NovelToon NovelToon

Cinta Diantara Dua Mafia

Ch. 1 - Dasar Pemuda Bodoh!

"Indira Iswara!!!" teriak seorang gadis cantik dengan khas suara cemprengnya. Membuat gadis yang begitu ditakuti oleh teman-temannya ini ingin mencekik saja pemilik suara cempreng tersebut. Indira menghentikan langkahnya hingga kemudian menunggu sang empu suara cempreng berlari menuju kearahnya hingga kini sudah berada disampingnya .

“Mau pulang?" tanya sang gadis yang langsung merangkul pundak Indira dengan senyum manisnya.

“Sebenarnya aku mau pergi ke Neraka. Mau ikut?” balas Indira dengan tatapan sengitnya. Sedetik kemudian, gadis yang merangkul pundaknya tersebut langsung melepaskan rangkulannya. Ia tahu kali ini tatapan tersebut bisa saja membunuhnya.

“Pulanglah. Cepat pulang! Aku tidak akan mengganggumu. Pulanglah." Ucapnya dengan tatapan takut. Indira berdecak dengan kesal.

"Sekali lagi berteriak seperti itu, aku pastikan lubang kuburanmu berisikan ular-ular Anaconda. Mengerti Keisha Mahira?" Ancam Indira sembari menatap tajam kearah sahabatnya. Langsung saja gadis itu melanjutkan langkahnya tanpa menunggu jawaban dari sang sahabat.

Sedang gadis yang berteriak memanggil nama Indira beberapa saat yang lalu hanya bisa menelan salivanya dengan susah payah. Memang seperti itulah sahabatnya yang sangat-sangat dingin dan menyeramkan. Namun bagi Keisha, hal tersebut adalah hal yang sangat biasa.

Sejak mereka masih duduk dibangku Sekolah Dasar hingga kini sudah berada dititik Sekolah Menengah Atas. Bukankah sudah cukup lama gadis itu mengenal seorang Indira Iswara? Dan waktu yang sudah selama itu, Keisha sama sekali belum menemukan hal yang sebenarnya tentang apa yang ada didalam fikiran gadis menyeramkan tersebut. Lebih tepatnya, fikiran yang membuat gadis itu selalu menjadi Iblis dimanapun tempatnya.

“Menyeramkan sekali!" Ucap Keisha mengendikkan bahunya dengan perasaan merinding menggeluti dirinya. Ia pun memilih untuk segera masuk kedalam mobilnya, yang dimana supirnya sudah menunggu dirinya untuk membawa gadis cantik tersebut pulang menuju istananya.

*****

Gadis cantik yang selalu menyeramkan bagi Keisha ini masih berjalan dengan santai. Ia membuka sebuah bungkus permen karet lalu membuangnya. Menyisakan isi dari bungkus yang Ia buka, lalu melahapnya dengan perasaan bahagia.

Pandangannya menatap kearah lurus dengan sorot mata yang selalu tajam dan dingin. Ditelinga mungilnya sudah terpasang earphone yang selalu menemani dirinya kapanpun dan dimanapun ia berada. Gadis itu kemudian melangkahkan kakinya dengan mulut yang bersenandung pelan mengikuti lirik dari lagu yang ia dengarkan hari ini.

Sedang asik-asiknya menikmati udara segar, tiba-tiba saja gadis itu dihadang oleh beberapa pemuda bengis nan kotor.

“Hai, gadis manis!“ Seru segerombolan preman yang tiba-tiba sudah menghadangnya, membuat Indira menghentikan langkahnya kemudian menatap preman-preman dihadapan untum sesaat. Setelah itu, sang gadis kembali melanjutkan langkahnya tanpa berniat membalas sapaan preman tersebut.

“Serahkan uangmu!" Paksa salah seorang preman yang mencengkram lengan Indira dengan kuat, membuat gadis itu sedikit meringis karena tidak mempersiapkan segala sesuatunya. Indira menepis kasar tangan tersebut. Dan dengan santainya, gadis itu membersihkan lengannya seolah jijik dengan sentuhan preman yang terlihat tidak pernah merasakan air segar untuk membersihkan tubuhnya sendiri.

“Sombong sekali anak kecil ini.” Ucap salah seorang preman dengan rambut kribo yang ia ikat dengan asal.

“Ck!" Decak Indira dengan kasar. Gadis itu kemudian terpaksa harus melepaskan earphone ditelinganya. Lantas menatap wajah preman tersebut satu persatu tanpa ada aura ketakutan dari dirinya, bahkan senyum dingin kini mulai terbit dibibir manis Indira.

“Langsung kita hajar saja Bos" Seru preman berkepala botak kepada Bosnya yang menjadi pemimpin kelompok mereka. Tanpa menunggu hal-hal yang menghabiskan waktu mereka, seketika pemuda yang mereka panggil Bos tersebut langsung mengangguk. Dua preman berjalan mendekati gadis cantik dihadapan, kemudian mencoba mencengkram Indira dan ingin menangkapnya. Namun dengan sigap Indira lalu memukul keras wajah dua preman tersebut dengan tangannya. Membuat kedua preman itu langsung tersungkur dengan darah segar mengalir dibibir mereka.

“Sialan! Gadis sialan!" Umpat beberapa preman yang berjumlah delapan orang tersebut menatap Indira seperti tatapan ingin segera membunuh. Tak percaya jika teman mereka ada yang bisa dikalahkan dengan mudah.

“Fuck!” Ucap Indira dengan dada yang kembang kempis. Mencoba untuk memutar otak, mencari jalan keluar.Baru sadar jika jalan yang ia lewati ini memang sangat rawan dan sangat sepi.

Seperti sekarang ini, tak ada sosok manusia satupun yang terlihat nampak disini terkecuali dirinya dan sepuluh preman tersebut. Dan gadis itu? Sepertinya ia masih belum gila untuk melawan sepuluh pria jahat dihadapannya seorang diri. Otaknya masih bekerja dengan normal. Jika ia memang melawan sepuluh preman dihadapan, bisa saja nyawanya melayang detik itu juga. Sesaat kemudian, sebuah ide cemerlang melintas dikepala gadis cerdik tersebut.

“Polisi! Tolong saya!” Teriak Indira sembari menunjuk kearah belakang para preman yang masih menatap gadis itu dengan buas. Namun ketika mendengar gadis yang mereka target berteriak kencang memanggil keamanan kota, seketika itu juga preman-preman tersebut panik dengan sendirinya. Dan inilah saat yang tepat, kesempatan yang bagus bagi Indira untuk berlari. Gadis itu segera berlari sebelum preman-preman dihadapan menyadari bahwa dirinya hanya mengelabuhi mereka.

“Sialan! Kita ditipu mentah-mentah! Cepat, kejar dia!” Teriak sang Komandan dengan emosi menggebu-gebu. Sedang gadis itu terus berlari hingga berhasil menjauh dari para preman. ia sempat menoleh kebelakang dan para preman itu sudah ikut mengejarnya .

“Fuck! Dasar penghuni neraka tidak tahu diri!” Ucap sang gadis yang justru masih sempat mengumpati para preman tersebut. Ia semakin mempercepat larinya. Namun apa daya, setangguh-tangguhnya wanita seperti dirinya pasti masih lebih hebat tenaga seorang lelaki saat berlari bukan? Apalagi sepuluh preman berbadan besar tersebut.

“Apa yang harus aku lakukan? Jalan besar masih jauh.” Ucap Indira dengan nafas tersengal-sengal, mencoba mencari jalan keluar karena beberapa preman sudah semakin memperpendek jarak antara mereka.

Ketika Indira menolehkan kepalanya pada sebuah persimpangan jalan, ia melihat sebuah mobil mewah tengah berjalan dengan lambat. Dan dengan nekatnya, Indira berlari mengejar mobil tersebut untuk segera berlindung dari preman-preman tidak tahu diri versi Indira tersebut.

“Semoga saja, pintunya tidak dikunci.” Doa Indira sembari menatap mobil yang berjalan tidak terlalu cepat tersebut. Hingga akhirnya, Indira bisa meraih pintu mobil tersebut. Beruntung saja, Tuhan masih berada dipihaknya kali ini. Indira segera membukanya dan dengan cepat masuk kedalam mobil tersebut tanpa memikirkan reaksi apa yang diberikan oleh sang pemilik mobil mewah yang kini ia tumpangi dengan nafas terjeda-jeda.

“Jalankan mobilnya, cepat!” Ucap Indira dengan nafas terengah-engah karena berlari sekian lamanya. Tentu saja sang pemilik mobil langsung terkaget kemudian menghentikan kendaraanya melihat seorang gadis yang dengan tiba-tiba telah duduk manis dijok belakang mobilnya.

“Kamu siapa?” Seru pemilik mobil bertanya-tanya. Membuat Indira berdecak sembari mendelik kesal. Ia menoleh kebelakang, melihat preman-preman itu hampir dekat kembali dengannya.

“Jalankan mobilnya. Atau kutembak kepalamu detik ini juga!” Ucap Indira dengan kasar. Kemudian, gadis itu menunjuk kearah belakang tempat para preman itu berlari mendekati mobil mereka. Namun, pemuda pemilik mobil itu malah terdiam lama melihat banyaknya preman yang sudah sangat dekat dengan dirinya. Kemudian, menatap kembali pada gadis yang menunjuk para preman tersebut.

