakak.

“Biasa.“ Jawab Indira dengan malas. Membuat sang adik berdecak sinis. Pemuda tampan itu sudah dapat menebak apa yang sudah dilakukan sang Kakak jika gadis tersebut menjawab dengan kata "Biasa."

“Berkelahi? Dimana?” Kembali memposisikan diri, mengambil alih duduk disebelah Indira.

“Gang dekat dengan Sekolah."

"Kenapa lewat sana? Berani banget.”

“Aku bukan penakut sepertimu. Banci lelaki yang berubah menjadi wanita.” Ledek Indira dengan tajam. Ia membuka mata dan langsung berdiri, bersiap untuk pergi menuju kamarnya. Sang adik yang tak terima dibicarakan seperti itu dengan cepat melayangkan sandalnya kearah Indira yang mulai melangkah.

“Kamu tidak pernah sejago aku dalam hal seperti ini.” Ucap Indira yang berhasil menangkap sandal sang adik walaupun dirinya menghadap kebelakang, membelakangi tubuh sang pemuda. Dengan lemparan yang cepat dan presisi, Indira melempar kembali sandal tersebut kepada sang adik. Tepat pada sasaran yaitu mengenai kepala adiknya tunggalnya.

“Sakit!! Dasar Mak Lampir!!” Teriak sang adik mengelus kepalanya yang terasa nyeri. Sandal yang selalu ia kenakan terasa sangat keras. Indira hanya terkekeh dan langsung masuk kedalam kamarnya, tak memperdulikan ratapan sang adik.

“Kenapa dia harus lahir didunia ini? Kenapa juga dia harus menjadi Kakakku?“ Ucap sang adik dengan jengah.

“Aku dengar apa yang kamu ucapkan! Fucking ****!” Teriak Indira dari dalam kamarnya. Sang adik langsung membekap mulutnya sendiri. Tak mengira ternyata kakaknya benar-benar Bos mafia yang sangat hebat. Begitulah ia menggambarkan keadaan kakaknya sekarang.

*****

Rumah yang terlihat begitu megah dan mewah dengan pekarangan yang begitu bagus. Terlihat ada dua penyanggah beton yang terlihat didepan rumah berdiri kokoh disana. Dekorasi yang sederhana, warna rumah putih bercampur abu-abu sedikit membuat hunian tersebut terlihat sangat damai. Sungguh, rumah yang mencapai kata sempurna. Benar-benar bak Istana kemerdekaan.

Sayangnya, hunian besar bak istana tersebut hanya hanya berisikan dua orang saja. Dua Kakak beradik yang selama hidupnya tidak pernah akur sama sekali. Dan kini, mereka sedang asik berkutat dengan aktivitasnya masing-masing. Jika sang Kakak tengah asik menonton televisi besar diruang tamu, maka adiknya kini tengah fokus belajar.

Namun sesekali, terlihat sang adik tengah menjambak rambutnya sendiri. Seperti orang yang terlihat frustasi, karena tak ada satu pun materi pelajaran yang dapat pemuda itu mengerti. Ia menatap kearah sang Kakak yang masih sibuk memperhatikan layar Televisi.

“Kak!"

“Hmm." Dehem sang gadis tanpa mengalihkan pandangnya dari Televisi.

“Kamu tidak belajar?” Tanya sang pemuda dengan polosnya. Namun sedetik kemudian, ia merutuki pertanyaannya sendiri. Sudah dipastikan, kakaknya tersebut akan menatapnya dengan tatapan merendahkan, juga mengintimidasi.

“Alu tidak bodoh sepertimu! Dasar adik Bodoh!” Benar saja apa yang dipikirkan pemuda tampan tersebut jika sang Kakak pasti akan mengatainya seperti waktu siang tadi.

“Kak! Namaku Chris! Ingat C H R I S ! Chris! Jadi jangan memanggilku dengan sebutan Bodoh lagi!” Saking kesalnya, pemuda itu hingga menjabarkan namanya sendiri dengan mata mendelik kesal.

“Baiklah." Serah Indira tak mau berdebat lebih lama.

"Bagian mana yang tidak kamu bisa?” Tanya sang Kakak. Meskipun matanya masih terfokus pada televisi, namun gadis itu dapat mendengar keluhan sang adik yang selalu dibarengi dengan helaan nafas jengah.

