Niat hati ingin membahagiakan sahabatnya dengan cara mengajak sang gadis berjalan-jalan, justru membuat gadis cantik dengan rambut panjang terurainya itu bertemu dengan sesosok pemuda yang sangat tidak ingin ia temui, tidak untuk hari ini dan juga seterusnya.
Selain karena kesalahannya dengan preman-preman yang sudah menyebabkan kaca mobil sang pemuda pecah, hal lain yang membuat Indira tak mau bertemu dengan pemuda tampan tersebut karena pemuda itu begitu menyebalkan baginya. Juga begitu bodoh dimatanya.
Seperti saat ini, sedang merasakan bahagia karena bisa menemukan sebuah buku yang sudah sejak lama ia incar dan ia cari, kini pemuda itu muncul begitu saja dan dengan percaya dirinya langsung merebut buku yang sudah Indira pegang sedari tadi.
“KAMU!?" Suara teriakan kedua orang yang tengah berseteru tersebut justru membuat terkejut banyak pembeli lainnya. Menyaksikan betapa ramainya dua manusia yang membuat kericuhan ditempat terbuka seperti itu.
“Ternyata Dewi Fortuna memang masih menjadi fans terberatku sepanjang masa. Bayar kerusakan kaca mobilku sekarang juga!” Ujar sang pemuda tersebut langsung pada inti masalah yang membuat mereka bertemu kala itu. Kemudian, tangan kekar itu masih dengan erat mencoba menarik buku piano tersebut dari tangan mungil Indira.
“Bukan aku yang merusaknya! Tapi preman-preman sialan kemarin! Bukan aku!” Sentak Indira melototkan matanya. Dengan sekuat tenaga, gadis itu mencoba menarik kembali buku tersebut agar jatuh ketangannya.
“Dan kamu yang membuat preman-preman itu datang kepadaku!" Balas sang pemuda dengan sengitnya.
“So?”
“Fuck! Lepaskan tanganmu! Aku membutuhkan buku ini! Tidak usah berlaga seenaknya sendiri kepada siapapun! Kamu bukan Tuhan!”
“Aku juga membutuhkannya!”
“Cobalah untuk mengalah. Maka aku akan menganggap hutangmu kaca mobil kepadaku lunas.”
Indira memicingkan matanya dengan sinis. “Mengalah padamu? Sampai neraka berubah menjadi dingin sekalipun, aku tidak akan melakukan itu untukmu!” Indira menarik kembali bukunya secara paksa, namun pemuda tersebut rupanya memiliki tenaga yang cukup kuat untuk menahannya. Maka yang terjadi diantara mereka adalah saling menatap satu sama lain dengan sangat tajam. Tidak ada yang mau mengalah satupun. Dengan kekuatan penuh yang dimiliki dua orang ini, keduanya sama-sama mempertahankan buku yang ingin mereka miliki.
“Ini milikku. Menjauh, dan pergilah Pria Bodoh!”
“Enak saja! Ini milikku! Aku yang lebih dulu memegangnya!”
“Bermimpi terus kerjamu! Aku yang lebih dulu memegang buku ini!”
Terus meneriaki satu sama lain, menjadikan buku tersebut rebutan dan saling tarik menarik secara paksa. Mereka mengeluarkan kekuatan penuh untuk dapat memiliki buku yang hanya tersisa satu buah saja tersebut.
“Tuan, Nona? Bisakah kalian tidak memperebutkan buku yang hanya tersisa satu ini? Please? Buku ini bisa robek nantinya.” Baru saja selesai sang penjual berbicara, buku yang masih menjadi rebutan antara Indira dan sang pemuda tersebut sudah terbagi menjadi dua dengan indahnya. Indira pun hanya bisa membulatkan matanya. Begitu juga dengan sang pemuda tersebut.
“My God! Apa kalian bisa membaca sebuah tulisan disana?” Ucap sang penjual kepada dua orang tersebut dengan raut wajah tak enak. Bahkan, wanita cantik itu sampai menepuk jidatnya dengan kesal.