“Dasar Pemuda Bodoh!” Teriak Indira dengan lantang dan kesal kepada sang pemilik mobil. Karena kini, para preman-preman tersebut sudah memblokade mobil yang ditumpangi oleh Indira.

"What the ****? Kenapa kamu tidak ada sopan santun sama sekali hingga masuk kedalam mobilku? Dan sekarang, kamu menyebutku Pemuda Bodoh? Turun sekarang!" Usir sang pemuda kepada Indira dengan tatapan jengkel. Raut wajah tampannya memang terlihat tenang, namun matanya sungguh sangat tajam menatap Indira tanpa belas kasihan.

“Percuma. Karena sekarang kita dalam keadaan tidak baik-baik saja.” Pungkas sang gadis dengan nafas terhembus pasrah. Ia merebahkan tubuhnya disandaran kursi untuk sesaat. Mata bundarnya mengerjap pelan, kemudian ia pejamkan sebentar. Mencoba untuk kembali mencari jalan keluar tercepat yang ia bisa.

“Hei! Kalian berdua, cepat keluar! Cepat!” Teriak para preman itu dengan kasar, tak sabaran. Hingga ada salah seorang preman yang menggebrak kap mobil pemuda yang tidak Indira kenal sama sekali.

“Kamu bisa berkelahi?” Tiba-tiba saja, kata-kata itulah yang keluar dari bibir mungil Indira yang masih memejamkan matanya. Sang pemuda yang ditanya hanya menatap Indira dengan heran dan ragu. Sorot matanya selalu tajam menatap, kini langsung bertatap dengan sorot mata Indira yang selalu tenang dalam satu garis lurus karena gadis itu sudah mulai membuka matanya.

“Apa aku terlihat seperti lelaki tulang lunak?” Balas sang pemuda dengan sinis.

“Sedikit." Jawab Indira dengan cepat.

"Cepat keluar atau mobil kesayanganmu ini akan rusak dengan sia-sia.” Ucap Indira dengan tegas. Kemudian gadis itu membuka pintu mobil, lantas keluar dengan nyali yang sangat luar biasa beraninya. Menatap angkuh pada deretan preman yang siap membombardirnya dengan tinjuan-tinjuan kasar.

“Mau apa kalian semua?” Tanya Indira dengan perasaan yang dicoba untuk ditenangkan. Namun, disetiap kata yang terdengar seperti suara auman dari neraka. Tentu saja hal itu membuat siapa saja yang mendengarnya sedikit merinding ketakutan. Hingga sesaat kemudian, pemuda yang diberi title Pemuda Bodoh oleh Indira tersebut akhirnya mengikuti sang gadis keluar, menghadapi para preman beringasan.

Terlihat, Bos dari komplotan preman tersebut terkekeh dengan senang. "Serahkan uang kalian. Juga barang-barang berharga yang kalian miliki. Semuanya!" Ucap Boss preman tersebut dengan percaya dirinya.

“Lalu? Jika apa yang kalian minta sudah kami serahkan, apa kalian akan melepaskan kami?”

“Kami? What The ****? Aku tidak ada urusan apapun denganmu! Jangan bawa-bawa namaku!” Kesal sang pemuda pemilik mobil mewah tersebut. Indira menolehkan wajahnya karah sang pemuda dengan sorot mata yang semakin tajam. Bahkan, mata gadis itu terlihat seperti ingin keluar dari tempatnya.

“Diam! Dasar Pemuda Bodoh!” Kesal sang gadis. Pemuda tersebut pun terasa ingin sekali mencekik gadis disebelahnya ini. Terhitung, sudah kedua kalinya gadis ini mengatainya bodoh dengan tatapan yang menjengkelkan. Apa dia memang sebodoh itu?

“Akan kita pikir ulang mengenai pertanyaanmu itu, gadis cantik.” Ucap sang preman dengan seringai licik diwajahnya. Membuat Indira berdecih dengan sinis.

“Pikirkan?” Indira tersenyum dengan penuh arti. Gadis itu kemudian melirik kearah pemuda pemilik mobil tersebut. Indira memberikan kode agar pemuda tersebut segera menghajar preman yang ada di sebelahnya. Pun Indira akan menghajar preman yang berada didepannya.

Meski dengan wajah ragu menatap kepada Indira, pemuda itu tetap melakukan apa yang Indira perintahkan kepadanya. Sempat berpikir apakah gadis itu akan bisa melumpuhkan preman-preman berbadan besar tersebut atau tidak. Namun sesaat kemudian, pemuda itu kembali berpikir untuk melakukan apa yang ia rasa bisa saja. Sisanya biar terjadi apa adanya.

“Hiyaaakk!!” Teriak Indira dengan sigapnya. Gadis itu langsung menendang ke tiga preman dihadapan tanpa mereka tahu kapan gadis cantik tersebut melesakkan tendangannya. Merasa temannya sudah jatuh tersungkur, preman yang satunya mencoba mengeluarkan pisaunya dari balik jaket hitam yang ia kenakan. Memainkan pisau dengan lincah, mengarahkannya kepada Indira hingga berniat menyobek kulit putih mulus milik sang gadis.

Namun bukan Indira namanya jika hal sepele seperti ini tidak bisa ia tangani. Gadis itu lantas menarik tangan sang preman dengan mudahnya, kemudian mengambil alih pisau tajam itu dari tangan si preman. Kini, ia mengunci preman tersebut dengan tangannya,. preman yang tak lain adalah Bos mereka. Indira menahan leher Bos preman tersebut dengan lengannya dan dirinya sendiri memposisikan diri berada di belakang sang Bos. Pisau yang berhasil ia ambil kini ia dekatkan pada leher dari Bos preman tersebut.

“Kalian semua, lari sekarang. Atau memilih untuk melihat Bos kalian mati?" Ancam Indira kepada para preman yang kini hanya bisa terdiam karena pemimpin mereka telah disandera oleh sang target.

Kesembilan preman yang lainnya, yang telah rubuh karena Indira dan juga pemuda tersebut langsung ketakutan. Bahkan, pemuda tampan itu sejak tadi menatap Indira dengan tak percaya. Seolah-olah mendapati sebuah pemandangan langka yang tidak akan ia lewatkan barang sedetik. Gadis cantik, mungil, masih memakai seragam SMA kini berhasil membekuk pemimpin preman beringas dengan mudahnya?

“Memangnya kamu berani kepadaku? Hah?” Ujar Bos preman dengan ucapan yang menantang. Membuat Indira tersenyum sinis. Ia menekan sedikit pisau itu ke leher Bos preman didekapannya. Tubuh yang kecil sama sekali tidak mempengaruhi Indira untuk melumpuhkan Bos beringas tersebut. Indira dapat merasakan bahwa orang yang sedang ia sekap saat ini sedang ketakutan. Degup jantungnya yang sangat cepat dapat Indira rasakan meski Bks tersebut hanya diam tak berbicara apapun.

“Aku pernah membunuh beberapa preman tanpa rasa iba. Sebelum membunuhnya, aku membawanya kegudang untuk aku siksa. Aku cabut kuku-kuku tangan dan kakinya. Ada juga yang aku bakar ***********. Jadi? Jika aku membunuhmu, bahkan teman-temanmu yang lainnya, lengkaplah sudah koleksiku digudang.” Ucapan Indira benar-benar membuat mual pemuda tampan tersebut, juga membuat takut para preman dihadapannya.

Dan dengan segera, kesembilan preman tersebut berlari ketakutan. Kencangnya lari mereka lebih cepat daripada saat mengejar Indira beberapa saat yang lalu.

“A-Ampun Nak! Ampun! Saya masih punya anak dirumah dan istri. Saya melakukan ini terpaksa. Anak saya sedang sakit. Ampun Nak! Maafkan saya!“ Rengek Bos Preman tersebut yang kini semakin terlihat benar-benar takut. Indira terkekeh pelan dan puas. Namun kekehannya terdengar sangat sinis.

“Kamu bisa memintanya secara baik-baik.“ Akhirnya, Indira melepaskan tawanannya. Dan dengan kedua tangannya, ia berusaha kuat-kuat mematahkan pisau sang preman tersebut. Kedua orang yang kini masih tersisa disana hanya bisa menatap gadis didepannya tersebut dengan tak percaya l. Lagi dan lagi. Indira membuang pisau tersebut, kemudian ia mengambil beberapa lembar uang 100 ribu dari sakunya.

“Untuk anakmu. Semoga lekas membaik.” Ucap Indira menyerahkan uang tersebut dengan wajah malasnya.

“Ini? Ini buat sa-saya?" Gagu sang Preman menatap tak percaya lagi.

"Iya! Dan berhenti menjadi preman! Kalau sampai aku tahu kamu masih menjadi preman, aku bunuh kamu detik itu juga!” Preman tersebut langsung menganggukkan kepalanya berkali-kali. Ia menerima uang dari Indira. Kemudian, preman tersebut menatap nama yang terpampang di seragam SMA yang Indira kenakan.