“Ini. Ini. Ini. Ini. Ini. Semuanya!” Ucap Chris frustasi, menunjuk semua soal yang ada dibuku pelajarannya. Indira memandang adiknya dengan tatapan kesal, sangat kesal.

“Apakah gurumu juga bodoh? Kenapa dulu dapat peringkat satu jika soal seperti ini saja tidak bisa?“

“Stop it! Jangan memojokanku terus menerus. Sekarang, ajari aku." Pinta Chris dengan cepat, pemuda yang malas bertengkar untuk saat ini.

Indira pun langsung menarik buku tebal milik Chris. Tangan mungilnya dengan cepat menuliskan rumus-rumus yang sudah ia hafal diluar kepala. Hingga tak sampai sepuluh menit berlalu, Indira sudah menaruh kembali buku tersebut dihadapan pemuda yang hanya terpaut jarak empat tahun saja dengannya. Gadis itu kemudian kembali berkonsentrasi pada televisi yang sempat ia abaikan.

“Waw! Amazing!" Ucap Chris dengan rasa tak percaya. Namun, percaya tak percaya, memang itulah kelebihan yang dimiliki oleh sang kakak tercinta. Dengan melihat rumus yang diberikan oleh Indira begini saja, ia langsung bisa mengerti. Dibanding jika mendapatkan rumus dari gurunya, Chris lebih mengerti rumus yang diberikan oleh kakaknya sendiri.

“Hebat sekali!” Chris mengacungkan jari jempolnya kepada sang Kakak. Memang sudah tidak perlu diragukan lagi, betapa pintar dan cerdiknya seorang Indira Iswara. Ia selalu menjadi juara sekolah. Nilainya yang selalu diatas rata-rata dari teman-temannya bahkan kakak-kakak kelasnya, membuat ia menjadi sorotan sekolah setiap harinya.

“Yang seperti ini yang mau melanjutkan sekolah di SMP Dangerous?”

“Pergi semedi lalu menyatu dengan alam!” Desis Indira sembari memukul kepala sang adik dengan remote ditangannya.

Memang DANGEROUS adalah Sekolah komplek yang dimulai dari Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, hingga Universitasnya. Dan DANGEROUS merupakan sebuah Sekolah elite yang sangat terkenal di Negeri tersebut. Bahkan, mempunyai menjadi satu-satunya sekolah favorit yang berada di Negeri Sakura tersebut.

“Astaga! Ada apa denganmu Kak? Jahat sekali! Seharusnya kamu berdoa supaya aku bisa masuk dan diterima di SMP DANGEROUS.” Ucap Chris membuat Indira terkekeh pelan.

“Aku selalu berdoa untukmu."

“Seriously?" Ucap Chris kembali tak percaya pada Iblis dihadapannya ini. Ya, bagi pemuda kecil itu Indira adalah seorang gadis dengan keturunan Iblis yang selalu membuat hal-hal ajaib dan diluar nalar terjadi begitu saja.

“Tapi itu terjadi hanya dalam mimpimu seorang.“ Sergah Indira pada akhirnya. Seketika itu ia tertawa dengan renyahnya melihat wajah sang adik sangat kesal kepadanya. Tertawa hingga terbahak, bahkan terpingkal-pingkal sendiri.

“Kak, besok kamu sudah ujian bukan?” Tanya Chris mengalihkan pembicaraan agar kakaknya tersebut berhenti menertawakannya dengan terpingkal-pingkal. Jenuh juga mendengarnya.

“Iya. Ada apa?”

“Tidak takut Kak? Besok adalah ujian untuk peningkatan kelas bukan? Great!“

“Apa maksudmu?” Ucap Indira tak mengerti.

“Tidak apa. Ternyata, kita semakin bertambah usia dan semakin dewasa.” Chris berkata dengan raut wajah yang sangat bijak. Membuat Chris ikut menganggukkan kepalanya. Gadis itu, kembali mengingat masa lalunya. Ternyata benar, waktu memang berlalu begitu sangat cepat.

“Apa kamu mau bertaruh denganku? Kira-kira, dapat peringkat berapa diriku ini?” Ucap Indira dengan percaya diri. Hal yang sebenarnya ingin ia sombongkan kepada adik semata wayangnya.

“Tidak usah berlagak pintar. Wajahmu itu masih seperti Mak Lampir. Jangan bangga!" Senggak Chris menjulurkan lidahnya kearah Indira.