Keduanya pun kini melihat kearah spanduk besar disebelah jam dinding toko yang mereka pijak kini. Seketika itu juga, kedua manusia tersebut langsung menampakkan senyum bersalah mereka. Juga disertai dengan wajah yang suram.
-Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan!!! Dan merusak barang disini berarti sama dengan membelinya-
Indira menelan salivanya dengan susah payah setelah membacanya. Ia langsung melirik pada label harga buku yang tertera disana. Begitu juga dengan sang pemuda.
“What?!" Pekik kedua manusia dengan rasa kaget luar biasa ketika melihat harga yang begitu fantastis dikantong mereka. Apalagi untuk seukuran pelajar seperti Indira Iswara.
Saliva Indira terasa begitu mengering. Ia tak menyangka buku yang kini ia rusak sangat mahal sekali harganya.
Bukan gadis itu tidak mampu membayarnya tapi dia tak membawa uang saat ini sebanyak itu saat ini. Meraih buku tanpa melihat harganya adalah kesalahan terbesar yang Indira lakukan saat ini.
Dan dia juga tidak memikirkan bahwa dia sangat boros hari ini. Uang itu tidaklah sedikit. Indira masih terdiam dengan perasaan bingung harus bagaimana. Sedang pemuda tersebut menatap gadis dihadapannya dengan sebilah pertanyaan dibenaknya. Ia bisa melihat, bahwa Indira terlihat begitu panik. Secercah senyum sinis terbit dibibir sang pemuda, ia pun mempunyai ide yang sangat dan sangat bagus untuk gadis cantik dihadapannya tersebut.
“Miss, dia yang telah merusaknya. Maka, dia juga yang akan membayar ganti ruginya.” Ucap sang pemuda dengan senyum yang menenangkan. Pemuda yang dirasa lebih tua dari sang gadis itu segera melempar kearah sang gadis setengah robekan buku yang ada ditangannya, kemudian dengan gerakan cepat pemuda itu segera berlari dari sana. Meninggalkan Indira yang baru menyadari jika pemuda tersebut sudah melarikan diri dengan sangat cepat.
“HEI PRIA BODOH! JANGAN LARI! SIALAN!” Teriak Indira yang ingin mengejar langkah cepat sang pemuda tersebut. Namun, tentu saja pemilik toko langsung mencegahnya dan langsung menatapnya tajam. Serta meletakkan kedua tangannya dipinggang dengan tegas.
“Matilah aku." Gumam Indira dengan bingung. Jujur saja Indira tidak akan pernah melupakan hal ini dan akan terus mengingat pemuda menyebalkan tersebut. Akan sangat mengingat wajahnya. Wajah yang menurutnya sangat biadab tersebut.
“Keisha?" Lirih Indira memanggil sahabatnya dengan suara yang memelas kepada sahabatnya tersebut. Sedang yang dipanggil hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku sahabat yang terkadang seperti anak kecil.
“Setelah ini, kamu harus menggantinya." Ucap Keisha dengan tegas. Ia pun langsung meraih sebuah kartu tipis berwarna hitam dan langsung ia serahkan kepada penjual tersebut untuk membayar buku yang telah dirusak oleh Indira dan pemuda yang benar-benar belum diketahui namanya tersebut.
Melihat itu, Indira bernafas dengan lega untuk sesaat. Kini, matanya berubah menjadi tatapan tajam dan mengerikan. Tangannya terkepal dengan kuat, meremat buku yang ada ditangannya tersebut. Hampir saja buku tersebut rusak kembali akibat kuatnya kepalan Indira. Keisha sendiri sampai takut untuk menatap sahabatnya kembali.
“Lihat saja. Akan aku bunuh kamu saat kita bertemu nanti. Dasar Pemuda Bodoh!" Gumam Indira pada dirinya sendiri dengan rasa begitu mengerikan.
