Bab 4. Tamu Malam Jumat Kliwon

"Kami Pegawai Kehutanan dari Provinsi, Pak. Ditugaskan di sini untuk ..." 

Senyum di wajah Satya menghilang. Kedua bola matanya membesar tatkala melihat sosok wanita yang berjalan menuju pos ronda sambil membawa serta seekor kambing. "Kok dia udah ada di sini? Apa ada jalan pintas menuju pos ronda?" pikirnya terkejut. 

Rasanya tak mungkin seorang wanita bisa berjalan secepat kilat di pegunungan, meski mobil tersebut hanya melaju dengan kecepatan empat puluh kilometer per jam.

"Nak? Ada apa?" tegur seorang pria, menatap Satya dengan aneh.

"Nggak ada apa-apa, Pak. Apa di sini ada mushola dan warung nasi? Kami belum sholat magrib dan makan malam?" Satya mengalihkan ceritanya.

“Di dekat gapura desa ada warung bakso dan mi instan, sih. Tapi kayaknya udah pada tutup, karena udah lewat tengah malam,” jawab penduduk desa tersebut.

“Tengah malam? Bukannya tadi baru aja magrib, ya?”

Satya dan Hadyan saling berpandangan, dan berbicara lewat bahasa mata. Namun jam digital di ponsel mereka menunjukkan, bahwa ucapan warga desa itu memang benar.

"Kalau mushola sih ada di dekat balai desa," timpal Pak Kumis.

“Oh, gitu ya Pak,” balas Hadyan. “Jadi gimana? Kita langsung keluar desa aja?” bisik Hadyan pada rekannya.

“Ya terpaksa gitu, deh. Lagian udah laper banget ini,” jawab Satya.

"Kalau kalian lapar, mau makan di rumah Bapak aja? Kayaknya ada mi instan sama telor di rumah. Tapi ya gitu, ala kadarnya,” tawar salah seorang pria dengan blangkon di kepalanya.

Air liur Hadyan menetes, mendengar kata ‘mi instan’. Tetapi hatinya juga sedikit ragu, mengingat kejadian aneh yang menimpa mereka sejak tadi.

Growlll! Suara perut Hadyan yang nyaring pun membuat semua orang di sana tersenyum geli. Tidak termasuk Hadyan tentunya.

"Nggak, aku nggak mau berlama-lama di desa ini. Dari tadi udah banyak kejadian aneh. Entah apalagi yang akan terjadi, kalau kami masih di sini," pikir Hadyan gelisah.

Menurutnya, lebih baik menahan lapar, daripada harus mengalami kejadian yang gak masuk akal. Pemuda berambut cepak itu melirik ke arah rekannya. Untunglah, Satya memiliki pikiran yang sama.

"Maaf, Pak. Kami udah telat banget dan harus segera pulang. Tapi kami mohon izin numpang sholat di mushola," kata Satya dengan sangat hati-hati.

"Betul, Pak. Sebenarnya kami juga masih punya sedikit persediaan roti dan minum di mobil. Masih bisa untuk ganjel perut menjelang sampai di kecamatan," ucap Hadyan menambahkan.

"Oh, ya udah. Kalau gitu biar saya antar ke mushola. Karena malam-malam gini, lampunya dimatiin semua," ujar pria yang mengenakan blangkon tersebut.

"Terima kasih, Pak," ujar Satya dan Hadyan.

Lampu mobil yang dikendarai oleh Hadyan dan Satya perlahan menghilang di balik tikungan. Suasana lereng gunung itu kembali sunyi dan temaram. Siaran televisi tengah malam nggak begitu menarik, membuat ketiga pria yang masih di sana mulai mengantuk.

“Kok tiba-tiba dingin dan bau kembang melati, ya?” celetuk salah seorang peronda, sembari membenarkan posisi sarungnya.

"Halah, palingan ambune parfum cah-cah tadi," kata Pak Kumis. Jemarinya sibuk memencet remote TV untuk mencari siaran bagus. -Mungkin itu bau parfum anak-anak tadi.-

“Iyo yo? Hawanya beda. Kadang bau kembang melati. Kadang bau anyir. Apa jangan-jangan dia muncul lagi?” balas pria lainnya, setelah hening beberapa saat.

“Huss, jangan ngomong gitu! Ini kan bukan malam jumat kli .. won.” Pak kumis menghentikan kalimatnya di tengah-tengah.

Mereka semua saling berpandangan dan menatap ke langit. Benar saja, malam ini adalah bulan baru dan gelap gulita. Selain itu malam jumat kliwon menurut penanggalan Jawa.

“Hei, apa kita udahan aja rondanya? Mending pulang sebelum ketemu sama dia,” kata pria yang mengenakan sarung.

