"Mas ... Mas ..."
Suara lembut dari wanita yang gak nampak wujudnya itu terus memanggil-manggil Satya dan Hadyan. Hadyan menutup telinga dan matanya rapat-rapat. Sementara Satya memberanikan diri untuk melihat sekelilingnya. Meski takut, dia juga merasa penasaran dengan asal suara tersebut.
"Astaghfirullah!"
Seruan dari Satya membyat Hadyan terlompat kaget. Dia semakin merapatkan kelopak matanya. Tubuhnya menggigil ketakutan.
"Mbak, ada apa malam-malam di sini?" ucap Satya lagi.
"Ini tanda pengenal punya Mas atau bukan? Tadi terjatuh di hutan. Mas-nya di panggil-panggil gak denger," ucap seorang wanita dengan lembut.
Mendengar pertanyaan itu, Hadyan pun memberanikan diri membuka matanya. Ternyata Satya telah berjalan ke arah pintu mushola. Seorang wanita mengenakan baju daster bermotif bunga, telah menunggunya di sana.
"Wah, iya. Ini nametag saya. Matursuwun, Mbak," kata Satya sembari menerima sebuah tanpa pengenalnya.
Deg!
"Ini kan cewek aneh tadi?" Hadyan langsung memalingkan wajahnya. Dia masih ingat dengan jelas senyum mengerikan wanita itu, yang terus membuntuti mobil mereka.
"Kalau begitu saya permisi ya, Mas," ucap cewek itu lagi.
"Oh, iya. Makasih, Mbak. Maaf ngerepotin," balas Satya.
"Jadi namanya Satya, toh. Bagus, sesuai dengan wajah tampannya. Hihihi..."
Gadis dusun itu pun berlalu pergi, menghilang di balik kegelapan. Petir masih menyambar-nyambar di luar. Angin dengan kecepatan tinggi memasuki mushola itu, hingga daun pintu terbanting.
"Hei, Dyan. Kenapa ngumpet di belakangku?" kata Satya sembari memutar tubuhnya.
"Dia udah pergi? Fyuuuh! Syukurlah," kata Hadyan menghela napas panjang. Kakinya dia selonjorkan di atas sajadah mushola.
"Kamu takut sama dia? Kenapa?" tanya Satya dengan wajah mengejek.
"Ck! Tauk deh. Sholat aja, yuk. Biar cepet pulang."
Hadyan mengumpulkan tenaganya untuk berdiri, dan menunaikan sholat magrib, beserta sholat isya yang tertunda. Dia berusaha menghilangkan prasangka buruk pada gadis aneh tadi.
"Apa sih? Gak jelas." Satya menggerutu kecil, lalu berdiri di samping Hadyan untuk sholat.
...***...
"Mbak, mau ke mana? Kita belum kenalan. Aku juga harus membalas budi sama Mbak. Mbak ..."
"Aku harus buru-buru pergi, Mas."
"Mbak, tunggu!"
Bruk! Satya tersandung akar pohon, lalu terjatuh.
Satya membuka kelopak matanya perlahan. Sinar sang surya yang kuning keemasan menyeruak ke sela-sela ventilasi kamarnya. Udara sudah cukup hangat, menandakan matahari sudah cukup tinggi. Aroma bawang goreng yang wangi, menggelitik hidungnya yang sensitif.
"Ternyata cuma mimpi," gumamnya pelan. Mimpi itu rasanya terlalu nyata, seakan masih bisa mencium aroma harum dari tubuh gadis desa itu.
"Uh, badanku rasanya remuk semua."
Satya berusaha bangkit dari kasur, lalu membuka jendela kamarnya. Pria itu melakukan peregangan badan, untuk mengusir rasa pegal di tubuhnya.
Satya sampai di rumah sekitar pukul 03.30 dini hari. Harusnya dia bisa sampai lebih cepat. Namun selepas sholat isya tadi malam, mereka tak bisa langsung pergi karena hujan badai yang begitu dahsyat. Dia dan Hadyan pun memilih menunggu di mushola, sampai keadaan cukup aman.
Tok! Tok! Tok! Terdengar suara ketukan pintu, diikuti sebuah bola mata yang mengintip dari celah pintu.
"Udah bangun, Mas?" bisik seorang remaja.
"Udah. Kenapa, Tari?" tanya Satya.
"Ibu masak nasi goreng bakso, ngajak Mas sarapan," ucap gadis itu.
"Hm, entar lagi Mas nyusul. Mau sholat subuh dulu," balas Satya.
"Sholat subuh? Tapi ini udah siang." Tari menggeleng-gelengkan kepalanya dengan heran.
Setelah selesai sholat subuh, Satya pun menyusul ke ruang makan sederhana di dekat dapur.
