Hazel menatap dirinya di cermin, ah ... cantik sekali. Aneh kenapa harus menyukai satu pria yang terus menolaknya itu, tapi itu dulu, tidak untuk sekarang. Selanjutnya hanyalah sebagai formalitas sesuai alur.
"Hazel, kamu sudah tidur?" Suara Theodore terdengar setelah mengetuk pintu. Hazel lantas beranjak berhubung dia sudah menyuruh Evie dan Celsa untuk istirahat lebih cepat maka dia yang harus membuka pintu.
"Ayah, ada apa?" tanya Hazel setelah membuka pintu. Theodore lantas masuk dan duduk di kasur anaknya itu, sebuah kotak ia pegang di tangan kanannya. "Kenapa kamu yang membuka pintu?"
Hazel menghampiri dan ikut duduk di samping ayahnya. "Aku menyuruh Evie dan Celsa untuk istirahat lebih cepat, tidak apa lagipula aku sedang ingin sendiri."
"Biasanya kamu paling tidak bisa lepas dari Evie dan Celsa," kata sang ayah. "Oh, ini. Di dalamnya ada gaun yang sudah ayah belikan dari butik ternama di wilayah barat. Coba kamu lihat!"
Hazel mengernyit, ia lantas membuka kotak itu dan yang pertama menyambut netranya adalah gaun yang cukup mewah berwarna merah. Hazel tertawa kecil. "Merah lagi."
"Kenapa? kamu sudah tidak suka warna merah, ya?" Theodore bertanya dengan nada panik.
Cepat-cepat Hazel menggeleng. "Tidak, aku masih suka warna merah. Aku sedang ingin mencoba warna yang lain."
"Ah, Ayah kira. Kamu kenakan besok ya? Lalu tolong berkunjung ke rumah Arzhel, Nyonya Mageo dan Tuan Mageo mengundang kamu. Ayah dan Ibu besok harus pergi ke wilayah timur karena ada yang harus diurus. Titip salam pada mereka, takutnya besok Ayah harus berangkat pagi sekali," jelas Theodore.
Aduh, malas sekali sebenarnya. Andai dia bisa mengajak Matteo atau Camorra tapi tidak sopan karena yang diundang hanya dia, sial dia harus pergi seorang diri ke sana dan bertemu dengan laki-laki menyebalkan itu. Apalagi Alexa, walaupun dia protagonis, Hazel tak merasa Alexa baik sama sekali. menurutnya ada yang mengganjal.
"Baik, Ayah. Tolong berhati-hati, aku akan pergi sekitar pukul sembilan atau sepuluh. Aku akan mampir dulu untuk membeli bunga."
Theodore mengangguk. "Baiklah, kamu besok hati-hati juga. Jangan berbuat aneh-aneh ya!" Lalu kecupan di puncak kepala ia dapat dari Theodore yang lekas meninggalkan kamarnya.
Hazel menepuk keningnya tak habis pikir. Sepertinya Ayah dan Ibunya belum tahu menahu mengenai Arzhel yang menyukai gadis lain dan menolak dia. Apa mungkin begitu ya alurnya?
Memilih untuk tidak berpikir panjang, Hazel segera berbaring dan menarik selimut. Memutuskan beristirahat lebih cepat karena menghadapi Arzhel harus memiliki tenaga besar.
.
.
.
.
.
Kereta kuda Hazel memasuki halaman Mansion keluarga Mageo yang begitu luas tak jauh dengan milik keluarganya. Di pintu sana sudah berjajar pelayan yang menyambut kedatangannya, lengkap dengan Keluarga Mageo itu. Tuan dan Nyonya tampak menyambut kedatangannya dengan antusias, sementara Arzhel terlihat jelas tersenyum dengan terpaksa.
Oh, tidak dengan Alexa ya?
"Hazel!" Nyonya Mageo langsung menghampiri dan memeluknya. "Bagaimana? kamu sudah sehat? Maaf, seharusnya kami yang berkunjung ke sana, tapi malah membuat kamu yang berkunjung kemari."
Hazel mendongak setelah pelukan itu lepas. Georgina Agier Mageo, Ibu Arzhel, Ibu.
Ah, dia harus memanggilnya Ibu ya?
"Aku sudah baik-baik saja, Ibu. Tidak apa, aku justru senang bisa berkunjung ke sini lagi," jawab Hazel seraya memberikan rangkaian bunga yang tadi ia beli lebih dulu. "Ini untuk Ibu. Ayah dan Ibu titip salam dan meminta maaf karena tidak bisa ikut kemari."
"Ah, manis sekali! Terima kasih, kami paham." Nyonya Mageo sepertinya sangat menyukai dia ya. Ia menoleh dan melihat Tuan Mageo tengah menatapnya sembari tersenyum. Saga Dez Mageo, Ayah.
"Georgina sayang, biarkan Hazel masuk dulu dan kamu boleh mengobrol sepuasnya, kasihan jika kalian terus mengobrol sambil berdiri," katanya dan Hazel membalas dengan tersenyum ramah begitupun dengan Saga.
