Istriku Kuntilanak

Istriku Kuntilanak

Bab 1. Hilang

Musim kemarau tahun 2003

Sreet... Sreet... Dedaunan kering bergemerisik, saat kaki-kaki beralaskan sepatu menapak ke permukaan tanah. Sinar mentari begitu terik menusuk kulit. Peluh berjatuhan, melawan suhu tubuh yang terus meningkat.

"Tolong... Jangan lakukan itu. Aku mohon."

Terdengar rintihan suara wanita, di sela-sela gemerisik daun dan rerumputan. Nada suaranya sangat lemah, hampir tenggelam ketika angin menderu kencang. Tubuhnya tak berdaya, tatkala para lelaki itu menyeretnya ke semak ilalang.

“Tolong aku…” rintihnya lagi.

Seragamnya yang basah kuyup, penuh tanah dan bunga berduri. Seluruh kulitnya penuh sayatan dan luka lebam. Bibir mungilnya tampak membiru, memohon belas kasih para pria bejat tersebut untuk melepaskannya.

"Tolong lepaskan aku," ucap gadis malang itu dengan parau.

"Heh! Bisa diam, nggak? Kalau sampai ada yang dengar, kamu bakalan mati!" bentak salah seorang pria, sembari menodongkan sebilah pisau ke hadapan sang wanita.

"Tauk, nih. Berisik banget." Pria lainnya turut menghardik wanita lemah itu. "Piye? Kita eksekusi di sini aja?" imbuhnya. -Gimana?-

"Gendeng, kowe. Ini di bawah pohon beringin. Mau kesurupan entar malam?" celetuk salah seorang pria bertubuh paling kurus. -Gila, kamu.-

"Halah! Sore-sore gini takut opo? Wes lah, cepetan,” timpal yang lain, sembari menyesap rokok di jarinya.

"Yo wes, lah. Ayo hom pim pa. Sing kalah jaga keadaan." -Ya udah, lah. Ayo hom pim pa. Yang kalah jaga keadaan.-

"Jangan! Jangan lakukan ... Hmmpp!"

Napas wanita itu sesak, ketika seorang pria berambut merah kehitaman bak blasteran, menyumpal mulutnya dengan gulungan dasi. Air matanya mengalir deras menahan rasa perih di hati. Dirinya terkoyak oleh tingkah laknat para pria iblis tersebut.

...***...

Desa Citraloka, lereng Gunung Lawu. Sang surya semakin bergerak turun di ufuk barat. Rona lembayung memayungi desa kecil di lereng pegunungan nan asri tersebut.

"Bu Tuti, ada lihat anakku, nggak? Udah hampir jam enam kok belum pulang, ya?"

Seorang wanita paruh baya menyapa Bu Tuti yang sibuk menyiram tanaman. Wajah wanita itu tampak kusut dan sayu. Sorot matanya terlihat redup.

"Nggak ada, Bu. Anakku udah di rumah dari tadi, tuh," jawab Bu Tuti. Wanita berdaster itu lantas menunjuk pada seorang gadis manis, yang membawa seikat kangkung segar.

"Oh, Aruna. Apa kamu pulang bareng Kinanti tadi?" tanya Bu Nastiti penuh harap.

"Nggak, Bu. Kami nggak pernah pulang pergi bareng," jawab Aruna acuh. Gadis berkulit kuning langsat itu memang tidak akrab dengan Kinanti, meski mereka sama-sama duduk di kelas dua SMA.

"Oh, gitu ya? Makasih, Aruna," balas Bu Nastiti. Aruna hanya berdehem pelan.

“Astaghfirullah, Nduk. Kok gitu sih ngomongnya?” Bu Tuti menegur sikap kasar putrinya.

"Ya biarin toh, Buk. Wong anaknya aja gak pernah bergaul sama kami," balas Aruna dari dalam dapur.