“Setan sudah kembali dari nekara.” Ucap Keisha dengan rasa takut luar biasa.
Setelah membayar, gadis itu segera menarik Indira dan membawanya keluar dari pusat pembelanjaan terbesar di Negeri tersebut. Karena sudah melihat banyaknya pembeli yang berjingkat takut dengan tatapan Indira.
****
BRAAK!!
Suara bantingan pintu terdengar begitu keras dan memekakkan telinga. Siapa saja yang mendengarnya pasti akan berjingkat kaget bahkan merasa jantungnya lepas dari tempatnya. Untung saja sipemilik rumah lainnya sudah terbiasa dengan hal seperti ini.
“Siapa yang sudah membangunkan setan ini?” Tanya Chris kepada Keisha yang terlihat berada dibelakang Indira.
Keisha bergidik sendiri melihat Indira yang langsung masuk kedalam kamarnya. Sama sekali tak memperdulikan pertanyaan adik kecilnya. Ia sendiri memilih untuk duduk menghampiri Chris yang tengah asik bermain stik PSP-nya.
“Seorang pemuda, aku tidak tahu siapa dia. Tapi aku rasa, Indira mengenalnya." Ucap Keisha memberikan petunjuk kepada Chris.
“Sial sekali nasibku." Gumam Chris dengan pasrah karena pemuda itu yakin, setelah ini dialah orang yang akan menjadi target imbasnya bahkan korban pelampiasan emosi sang Kakak.
“Chris. Aku tidak mau memiliki nasib yang sama sepertimu. Jadi lebih baik, aku pulang saja. Bye!” Keisha segera mengambil langkah seribu tanpa menunggu persetujuan dari yang punya rumah. Gadis itu takut jika Indira sudah seperti ini, membangunkan Gadis setan tersebut dari neraka sama halnya dengan menyerahkan nyawanya secara sia-sia.
*****
Sebuah ketukan yang berasal dari pen seorang pemuda semakin terdengar begitu keras. Entah sudah berapa kali suara itu ia bunyikan, meski saat ini ia sedang berfikir untuk menyelesaikan tugasnya yang harus ia kumpulkan esok pagi.
“Aksa! Ayo pulang!“ Sebuah ajakan yang diserukan oleh seorang pemuda secara tiba-tiba muncul begitu saja dari pintu kelas.
"****! Kamu membuatku kaget!“ Seru pemuda yang bernama Aksa tersebut. Teman sang pemuda itu hanya memperlihatkan deretan giginya yang terlihat rapi dan bersih, juga dengan mengacungkan jemarinya membentuk huruf “V”
“Tunggu. Sebentar lagi.” Ucap Aksa kepada sahabatnya.
“Ada apa denganmu? Kenapa rajin sekali? Aku malah belum mengerjakan apapun. Masih ada waktu satu minggu lagi.”
“Menunda sama dengan menyia-nyiakan hidup.”
“Iya, terserah kamu saja.” Aksa menatap sahabatnya tersebut yang masih memakai baju Lab berwarna putih dengan nametag bernama Adrian Agam. Sesaat ia mengernyitkan keningnya dengan heran.
“Kenapa pakai baju Lab?” Tanya Aksa dengan memicingkan matanya menatap Adrian.
“Hal biasa yang sering aku lakukan adalah memperbaiki nilai."
“Semester 6 mau lulus? Bermimpilah!” Ucap Aksa dengan sangat menusuk. Bersamaan dengan itu, ia telah selesai mengerjakan semua tugas yang diberikan sang Dosen padanya hari ini.
“Ayo pulang." Ajak Aksa lalu menyusul Adrian yang sudah berada diluar kelas. Berjalan bersama, beriringan menuju sebuah parkiran mobil yang tersedia ditempat tersebut.
Adrian menatap Aksa yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Sedetik kemudian, Aksa menoleh balik pada Adrian. Pemuda itu menjadi heran sendiri kepada Adrian yang menatapnya seperti itu.