“Indira Iswara. SMA Dangerous.“ Ucap sang preman membaca semua yang tertera diseragam putih berlapis hitam tersebut, lantas beralih menatap Indira dengan seksama. Yang ditatap hanya mengernyitkan keningnya heran dengan kelakukan preman dihadapannya.

“Akan kuingat wajah dan namamu. Suatu saat nanti aku akan membalas budi semua kebaikanmu."

“Aku tidak membutuhkannya. Sudah, cepat pergilah. Sebelum aku berubah pikiran."

Dengan sigap, preman tersebut langsung berlari menjauhi Indira dan pemuda pemilik mobil. Gadis itu tersenyum sebentar. Senyum dalam hati yang tidak ia tunjukkan pada siapapun. Ia merasa senang bisa membantu orang lain walau pun harus seperti ini. Sedetik kemudian, ia menyadari bahwa ada seorang pemuda yang masih memandanginya dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Terimakasih untuk tumpangannya." Ucap Indira menyadarkan lamunan sang pemuda. Membuat pemuda itu tersadar seketika. Namun, gadis itu sama sekali tidak peduli. Ia lantas memakai earphonenya dan kembali berjalan dengan santainya .

“Berhenti! Selalu seenaknya sendiri kepada orang lain!“ Teriak pemuda tersebut tak terima. Namun tetap saja Indira tak menggubrisnya dan terus melangkahkan kakinya begitu saja.

“Hei! Nona Indira! Berhentilah!“ Kembali pemuda itu berteriak semakin kencang. Ia sedikit ingat dengan ucapan preman tadi yang menyebutkan nama sang gadis.

Melihat tak ada respon sama sekali, pemuda itu cepat memutar otak. Hingga kemudian, suara lantang dan tegas kembali terdengar berdengung ditelinga sensitif milik Indira Iswara.

“Gadis Bodoh! Berhentilah! Hei Gadis Bodoh!” Mendengar dirinya dipanggil bodoh, Indira lantas menghentikan langkahnya. Wajahnya terlihat sangat kesal sekali. Ia paling tidak suka dengan sebutan bodoh untuk dirinya meski ia sendiri sering sekali menyebut seseorang dengan ucapan "Bodoh!". Gadis itu kemudian membalikkan badanya, menatap sang pemuda dengan tajam.

“Apa?" Balas Indira tanpa ada lembutnya sama sekali sebagai perempuan. Pemuda tersebut berlari kecil dan mendekati Indira yang terdiam ditempatnya.

“Kaca mobilku rusak. Ganti sekarang!” Teriak pemuda tersebut. Indira mengalihkan pandangannya, dan benar saja. Kaca mobil pemuda dihadapan ini benar-benar hancur. Mungkin gara-gara preman-preman tadi yang dengan brutal mencari mangsa.

“Aku tidak punya uang. So, sorry.” Ucap Indira seenak jidatnya.

“Tidak punya uang? Kamu bisa memberikan uang kepada preman tadi tapi tidak bisa mengganti kaca mobilku? Yang benar saja!” Hentak sang pemuda semakin bertambah kesal.

“Itu uang terakhir yang aku punya.“

“Jangan berbohong! Berikan uang satu juta dollar untuk mengganti kaca mobilku!” Ucap sang pemuda. Seketika itu juga Indira langsung melepaskan earphone ditelinganya kemudian membulatkan matanya tak percaya.

“What the ****? Satu juta dollar? Nope! Kau mencoba memerasku wahai pria bodoh?” Teriak Indira tak kalah kencang dengan teriakan sang pemuda dihadapan. Membuat pemuda itu langsung memeriksa telinganya, takut gendang telinganya tiba-tiba pecah saat itu juga. Saat pemuda itu sibuk mengurusi telinganya dan lengah dengan keberadaan Indira, inilah kesempatan yang bagus dan baik bagi Indira untuk berlari kabur. Melarikan diri dari jerat pemuda yang mencoba memerasnya tersebut.

“Tangkap aku dan akan aku berikan satu juta dolla jika kamu berhasil!“ Teriak Indira dengan lantang dari kejauhan karena sudah berlari dengan sangat kencang. Pemuda tersebut pun langsung menyadari kehadiran Indira yang sudah pergi entah kemana.

“Fucking ****!! Dasar Gadis Sialan!” Pemuda tersebut terlihat bingung akan mengejar Indira atau meninggalkan mobilnya ditengah jalan tanpa pengawasan apa-apa.

“Teruslah bermimpi untuk bisa menangkapku, Pria Bodoh!” Teriak Indira semakin kencang, menjulurkan lidahnya untuk mengejek pemuda yang selalu ia sebut Bodoh.

Gadis itu berhenti di antara persimpangan yang sudah jauh dengan posisi pemuda tadi. Dari kejauhan Indira menunjukkan jempol tangannya kemudian membaliknya kearah bawah. “Loser!“ Desis Indira dengan tajam.

Kemudian, gadis itu segera berlari ke arah kanan meninggalkan pemuda tersebut yang terlihat masih kebingungan. Menghela nafas jengah karena kelakuan ajaib seorang gadis yang masih jauh dibawah usianya. Membuat pemuda itu menggelengkan kepalanya berkali-kali.

Indira tak memperdulikannya. Ia segera ingin sampai dirumah kemudian merebahkan diri dikasur king size miliknya. Kejadian pertempuran tadi membuatnya sedikit lelah. Bahkan sangat lelah.

Hingga akhirnya, sebuah Bis kota terlihat tak jauh didepannya. Tanpa mengulur waktu lagi, Indira pun segera memberhentikan bus tersebut kemudian langsung menaikinya. Untung saja gadis itu langsung mendapatkan kursi yang kosong. Berjalan dan duduk disana. Melemaskan otot-ototnya untuk sejenak.

*****

“Aku pulang!“ Teriak Indira sembari membuka pintu rumahnya yang terlihat begitu besar dan mewah. Tinggi menjulang dengan beton-beton besar yang menjadi penyangga rumah bak istana tersebut.

Gadis itu langsung merebahkan tubuhnya di kursi ruang tamu. Memejamkan matanya yang terasa sangat lelah sejak pagi tadi. Hingga tak berapa lama Indira memejamkan matanya, datanglah sang adik yang sudah dipastikan akan membuat masalah baru untuk mengganggu ketenangan Indira yang baru dirasakan sejenak.

“Berantakan sekali? Dari mana?” Tanya sang adik tanpa mengalihkan wajahnya dari sebuah benda bernama PSP warna putih kesayanganya. Meski begitu, pemuda tampan tersebut masih bisa mendudukkan pantatnya dikursi dekat dengan sang Kakak.

“Biasa.“ Jawab Indira dengan malas. Membuat sang adik berdecak sinis. Pemuda tampan itu sudah dapat menebak apa yang sudah dilakukan sang Kakak jika gadis tersebut menjawab dengan kata "Biasa."

“Berkelahi? Dimana?” Kembali memposisikan diri, mengambil alih duduk disebelah Indira.

“Gang dekat dengan Sekolah."

"Kenapa lewat sana? Berani banget.”

“Aku bukan penakut sepertimu. Banci lelaki yang berubah menjadi wanita.” Ledek Indira dengan tajam. Ia membuka mata dan langsung berdiri, bersiap untuk pergi menuju kamarnya. Sang adik yang tak terima dibicarakan seperti itu dengan cepat melayangkan sandalnya kearah Indira yang mulai melangkah.

“Kamu tidak pernah sejago aku dalam hal seperti ini.” Ucap Indira yang berhasil menangkap sandal sang adik walaupun dirinya menghadap kebelakang, membelakangi tubuh sang pemuda. Dengan lemparan yang cepat dan presisi, Indira melempar kembali sandal tersebut kepada sang adik. Tepat pada sasaran yaitu mengenai kepala adiknya tunggalnya.

“Sakit!! Dasar Mak Lampir!!” Teriak sang adik mengelus kepalanya yang terasa nyeri. Sandal yang selalu ia kenakan terasa sangat keras. Indira hanya terkekeh dan langsung masuk kedalam kamarnya, tak memperdulikan ratapan sang adik.

“Kenapa dia harus lahir didunia ini? Kenapa juga dia harus menjadi Kakakku?“ Ucap sang adik dengan jengah.

“Aku dengar apa yang kamu ucapkan! Fucking ****!” Teriak Indira dari dalam kamarnya. Sang adik langsung membekap mulutnya sendiri. Tak mengira ternyata kakaknya benar-benar Bos mafia yang sangat hebat. Begitulah ia menggambarkan keadaan kakaknya sekarang.

*****

Rumah yang terlihat begitu megah dan mewah dengan pekarangan yang begitu bagus. Terlihat ada dua penyanggah beton yang terlihat didepan rumah berdiri kokoh disana. Dekorasi yang sederhana, warna rumah putih bercampur abu-abu sedikit membuat hunian tersebut terlihat sangat damai. Sungguh, rumah yang mencapai kata sempurna. Benar-benar bak Istana kemerdekaan.

Sayangnya, hunian besar bak istana tersebut hanya hanya berisikan dua orang saja. Dua Kakak beradik yang selama hidupnya tidak pernah akur sama sekali. Dan kini, mereka sedang asik berkutat dengan aktivitasnya masing-masing. Jika sang Kakak tengah asik menonton televisi besar diruang tamu, maka adiknya kini tengah fokus belajar.

Namun sesekali, terlihat sang adik tengah menjambak rambutnya sendiri. Seperti orang yang terlihat frustasi, karena tak ada satu pun materi pelajaran yang dapat pemuda itu mengerti. Ia menatap kearah sang Kakak yang masih sibuk memperhatikan layar Televisi.

“Kak!"

“Hmm." Dehem sang gadis tanpa mengalihkan pandangnya dari Televisi.

“Kamu tidak belajar?” Tanya sang pemuda dengan polosnya. Namun sedetik kemudian, ia merutuki pertanyaannya sendiri. Sudah dipastikan, kakaknya tersebut akan menatapnya dengan tatapan merendahkan, juga mengintimidasi.

“Alu tidak bodoh sepertimu! Dasar adik Bodoh!” Benar saja apa yang dipikirkan pemuda tampan tersebut jika sang Kakak pasti akan mengatainya seperti waktu siang tadi.

“Kak! Namaku Chris! Ingat C H R I S ! Chris! Jadi jangan memanggilku dengan sebutan Bodoh lagi!” Saking kesalnya, pemuda itu hingga menjabarkan namanya sendiri dengan mata mendelik kesal.

“Baiklah." Serah Indira tak mau berdebat lebih lama.

"Bagian mana yang tidak kamu bisa?” Tanya sang Kakak. Meskipun matanya masih terfokus pada televisi, namun gadis itu dapat mendengar keluhan sang adik yang selalu dibarengi dengan helaan nafas jengah.

“Ini. Ini. Ini. Ini. Ini. Semuanya!” Ucap Chris frustasi, menunjuk semua soal yang ada dibuku pelajarannya. Indira memandang adiknya dengan tatapan kesal, sangat kesal.

“Apakah gurumu juga bodoh? Kenapa dulu dapat peringkat satu jika soal seperti ini saja tidak bisa?“

“Stop it! Jangan memojokanku terus menerus. Sekarang, ajari aku." Pinta Chris dengan cepat, pemuda yang malas bertengkar untuk saat ini.

Indira pun langsung menarik buku tebal milik Chris. Tangan mungilnya dengan cepat menuliskan rumus-rumus yang sudah ia hafal diluar kepala. Hingga tak sampai sepuluh menit berlalu, Indira sudah menaruh kembali buku tersebut dihadapan pemuda yang hanya terpaut jarak empat tahun saja dengannya. Gadis itu kemudian kembali berkonsentrasi pada televisi yang sempat ia abaikan.

“Waw! Amazing!" Ucap Chris dengan rasa tak percaya. Namun, percaya tak percaya, memang itulah kelebihan yang dimiliki oleh sang kakak tercinta. Dengan melihat rumus yang diberikan oleh Indira begini saja, ia langsung bisa mengerti. Dibanding jika mendapatkan rumus dari gurunya, Chris lebih mengerti rumus yang diberikan oleh kakaknya sendiri.

“Hebat sekali!” Chris mengacungkan jari jempolnya kepada sang Kakak. Memang sudah tidak perlu diragukan lagi, betapa pintar dan cerdiknya seorang Indira Iswara. Ia selalu menjadi juara sekolah. Nilainya yang selalu diatas rata-rata dari teman-temannya bahkan kakak-kakak kelasnya, membuat ia menjadi sorotan sekolah setiap harinya.

“Yang seperti ini yang mau melanjutkan sekolah di SMP Dangerous?”

“Pergi semedi lalu menyatu dengan alam!” Desis Indira sembari memukul kepala sang adik dengan remote ditangannya.

Memang DANGEROUS adalah Sekolah komplek yang dimulai dari Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, hingga Universitasnya. Dan DANGEROUS merupakan sebuah Sekolah elite yang sangat terkenal di Negeri tersebut. Bahkan, mempunyai menjadi satu-satunya sekolah favorit yang berada di Negeri Sakura tersebut.

“Astaga! Ada apa denganmu Kak? Jahat sekali! Seharusnya kamu berdoa supaya aku bisa masuk dan diterima di SMP DANGEROUS.” Ucap Chris membuat Indira terkekeh pelan.

“Aku selalu berdoa untukmu."

“Seriously?" Ucap Chris kembali tak percaya pada Iblis dihadapannya ini. Ya, bagi pemuda kecil itu Indira adalah seorang gadis dengan keturunan Iblis yang selalu membuat hal-hal ajaib dan diluar nalar terjadi begitu saja.

“Tapi itu terjadi hanya dalam mimpimu seorang.“ Sergah Indira pada akhirnya. Seketika itu ia tertawa dengan renyahnya melihat wajah sang adik sangat kesal kepadanya. Tertawa hingga terbahak, bahkan terpingkal-pingkal sendiri.

“Kak, besok kamu sudah ujian bukan?” Tanya Chris mengalihkan pembicaraan agar kakaknya tersebut berhenti menertawakannya dengan terpingkal-pingkal. Jenuh juga mendengarnya.

“Iya. Ada apa?”

“Tidak takut Kak? Besok adalah ujian untuk peningkatan kelas bukan? Great!“

“Apa maksudmu?” Ucap Indira tak mengerti.

“Tidak apa. Ternyata, kita semakin bertambah usia dan semakin dewasa.” Chris berkata dengan raut wajah yang sangat bijak. Membuat Chris ikut menganggukkan kepalanya. Gadis itu, kembali mengingat masa lalunya. Ternyata benar, waktu memang berlalu begitu sangat cepat.

“Apa kamu mau bertaruh denganku? Kira-kira, dapat peringkat berapa diriku ini?” Ucap Indira dengan percaya diri. Hal yang sebenarnya ingin ia sombongkan kepada adik semata wayangnya.

“Tidak usah berlagak pintar. Wajahmu itu masih seperti Mak Lampir. Jangan bangga!" Senggak Chris menjulurkan lidahnya kearah Indira.

“What the ****? Apa kamu bilang? Ulangi sekali lagi!” Hentak Indira merasa tak terima. Sedang Chris justru sudah lari tunggang langgang sembari membawa buku-bukunya dengan cepat. Beberapa saat kemudian, terdengarlah suara tawa Chris dari dalam kamarnya.

“Dasar Mak Lampir Bodoh!” Teriak Chris sembari tertawa terbahak-bahak dari dalam kamarnya yang sudah terkunci rapat.

“Dasar setan! Keluar sekarang juga! Akan ku banting kamu, laly aku cekik lehermu! KELUAR!!” Gelegar sang Kakak merasa sangat murka.

Namun tiba-tiba saja, ia teringat begitu saja kepada sosok pemuda yang ia temui siang tadi saat melarikan diri dari kejaran preman-preman bringas.

“Lucu juga. Hmm." Indira berdehem untuk sejenak.

"Ternyata dia hebat juga. Sangat hebat malah." Gumam Indira memuji sosok pemuda yang belum ia ketahui siapa namanya tersebut.

Gadis itu masih terbayang bagaimana pemuda tersebut memberantas para preman-preman disekelilingnya. Walau gadis itu pun sibuk melawan preman yang lainnya, namun beberapa kali Indira sempat melirik ke arah pemuda tampan tersebut. Dan benar saja, caranya berkelahi menghajar para preman tidak jauh berbeda dengan dirinya. Dia sangat jago.

“Ah, kenapa aku jadi memikirkannya?“ Indira sampai menggelengkan kepalanya. Mencoba menyadarkan dirinya sendiri akan lamunan tak berkesudahan tersebut.

“Lebih baik aku tidur saja."

*****

Keisha berjalan memasuki kelas dengan wajah yang begitu panik. Indira yang melihat sekilas raut wajah sahabatnya itu langsung bisa menebak apa yang terjadi kepada gadis chubby tersebut.

“Jangan panik. Nanti konsentrasimu hilang dan berakhir tidak bisa mengerjakan soal apapun." Tukas Indira sebelum Keisha membungkam mulutnya.

Gadis berwajah manis yang memliki pipi chubby ini hanya bisa mendesah lemas. Membenarkan apa yang diucapkan sahabatnya beberapa saat yang lalu. Kemudian, gadis itu akhirnya memilih untuk segera duduk disamping Indira yang sibuk bermain game piano didalam ponselnya.

“Kamu enak, tanpa berlatih apapun pasti otakmu sudah mencair. Sedang aku? Meski berlatih sepuluh buku sekaligus, tetap saja otak ini membeku.”

“Indira, jangan lupa beri aku salinan ya." Rengek Keisha mencoba bernegosiasi dengan sahabatnya. Yang dinego hanya menggelengkan kepalanya dengan tegas.

“Astaga Indira! Ayolah, beri aku salinan beberapa soal saja. Ya?"

“Didalam kamus Indira Iswara, tidak pernah ada acara memberi atau diberi."

“Sekali ini saja! Ini menyangkut peringkatku, Indira!”

“Tenang saja, aku yakin kamu akan naik peringkat. Bukankah guru killer kita adalah kekasih gelapmu?” Ucap Indira tanpa tedeng aling-aling. Dengan mulusnya sebuah tamparan kecil mendarat di kepala sang gadis.

“Fuck! Sakit!" Pekik Indira. Ia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat tamparan kecil tersebut.

“Jangan membuat gosip yang tidak jelas.”

“Tidak jelas? Darimana? Itu sudah sangat jelas, Keisha Mahira!"

“Terserah kamu saja. Bukannya memberi salinan malah membuat rumor yang tidak-tidak" Serah Keisha kemudian berlalu meninggalkan sahabatnya. Dan seperti biasa, Indira hanya bisa tersenyum tanpa arti melihat sikap sahabatnya tersebut yang tidak pernah berubah.

"Dasar anak manja." Gumam Indira apa adanya.

Gadis itu kembali fokus memainkan ponselnya, padahal disekelilingnya banyak sekali anak-anak yang sedang membuka buku dan terlihat kebingungan akan soal ujian yang akan datang nantinya.

Namun sungguh jauh berbeda dengan gadis yang satu ini. Bahkan dari semalam pun dia sama sekali tidak membuka buku apapun. Jangankan membuka buku, dirinya saja tidak tahu akan jadwal ujian yang akan berlangsung hari ini. Benar-benar gadis gila.

BERSAMBUNG...

Ch. 2 - Kamu?!

Jam dinding terus berdetak sekian detik hingga berubah menjadi menit, lalu berubah kembali menjadi hitungan jam. Keadaan kelas ini begitu sangat hening. Semuanya sama-sama berkonsentrasi mengerjakan soal matematika yang dirasa sangat menguras otak dan energi. Tapi tidak untuk satu gadis ini. Sudah sejak 15 menit yang lalu, kertas jawabannya telah terisi dengan penuh dan dengan jawaban-jawaban yang ia yakini sudah benar adanya.

“Ada yang sudah selesai mengerjakan soal?” Tanya sang Guru pengawas sembari menatap pada seluruh siswa maupun siswi dikelas tersebut. Begitu Guru tersebut langsung melihat Indira yang sedang asik tertidur sembari memakai sebuah earphone di telinganya, tak ada lagi kesabaran dihati sang Guru. Hanya bisa menggelengkan kepalanya menatap gadis yang satu ini.

Beberapa detik berlalu dan tidak ada yang menjawab pertanyaan dari Guru tersebut. Mereka semua berkonsentrasi kembali mengerjakan soal ujian tanpa mau menjawab dan mengulur waktu lagi. Hingga beberapa saat lamanya, waktu yang tersisa hanya tinggal satu jam lagi. Tak ayal membuat banyaknya anak-anak yang terlihat berwajah frustasi karena soal-soal tersebut.

“Time-Up. Segera kumpulkan pekerjaan kalian!” Terasa telinga gadis yang tengah tertidur itu benar-benar tajam. Saat sang Guru berkata seperi itu, Indira langsung bangun, kemudian beranjak sembari melepaskan earphonenya. Gadis itu mengambil kertas ujiannya lalu mengumpulkannya dihadapan sang Guru. Semua anak hanya bisa menganga menatap gadis cantik tersebut.

“Apa kamu yakin jika jawabanmu sudah benar semua, Indira?” Tanya sang Guru yang sepertinya sangat meremehkan Indira. Mengingat, gadis itu sempat tertidur disaat jam pelajaran masih berlangsung membuat Guru baru tersebut sangat menganggap remeh otak dari gadis yang sebut Iblis oleh Chris.

Gadis ini menaruh lembar jawabnya sembari tersenyum sinis.

“Bahkan jika ditanya lebih pintar dan cerdik mana diantara saya dengan Anda, saya yakin jika anak-anak disini akan menunjuk saya dengan cepat.”

Ucapan Indira benar-benar sangat tajam, pun dengan sorot matanya. Guru yang terlihat sedikit cantik tersebut sepertinya baru pertama kali bertemu dengan Indira. Ia menelan salivanya dengan sangat dalam saat menatap tatapan tajam yang diberikan oleh Indira kepadanya. Hingga diam-diam semua anak seisi kelas begitu mencemooh sang Guru tersebut karena mencoba mencari masalah dengan “GADIS IBLIS“ yang satu ini.

“Semoga harimu menyenangkan, Miss Alexa.“ Lanjut Indira dengan nada yang benar-benar mengintimidasi serta meremehkan. Sedang Guru tersebut hanya bisa mengepalkan tangannya. Indira pun segera melangkahkan kakinya keluar dengan senyum yang sangat puas.

“Cepat kumpulkan pekerjaan kalian, sekarang!” Teriak sang Guru dengan tiba-tiba. Ucapan yang dipenuhi dengan luapan emosi. Dan anak-anak kelas inilah yang menjadi sasaran atas ulah Indira beberapa saat yang lalu.

“Dasar Guru tolol! Apakah dia Guru baru di Sekolah ini?” Desis Indira sembari memakai kembali earphonenya kemudian melangkahkan kakinya menuju kantin Sekolah. Perutnya terasa lapar karena terkuras dengan ujian tadi. Walau sebenarnya dia tidak harus bersusah payah dalam mengerjakannya. Hitung-hitung saja sembari menunggu sahabatnya keluar dari kelas mereka.

****

Keisha kembali meneguk air minumnya untuk yang terakhir kalinya. Ia kemudian membuka mulutnya untuk memberi pertanyaan kepada gadis cantik dihadapannya ini.

“Berita viral dan langsung menyebar dengan cepat.” Indira melirik, mencoba mencerna apa yang diutarakan oleh sahabatnya tersebut.

Sesaat kemudian, gadis itu berkata... "Oh." Dengan raut wajah yang begitu datar.

Ia mengerti apa yang Keisha bicarakan. Pasti berita tentang Guru yang ia buat tercengang dikelasnya pagi tadi.

“Sepertinya kamu keterlaluan?" Ucap Keisha mencoba berbicara.

“Tidak ada yang boleh merendahkan Indira Iswara." Jawab sang gadis dengan cepat.

“Tapi dia seorang Guru."

“So?”

“Terserah kamu saja.” Serah Keisha yang tak mau lagi menasehati sahabatnya ini. Benar-benar tidak akan ada yang bisa masuk kedalam otaknya.

“Kamu tahu? Aku...”

“Iya! Aku tahu dan sangat tahu Indira! Kamu paling tidak suka dianggap remeh. Benar?"

“Bingo!" Indira mengangkat jari jempolnya lalu tersenyum puas dengan jawaban Keisha. Sahabatnya ini hanya bisa mendengus dengan kesal.

“Jangan merajuk. Itu sudah bukan urusan kita lagi. Mau jalan-jalan?" Mendengar ajakan Indira membuat semburat senyum langsung terlihat di wajah gadis chubby ini. Ia sangat senang akhirnya Indira mau menemaninya untuk pergi jalan-jalan. Setelah sekian bulan berlalu Indira selalu menolak ajakannya.

“I do! I do!" Ucap Keisha dengan riang. Membuat Indira berdecak kesal memandangnya.

"Cepat juga berubah moodnya.“ Sindir Indira menatap sang sahabat.. Namun tentu saja tak dihiraukan oleh Keisha. Ia lantas menarik tangan Indira untuk segera menuju ke mobilnya. Toh, mereka sudah pulang Sekolah sejak satu jam yang lalu.

*****

Sejak perjalanan, Indira hanya menatap keluar jendela. Ia selalu suka diam-diam membayangkan sesuatu yang entah apa. Mungkin hanya dirinya dan Tuhan yang tau.

Inilah dirinya, yang tidak terlalu banyak bicara namun jika satu kata yang sudah ia keluarkan, berarti kata itu mengandung banyak makna dan juga rasa yang menyakitkan bagi siapapun yang mendengarnya. Oleh sebab itu, banyak orang mengatakan bahwa Indira adalah “GADIS IBLIS".

Bagaimana julukan tersebut tidak pantas untuknya?

Dia akan tertawa terbahak-bahak bahkan saat melihat orang lain sengsara. Ia akan menghabisi langsung siapapun orang yang mencari masalah dengannya.

Bahkan orang yang merendahkannya seperti Guru baru di Sekolahnya pagi tadi. Tiada ampun untuk orang tersebut. Namun di balik sifat kejamnya, gadis ini ternyata mempunyai banyak cerita dan sifat lainnya yang tidak semua orang ketahui. Biarlah saja gadis ini yang memendamnya sampai ia akan menunjukkannya dengan kelapangan hati yang ia miliki.

“Ada apa? Melamun saja?” Ucap Keisha mencoba memecah keheningan anatara dirinya dengan sang sahabat. Indira sendiri hanya membalas dengan deheman tidak jelas.

“Kita mau pergi kemana? Kenapa diam saja?"

“Neraka bisa?” Jawab Indira yang berniat becanda. Namun terdengar begitu menakutkan oleh Keisha dan juga supir pribadi sang gadis.

“Fuck you!" Indira tertawa dengan renyah melihat wajah takut dari Keisha untuk beberapa saat.

“Aku mau beli permen karet. Stok sudah habis.” Ucap Indira yang baru saja teringat akan permen favoritnya.

“Astaga! Apakah didalam hidup seorang gadis cantik bernama Indira Iswara hanya ada tiga hal penting saja?” Tanya Keisha membuat kening Indira mengernyit heran.

“Apa saja?”