Sementara Bu Nastiti masih berdiri mematung. Raut wajahnya semakin sayu. Hatinya khawatir dengan keadaan buah hatinya yang belum ada kabar. Telinganya menangkap suara cempreng dari ujung jalan. Bola matanya pun berputar, menilik sebuah sepeda motor butut yang dikendarai pria paruh baya.

"Gimana, Pak?" tanya Bu Nastiti mengejar suaminya.

"Kata bapak satpam sekolah, semua anak-anak udah pulang sebelum jam tiga sore. Seharusnya dia udah sampai di rumah dari tadi. Di jalan Bapak juga nggak ketemu dia," jawab Pak Diman dengan raut wajah murung.

"Terus gimana, Pak? Ini udah hampir gelap, loh. Anak kita belum pulang," balas Bu Nastiti sambil menitikkan air matanya.

“Sore, Pak, Bu. Ada apa ini?” sapa seorang pemuda yang melintas dengan sepeda dan seikat rumput di belakangnya. Dia heran melihat Bu Nastiti menangis di tengah jalan.

“Kinanti belum pulang, Nak. Apa kamu ada bareng dia tadi pulang sekolah?” tanya Pak Diman.

“Waduh! Belum pulang? Kami nggak pernah barengan, Pak. Kami nggak sekelas,” balas Aksa.

Pak Diman membuang napasnya dengan kasar. Hatinya gundah. Tak biasanya sang putri seperti ini, "Ayo kita lapor Pak Kades," ajak Pak Diman. Bu Nastiti mengangguk kuat. Dia tak punya pilihan lain saat ini.

“Aku juga kasih tahu warga lain, Pak,” ucap Aksa lalu mengayuh sepedanya dengan cepat.

Sore itu juga, seluruh warga desa membantu mencari keberadaan Kinanti ke seluruh desa. Beberapa di antara mereka bahkan membawa peralatan dapur, karena meyakini Kinanti dibawa makhluk halus.

"Kinan... Kinanti..." seru para warga sembari memukul wajan dan panci dengan nyaring.

Sosok gadis yang mereka cari tak juga muncul. Pencarian terus berlanjut, hingga ke area perkebunan dan hutan lindung yang berbatasan langsung dengan desa.

Sebagian pemuda menyusuri jalanan ke dusun tetangga, yang setiap hati dilalui Kinanti dan teman-temannya menuju ke sekolah. Namun hingga adzan magrib berkumandang, keberadaan Kinanti masih belum ditemukan.

Pak Diman terus berteriak memanggil nama putrinya. Nastiti hanya bisa berlutut di tanah, terisak tak karuan.

"Gimana?" tanya Pak Kades pada para pemuda yang baru kembali dari dusun sebelah.

Mereka semua menggelengkan kepala. "Masih belum ketemu Pak," jawab Aksa.

“Di kebun sebelah wetan juga nggak ada, Pak,” lapor Arga, teman sekelas Kinanti. -Timur-

"Anakku, di mana sih, kamu? Ayo pulang, Nak. Ini sudah malam." Bu Nastiti menangis sesenggukan, memangil putrinya yang tak kunjung di temukan.

Riuh sirine polisi terdengar dari kejauhan. Suaranya kian nyaring dan semakin mendekat. Rupanya salah seorang warga melaporkan kejadian ini pada polisi.

“Halah, ngapain dicariin. Paling juga lagi pacaran sama cowok dusun sebelah,” cibir Aruna.

Nuraninya mati. Bukannya membantu, dia malah menyebarkan gosip yang bukan-bukan pada warga desa yang turut mencari keberadaan Kinanti.

"Nggak mungkin! Anakku nggak begitu!" bantah Nastiti histeris.

"Tapi emang benar, Kinanti itu sering ganjen ke cowok-cowok," cibir remaja itu lagi.

"Jadi kamu pernah melihat Kinanti? Kapan?" Seorang polisi yang baru datang, menginterogasi wanita itu.

"Y-ya di sekolah, Pak," jawab Aruna sambil menundukkan kepalanya. Dia takut diinterogasi oleh polisi lebih lanjut lagi.