“Kamu menyukaiku?" Tukas Aksa langsung membuat Adrian tersadar dari lamunannya.
“Najis sekali."
“Tatapanmu seperti terpesona padaku. Seperti para gadis yang selalu memuja-muja diriku dikampus setiap hari."
“Sepertinya kamu harus menurunkan rasa percaya dirimu dititik terendah." Ucap Adrian dengan entengnya. Membuat Aksa hanya terkekeh pelan melihat keirian dari sahabatnya itu.
“Bertukar pesan dengan siapa? Serius sekali wajahmu." Tanya Adrian ingin tahu sejak tadi.
“Ada apa? Kamu cemburu?” Goda Aksa dengan wajah yang sengaja dimanis-maniskan
“Aku ingin muntah melihat wajahmu." Adrian yang benar-benar merasa jijik langsung memperagakan orang yang muntah karena melihat wajah Aksa yang menurutnya sok imut.
“Kenapa tidak sopan sekali kamu? Aku seniormu." Ucap Aksa mengingatkan, kemudian dengan entengnya ia meninju lengan Alvin dengan pelan.
“Tidak sudi aku memanggilmu kakak!. Kamu semester 4, aku semester awal, tidak akan merubah kalau kita hanya sahabat. Tidak lebih."
“Fuck you!" Sebenarnya, bukan itu yang dimaksud oleh Aksa. Hanya saja, Adrian selalu bisa bercanda atas ucapan yang ia lontarkan.
“Oh, aku lupa! Besok aku dan Ibu akan pindah rumah." Ucap Aksa kembali memberitahu Adrian dengan cepat.
“Hm, makan malam gratis?"
“Makan sana tanaman Ibuku!" Tukas Aksa terkekeh pelan.
“Aksa, tadi siang kamu darimana?“ Tanya Adrian sekali lagi benar-benar ingin tahu semua urusan sahabatnya. Kini mereka sudah tiba diparkiran, Aksa berhenti untuk sejenak kemudian menatap Adrian dalam-dalam.
“Adrian, kamu tidak berubah menjadi warga homo bukan?" Tanya Aksa dengan raut wajah yang serius.
“Fuck! Maksudmu apa?" Sentak Adrian tidak terima diberi pertanyaan seperti itu.
“Sepertinya kamu ingin tahu sekali apa yang aku lakukan?"
"**** you!!! Aku menyesal menanyakannya padamu!!” Jujur Adrian dengan wajah yang sangat tak enak, juga dengan dada yang kembang kempis.
“Dosen tadi mencarimu. Tidak tahu ada apa?" Cerita Adrian dengan malas.
“Tadi ada masalah sedikit di Mall."
“Masalah?”
“Aku bertemu gadis brutal yang masih memakai seragam SMA.”
“Sepertimu?”
“Aku brutal? Nope! Aku sudah tidak seperti itu lagi.”
“Benarkah?”
“Dia bisa mengalahkan beberapa preman yang mencoba merampoknya. Dan dia bercerita pernah membunuh beberapa preman, menjadikannya mainan, bahkan membakar ******** sipreman. Menjadikannya koleksi digudang.” Cerita Aksa mengingat kembali wajah Indira yang masih menjadi sejarah diotaknya. Juga sikap gadis itu yang benar-benar membuatnya terperangah.
“Bukankah dirimu dulu lebih dari gadis itu?” Adrian langsung masuk kedalam mobilnya dan segera menjalankan kendaraan mewah tersebut sebelum mendapatkan gebrakan tak terduga dari sahabatnya.
“Berhentilah membahasnya manusia jelek!” Teriak Aksa merasa tidak terima. Ia mendengus kesal, ingatannya kembali saat masa-masa SMA-nya dulu. Sesaat kemudian, Aksa membuang pandang dan nafas kecil, lalu segera masuk kedalam mobilnya yang kemarin sempat mengalami pecah kaca karena ulah gadis brutal tempo hari.