“Berkelahi. Permen karet. dan Earphone?" Jawab Keisha dengan menggebu-gebu mampu membuat Indira tertawa lebih keras dari sebelumnya.

“Dan itu benar." Pingkal Indira masih saja terus tertawa. Keisha diam-diam menatap gadis disebelahnya tersebut. Sudah lama ia tak melihat Indira tertawa begitu lepas seperti ini.

“Tapi sepertinya ada yang kurang satu?" Keisha menunggu Indira meneruskan kata-katanya

“Piano”!

“Astaga! Aku hampir melupakannya! Baiklah, maka sekarang akan menjadi empat hal terpenting dalam hidup gadis iblis yang satu ini." Tukas Keisha dengan helaan nafas jengah. Mereka kembali diam setelah puas tertawa. Tak ada yang membuka mulutnya kembali hingga beberapa saat lamanya.

'Sebenarnya, apa yang ada didalam otakmu itu Indira? Kenapa aku tidak bisa menjangkau semuanya. Apakah aku masih pantas disebut sebagai sahabat?' Batin Keisha mulai berbicara.

Bukankah benar? Sudah terhitung sejak empat tahun mereka bersahabat, dan dalam waktu yang lama tersebut tidak pernah sedikit pun Keisha mendengar keluhan dari Indira.

Bahkan gadis tersebut pun tak pernah bercerita apapun kepadanya, sama sekali. Malah sebaliknya, dirinyalah yang sering mencurahkan isi hatinya kepada Indira, apapun itu.

Meskipun sahabatnya tersebut pasti menanggapinya dengan kata-kata yang tidak enak, namun ia sangat senang memiliki sahabat seperti Indira. Gadis yang bisa menjadi pendengar yang baik. Bahkan dirinya merasa sangat beruntung karena bersahabat dengan orang langka seperti gadis disampingnya ini. Banyak anak-anak yang iri kepadanya. Dan Keisha begitu sangat bangga akan hal itu.

"Wajahku akan tetap cantik meski matamu terus menatapku sampai buta." Ucap Indira masih tetap menatap keluar jendela. Membuat Keisha langsung tersadar dari lamunannya.

“Fuck you!" Serah Keisha sembari menyenggol lengan Indira. Hingga akhirnya mereka berdua malah tertawa bersama.

*****

Sudah satu jam lebih dua gadis ini berputar-putar tidak jelas. Tidak tentu arah. Ditangan Indira sudah ada satu buat plastik permen karet yang baru saja ia beli. Sedangkan Keisha? Jangan ditanya lagi. Dia adalah ratunya dalam hal berbelanja disebuah pusat perbelanjaan terbesar di Negeri tersebut. Dan jangan salah, ditangannya kini sudah ada banyak barang-barang yang susah payah ia beli dan ia bawa.

“Keisha, sebentar!" Ucap Indira yang tiba-tiba berhenti melangkah. Matanya tiba-tiba terpaku pada saat menatap satu Toko yang menjual majalah tentang Piano.

“Ada apa?" Tanya Keisha sembari matanya mengikuti arah pandangan sang sahabat. Gadis itu kemudian mengangguk-angguk. Ia pun mengikuti langkah Indira yang sudah berlalu menuju toko tersebut.

“Permisi Miss. Apakah ada buku instrumen piano tahun 2000?" Tanya Indira kepada sang penjual. Sudah lama gadis itu mencari buku tersebut. Namun selalu nihil meski ia mencari di toko mana pun. Ia ingin membeli buku tersebut karena banyak lagu kenangan pada buku yang selalu tak pernah ia temukan tersebut. Ia pernah memilikinya. namun gadis itu dengan ceroboh menghilangkannya begitu saja.

“Sepertinya ada. Coba kamu cari di rak sebelah sana.” Ucap sang penjual tersenyum ramah, menunjuk rak yang berada dibarisan paling pojok. Indira tersenyum senang, ia pun tak perlu menunggu lama lagi untuk segera berlari ke arah rak yang dimaksud oleh penjual tersebut.

“Ini dia!" Pekik Indira sembari akan meraih buku tersebut.

Namun saat tangannya sudah menyentuh buku yang selalu ia idam-idamkan tersebut, ternyata ada tangan lain yang juga meraih buku tersebut. Indira langsung mengangkat wajahnya melihat tangan siapa yang dengan beraninya merebut buku yang sudah lebih dulu ia pegang.

“KAMU?!" Dua orang ini berteriak dengan tatapan terkejut dan juga tatapan tajam dalam waktu yang bersamaan.

Bersambung...

Ch. 3 - Kenangan Pahit Aksa Arion

Niat hati ingin membahagiakan sahabatnya dengan cara mengajak sang gadis berjalan-jalan, justru membuat gadis cantik dengan rambut panjang terurainya itu bertemu dengan sesosok pemuda yang sangat tidak ingin ia temui, tidak untuk hari ini dan juga seterusnya.

Selain karena kesalahannya dengan preman-preman yang sudah menyebabkan kaca mobil sang pemuda pecah, hal lain yang membuat Indira tak mau bertemu dengan pemuda tampan tersebut karena pemuda itu begitu menyebalkan baginya. Juga begitu bodoh dimatanya.

Seperti saat ini, sedang merasakan bahagia karena bisa menemukan sebuah buku yang sudah sejak lama ia incar dan ia cari, kini pemuda itu muncul begitu saja dan dengan percaya dirinya langsung merebut buku yang sudah Indira pegang sedari tadi.

“KAMU!?" Suara teriakan kedua orang yang tengah berseteru tersebut justru membuat terkejut banyak pembeli lainnya. Menyaksikan betapa ramainya dua manusia yang membuat kericuhan ditempat terbuka seperti itu.

“Ternyata Dewi Fortuna memang masih menjadi fans terberatku sepanjang masa. Bayar kerusakan kaca mobilku sekarang juga!” Ujar sang pemuda tersebut langsung pada inti masalah yang membuat mereka bertemu kala itu. Kemudian, tangan kekar itu masih dengan erat mencoba menarik buku piano tersebut dari tangan mungil Indira.

“Bukan aku yang merusaknya! Tapi preman-preman sialan kemarin! Bukan aku!” Sentak Indira melototkan matanya. Dengan sekuat tenaga, gadis itu mencoba menarik kembali buku tersebut agar jatuh ketangannya.

“Dan kamu yang membuat preman-preman itu datang kepadaku!" Balas sang pemuda dengan sengitnya.

“So?”

“Fuck! Lepaskan tanganmu! Aku membutuhkan buku ini! Tidak usah berlaga seenaknya sendiri kepada siapapun! Kamu bukan Tuhan!”

“Aku juga membutuhkannya!”

“Cobalah untuk mengalah. Maka aku akan menganggap hutangmu kaca mobil kepadaku lunas.”

Indira memicingkan matanya dengan sinis. “Mengalah padamu? Sampai neraka berubah menjadi dingin sekalipun, aku tidak akan melakukan itu untukmu!” Indira menarik kembali bukunya secara paksa, namun pemuda tersebut rupanya memiliki tenaga yang cukup kuat untuk menahannya. Maka yang terjadi diantara mereka adalah saling menatap satu sama lain dengan sangat tajam. Tidak ada yang mau mengalah satupun. Dengan kekuatan penuh yang dimiliki dua orang ini, keduanya sama-sama mempertahankan buku yang ingin mereka miliki.

“Ini milikku. Menjauh, dan pergilah Pria Bodoh!”

“Enak saja! Ini milikku! Aku yang lebih dulu memegangnya!”

“Bermimpi terus kerjamu! Aku yang lebih dulu memegang buku ini!”

Terus meneriaki satu sama lain, menjadikan buku tersebut rebutan dan saling tarik menarik secara paksa. Mereka mengeluarkan kekuatan penuh untuk dapat memiliki buku yang hanya tersisa satu buah saja tersebut.

“Tuan, Nona? Bisakah kalian tidak memperebutkan buku yang hanya tersisa satu ini? Please? Buku ini bisa robek nantinya.” Baru saja selesai sang penjual berbicara, buku yang masih menjadi rebutan antara Indira dan sang pemuda tersebut sudah terbagi menjadi dua dengan indahnya. Indira pun hanya bisa membulatkan matanya. Begitu juga dengan sang pemuda tersebut.

“My God! Apa kalian bisa membaca sebuah tulisan disana?” Ucap sang penjual kepada dua orang tersebut dengan raut wajah tak enak. Bahkan, wanita cantik itu sampai menepuk jidatnya dengan kesal.

Keduanya pun kini melihat kearah spanduk besar disebelah jam dinding toko yang mereka pijak kini. Seketika itu juga, kedua manusia tersebut langsung menampakkan senyum bersalah mereka. Juga disertai dengan wajah yang suram.

-Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan!!! Dan merusak barang disini berarti sama dengan membelinya-

Indira menelan salivanya dengan susah payah setelah membacanya. Ia langsung melirik pada label harga buku yang tertera disana. Begitu juga dengan sang pemuda.

“What?!" Pekik kedua manusia dengan rasa kaget luar biasa ketika melihat harga yang begitu fantastis dikantong mereka. Apalagi untuk seukuran pelajar seperti Indira Iswara.

Saliva Indira terasa begitu mengering. Ia tak menyangka buku yang kini ia rusak sangat mahal sekali harganya.

Bukan gadis itu tidak mampu membayarnya tapi dia tak membawa uang saat ini sebanyak itu saat ini. Meraih buku tanpa melihat harganya adalah kesalahan terbesar yang Indira lakukan saat ini.

Dan dia juga tidak memikirkan bahwa dia sangat boros hari ini. Uang itu tidaklah sedikit. Indira masih terdiam dengan perasaan bingung harus bagaimana. Sedang pemuda tersebut menatap gadis dihadapannya dengan sebilah pertanyaan dibenaknya. Ia bisa melihat, bahwa Indira terlihat begitu panik. Secercah senyum sinis terbit dibibir sang pemuda, ia pun mempunyai ide yang sangat dan sangat bagus untuk gadis cantik dihadapannya tersebut.

“Miss, dia yang telah merusaknya. Maka, dia juga yang akan membayar ganti ruginya.” Ucap sang pemuda dengan senyum yang menenangkan. Pemuda yang dirasa lebih tua dari sang gadis itu segera melempar kearah sang gadis setengah robekan buku yang ada ditangannya, kemudian dengan gerakan cepat pemuda itu segera berlari dari sana. Meninggalkan Indira yang baru menyadari jika pemuda tersebut sudah melarikan diri dengan sangat cepat.

“HEI PRIA BODOH! JANGAN LARI! SIALAN!” Teriak Indira yang ingin mengejar langkah cepat sang pemuda tersebut. Namun, tentu saja pemilik toko langsung mencegahnya dan langsung menatapnya tajam. Serta meletakkan kedua tangannya dipinggang dengan tegas.

“Matilah aku." Gumam Indira dengan bingung. Jujur saja Indira tidak akan pernah melupakan hal ini dan akan terus mengingat pemuda menyebalkan tersebut. Akan sangat mengingat wajahnya. Wajah yang menurutnya sangat biadab tersebut.

“Keisha?" Lirih Indira memanggil sahabatnya dengan suara yang memelas kepada sahabatnya tersebut. Sedang yang dipanggil hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku sahabat yang terkadang seperti anak kecil.

“Setelah ini, kamu harus menggantinya." Ucap Keisha dengan tegas. Ia pun langsung meraih sebuah kartu tipis berwarna hitam dan langsung ia serahkan kepada penjual tersebut untuk membayar buku yang telah dirusak oleh Indira dan pemuda yang benar-benar belum diketahui namanya tersebut.

Melihat itu, Indira bernafas dengan lega untuk sesaat. Kini, matanya berubah menjadi tatapan tajam dan mengerikan. Tangannya terkepal dengan kuat, meremat buku yang ada ditangannya tersebut. Hampir saja buku tersebut rusak kembali akibat kuatnya kepalan Indira. Keisha sendiri sampai takut untuk menatap sahabatnya kembali.

“Lihat saja. Akan aku bunuh kamu saat kita bertemu nanti. Dasar Pemuda Bodoh!" Gumam Indira pada dirinya sendiri dengan rasa begitu mengerikan.

“Setan sudah kembali dari nekara.” Ucap Keisha dengan rasa takut luar biasa.

Setelah membayar, gadis itu segera menarik Indira dan membawanya keluar dari pusat pembelanjaan terbesar di Negeri tersebut. Karena sudah melihat banyaknya pembeli yang berjingkat takut dengan tatapan Indira.

****

BRAAK!!

Suara bantingan pintu terdengar begitu keras dan memekakkan telinga. Siapa saja yang mendengarnya pasti akan berjingkat kaget bahkan merasa jantungnya lepas dari tempatnya. Untung saja sipemilik rumah lainnya sudah terbiasa dengan hal seperti ini.

“Siapa yang sudah membangunkan setan ini?” Tanya Chris kepada Keisha yang terlihat berada dibelakang Indira.

Keisha bergidik sendiri melihat Indira yang langsung masuk kedalam kamarnya. Sama sekali tak memperdulikan pertanyaan adik kecilnya. Ia sendiri memilih untuk duduk menghampiri Chris yang tengah asik bermain stik PSP-nya.

“Seorang pemuda, aku tidak tahu siapa dia. Tapi aku rasa, Indira mengenalnya." Ucap Keisha memberikan petunjuk kepada Chris.

“Sial sekali nasibku." Gumam Chris dengan pasrah karena pemuda itu yakin, setelah ini dialah orang yang akan menjadi target imbasnya bahkan korban pelampiasan emosi sang Kakak.

“Chris. Aku tidak mau memiliki nasib yang sama sepertimu. Jadi lebih baik, aku pulang saja. Bye!” Keisha segera mengambil langkah seribu tanpa menunggu persetujuan dari yang punya rumah. Gadis itu takut jika Indira sudah seperti ini, membangunkan Gadis setan tersebut dari neraka sama halnya dengan menyerahkan nyawanya secara sia-sia.

*****

Sebuah ketukan yang berasal dari pen seorang pemuda semakin terdengar begitu keras. Entah sudah berapa kali suara itu ia bunyikan, meski saat ini ia sedang berfikir untuk menyelesaikan tugasnya yang harus ia kumpulkan esok pagi.

“Aksa! Ayo pulang!“ Sebuah ajakan yang diserukan oleh seorang pemuda secara tiba-tiba muncul begitu saja dari pintu kelas.

"****! Kamu membuatku kaget!“ Seru pemuda yang bernama Aksa tersebut. Teman sang pemuda itu hanya memperlihatkan deretan giginya yang terlihat rapi dan bersih, juga dengan mengacungkan jemarinya membentuk huruf “V”

“Tunggu. Sebentar lagi.” Ucap Aksa kepada sahabatnya.

“Ada apa denganmu? Kenapa rajin sekali? Aku malah belum mengerjakan apapun. Masih ada waktu satu minggu lagi.”

“Menunda sama dengan menyia-nyiakan hidup.”

“Iya, terserah kamu saja.” Aksa menatap sahabatnya tersebut yang masih memakai baju Lab berwarna putih dengan nametag bernama Adrian Agam. Sesaat ia mengernyitkan keningnya dengan heran.

“Kenapa pakai baju Lab?” Tanya Aksa dengan memicingkan matanya menatap Adrian.

“Hal biasa yang sering aku lakukan adalah memperbaiki nilai."

“Semester 6 mau lulus? Bermimpilah!” Ucap Aksa dengan sangat menusuk. Bersamaan dengan itu, ia telah selesai mengerjakan semua tugas yang diberikan sang Dosen padanya hari ini.

“Ayo pulang." Ajak Aksa lalu menyusul Adrian yang sudah berada diluar kelas. Berjalan bersama, beriringan menuju sebuah parkiran mobil yang tersedia ditempat tersebut.

Adrian menatap Aksa yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Sedetik kemudian, Aksa menoleh balik pada Adrian. Pemuda itu menjadi heran sendiri kepada Adrian yang menatapnya seperti itu.

“Kamu menyukaiku?" Tukas Aksa langsung membuat Adrian tersadar dari lamunannya.

“Najis sekali."

“Tatapanmu seperti terpesona padaku. Seperti para gadis yang selalu memuja-muja diriku dikampus setiap hari."

“Sepertinya kamu harus menurunkan rasa percaya dirimu dititik terendah." Ucap Adrian dengan entengnya. Membuat Aksa hanya terkekeh pelan melihat keirian dari sahabatnya itu.

“Bertukar pesan dengan siapa? Serius sekali wajahmu." Tanya Adrian ingin tahu sejak tadi.

“Ada apa? Kamu cemburu?” Goda Aksa dengan wajah yang sengaja dimanis-maniskan

“Aku ingin muntah melihat wajahmu." Adrian yang benar-benar merasa jijik langsung memperagakan orang yang muntah karena melihat wajah Aksa yang menurutnya sok imut.

“Kenapa tidak sopan sekali kamu? Aku seniormu." Ucap Aksa mengingatkan, kemudian dengan entengnya ia meninju lengan Alvin dengan pelan.

“Tidak sudi aku memanggilmu kakak!. Kamu semester 4, aku semester awal, tidak akan merubah kalau kita hanya sahabat. Tidak lebih."

“Fuck you!" Sebenarnya, bukan itu yang dimaksud oleh Aksa. Hanya saja, Adrian selalu bisa bercanda atas ucapan yang ia lontarkan.

“Oh, aku lupa! Besok aku dan Ibu akan pindah rumah." Ucap Aksa kembali memberitahu Adrian dengan cepat.

“Hm, makan malam gratis?"

“Makan sana tanaman Ibuku!" Tukas Aksa terkekeh pelan.

“Aksa, tadi siang kamu darimana?“ Tanya Adrian sekali lagi benar-benar ingin tahu semua urusan sahabatnya. Kini mereka sudah tiba diparkiran, Aksa berhenti untuk sejenak kemudian menatap Adrian dalam-dalam.

“Adrian, kamu tidak berubah menjadi warga homo bukan?" Tanya Aksa dengan raut wajah yang serius.

“Fuck! Maksudmu apa?" Sentak Adrian tidak terima diberi pertanyaan seperti itu.

“Sepertinya kamu ingin tahu sekali apa yang aku lakukan?"