Namun keadaan nggak berpihak pada Aruna. Penyelidikan pun terus berlanjut. Setiap remaja yang satu sekolah dengan Kinanti pun dimintai keterangan.

Waktu terus bergulir. Pencarian belum membuahkan hasil. Keberadaan Kinanti tak diketahui bagai ditelan Bumi. Hasil interogasi polisi pun menemukan jalan buntu.

"Sebaiknya Ibu pulang saja ke desa. Biarkan kami para polisi yang melanjutkan pencarian ini," ujar Pak Polisi.

"Aku nggak mau pulang. Anakku belum ketemu," tolak Bu Nastiti meraung-raung.

"Semakin malam semakin berbahaya, Bu. Kalau terjadi apa-apa, justru akan memperbesar masalah," bujuk para polisi itu.

"Terus gimana dengan anakku? Dia pasti sekarang sedang sendirian, ketakutan di tengah kegelapan?" isak Bu Nastiti.

"Sebaiknya Ibu percayakan saja sama kami," ucap salah seorang polisi.

"Benar, Ibu pulang saja. Biar kami para lelaki yang mencarinya," bisik Pak Diman membujuk sang istri.

“Tapi…” Bu Nastiti berat untuk meninggalkan tempat itu.

"Bu, aku di sini. Di bawah sini. Jangan tinggalkan aku, Bu. Tolong aku, Bu."

Gadis Ayu itu hanya bisa menatap nanar ke arah kedua orang tuanya yang menangis pilu. Air matanya meleleh. Sejak tadi dia berada di tengah-tengah para warga yang mencarinya. Namun entah bagaimana, tak seorang pun yang mendengar rintihannya.

Blar!

Guntur dan kilat tiba-tiba menyambar di langit. Langit yang dipenuhi bintang, telah tertutup dengan gumpalan awan yang gelap. Titik-titik air mulai menetes ke permukaan tanah yang gersang, memaksa semua orang berlarian mencari tempat berteduh.

“Kok tiba-tiba hujan, ya? Padahal masih kemarau,” ucap beberapa warga.

“Emang aneh banget. Apalagi sekarang Jumat Kliwon,” celetuk warga lainnya sambil berlari mencari tempat berteduh.

"Ibu mau ke mana? Jangan pergi. Tolong aku! Tolong! Aku di sini. Ibu mendengarku, kan?"

Rintihan yang sangat lirih itu tenggelam di antara suara derap kaki yang riuh redam, dan tiupan angin yang mampu mencabut pohon beserta akarnya.

Bu Nastiti berlari sembari menoleh ke belakang. Hatinya pilu meninggalkan tempat itu. Rangkaian doa tak berhenti diucapkannya dalam hati.

"Semoga kamu lekas ketemu, Nak. Jangan sendirian di tengah kegelapan," bisik wanita malang itu.

(Bersambung)

Terpopuler

Comments

Noona Kim

Noona Kim

seruu kayanya nihhhh

2023-09-08

3

FiaNasa

FiaNasa

numpang mampir thor..dr awal kayaknya menarik

2023-08-29

2

gulla li

gulla li

aku kok curiga sama Arunq, ya 🤔

2023-08-26

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Hilang
2 Bab 2. Terjebak
3 Bab 3. Gadis Aneh
4 Bab 4. Tamu Malam Jumat Kliwon
5 Bab 5. Penasaran
6 Bab 6. Teror Kuntilanak
7 Bab 7. Janji Pak Dukun
8 Bab 8. Calon Kakak Ipar
9 Bab 9. Misteri Laksmi
10 Bab 10. Malam Pertama
11 Bab 11. Tamu Tengah Malam
12 Bab 12. Jangan Pergi!
13 Bab 13. Wanita Pertama
14 Bab 14. Jangan!
15 Bab 15. Misteri Kamar Laksmi
16 Bab 16. Tamu Tak Kasat Mata
17 Bab 17. Pergi, Kamu!
18 Bab 18. Tangisan Kuntilanak
19 Bab 19. Sang Kakak Ipar
20 Bab 20. Bulan Terkutuk
21 Bab 21. Misteri Gadis Dalam Foto
22 Bab 22. Aruna
23 Bab 23. Aruna (2)
24 Bab 24. Penumpang Berdarah
25 Bab 25. Benda Aneh di Kamar Satya
26 Bab 26. Orang Pintar
27 Bab 27. Tamu Sore Hari
28 Bab 28. Teman SMA
29 Bab 29. Tingkah Aneh Tari
30 Bab 30. Teror Desa Sebelah
31 Bab 31. Perjanjian Sang Kuntilanak
32 Bab 32. Doppelganger
33 Bab 33. Sosok di Belakangmu
34 Bab 34. Antarkan Aku Pulang
35 Bab 35. Rahasia Anak Pak Dukun
36 Bab 36. Kejadian Mengerikan Hari Itu
37 Bab 37. Aku Ikut Kamu, Ya. Hihihi...
38 Bab 38. Gadis Cantik di Tengah Hutan
39 Bab 39. Dua Istri Genta
40 Bab 40. Misteri Laksmi
41 Bab 41. Petaka di Kala Magrib
42 Bab 42. Tamu Gaib di Tahlilan (1)
43 Bab 43. Tamu Gaib di Tahlilan (2)
44 Bab 44. Rahasia Aksa
45 Bab 45. Mana Manusia yang Asli?
46 Bab 46. Bukan Kinanti
47 Bab 47. Ritual Pembangkit Arwah
48 Bab 48. Perempuan Misterius di Danau
49 Bab 49. Sosok yang Menemani Tidurmu
50 Bab 50. Mencari Sisa Jasadnya
51 Bab 51. Cinta Pertama
52 Bab 52. Pembalasan Dendam Aksa
53 Bab 53. Surat Sahabat
54 Bab 54. Terbongkarnya Rahasia Laksmi
55 Bab 55. Istriku Kuntilanak
56 Bab 56. Pohon Sesajen
57 Bab 57. Tumbal untuk Laksmi
58 Bab 58. Hukuman untuk Aruna
59 Bab 59. Wirasena
60 Bab 60. Ratusan Mayat Hidup
61 Bab 61. Tragedi Malam Hari
62 Bab 62. Terbongkarnya Rahasia Rani
63 Bab 63. Negosiasi dengan Dukun
64 Bab 64. Hanya untuk Kinanti
65 Bab 65. Biadab!
66 Bab 66. Hilang
67 Bab 67. Aneh
68 Bab 68. Nada atau Bukan?
69 Bab 69. Dipaksa Sumpah Pocong
70 Bab 70. Bukan Manusia
71 Bab 71. Pengakuan Satya
72 Bab 72. Makhluk-makhluk Gaib
73 Bab 73. Bertemu Laksmi yang Asli
74 Bab 74. Korban Kebusukan Arga
75 Bab 75. Pria Laknat
76 Bab 76. Hancur
77 Bab 77. Mati
78 Bab 78. Kata Maaf
79 Bab 79. Orang-orang Misterius
80 Bab 80. Jodoh untuk Lelaki Baik
81 Spin off (1) Calon Istri Satya dan Si Bujang Lapuk
82 Spin Off (2) Teman di Malam Hari
83 Spin Off (3) Jangan Cepat-cepat, Mas!
84 Spin Off (4) Mereka Datang Lagi
85 Spin Off (5) Indigo
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Bab 1. Hilang
2
Bab 2. Terjebak
3
Bab 3. Gadis Aneh
4
Bab 4. Tamu Malam Jumat Kliwon
5
Bab 5. Penasaran
6
Bab 6. Teror Kuntilanak
7
Bab 7. Janji Pak Dukun
8
Bab 8. Calon Kakak Ipar
9
Bab 9. Misteri Laksmi
10
Bab 10. Malam Pertama
11
Bab 11. Tamu Tengah Malam
12
Bab 12. Jangan Pergi!
13
Bab 13. Wanita Pertama
14
Bab 14. Jangan!
15
Bab 15. Misteri Kamar Laksmi
16
Bab 16. Tamu Tak Kasat Mata
17
Bab 17. Pergi, Kamu!
18
Bab 18. Tangisan Kuntilanak
19
Bab 19. Sang Kakak Ipar
20
Bab 20. Bulan Terkutuk
21
Bab 21. Misteri Gadis Dalam Foto
22
Bab 22. Aruna
23
Bab 23. Aruna (2)
24
Bab 24. Penumpang Berdarah
25
Bab 25. Benda Aneh di Kamar Satya
26
Bab 26. Orang Pintar
27
Bab 27. Tamu Sore Hari
28
Bab 28. Teman SMA
29
Bab 29. Tingkah Aneh Tari
30
Bab 30. Teror Desa Sebelah
31
Bab 31. Perjanjian Sang Kuntilanak
32
Bab 32. Doppelganger
33
Bab 33. Sosok di Belakangmu
34
Bab 34. Antarkan Aku Pulang
35
Bab 35. Rahasia Anak Pak Dukun
36
Bab 36. Kejadian Mengerikan Hari Itu
37
Bab 37. Aku Ikut Kamu, Ya. Hihihi...
38
Bab 38. Gadis Cantik di Tengah Hutan
39
Bab 39. Dua Istri Genta
40
Bab 40. Misteri Laksmi
41
Bab 41. Petaka di Kala Magrib
42
Bab 42. Tamu Gaib di Tahlilan (1)
43
Bab 43. Tamu Gaib di Tahlilan (2)
44
Bab 44. Rahasia Aksa
45
Bab 45. Mana Manusia yang Asli?
46
Bab 46. Bukan Kinanti
47
Bab 47. Ritual Pembangkit Arwah
48
Bab 48. Perempuan Misterius di Danau
49
Bab 49. Sosok yang Menemani Tidurmu
50
Bab 50. Mencari Sisa Jasadnya
51
Bab 51. Cinta Pertama
52
Bab 52. Pembalasan Dendam Aksa
53
Bab 53. Surat Sahabat
54
Bab 54. Terbongkarnya Rahasia Laksmi
55
Bab 55. Istriku Kuntilanak
56
Bab 56. Pohon Sesajen
57
Bab 57. Tumbal untuk Laksmi
58
Bab 58. Hukuman untuk Aruna
59
Bab 59. Wirasena
60
Bab 60. Ratusan Mayat Hidup
61
Bab 61. Tragedi Malam Hari
62
Bab 62. Terbongkarnya Rahasia Rani
63
Bab 63. Negosiasi dengan Dukun
64
Bab 64. Hanya untuk Kinanti
65
Bab 65. Biadab!
66
Bab 66. Hilang
67
Bab 67. Aneh
68
Bab 68. Nada atau Bukan?
69
Bab 69. Dipaksa Sumpah Pocong
70
Bab 70. Bukan Manusia
71
Bab 71. Pengakuan Satya
72
Bab 72. Makhluk-makhluk Gaib
73
Bab 73. Bertemu Laksmi yang Asli
74
Bab 74. Korban Kebusukan Arga
75
Bab 75. Pria Laknat
76
Bab 76. Hancur
77
Bab 77. Mati
78
Bab 78. Kata Maaf
79
Bab 79. Orang-orang Misterius
80
Bab 80. Jodoh untuk Lelaki Baik
81
Spin off (1) Calon Istri Satya dan Si Bujang Lapuk
82
Spin Off (2) Teman di Malam Hari
83
Spin Off (3) Jangan Cepat-cepat, Mas!
84
Spin Off (4) Mereka Datang Lagi
85
Spin Off (5) Indigo

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!