“SMA? Masa yang lucu sekali.“ Lirih sang pemuda dengan pelan. Ia tersenyum sendiri mengingat masa-masa itu.
-FLASHBACK ON-
“ARRGGGHHHHH!!!!” Teriakan itu begitu keras menggema bersamaan dengan sebuah tinjuan yang dilayangkan oleh seorang remaja. Tinjuan yang langsung tepat sasaran mengenai kepala target terakhirnya.
“Pergi kalian semua!!” Teriak sang pemuda yang tak lain dan tak bukan adalah Aksa Arion. Preman berjumlahkan 25 orang tersebut berhasil dia taklukkan seorang diri dalam sekejap mata saja. 25 banding 1 bukanlah hal yang mudah . Tentu saja ini menjadi sebuah insiden yang menakjubkan.
*****
"Sudah Ayah katakan, jangan pernah berkelahi dengan siapapun itu! Mau jadi apa kamu jika terus seperti ini?" Hentak seorang pria paruh baya dengan tatapannya yang begitu tajam dan kesal. Mengarah pada Aksa Arion, sang anak yang selalu mencari masalah dengan siapapun itu.
“Jadi Dokter. Itu yang Aksa mau." Jawab Aksa dengan santainya. Ia malah asik memakan nasi gorengnya tanpa menghiraukan amukan sang papa yang hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan jengah. Selalu seperti ini.
“Berapa preman yang kamu hadapi?" Tanya sang Ayah yang berakhir dengan rasa penasaran.
“Tidak banyak. Hanya 25 orang saja."
"Untung saja preman itu tidak memotong kemaluanmu." Desis sang Ayah menatap tajam.
“Memangnya aku Ayah yang mudah dikalahkan?" Sengit Aksa lebih tajam dari Ayahnya.
“Sebenarnya ini adalah salah Ayah juga. Siapa yang menyuruh Ayah untuk membawa Aksa kearena tinju? See? Aksa jadi brutal seperti ini." Sahut sang Ibu dengan kesal.
“Tidak brutal Bu. Aksa berkelahi tahu tempat dan sikon. Benarkan Ayah?"
“Dan itu benar." Sahut sang Ayah dengan bangga. Sangat percaya bahwa Aksa akan baik-baik saja.
"Ayah dan anak sama saja." Cecar sang Ibu semakin merasa jengkel. Sedang Aksa dan sang Ayah hanya tertawa terbahak melihat betapa kesalnya raut wajah sang Ibu.
****
Ditengah peliknya hidup yang Aksa rasakan, ia kini justru malah mendengar suara tangis yang selalu ia hafal diluar kepala.
“Ada apa? Kenapa menangis?” Tanya Aksa kepada seorang gadis cantik yang kini tengah menghapud air matanya. Gadis yang telah menempati tahta tertinggi di hatinya sejak 2 tahun terakhir ini.
“Aku... Neil... Aku dicium oleh Neil." Cerita sang gadis dengan suara seraknya. Terasa sebuah sambaran petir disiang bolong kini menyerang Aksa dengan membabi buta.
Bahkan dirinya saja tak pernah melakukan hal yang seperti ini kepada gadis yang ia cinta. Namun orang lain? Orang yang bernama Neil? Pemuda itu bahkan dengan lancangnya berani melakukan hal ini. Membuat Aksa mengepalkan tanganya kuat-kuat. Dadanya langsung kembang kempis mendapati kenyataan pahit seperti ini.
Beranjak, Aksa mulai melangkahkan kakinya meninggalkan sang gadis. "Aksa! Mau kemana?” Tanya sang gadis sembari mencegah kepergian sang pemuda. Namun justru Aksa malah menepis kasar tangan kekasihnya yang kini bertengger didadanya.