“Mau ke mana, Pak? Saya aja baru datang. Hihihi …”

Sesosok perempuan berdiri tepat di samping pos ronda, dengan senyuman lebar hingga ke pipi. Matanya yang hitam legam, meneteskan air mata darah.

"Waaaa! Damar! Tungguin!"

Damar yang paling muda, serta pak kumis yang terkesan garang, ternyata sudah kabur duluan. Bukan tak setia kawan. Tetapi lebih baik pergi, sebelum bertemu sosok legenda yang menyeramkan itu.

...***...

"Terimakasih udah mengantar kami Pak ..."

"Pak Dukun. Panggil aja saya Pak Dukun," ucap warga desa itu sambil tertawa renya.

"Em, terima kasih Pak Dukun," ucap Hadyan dan Satya dengan kompak.

"Iya, sama-sama. Beneran nggak apa-apa saya tinggal? Saya harus balik ke pos ronda," tanya Pak Dukun.

"Oh, nggak apa-apa, Pak. Setelah sholat kami juga mau langsung pamit. Nanti lampunya akan kami matikan lagi," kata Hadyan dengan cepat.

"Ya sudah. Nanti hati-hati di jalan, ya. Jangan sampai tersesat lagi," ujar Pak Dukun sembari berlalu pergi.

"Baik, Pak. Terima kasih," jawab Satya.

"Heh, Satya! Kamu nggak merasa ada yang aneh?" bisik Hadyan, sembari menatap punggung Pak Dukun yang semakin hilang ditelan kegelapan.

"Ono opo meneh, to? Hayuk sholat, biar cepat pulang," kata Satya memaksa rekannya bergerak. -Ada apa lagi, sih?-

"Kok Pak Dukun bisa tahu, kalau kita abis tersesat? Kan kita nggak cerita sama warga tadi," kata Hadyan sambil menaikkan kedua alisnya.

"Lah, iya. Benar juga," gumam Satya mangut-mangut. "Ah, tapi wajar aja, sih. Namanya juga dukun." Wajah tegang Satya kembali berubah datar, seperti nggak ada kejadian apa-apa.

"Tapi ..."

"Ck! Udah cepetan sholat, abis itu cari makan. Cacing di perutku bentar lagi tewas, nih," desak Satya. Dia lalu bergerak mendekati mimbar, hendak menunaikan sholat. Hadyan pun menyusul di belakang.

"Sat, kamu terluka? Kok diam aja dari tadi?" Hadyan mendadak menghentikan gerakannya dan menatap Satya cukup lama. Dia baru melihat keanehan di baju rekan kerjanya tersebut.

"Hah? Luka apaan? Wong aku baik-baik aja, kok," kata Satya bingung.

"Itu, punggungmu berdarah. Emang gak terasa?" tanya Hadyan lagi.

Satya pun melihat punggungnya, melalui sebuah potret yang diambil Hadyan. Memang benar, seragam cokelat muda yang dikenakan pemuda itu, tampak bercak merah di bagian kerah dan punggung. Kelihatannya masih cukup baru.

"Mungkin cuma terkena getah pohon," balas Satya santai. Dia memang gak merasakan apa-apa di punggungnya.

"Kayaknya ini bukan getah. Ambune agak amis. Gak bisa dipakai untuk sholat," kata Hadyan lagi. -Baunya-

Satya pun terpaksa membuka kemejanya, dan menggantinya dengan kaos putih dari dalam ransel.

"Ini aneh gak, sih? Dari awal kita udah tersesat di hutan, terus kita nyampe desa tengah malam. Pdhal baru aja magrib. Terus punggungmu berdarah," kata Hadyan. "Apa jangan-jangan, karena kamu pipis sembarangan di hutan itu?" tebaknya.

"Huss! Ngaco kamu! Aku udah izin sebelum buang air," bantah Satya. "Terus, semua keanehan kan udah terjadi sebelum aku buang air," imbuhnya membela diri.

Jderrrr! Tiba-tiba kilat menyambar kuat. Angin bertiup dengan kencang. Cuaca yang syahdu dan damai, berubah menjadi kacau.

"Astaghfirullah! Ada apa lagi ini? Kok cuaca tiba-tiba berubah," ucap Hadyan sedikit menggerutu.

"Mas ... Mas ..."

Terdengar suara wanita memanggil-manggil, di tengah riuhnya suara angin dan gesekan dedauan di atas atap. Seluruh tubuh Hadyan meremang. Bola matanya yang kecoklatan, melirik ke arah Satya dengan wajah tegang. Rupanya wajah Satya jauh lebih tegang dan pucat. Pemuda itu berdiri kaku, dengan sehelai sarung di tangannya.

