Antagonis?
Lalu lintas menuju malam semakin ramai, lampu-lampu jalan juga sudah mulai dinyalakan. Netra cokelat itu menatap secara acak sejak tadi, melihat indahnya kota saat hari mulai gelap dari balik jendela. Dia sudah berada di cafe buku ini sejak pukul 10 pagi.
1 buku bergenre fantasi urban sudah ia selesaikan dan berniat untuk lanjut ke buku berikutnya tapi hari sudah mau malam. Ia menatap buku yang baru ia buka, melamun dengan jari yang terus mengetuk-ngetuk meja. Kemudian helaan nafas terdengar dan ia menutup buku itu lantas membawanya, buku yang satunya ia simpan.
Tiba di meja kasir untuk membayar dan meminjam satu buku. "Kak Dai, aku mau pinjam buku ini belum sempat baca tadi."
Gadis dengan kacamata yang semula fokus pada bukunya langsung menoleh dan tersenyum. Ia meletakkan buku yang ia baca lalu mengambil buku pendataan. "Sereia ya, pinjam buku apa itu?"
Buku dengan cover biru laut itu ia sodorkan. "Yang ini, mau bayar sama yang tadi." Netranya beralih fokus ke buku yang sebelumnya Dai si penjaga cafe baca, tak seperti buku lainnya yang tampak terurus, yang ini justru terlihat usang dan jarang di sentuh. "Ini buku apa?"
"Oh itu, punya temen dia bikin dan cetak sendiri. Belum selesai tapi ngga tau kenapa acak-acakan begitu, tadi mau diberesin tapi bingung banget soalnya beneran gak nyusun," jelas Dai.
Sereia termenung menatap buku itu. "Boleh aku pinjam? gapapa ntar aku bantu beresin deh."
Dahi Dai mengernyit. "Tapi ini belum selesai, bab menuju akhirnya belum dicetak."
"Gapapa, hitung-hitung baca cerita on going," ujar Sereia yakin tangannya bahkan sudah menyentuh buku itu.
Dai berpikir sejenak kemudian mengangguk. "Yasudah, ingat jangan sampai hilang ya. Kamu jadi mau pinjam yang ini, Rei?"
"Nggak, aku bawa pulang yang ini aja. Jadi yang tadi berapa? aku pesan yang biasa sih."
"Ah itu, tidak usah. Aku traktir hari ini, gih pulang udah mau malem!" Wajahnya tampak berseri-seri mendengar hal itu, buku usangnya ia masukkan ke dalam tas dan terseyum manis.
"Aku pulang ya, Kak! makasih!"
"Iya, hati-hati!" Dai menatap kepergian Sereia yang tampak senang, ia tersenyum sembari memegang beberapa halaman buku yang berada di tangannya.
Jarak antara cafe buku langganan dengan rumahnya memang cukup jauh, tapi berhubungan sekarang dia ingin menikmati angin malam, Sereia memilih untuk berjalan kaki. Pagi tadi dia pergi ke sana naik ojek online.
Tangannya membalik satu persatu lembaran yang hanya disatukan menggunakan paperclip itu sembari ia baca sekilas. Sepertinya cukup menarik, dia juga melihat salah satu peran bernama Hazel Adamina Betrix yang digambarkan sebagai gadis nyaris sempurna. Namun karena hanya membaca sekilas, dia tidak tahu peran gadis tadi sebagai apa.
Tak butuh waktu lama karena terbiasa, Sereia tiba di rumahnya tepat pukul setengah delapan malam. Suasana rumah yang sunyi karena kedua orang tuanya sedang berada di rumah neneknya yang sakit. Sereia memilih untuk tidak ikut karena jadwal sekolahnya padat dan ia tidak mau tertinggal.
Setelah bersih-bersih dan berganti pakaian dengan piyama, Sereia atau yang kerap dipanggil Rei itu duduk di depan meja belajarnya dengan lembaran-lembaran tadi. Ia menyeduh mie cup untuk ia santap malam ini karena tidak terlalu lapar.
Halaman itu juga tidak diberi nomor, seperti sengaja. Hingga netranya menangkap lembaran dengan tulisan yang memuat pemain beserta peran dari cerita itu secara garis besar. Sepertinya memang benar-benar baru dibuat sampai dia sengaja membuat daftar pemain sebagai pengingat.
"Oh, jadi Hazel itu perannya antagonis? wah, tapi nyaris sempurna banget ya, cantik, dari kalangan kelas atas, tapi dia berusaha dapetin si cowo peran utama yang jatuh cinta sama cewe sederhana," katanya bermonolog kemudian menyuapkan mie terlebih dahulu ke mulutnya dan mengunyah sembari memikirkan sesuatu.
"Udah biasa sebenarnya yang kayak gini, padahal yang antagonis udah sempurna tapi cowo utamanya suka sama yang sederhana, padahal dia bisa dapetin aja ga sih yang lebih lagi pasti yang ngantri banyak? kalo gue jadi dia pasti lebih mikir gitu. Biar ga nyusahin diri," ujar Rei seraya membalik kertas itu dan mendapati kolom kolom yang biasanya di isi tanda tangan.
Semua nama pemain tertera di sana dengan masing masing kolom. Di atasnya tertulis, "Pilih Karakter Favoritmu!"
Rei mengernyit. "Kalo gue tanda-tangan gapapa kali ya? ga bakal jadi masalah, hehe." Tangannya mengambil pulpen yang berada di atas meja, kemudian dengan lihai dan tanpa berpikir panjang membubuhkan tanda tangannya di kolom milih Hazel Adamina Betrix si peran antagonis.
"Dari awal juga udah tertarik banget sama Hazel walaupun belum baca." Rei bergumam setelah berhasil memisahkan beberapa halaman yang menurutnya sesuai urutan. Niat awalnya ingin menyusun semuanya terlebih dahulu agar dia bisa membaca dari awal tapi nama Hazel menarik perhatiannya lagi.
"Hazel mutusin buat racunin Alexa, tapi ketahuan. Trus karena gakuat imagenya jadi buruk dan makin dibenci Arzhel dia mutusin buat mengakhiri hidup? hah? yang bener aja!" Rei tak habis pikir, cukup kesal karena bisa-bisanya Hazel melakukan hal itu padahal dia bisa mendapat lebih.
"Hadeh, emang dasar cinta bikin buta," ujarnya seraya meninggalkan meja belajar, memutuskan melanjutkan besok mumpung libur jadi dia punya waktu banyak.
Lantas naik ke kasur setelah mematikan lampu dan menjadikan lampu tidur sebagai sumber cahaya satu satunya. Rei termenung setelah menarik selimut. "Hazel, kalo gue jadi lo ... gue bakal lebih milih bahagiain diri gue dulu. cowo mah banyak, pasti dengan status dan penampilan lo banyak yang ngantri."
Setelah cukup memikirkan tindakan Hazek yang menurutnya tidak pas, matanya mulai terasa berat. Rei menguap, diikuti dengan matanya yang mulai tertutup menjemput mimpi.
Namun, baru matanya tertutup sebuah cahaya menyilaukan memaksanya membuka mata untuk memeriksa apa itu. Hanya beberapa detik lalu hilang, Rei membuka mata dan mendapati dirinya yang duduk di kursi dengan keadaan terikat. "Apaan nih?!"
Suara tawa berat menyambutnya, dia mendongak dan melihat sosok laki-laki dengan jubah dan topeng. 3 kartu melayang di belakangnya. "Halo, Sereia Navienera. Bagaimana?"
Rei mengernyit dengan tatapan sinis. "Siapa kamu? apa maksudnya? di mana aku?!" Pertanyaan balik yang beruntun.
"Aku Glio, orang yang mengatur semua ini. Tidak akan membuang waktu, silahkan untuk memilih dari tiga kartu ini."
"Buat apa?! gila ya? lepasin gue!" teriak Rei lagi sembari berusaha melepaskan diri.
Namun laki-laki itu tiba-tiba berada di hadapannya, secepat kilat berpindah dan langsung mengelus pipinya. "Tenang saja, kamu tidak akan mati. Kamu hanya perlu memilih dari ketiga cerita acak ini dan kamu harus selesaikan dengan baik setelahnya kamu bisa kembali ke duniamu."
Rei termenung. "Coba cubit gue," suruhnya. Namun, lelaki itu malah menarik salah satu helai rambut Rei dan mencabutnya dengan kuat membuat si korban menjerit. "SAKIT! oh, bukan mimpi, ya?"
"Bukan, cepat pilih. lebih cepat lebih baik."
Cukup lama Rei berpikir, semua ini tidak bisa ia percaya begitu saja. Tapi memang terjadi juga, duh. "aku pilih yang kanan."
"Aku pilihkan yang tengah, karena sebelumnya kamu sudah menandatangi kontrak dan tidak bisa dirubah."
"Lah, kocak! Kenapa nyuruh milih kalo gitu?" Rei jengkel, ia berdecak. "Lagipula kontrak apa? minimal biarin gue baca dulu bukunya biar tau, bikin kerjaan aja."
"Kamu sudah menandatangani kontrak sebelumnya, selesaikan dengan baik. Karena cerita yang ini belum selesai, aku ingin akhir yang memuaskan."
"Hah, yang mana sih?" Namun bukannya menjawab, sebuah portal muncul tepat di belakangnya sesaat setelah kursi dan ikatan itu hilang. Rei yang belum mencerna apa-apa didorong tanpa persetujuan masuk ke portal.
Glio melambaikan tangan. "Semangat."
.......
.......
.......
.......
Hawa yang hangat menyentuh kulitnya, terdengar suara percikan seperti berasal dari percikan api. Cukup sunyi, tapi sebuah tangan seperti menggenggam tangannya. Matanya terbuka secara perlahan, dan langit-langit yang tampak mewah langsung menyambut pemandangannya. "Huh?"
"Hazel, kamu sudah sadar?" Pertanyaan itu membuat Rei terdiam, cukup lama. Kepalanya terasa sakit entah kenapa.
Hazel? siapa?
Sampai kemudian netranya membelalak, Rei bangun dan menemukan jika seorang wanita tengah menatap khawatir padanya. Pandangannya mengedar dan melihat cermin rias di sana dengan segera bangun tak memperdulikan wanita yang terus memanggil nama Hazel itu.
Di depan cermin, ia tertegun. Rambut pirang, mata hijau dan wajah yang benar-benar menakjubkan. Ini tentu bukan Sereia, bukan dirinya. Hazel? Hazel mana dulu nih?
"Hazel Adamina Betrix?!" teriaknya menggema, wanita yang sejak tadi mengikutinya lantas memegang bahu dan mengelus pipinya.
"Ya, Hazel, kenapa? Habis jatuh dari tangga kamu tidak hilang ingatan bukan?" Rei masih terdiam, astaga dia benar-benar masuk ke dalam cerita yang baru dia baca beberapa halaman bahkan sebagai antagonis?
Sebagai antagonis? Hazel Adamina Betrix yang dia sukai?
Namun antagonis?
Hah ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
IndraAsya
jejak 🐾
2023-10-06
1
gyu_rin
buat hazel jgn jadi bucin bodoh rei , gila aja kayak gk ada cowok lain
2023-09-24
2
gyu_rin
ini khas drakor bgt , cowo tajir suka cewe sederhana 🤣
2023-09-24
2