"Arzhel, kamu tidak mau menyapa Hazel?" tanya Georgina yang menyadari jika anaknya sejak tadi terus diam.
"Ya, Halo," sapa Arzhel tak niat. Hazel hanya tersenyum dan memutar bola. matanya malas secara diam-diam.
"Jangan terus memikirkan gadis yang tidak sepadan dengan kamu itu," ujar Saga ketus.
Alis Arzhel tiba-tiba menukik tajam, jelas kesal. "Tapi yang aku cintai hanya dia, Ayah!"
"Jika begitu, silahkan pergi, Arzhel dan temui gadis itu. Tapi, kehadiran kamu tidak akan diterima lagi. Kami sudah memilihkan Hazel yang tentu cocok untuk kamu." Georgina membalas tak kalah ketus seperti Saga. Itu membuat Arzhel berdecak dan memilih untuk diam kemari.
Mereka pun masuk, Hazel duduk di sofa di tengah ruangan yang megah itu. "Aku juga membawa hadiah, Ayah, Ibu. Ada titipan dari Ayah juga."
"Kamu tidak perlu repot-repot Hazel, sering-sering kemari. Bagaimanapun kami berada di pihak kamu, bukan Alexa. Arzhel sedang buta, biarkan saja."
Arzhel mendengus mendengarnya, dia ingin sekali pergi tapi Ayah dan Ibunya tentu melarangnya sejak awal. Dia benci berada dengan Hazel dalam kondisi apapun.
"Ah, Ayah dan Ibu tahu mengenai Alexa?" tanya Hazel, dia kira mereka tidak tahu.
Georgina mengernyit. "Kamu lupa ya? kamu yang sudah memberitahu Ibu dan Ayah, sejak itu kami selalu mengawasi Arzhel. Beraninya dia menolak permintaan kami."
"Oh ..." Hazel manggut-manggut. Ya mana dia tahu, ingat juga tidak apalagi. Ck, Glio ini bikin kerjaan saja.
Sebuah kotak hadiah dari keluarga Betrix Georgina buka dan sebuah surat dia ambil terlebih dahulu. Ia membaca beberapa saat. "Ah! Theodore dan Harmonia menghadiri undangan penting dan akan kembali esok hari."
Hah, buset.
"Kalau begitu Hazel menginap saja di sini," kata Saga yang membuat Arzhel mendelik. Sementara Georgina tampak setuju mendengarnya.
Hazel tertawa kecil. "Aku ingin ke kamar mandi sebentar."
Georgina mengangguk. "Mau Ibu antar?"
"Biar aku saja yang antar," kata Arzhel tiba-tiba yang membuat Hazel kebingungan. Tumben sekali, Georgina juga tampak tak percaya tapi dia mengangguk kemudian.
Hazel lantas beranjak untuk mengikuti Arzhel yang sudah lebih dulu pergi, katanya mengantar tapi malah ditinggalkan. Dasar.
Selama setiap lorong mereka hanya diam, tak ada yang memulai percakapan sama sekali. Hazel juga terus menunduk, sebenarnya kesal karena sejak tadi dia tak sampai ke kamar mandi. Apa Arzhel juga letaknya di mana ya karena rumahnya terlalu besar.
Namun saat itu Hazel harus menabrak punggung yang tak lain milik Arzhel yang tiba-tiba berhenti. Ia meringis, lantas mendongak dan melihat Arzhel yang sudah berbalik."
"Aku ingin permintaan maaf," ucapnya yang membuat Hazel mengernyit tak faham. Lalu laki-laki itu memutar bola matanya kesal. "Memang kamu ini tidak bisa mengakui kesalahan-"
"Setidaknya jelaskan kesalahanku dan berhenti membuat kesimpulan, aku tidak merasa melakukan kesalahan apapun," jawab Hazel yang langsung dibalas tawa remeh dan Hazel akui itu cukup membuatnya kesal.
"Soal kemarin, aku ingin Camorra dan kamu sendiri meminta maaf pada Alexa karena perkataan kalian yang tidak sopan itu sudah menyakitinya. Itu khusus Camorra, permintaan maaf kamu karena sudah menganggap aku dan Alexa tidak ada."
Kali ini justru Hazel yang tertawa remeh. "Camorra tidak salah, kan? Benar apa yang dia katakan, soal kalian aku sudah tidak peduli silahkan saja, lagipula Ayah dan Ibumu tetap di pihakku. Permintaan maaf? kamu minta sendiri pada Camorra." Hazel diam sejenak, lalu melanjutkan, "Soal aku tidak menganggap kamu ... aku menempel terus kamu tidak suka, giliran aku abaikan kamu tidak terima. Jadi mau kamu apa? Aku tidak bicara banyak terus saja salah."
"Aku tidak peduli, yang pasti kalian harus meminta maaf pada Alexa." Arzhel menekankan urat di lehernya tampak menonjol.
"Mimpi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
gyu_rin
apaan deh ngada2 aja , arzhel coba caper apa gimane lu
2023-10-05
2
gyu_rin
hayoloh arzhel kalo mau miskin luntang lantung ya sana sama si alexa. coret dari kk aja pakk
2023-10-05
1