"Dyan, kamu dengar suara itu, nggak?" bisik Satya dengan suara bergetar.

"I-iya. Aku dengar," balas Hadyan dengan lutut bergetar.

Jderrrr! Kilat kembali menyambar di langit. Bagaikan lidah api dari naga, yang hendak memusnahkan bumi.

Satu per satu butiran air hujan pun turun, menimpa atap mushola yang terbuat dari seng. Suaranya riuh, memekakkan telinga.

"Mas ... Mas ..." Suara lembut itu terdengar lagi.

Hadyan menutup telinga dan matanya rapat-rapat. Sementara Satya memberanikan diri untuk melihat sekelilingnya. Meski takut, dia juga merasa penasaran dengan asal suara tersebut.

"Astaghfirullah!" Seru Satya tiba-tiba.

(Bersambung)

Episodes
1 Bab 1. Hilang
2 Bab 2. Terjebak
3 Bab 3. Gadis Aneh
4 Bab 4. Tamu Malam Jumat Kliwon
5 Bab 5. Penasaran
6 Bab 6. Teror Kuntilanak
7 Bab 7. Janji Pak Dukun
8 Bab 8. Calon Kakak Ipar
9 Bab 9. Misteri Laksmi
10 Bab 10. Malam Pertama
11 Bab 11. Tamu Tengah Malam
12 Bab 12. Jangan Pergi!
13 Bab 13. Wanita Pertama
14 Bab 14. Jangan!
15 Bab 15. Misteri Kamar Laksmi
16 Bab 16. Tamu Tak Kasat Mata
17 Bab 17. Pergi, Kamu!
18 Bab 18. Tangisan Kuntilanak
19 Bab 19. Sang Kakak Ipar
20 Bab 20. Bulan Terkutuk
21 Bab 21. Misteri Gadis Dalam Foto
22 Bab 22. Aruna
23 Bab 23. Aruna (2)
24 Bab 24. Penumpang Berdarah
25 Bab 25. Benda Aneh di Kamar Satya
26 Bab 26. Orang Pintar
27 Bab 27. Tamu Sore Hari
28 Bab 28. Teman SMA
29 Bab 29. Tingkah Aneh Tari
30 Bab 30. Teror Desa Sebelah
31 Bab 31. Perjanjian Sang Kuntilanak
32 Bab 32. Doppelganger
33 Bab 33. Sosok di Belakangmu
34 Bab 34. Antarkan Aku Pulang
35 Bab 35. Rahasia Anak Pak Dukun
36 Bab 36. Kejadian Mengerikan Hari Itu
37 Bab 37. Aku Ikut Kamu, Ya. Hihihi...
38 Bab 38. Gadis Cantik di Tengah Hutan
39 Bab 39. Dua Istri Genta
40 Bab 40. Misteri Laksmi
41 Bab 41. Petaka di Kala Magrib
42 Bab 42. Tamu Gaib di Tahlilan (1)
43 Bab 43. Tamu Gaib di Tahlilan (2)
44 Bab 44. Rahasia Aksa
45 Bab 45. Mana Manusia yang Asli?
46 Bab 46. Bukan Kinanti
47 Bab 47. Ritual Pembangkit Arwah
48 Bab 48. Perempuan Misterius di Danau
49 Bab 49. Sosok yang Menemani Tidurmu
50 Bab 50. Mencari Sisa Jasadnya
51 Bab 51. Cinta Pertama
52 Bab 52. Pembalasan Dendam Aksa
53 Bab 53. Surat Sahabat
54 Bab 54. Terbongkarnya Rahasia Laksmi
55 Bab 55. Istriku Kuntilanak
56 Bab 56. Pohon Sesajen
57 Bab 57. Tumbal untuk Laksmi
58 Bab 58. Hukuman untuk Aruna
59 Bab 59. Wirasena
60 Bab 60. Ratusan Mayat Hidup
61 Bab 61. Tragedi Malam Hari
62 Bab 62. Terbongkarnya Rahasia Rani
63 Bab 63. Negosiasi dengan Dukun
64 Bab 64. Hanya untuk Kinanti
65 Bab 65. Biadab!
66 Bab 66. Hilang
67 Bab 67. Aneh
68 Bab 68. Nada atau Bukan?
69 Bab 69. Dipaksa Sumpah Pocong
70 Bab 70. Bukan Manusia
71 Bab 71. Pengakuan Satya
72 Bab 72. Makhluk-makhluk Gaib
73 Bab 73. Bertemu Laksmi yang Asli
74 Bab 74. Korban Kebusukan Arga
75 Bab 75. Pria Laknat
76 Bab 76. Hancur
77 Bab 77. Mati
78 Bab 78. Kata Maaf
79 Bab 79. Orang-orang Misterius
80 Bab 80. Jodoh untuk Lelaki Baik
81 Spin off (1) Calon Istri Satya dan Si Bujang Lapuk
82 Spin Off (2) Teman di Malam Hari
83 Spin Off (3) Jangan Cepat-cepat, Mas!
84 Spin Off (4) Mereka Datang Lagi
85 Spin Off (5) Indigo
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Bab 1. Hilang
2
Bab 2. Terjebak
3
Bab 3. Gadis Aneh
4
Bab 4. Tamu Malam Jumat Kliwon
5
Bab 5. Penasaran
6
Bab 6. Teror Kuntilanak
7
Bab 7. Janji Pak Dukun
8
Bab 8. Calon Kakak Ipar
9
Bab 9. Misteri Laksmi
10
Bab 10. Malam Pertama
11
Bab 11. Tamu Tengah Malam
12
Bab 12. Jangan Pergi!
13
Bab 13. Wanita Pertama
14
Bab 14. Jangan!
15
Bab 15. Misteri Kamar Laksmi
16
Bab 16. Tamu Tak Kasat Mata
17
Bab 17. Pergi, Kamu!
18
Bab 18. Tangisan Kuntilanak
19
Bab 19. Sang Kakak Ipar
20
Bab 20. Bulan Terkutuk
21
Bab 21. Misteri Gadis Dalam Foto
22
Bab 22. Aruna
23
Bab 23. Aruna (2)
24
Bab 24. Penumpang Berdarah
25
Bab 25. Benda Aneh di Kamar Satya
26
Bab 26. Orang Pintar
27
Bab 27. Tamu Sore Hari
28
Bab 28. Teman SMA
29
Bab 29. Tingkah Aneh Tari
30
Bab 30. Teror Desa Sebelah
31
Bab 31. Perjanjian Sang Kuntilanak
32
Bab 32. Doppelganger
33
Bab 33. Sosok di Belakangmu
34
Bab 34. Antarkan Aku Pulang
35
Bab 35. Rahasia Anak Pak Dukun
36
Bab 36. Kejadian Mengerikan Hari Itu
37
Bab 37. Aku Ikut Kamu, Ya. Hihihi...
38
Bab 38. Gadis Cantik di Tengah Hutan
39
Bab 39. Dua Istri Genta
40
Bab 40. Misteri Laksmi
41
Bab 41. Petaka di Kala Magrib
42
Bab 42. Tamu Gaib di Tahlilan (1)
43
Bab 43. Tamu Gaib di Tahlilan (2)
44
Bab 44. Rahasia Aksa
45
Bab 45. Mana Manusia yang Asli?
46
Bab 46. Bukan Kinanti
47
Bab 47. Ritual Pembangkit Arwah
48
Bab 48. Perempuan Misterius di Danau
49
Bab 49. Sosok yang Menemani Tidurmu
50
Bab 50. Mencari Sisa Jasadnya
51
Bab 51. Cinta Pertama
52
Bab 52. Pembalasan Dendam Aksa
53
Bab 53. Surat Sahabat
54
Bab 54. Terbongkarnya Rahasia Laksmi
55
Bab 55. Istriku Kuntilanak
56
Bab 56. Pohon Sesajen
57
Bab 57. Tumbal untuk Laksmi
58
Bab 58. Hukuman untuk Aruna
59
Bab 59. Wirasena
60
Bab 60. Ratusan Mayat Hidup
61
Bab 61. Tragedi Malam Hari
62
Bab 62. Terbongkarnya Rahasia Rani
63
Bab 63. Negosiasi dengan Dukun
64
Bab 64. Hanya untuk Kinanti
65
Bab 65. Biadab!
66
Bab 66. Hilang
67
Bab 67. Aneh
68
Bab 68. Nada atau Bukan?
69
Bab 69. Dipaksa Sumpah Pocong
70
Bab 70. Bukan Manusia
71
Bab 71. Pengakuan Satya
72
Bab 72. Makhluk-makhluk Gaib
73
Bab 73. Bertemu Laksmi yang Asli
74
Bab 74. Korban Kebusukan Arga
75
Bab 75. Pria Laknat
76
Bab 76. Hancur
77
Bab 77. Mati
78
Bab 78. Kata Maaf
79
Bab 79. Orang-orang Misterius
80
Bab 80. Jodoh untuk Lelaki Baik
81
Spin off (1) Calon Istri Satya dan Si Bujang Lapuk
82
Spin Off (2) Teman di Malam Hari
83
Spin Off (3) Jangan Cepat-cepat, Mas!
84
Spin Off (4) Mereka Datang Lagi
85
Spin Off (5) Indigo

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!