“What the ****? Apa kamu bilang? Ulangi sekali lagi!” Hentak Indira merasa tak terima. Sedang Chris justru sudah lari tunggang langgang sembari membawa buku-bukunya dengan cepat. Beberapa saat kemudian, terdengarlah suara tawa Chris dari dalam kamarnya.

“Dasar Mak Lampir Bodoh!” Teriak Chris sembari tertawa terbahak-bahak dari dalam kamarnya yang sudah terkunci rapat.

“Dasar setan! Keluar sekarang juga! Akan ku banting kamu, laly aku cekik lehermu! KELUAR!!” Gelegar sang Kakak merasa sangat murka.

Namun tiba-tiba saja, ia teringat begitu saja kepada sosok pemuda yang ia temui siang tadi saat melarikan diri dari kejaran preman-preman bringas.

“Lucu juga. Hmm." Indira berdehem untuk sejenak.

"Ternyata dia hebat juga. Sangat hebat malah." Gumam Indira memuji sosok pemuda yang belum ia ketahui siapa namanya tersebut.

Gadis itu masih terbayang bagaimana pemuda tersebut memberantas para preman-preman disekelilingnya. Walau gadis itu pun sibuk melawan preman yang lainnya, namun beberapa kali Indira sempat melirik ke arah pemuda tampan tersebut. Dan benar saja, caranya berkelahi menghajar para preman tidak jauh berbeda dengan dirinya. Dia sangat jago.

“Ah, kenapa aku jadi memikirkannya?“ Indira sampai menggelengkan kepalanya. Mencoba menyadarkan dirinya sendiri akan lamunan tak berkesudahan tersebut.

“Lebih baik aku tidur saja."

*****

Keisha berjalan memasuki kelas dengan wajah yang begitu panik. Indira yang melihat sekilas raut wajah sahabatnya itu langsung bisa menebak apa yang terjadi kepada gadis chubby tersebut.

“Jangan panik. Nanti konsentrasimu hilang dan berakhir tidak bisa mengerjakan soal apapun." Tukas Indira sebelum Keisha membungkam mulutnya.

Gadis berwajah manis yang memliki pipi chubby ini hanya bisa mendesah lemas. Membenarkan apa yang diucapkan sahabatnya beberapa saat yang lalu. Kemudian, gadis itu akhirnya memilih untuk segera duduk disamping Indira yang sibuk bermain game piano didalam ponselnya.

“Kamu enak, tanpa berlatih apapun pasti otakmu sudah mencair. Sedang aku? Meski berlatih sepuluh buku sekaligus, tetap saja otak ini membeku.”

“Indira, jangan lupa beri aku salinan ya." Rengek Keisha mencoba bernegosiasi dengan sahabatnya. Yang dinego hanya menggelengkan kepalanya dengan tegas.

“Astaga Indira! Ayolah, beri aku salinan beberapa soal saja. Ya?"

“Didalam kamus Indira Iswara, tidak pernah ada acara memberi atau diberi."

“Sekali ini saja! Ini menyangkut peringkatku, Indira!”

“Tenang saja, aku yakin kamu akan naik peringkat. Bukankah guru killer kita adalah kekasih gelapmu?” Ucap Indira tanpa tedeng aling-aling. Dengan mulusnya sebuah tamparan kecil mendarat di kepala sang gadis.

“Fuck! Sakit!" Pekik Indira. Ia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat tamparan kecil tersebut.

“Jangan membuat gosip yang tidak jelas.”

“Tidak jelas? Darimana? Itu sudah sangat jelas, Keisha Mahira!"

“Terserah kamu saja. Bukannya memberi salinan malah membuat rumor yang tidak-tidak" Serah Keisha kemudian berlalu meninggalkan sahabatnya. Dan seperti biasa, Indira hanya bisa tersenyum tanpa arti melihat sikap sahabatnya tersebut yang tidak pernah berubah.

"Dasar anak manja." Gumam Indira apa adanya.

Gadis itu kembali fokus memainkan ponselnya, padahal disekelilingnya banyak sekali anak-anak yang sedang membuka buku dan terlihat kebingungan akan soal ujian yang akan datang nantinya.

Namun sungguh jauh berbeda dengan gadis yang satu ini. Bahkan dari semalam pun dia sama sekali tidak membuka buku apapun. Jangankan membuka buku, dirinya saja tidak tahu akan jadwal ujian yang akan berlangsung hari ini. Benar-benar gadis gila.

BERSAMBUNG...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!