"Le, nanti kamu nggak ada kegiatan, kan? Nanti bantuin Bapak perbaiki atap bocor, ya," kata Pak Darya, ayah dari Satya. -Nak-
"Duh, kayaknya aku nggak bisa, Pak. Hari ini aku harus ke Dusun Wingit lagi," kata Satya sembari menyendokkan nasi goreng ke dalam piringnya.
"Loh, kok pergi lagi? Kamu kan baru pulang." Kali ini Bu Keshwari yang berbicara.
"Iya, Bu. Aku harus balik ke sana lagi hari ini," ucap Satya.
"Pekerjaanmu masih belum siap?" tanya Pak Darya.
"Udah, sih. Tapi ..."
"Ada yang ketinggalan?" tebak Bu Kesha.
"I-iya. Ada yang ketinggalan. Jadi aku harus pergi," ucap Satya agak terbata-bata. "Aku nggak bohong. Emang ada yang ketinggalan di sana. Gadis manis itu. Entah kenapa aku kepikiran terus sama dia, bahkan sampai terbawa mimpi," ucap Satya dalam hati.
"Ya udah, kalau gitu Bapak kerjakan sama Ndaru aja. Nunggu Ndaru selesai kerja," kata Pak Darya memecah lamunan Satya.
Satya sedikit merasa bersalah, karena tak bisa membantu ayahnya. Apalagi lelaki paruh baya itu fisiknya sudah tak sekuat dulu. Tentu saja dia memerlukan bantuan anak-anaknya dalam beberapa pekerjaan.
"Nanti aku usahakan pulang cepat. Terus bantu Bapak perbaiki atap," ujarnya
"Nggak usah buru-buru, Le. Selesaikan aja urusanmu dulu," balas Pak Darya.
...***...
"Iya, sih. Aku emang harus ketemu sama cewek itu lagi. Tapi aku kan nggak tahu namanya. Gak tahu rumahnya. Gimana caranya aku ketemu sama dia?"
Satya yang udah lebih separuh perjalanan menuju ke Dusun Wingit, menyesali kebodohannya. Dia merasa kemarin terlalu terburu-buru mengucapkan terima kasih, tanpa sempat mengobrol dengan wanita itu. Kendati demikian, keinginan Satya untuk menemui wanita itu tidak surut.
"Gimana caranya aku tanya ke orang-orang dusun itu? Cewek yang tadi malam cari kambing di hutan, rumahnya di mana, ya? Kan aneh. Nggak mungkin aku ngomong gitu nanti." Satya sibuk bercakap-cakap sama dirinya sendiri.
Drrrt! Smartphone milik Satya bergetar. Sebuah nama tertera di layarnya.
"Halo?"
"Sat, kamu udah bangun, kan? Kita harus balikin mobil ke kantor hari ini," kata Hadyan di telepon.
"Aku lagi di luar. Mobilnya kupinjam dulu," jawab Satya singkat.
"Lama, nggak? Aku tunggu di rumahmu, ya. Sekalian ambil sepatu yang ku titip kemarin," ucap Hadyan lagi.
"Nggak usah ke rumah. Aku bakalan lama. Nanti mobilnya aku aja yang antar ke kantor, sekalian nganterin sepatumu," balas Satya dengan cepat.
"Memangnya kamu pergi ke mana?"
"Hmm, ke Dusun Wingit," jawab Satya ragu-ragu.
"Lah, ngapain kamu ke sana lagi? Semua kerjaan 'kan udah selesai," tanya Hadyan bingung.
"Ini bukan soal kerjaan, kok. Aku... Cuma penasaran sama cewek yang kemarin. Rasanya sayang banget kemarin gak sempat kenalan."
"Hah? Eddaan! Ngapain kamu cariin dia. Kenal aja nggak," seru Hadyan ceplas ceplos.
"Ya gak apa-apa, toh. Karena nggak kenal itu makanya kenalan," balas Satya sambil menyengir. Untung aja Hadyan gak bisa melihatnya.
"Hati-hati loh, Sat. Kita baru ketemua sama dia. Jangan sampai kena pelet kamu," ucap Hadyan mengingatkan.
"Nggak, lah. Nggak ada pelet-peletan. Aku cuma penasaran sama dia aja, kok. Kayak yang kamu bilang kemarin, dia itu agak unik dibanding cewek lain," kata Satya tak begitu saja mempercayai ucapan rekan sejawatnya.
"Ya itulah masalahnya. Kamu nggak tahu kejadian kemarin, kan?" kata Hadyan.
"Kejadian apa? Kok nggak cerita sama aku?" balas Satya lagi.
"Masa kamu nggak ngerasa, sih? Kalau sebenarnya, cewek itu..."
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
🍾⃝ᴍͩᴇᷞʟͧʟᷠɪᷧᴀ𝐀⃝🥀
kasihan satria gatau aja kalau itu hantu
2023-10-09
2