"**** you!!! Aku menyesal menanyakannya padamu!!” Jujur Adrian dengan wajah yang sangat tak enak, juga dengan dada yang kembang kempis.

“Dosen tadi mencarimu. Tidak tahu ada apa?" Cerita Adrian dengan malas.

“Tadi ada masalah sedikit di Mall."

“Masalah?”

“Aku bertemu gadis brutal yang masih memakai seragam SMA.”

“Sepertimu?”

“Aku brutal? Nope! Aku sudah tidak seperti itu lagi.”

“Benarkah?”

“Dia bisa mengalahkan beberapa preman yang mencoba merampoknya. Dan dia bercerita pernah membunuh beberapa preman, menjadikannya mainan, bahkan membakar ******** sipreman. Menjadikannya koleksi digudang.” Cerita Aksa mengingat kembali wajah Indira yang masih menjadi sejarah diotaknya. Juga sikap gadis itu yang benar-benar membuatnya terperangah.

“Bukankah dirimu dulu lebih dari gadis itu?” Adrian langsung masuk kedalam mobilnya dan segera menjalankan kendaraan mewah tersebut sebelum mendapatkan gebrakan tak terduga dari sahabatnya.

“Berhentilah membahasnya manusia jelek!” Teriak Aksa merasa tidak terima. Ia mendengus kesal, ingatannya kembali saat masa-masa SMA-nya dulu. Sesaat kemudian, Aksa membuang pandang dan nafas kecil, lalu segera masuk kedalam mobilnya yang kemarin sempat mengalami pecah kaca karena ulah gadis brutal tempo hari.

“SMA? Masa yang lucu sekali.“ Lirih sang pemuda dengan pelan. Ia tersenyum sendiri mengingat masa-masa itu.

-FLASHBACK ON-

“ARRGGGHHHHH!!!!” Teriakan itu begitu keras menggema bersamaan dengan sebuah tinjuan yang dilayangkan oleh seorang remaja. Tinjuan yang langsung tepat sasaran mengenai kepala target terakhirnya.

“Pergi kalian semua!!” Teriak sang pemuda yang tak lain dan tak bukan adalah Aksa Arion. Preman berjumlahkan 25 orang tersebut berhasil dia taklukkan seorang diri dalam sekejap mata saja. 25 banding 1 bukanlah hal yang mudah . Tentu saja ini menjadi sebuah insiden yang menakjubkan.

*****

"Sudah Ayah katakan, jangan pernah berkelahi dengan siapapun itu! Mau jadi apa kamu jika terus seperti ini?" Hentak seorang pria paruh baya dengan tatapannya yang begitu tajam dan kesal. Mengarah pada Aksa Arion, sang anak yang selalu mencari masalah dengan siapapun itu.

“Jadi Dokter. Itu yang Aksa mau." Jawab Aksa dengan santainya. Ia malah asik memakan nasi gorengnya tanpa menghiraukan amukan sang papa yang hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan jengah. Selalu seperti ini.

“Berapa preman yang kamu hadapi?" Tanya sang Ayah yang berakhir dengan rasa penasaran.

“Tidak banyak. Hanya 25 orang saja."

"Untung saja preman itu tidak memotong kemaluanmu." Desis sang Ayah menatap tajam.

“Memangnya aku Ayah yang mudah dikalahkan?" Sengit Aksa lebih tajam dari Ayahnya.

“Sebenarnya ini adalah salah Ayah juga. Siapa yang menyuruh Ayah untuk membawa Aksa kearena tinju? See? Aksa jadi brutal seperti ini." Sahut sang Ibu dengan kesal.

“Tidak brutal Bu. Aksa berkelahi tahu tempat dan sikon. Benarkan Ayah?"

“Dan itu benar." Sahut sang Ayah dengan bangga. Sangat percaya bahwa Aksa akan baik-baik saja.

"Ayah dan anak sama saja." Cecar sang Ibu semakin merasa jengkel. Sedang Aksa dan sang Ayah hanya tertawa terbahak melihat betapa kesalnya raut wajah sang Ibu.

****

Ditengah peliknya hidup yang Aksa rasakan, ia kini justru malah mendengar suara tangis yang selalu ia hafal diluar kepala.

“Ada apa? Kenapa menangis?” Tanya Aksa kepada seorang gadis cantik yang kini tengah menghapud air matanya. Gadis yang telah menempati tahta tertinggi di hatinya sejak 2 tahun terakhir ini.

“Aku... Neil... Aku dicium oleh Neil." Cerita sang gadis dengan suara seraknya. Terasa sebuah sambaran petir disiang bolong kini menyerang Aksa dengan membabi buta.

Bahkan dirinya saja tak pernah melakukan hal yang seperti ini kepada gadis yang ia cinta. Namun orang lain? Orang yang bernama Neil? Pemuda itu bahkan dengan lancangnya berani melakukan hal ini. Membuat Aksa mengepalkan tanganya kuat-kuat. Dadanya langsung kembang kempis mendapati kenyataan pahit seperti ini.

Beranjak, Aksa mulai melangkahkan kakinya meninggalkan sang gadis. "Aksa! Mau kemana?” Tanya sang gadis sembari mencegah kepergian sang pemuda. Namun justru Aksa malah menepis kasar tangan kekasihnya yang kini bertengger didadanya.

"Aku akan membunuhnya detik ini juga." Desis Aksa dengan tatapan tajamnya, menghunus kedalam relung hati sang gadis yang bernama Aretha tersebut. Sedang gadis itu hanya semakin terisak pelan.

Gadis itu merasa takut akan ucapan kekasihnya yang terlalu kejam baginya. Padahal, niatnya hanya ingin menguji bagaimana rasa cinta Aksa kepadanya dengan sengaja menceritakannya kepada sang kekasih. Namun sepertinya, gadis ini melakukan kesalahan yang fatal

Hingga berlalunya Aksa dari hadapan Shilla, hanya selan dua hari saja pemuda itu sudah tidak memasuki Sekolah karena mendapatkan skorsing selama beberapa bulan lamanya.

Aksa benar-benar melakukan apa yang ia ucapkan, hanya saja ia tidak membunuh sang pemuda yang berani menyentuh kekasihnya. Mungkin hanya ada sebagian dari tubuh Neil yang patah tulang saja hingga membuatnya harus dirawat di Rumah Sakit.

Tentu saja Aretha merasa sangat bersalah kepada Neil meski pemuda itu yang bersalah. Dan dengan kejadian itu, membuat Neil semakin berani mendekati Aretha karena tidak ada yang mengawasinya. Tidak adalagi Aksa di Sekolah mereka.

Dan sepertinya Aretha mulai terjebak pada cinta pemuda tampan bernama Neil tersebut. Gadis itu justru merasa tertekan saat bersama Aksa Arion, kekasihnya sendiri.

*****

"Aksa, aku mau kita berakhir sampai disini." Ucap Aretha dengan dada yang kembang kempis. Menahan ketakutan dalam dirinya sendiri. Namun, gadis itu tetap bertekad memberanikan diri untuk berbicara dengan sang pemuda.

“Ada apa?" Tanya Aksa dengan raut wajahnya yang begitu datar. Bukan ia tidak terkejut, hanya saja semua akan menjadi runyam jika ia menanggapi rasa emosi yang menjalar dihatinya. Pemuda itu memilih untuk melihat langit, mencoba mencari udara segar disekitar yang terasa begitu kosong saat ia hirup.

“Jujur, aku takut saat bersamamu. Aku tertekan. Dan sikapmu yang tidak pernah peduli padaku membuat aku merasa muak. Aku merasa diabaikan.” Isakan kecil kini mulai terdengar dari bibir gadis cantik yang Aksa cintai tersebut. Isakan yang sebenarnya adalah curahan hati bercampur menjadi satu dengan isakan ketakutan.

“Jika itu keputusanmu, aku bisa apa?" Berucap sembari meninggalkan Aretha begitu saja tanpa mau berbicara lebih lanjut lagi.

*****

Papan peringkat nomor 1 yang menunjukkan mulai dari kelas 10 hingga 12 terisi penuh dengan nama seorang pemuda bernama Aksa Arion. Otaknya yang begitu cerdas. Bukan hanya otaknya, bahkan kelakuannya pun sangat sopan kepada guru-guru yang mengajarnya.

Walaupun seluruh sekolah tau jika Aksa adalah seorang murid yang bisa dikategorikan sebagai murid Badboy. Namun, semua juga tau bahwa Aksa melakukan hal itu karena ada alasan yang setimpal dengan perbuatannya.

Bukan karena seenaknya sendiri seperti kebanyakan manusia pada umumnya. Banyak gadis yang suka dengannya. Namun, Aksa tidak pernah pernah menanggapinya. Tidak pernah berpacaran dengan siapapun itu. Hingga barulah seorang gadis cantik dengan rambut hitam legam bernama Aretha Antaria yang mampu mengambil hatinya seorang. Meski cintanya harus kandas begitu saja saat dirinya akan melanjutkan sekolah dikelas 12 terakhir ini.

-FLASHBACK OFF-

                               

Bersambung...

Yang mau lihat visual para pemain bisa follow akun instagram Author ya! @nanamha_

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!