"Aku akan membunuhnya detik ini juga." Desis Aksa dengan tatapan tajamnya, menghunus kedalam relung hati sang gadis yang bernama Aretha tersebut. Sedang gadis itu hanya semakin terisak pelan.
Gadis itu merasa takut akan ucapan kekasihnya yang terlalu kejam baginya. Padahal, niatnya hanya ingin menguji bagaimana rasa cinta Aksa kepadanya dengan sengaja menceritakannya kepada sang kekasih. Namun sepertinya, gadis ini melakukan kesalahan yang fatal
Hingga berlalunya Aksa dari hadapan Shilla, hanya selan dua hari saja pemuda itu sudah tidak memasuki Sekolah karena mendapatkan skorsing selama beberapa bulan lamanya.
Aksa benar-benar melakukan apa yang ia ucapkan, hanya saja ia tidak membunuh sang pemuda yang berani menyentuh kekasihnya. Mungkin hanya ada sebagian dari tubuh Neil yang patah tulang saja hingga membuatnya harus dirawat di Rumah Sakit.
Tentu saja Aretha merasa sangat bersalah kepada Neil meski pemuda itu yang bersalah. Dan dengan kejadian itu, membuat Neil semakin berani mendekati Aretha karena tidak ada yang mengawasinya. Tidak adalagi Aksa di Sekolah mereka.
Dan sepertinya Aretha mulai terjebak pada cinta pemuda tampan bernama Neil tersebut. Gadis itu justru merasa tertekan saat bersama Aksa Arion, kekasihnya sendiri.
*****
"Aksa, aku mau kita berakhir sampai disini." Ucap Aretha dengan dada yang kembang kempis. Menahan ketakutan dalam dirinya sendiri. Namun, gadis itu tetap bertekad memberanikan diri untuk berbicara dengan sang pemuda.
“Ada apa?" Tanya Aksa dengan raut wajahnya yang begitu datar. Bukan ia tidak terkejut, hanya saja semua akan menjadi runyam jika ia menanggapi rasa emosi yang menjalar dihatinya. Pemuda itu memilih untuk melihat langit, mencoba mencari udara segar disekitar yang terasa begitu kosong saat ia hirup.
“Jujur, aku takut saat bersamamu. Aku tertekan. Dan sikapmu yang tidak pernah peduli padaku membuat aku merasa muak. Aku merasa diabaikan.” Isakan kecil kini mulai terdengar dari bibir gadis cantik yang Aksa cintai tersebut. Isakan yang sebenarnya adalah curahan hati bercampur menjadi satu dengan isakan ketakutan.
“Jika itu keputusanmu, aku bisa apa?" Berucap sembari meninggalkan Aretha begitu saja tanpa mau berbicara lebih lanjut lagi.
*****
Papan peringkat nomor 1 yang menunjukkan mulai dari kelas 10 hingga 12 terisi penuh dengan nama seorang pemuda bernama Aksa Arion. Otaknya yang begitu cerdas. Bukan hanya otaknya, bahkan kelakuannya pun sangat sopan kepada guru-guru yang mengajarnya.
Walaupun seluruh sekolah tau jika Aksa adalah seorang murid yang bisa dikategorikan sebagai murid Badboy. Namun, semua juga tau bahwa Aksa melakukan hal itu karena ada alasan yang setimpal dengan perbuatannya.
Bukan karena seenaknya sendiri seperti kebanyakan manusia pada umumnya. Banyak gadis yang suka dengannya. Namun, Aksa tidak pernah pernah menanggapinya. Tidak pernah berpacaran dengan siapapun itu. Hingga barulah seorang gadis cantik dengan rambut hitam legam bernama Aretha Antaria yang mampu mengambil hatinya seorang. Meski cintanya harus kandas begitu saja saat dirinya akan melanjutkan sekolah dikelas 12 terakhir ini.
-FLASHBACK OFF-
Bersambung...
Yang mau lihat visual para pemain bisa follow akun instagram Author ya! @nanamha_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments