Mengeluh kesal karena sedari tadi tidak ada yang ia kerjakan sama sekali di dalam rumahnya sendiri. Asisten rumah tangga yang terkadang menemaninya baru saja mengajukan cuti untuk beberapa hari ke depan. Tersisa hanya ada tukang kebun saja yang kini entah berada dimana.
Memutuskan untuk meraih sebuah benda kotak persegi, menekan aplikasi berwarna hijau yang ada di dalam benda tersebut, kemudian mencoba untuk melakukan panggilan dengan seseorang.
"Ayah!!" Pekik sang gadis ketika sebuah layar telah menunjukkan wajahnya. Sesosok pria paruh baya yang usianya sudah mencapai sekitar 50 Tahun tersebut.
"Ada apa denganmu? Tumben sekali menghubungi Ayah. Ayah pikir kamu sudah lupa pada Ayah." Sindir sang Ayah membuat Indira tersenyum sinis mendengarnya.
"Jangan berkata seperti itu Ayah. Bersyukurlah karena aku masih menghubungimu." Tukas sang gadis malah membuat sang Ayah terbahak diseberang sana.
Benar pepatah bukan? Buah jatuh memang tidak jauh dari pohonnya. Bukankah begitu?
Bisa dilihat sifat iblis dari sang gadis adalah warisan dari Ayah tercintanya. Maka tidak usah heran jika kedua manusia tersebut sudah beradu mulut untuk sejenak. Semua yang mendengarnya pasti akan merasakan syok luar biasa.
"Bagaimana kabarmu Ayah?'' Tanya sang gadis dengan raut wajah yang serius. Kali ini, ia benar-benar bertanya dengan keseriusan akan rasa ingin tahu, bagaimana kabar sosok pria paruh baya tersebut.
"Ayah baik. Bagaimana denganmu?"
"Aku baik. Kapan Ayah pulang?"
Pria paruh baya di seberang sana justru terkekeh sejenak. "Perbaiki dulu sikapmu itu, setelah itu Ayah akan pulang."
"Apa yang salah denganku?" Pekik sang gadis tidak terima.
"Apa yang salah denganmu?'' Ulang sang Ayah dengan nada yang begitu sinis.
"Pasti Guru bodoh itu sudah memberitahu Ayah kan?" Tebak sang gadis merasa jengkel ketika mengingat wajah Guru yang meremehkan dirinya.
"Lihat saja besok." Gumam Indira.
"Besok mau apa? Hah?"
"Aku akan membeli lakban yang sangat besar. Lalu menempelkannya pada mulut-mulut para Guru bodoh itu! Mulut mereka benar-benar seperti ember."
"Bukan mereka yang ember. Kelakuanmu itu yang seperti preman."
"Enak saja! Aku gadis yang manis dan baik hati, bukan preman!"
"My God! Berhentilah berwajah seperti itu Indira! Ayahmu ini sudah lelah mendapatkan berita ini dan itu dari Gurumu."
"Abaikan saja."
"Inginnya Ayah seperti itu. Tapi Ayah masih cukup waras, tidak sepertimu."
"Ayah jahat!" Rajuk Indira sembari memalingkan wajah cantiknya.
"Mau jadi apa kamu kelak dengan sikap yang terus seperti itu? Sudah berapa banyak korban mu selama Ayah tidak berada disana? Bertaubatlah!"
"Tidak ada. Aku malas diceramahi. Lebih baik aku tutup saja panggilannya."
"Tapi, ada satu lagi yang ingin aku sampaikan."
"Apa?" Pasrah sang Ayah dengan kelakuan anak sulungnya tersebut.
"Tidak akan ada iblis yang bertaubat."
Maka, setelah berucap seperti itu, Indira segera menekan dial berwarna merah sebelum sang Ayah semakin murka kepadanya.
Tersenyum puas karena gadis itu yakin jika ditempatnya sana, sang Ayah pasti tengah mencaci maki dirinya dengan berbagai nama binatang.
Dan benar saja, tidak sampai beberapa menit lamanya setelah panggilan dimatikan, gadis itu merasa ponselnya bergetar hebat. Melihat sebuah pesan singkat masuk, Indira pun segera membukanya.
Ayah. [Ayah tidak akan membiarkan Iblis itu bangkit dari neraka.]
Tentu saja pesan singkat tersebut membuat sang gadis tertawa puas. Bahkan terbahak-bahak dengan sendirinya.
Indira. [Iblisnya sudah terlanjur datang ke Bumi, wkwk.]
Membalas sembari memberikan emoticon menjulurkan lidahnya. Membuat gadis itu terus terbahak-bahak tiada henti.
Indira kemudian beralih merebahkan dirinya diatas ranjang besar. Matanya mulai terpejam dengan sendirinya. Meski waktu masih menujukan pukul 5 sore waktu setempat, namun bagi sang gadis, tentu saja waktu bukan penghalang yang berarti. Yang terpenting, ia bisa tertidur dengan lelap.
Besok adalah hari minggu, setiap yang terjadi selalu ada harapan kecil didalam hati sang gadis. Semoga, gadis mungil itu bisa melewati hari dengan mudah dan penuh kebahagiaan.
Gadis kecil berwajah oriental ini memang terlihat begitu kecil dan mungil. Namun siapa sangka jika didalam tubuh gadis tersebut terdapat kekuatan yang begitu besar. Begitu banyak.
*****
Jika gadis cantik yang memiliki bola mata biru tersebut tengah terpejam menikmati indahnya mimpi, tidak dengan sahabatnya tersebut.
Gadis yang kini tengah berada didalam dekapan seorang pemuda yang dengan tidak sengaja membuatnya terluka parah hingga tidak bisa berdiri menggunakan kakinya sendiri.
Wajah gadis itu sampai memerah karena diperlakukan sedemikian manis oleh sang pemuda tampan. Belum pernah merasa diperhatikan sedemikan lekat oleh pemuda manapun.
Sedang Adrian, pemuda itu sekuat tenaga membopong tubuh gembul Keisha. Sebentar-sebentar melirik kearah gadis yang kini hanya diam didalam dekapannya, diam-diam pemuda tersebut menahan senyum simpul. Merasakan malu-malu yang kini tengah dirasakan oleh gadis bernama Keisha tersebut.
Tidak menaiki motor, pemuda itu justru melangkahkan kaki menuju perumahan yang ternyata tidak jauh dari tempatnya menabrak gadis cantik tersebut. Kemudian, ketika pemuda itu sudah sampai didepan rumah Keisha, gadis itu mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk. Membantu sang pemuda untuk membukakan pintu istananya.
"Aku masuk?" Tanya sang pemuda menatap teduh kepada gadis di dekapannya.
"Iya. Maaf merepotkan." Ucap sang gadis merasa tidak enak. Sedang pemuda itu hanya mengangguk, lalu memasuki rumah yang begitu besar nan mewah. Membaringkan tubuh sintal tersebut diatas sofa besar.
"Maaf. Aku yang bersalah karena sudah membuatmu seperti ini." Ucap sang pemuda membuka obrolan ringan. Duduk didekat kaki sang gadis.
Keisha menggelengkan kepalanya yang kini sudah memposisikan dirinya menjadi duduk dengan meluruskan kakinya. "Tidak apa. Aku juga bersalah karena tidak hati-hati saat keluar dari persimpangan tadi."
Menunduk kembali, merasa bingung akan berbicara apa lagi kepada pemuda tampan dihadapan.
"Kamu punya obat? Biar aku bersihkan lukamu." Ucap Adrian pada akhirnya. Merasa salah tingkah juga berada di ruangan sebesar itu bersama seorang gadis saja.
Gadis itu mengedarkan pandangannya, kemudian bola matanya menemukan sebuah kotak besar berwarna putih dengan tulisan P3K tertempel di depannya.
Belum sempat gadis itu menunjuk, Adrian sudah lebih dulu berjalan menuju kotak putih tersebut. Kemudian, pemuda itu ke.mbali duduk dihadapan kaki Keisha.
Kapas putih ia ambil, kemudian obat merah ia tumpahkan sedikit diatas kapas tersebut. Mulai membalurinya kearah kaki Keisha yang terbalut kemeja sang pemuda. Kemeja yang sudah pemuda itu lepas agar memudahkan ia membersihkan luka sang gadis. "Aw! Perih." Pekik sang gadis kemudian mengibaskan tangannya diatas luka.
"Tahan ya!" Ucap sang pemuda, hingga tak lama kemudian, luka sang gadis sudah dibebat dengan kasa bersih.
"Sudah selesai." Berucap sembari menatap Keisha dengan rasa yang masih bersalah. "Masih sakit?" Tanyanya.
Kali ini, tangan kekar Adrian kembali meraih pergelangan kaki sang gadis yang ia pikir pasti terkilir karena tidak kuat menopang dirinya sendiri.
"Aahh!! Sakit!!!" Teriak sang gadis benar-benar merasa kesakitan. Sedang pemuda itu masih terus memijat kaki Keisha yang benar terkilir sesuai dugaannya. Membuat gadis itu mencengkeram erat lengan Adrian.
"Tahan sebentar." Pinta Adrian kembali. Merasa tidak tega melihat wajah Keisha yang benar-benar menahan sakit. Namun meski tengah menahan sakitnya, wajah gadis itu masih tetap terlihat cantik dimata sang pemuda.
"Sakit." Keluh Keisha, membuat Adrian terkejut karena gadis itu kini menitikkan air matanya.
"Besok kalau belum ada kesembuhan di kakimu, kita pergi ke Dokter ya." Ucap Adrian.
"Aku masih ada ujian. Bagaimana aku bisa Sekolah kalau berjalan saja tidak bisa." Keluh sang gadis membuat Adrian berpikir dengan meras. Memutar otak.
"Aku yang akan mengantarmu Sekolah. Besok aku jemput. Pulangnya, aku jemput lagi dan aku antar kamu pulang. Lalu, kita ke Dokter. Begitu seterusnya sampai kamu sembuh."
"Apa!?" Pekik sang gadis merasa bingung. Haruskah pemuda itu bertanggung jawab hingga seperti itu? Menjadi sopirnya saat bersekolah? Tidakkah keterlaluan?
****
Usai mengantarkan gadis cantik yang ia buat terluka, Adrian kemudian kembali kerumah Aksa. Wajah tampannya terus tersenyum membayangkan kejadian-kejadian yang terjadi padanya bersama gadis yang ia kenal bernama Keisha.
Di teras rumah besar tersebut, Aksa sudah menunggu sahabatnya sejak sore tadi. "Sepertinya minimarket disana sudah pindah? Kenapa baru pulang?" Sinis Aksa menatap Adrian dengan begitu tajam.
"Aksa, kamu harus tahu. Aku baru saja bertemu bidadari surga. Manis sekali." Ucap Adrian malah tidak menggubris sama sekali pertanyaan sang sahabat.
"Aku tidak peduli dia bidadari atau setan. Mana minuman yang aku suruh beli?"
Seketika itu, bayangan wajah Keisha dibenak Adrian langsung menghilang tanpa bekas. Berganti menjadi wajah garang milik Aksa Arion.
"Astaga! Aku lupa!" Pekik Adrian sembari menunjukkan deretan gigi putihnya.
"What the ****?! Bodoh! Ingin sekali aku mencekik mu lalu melempar mu kemanapun." Kesal Aksa sembari berkacak pinggang. Membuat Adrian langsung berlari tunggang langgang menuju mobilnya. Tak memperdulikan tas ranselnya yang masih tertinggal didalam rumah sang sahabat.
"Adriaaann!!!! Berhenti!!!!" Raung Aksa semakin menggelegar kala melihat sahabatnya berlari meninggalkannya begitu saja. Untung saja, Adrian sudah melenggang mengendarai mobilnya. Menjauh dari amukan singa jantan bernama Aksa Arion.
*****
Sedang pemuda yang kini tengah melarikan diri dari amukan singa jantan, justru gadis yang membuat pemuda itu diamuk oleh sahabatnya malah tengah bersenandung kecil mengikuti lantunan lagu yang ia play dari speaker besar di dalam kamarnya.
Senyum di bibirnya sama sekali tidak berhenti barang sedetik saja. Mengingat wajah manis sang pemuda, wajah tampan yang menurutnya nyaris sempurna. Bahkan, detak jantung gadis itu semakin tidak teratur kala mengingat manisnya perlakuan Adrian kepadanya.
"Kenapa aku jadi seperti ini?" Ucap sang gadis sembari menyentuh kedua pipinya yang chubby. Terasa bersemu merah kala ia menatap dirinya sendiri di pantulan kaca besar.
"Apa aku baru saja bermimpi bisa bertemu pria setampan dia?"
"Siapa namanya? Ya ampun! Kenapa aku bisa lupa! Bukankah alu tadi sudah menanyakannya?" Keluh sang gadis kemudian mencoba untuk melangkah menuju ranjang besar disisinya.
"Tapi tidak apa. Besok dia akan kemari menjemput ku. Senangnya!" Ucap sang gadis kembali menyemangati dirinya sendiri.
Melirik pada ponsel yang berada tidak jauh dari tempatnya kini, gadis itu kemudian mencoba untuk meraihnya. Mengirimkan pesan singkat kepada sahabatnya, namun meski sudah berpuluh-puluh menit lamanya gadis itu menunggu balasan, tetap tidak terlihat sama sekali sang sahabat membalas pesannya.
"Pasti dia tidur. Sudahlah, besok saja aku bercerita."
Keisha adalah gadis yang tinggal seorang diri dirumah sebesar itu. Hanya ada asisten rumah tangganya dan juga tukang kebun, sama seperti rumah sahabatnya. Kedua orangtua sang gadis kini tengah berada diluar negeri menjalankan bisnis mereka.
Sudah menjadi hal yang biasa bagi Keisha saat berada dirumah seperti ini seorang diri. Pikiran negatifnya selalu berpikir bahwa kedua orangtuanya pasti sudah melupakannya. Namun, Keisha selalu menjalani semaunya dengan santai. Tiada beban. Biarkan ia mengikuti jejak petualang Indira Iswara yang juga ditinggal seorang diri oleh orangtuanya.
*****
"BANGUN KAK INDIRA!! BANGUUNN!!" Teriak Chris ditelinga sang kakak untuk yang kesekian kalinya. Terasa sudah hampir putus saja pita suara sang pemuda demi untuk membangunkan satu sosok gadis yang tertidur seperti mayat.
Pemuda itu terduduk lemas disebelah badan sang kakak yang masih tertidur lelap.
Semua usaha sudah pemuda itu lakukan, namun tetap saja gadis cantik nan mungil itu tertidur tanpa sama sekali terganggu akan kehadiran sang adik. Berniat membangunkan karena perut sang pemuda sudah sangat kelaparan. Ingin segera melahap masakan enak buatan sang kakak. Meskipun ia tahu, masakan yang dibuat oleh Indira adalah masakan ala kadarnya saja.
"Makan roti saja." Ucap Indira pada akhirnya. Membuat adik tampannya mendengus kesal.
"Rotinya habis Kak! Ayolah bangun!" Namun indira tetap saja tidak mau wajahnya dari bekapan bantal yang ia pakai. Sama sekali tidak menanggapi sang adik.
"My God! Demi apapun aku menyesal mempunyai Kakak sepertimu!" Teriak Chris dengan menggebu-gebu. Kemudian, pemuda kecil itu berniat untuk beranjak dari kamar bernuansa biru laut tersebut.
Namun sesaat kemudian, Chris tidak sengaja menangkap sesuatu yang langsung membuat otak liciknya bereaksi.
"Jangan salahkan adikmu yang tampan ini kalau permen karetmu sudah habis dilalap si jago merah." Ucap Chris penuh penekanan. Kemudian, tangannya meraih sebuah kantong kresek berwarna putih diatas bangku kecil, lalu berlari tunggang langgang keluar dari kamar sang iblis.
Mendengar itu semua, tubuh mungil Indira bagai disengat listrik berkekuatan besar. Membuatnya langsung tersadar begitu saja, terbangun dari tidurnya.
"Chris! Permen karetku!" Teriak Indira menggelegar. Segera berlari menyusul sang adik yang hampir sampai di pintu rumah besar mereka.
"Kembalikan Chris!!! **** you!!!" Berteriak sembari terus mengejar sang adik, berusaha mendapatkan tubuh kecil pemuda tersebut.
"Ayo! Kejar aku kalau kamu bisa!" Tantang Chris sembari menjulurkan lidahnya.
Maka, ketika Indira melihat Chris sudah sampai di halaman rumahnya, kemudian membuang semua permen karet yang ia beli beberapa hari yang lalu bersama Keisha, darah dalam tubuhnya langsung mendidih dengan sempurna.
"Bermimpilah untuk mengerjaiku, setan kecil!" Desis sang gadis dengan tajam. Kemudian, gadis itu langsung melesat menuju tempat Chris berada. Dalam sekejap mata saja, pemuda kecil itu sudah berada dalam genggamannya.
"Aduh! Ampun Kak! Ampuunn!!!" Pekik Chris karena berhasil ditangkap Indira dengan mudah.
"Apa katamu? Ampun? Apa kamu lupa siapa diriku? Hah?" Ucap Indira sembari mengunci kedua tangan Chris kebelakang tubuh sang pemuda.
"Iya aku tahu! Aku tidak lupa siapa Mak Lampir yang sesungguhnya!"
Mendengar itu, Indira semakin kencang mengeratkan kuncian tangan Chris agar pemuda itu semakin kesakitan.
"**** you!! Katakan sekali lagi dan aku akan mencekik lehermu detik ini juga!"
"Ampun Kak! Ampun! Aduh, sakit ini lepaskan tanganku! Aku janji akan mengganti permen karetmu dua kali lipat!" Janji sang pemuda yang sudah tidak sanggup lagi menahan kesakitan tangannya. Mendengar penawaran yang menggiurkan, Indira pun akhirnya melepaskan kuncian tangan sang adik.
Melirik kearah seberang rumahnya, kemudian berucap... "Ada yang pindah rumah? Kenapa aku baru tahu?"
Chris tak menghiraukan, ia lebih memilih untuk merenggangkan otot-otot tangannya yang dirasa melilit karena ulah sang Kakak.
"Chris!" Panggil Indira karena adiknya tidak memperdulikannya sebelum ia memanggil.
"Iya Kak! Iya! Tadi pemilik rumah itu yang memberi kue." Jawab Chris dengan perasaan dongkol.
"Kenapa tidak sarapan kue saja? Hah!" Bentak Indira sembari melayangkan sebuah tamparan kecil kearah kepala sang adik.
"Aku tidak suka kue."
"Bilang saja kalau kamu mau mengerjaiku!"
"Itu kakak tahu!"
"Dasar adik sia-"
"Hei gadis bodoh!" Teriak seseorang membuat ucapan Indira terhenti sejenak. Menoleh kearah sumber suara hingga...
"My God! Pemuda bodoh sialan!!" Pekik Indira melihat pada seorang pemuda diseberang jalan. Menatap dirinya dengan tersenyum picik dan remeh.
"Kenapa kamu disini?" Tanya sang gadis tidak pernah ada lembut-lembutnya sama sekali.
"Memangnya aku harus bercerita apapun kepadamu tentang dimana aku dan siapa diriku? Memangnya kamu siapa? Hanya gadis bodoh yang ingin sekali aku habisi."
"Bermimpilah, pria bodoh! Sebelum kamu menghabisi ku, lubang kuburanmu akan lebih dulu terisi oleh potongan kepalamu!" Desis sang gadis menyeramkan. Mendesis lirih bak ular cobra mematikan.
"Kak, dia tetangga baru kita. Tadi Ibunya yang memberi kita kue." Bisik Chris dari belakang tubuh Indira, membuat gadis itu langsung membulatkan matanya dengan sempurna. Bahkan, urat-urat dilehernya terasa sangat menegang.
"Ambil kuenya!" Hentak Indira kepada Chris dibelakangnya. Tentu saja pemuda kecil itu bingung akan ucapan sang Kakak.
Namun, melihat tatapan mematikan dari mata sang gadis, membuat Chris langsung lari secepat kilat ke dalam rumah, mengambil kue yang sama sekali belum ia sentuh.
"Ini Kak!" Serah Chris kepada Indira yang masih diam ditempatnya. Memandang terus menerus kearah rumah Aksa diseberang rumahnya.
"1.. 2..3.. Hiyaakk!!!! Kekuatan datang bulaann!!!" Teriak Indira sekuat tenaga melempar sekotak kue besar tersebut kearah rumah Aksa.
Dan berhasil! Kue yang penuh dengan krim-krim lezat tersebut tepat sasaran mengenai wajah tampan Aksa Arion.
"Brengsek!! Dasar gadis sialaann!!!" Teriak Aksa merasa murka. Bukan hanya wajah tampannya, bahkan seluruh bajunya sudah dipenuhi dengan hiasan kue yang dilempar oleh Indira.
"Itu karena ulahmu yang berani menggangguku. Dan itu belum seberapa." Desis Indira. Merasa sangat puas dengan hasil karyanya. Sedang Chris hanya bisa menelan salivanya dalam-dalam hingga tidak terasa lagi didalam mulutnya. Hilang, masuk kedalam tubuhnya kembali. Yakin jika setelah ini, pasti akan ada perang dunia entah yang ke berapa.
"Dimana sopan santunmu? Gadis sialan!" Ucap Aksa menggebu-gebu. Berdua, manusia itu saling meneriaki satu sama lain dalam jarak yang begitu dekat.
"Banyak! Hanya saja, sopan santunku bukan untukmu! Pemuda sialan! **** you!'' Ucap Indira mengacungkan jari tengahnya tepat didepan wajah sang pemuda yang berlumuran krim.
Namun, detik dimana Indira merasa lengah hingga sebuah pukulan sepatu berhasil mendarat di kepalanya.
"Akh sialan!!" Pekik sang gadis dengan tatapan membunuhnya. Bukannya Aksa yang merasa diintimidasi, tetapi justru Chris yang merasakan itu semua.
"Iblis sudah bangun kali ini." Gumam Chris menatap risau pertengkaran antar dua pemuda dihadapan. Mencoba untuk segera menjauh dari gadis sadis tersebut, merasa jika ia terus berada disana maka ia pun akan mendapatkan imbasnya.
Sedang Indira kini sudah mengambil sepatu yang tadi membuat kepalanya merasakan sakit luar biasa.
"Apa matamu buta hingga tidak bisa membedakan mana kaki dan mana kepala?" Teriak Indira tepat ditelinga sang pemuda. Membuat Chris menggelengkan kepalanya melihat itu semua.
Melihat tatapan mematikan yang Aksa berikan kepada sang gadis, Chris kemudian berkata.... "Aku kira iblis di dunia ini hanya satu dan itu Kakakku sendiri. Ternyata, Tuhan memang sangat baik karena mengirimkan ku tetangga seperti Kakakku."
"DIAM!!!" Bentak Indira dan Aksa secara bersamaan. Membuat Chris langsung diam begitu saja. Tidak berani membuka mulut barang bernafas sedetik saja.
Kemudian, terlihat dua pemuda yang masih beradu mulut tersebut sama-sama melepaskan alas kaki mereka masing-masing. Lalu, keduanya saling melemparkan alas kaki mereka kearah masing-masing pemuda.
"Dasar pria bodoh!!! **** you!!!'' Teriak Indira sembari melemparkan sandalnya kearah Aksa. Begitu pula Aksa yang melempar sepatu kets-nya kearah sang gadis sembari berteriak sadis.
"Kamu yang bodoh! Gadis sialan!" Balas Aksa tak kalah kencang berteriak.
Lagi, Chris hanya bisa menggeleng kemudian berlari ke dalam rumahnya sendiri. "Pasti setelah ini, semua pot-pot bunga didepan rumah pria itu akan hancur berantakan." Gumamnya sembari terus memasuki rumah dengan hati berdebar.
Terakhir yang Chris dengar sebelum memasuki rumah, pemuda itu mendengar penuturan kakak gadisnya yang berkata... "Tuhan memang kurang baik padaku hingga mengirimkan tetangga sialan sepertimu!!"
BERSAMBUNG...
Yang mau lihat visual para pemain bisa langsung follow instagram Author ya! @nanamha_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments