2. Bertemu Tokoh Utama

Setelah meminta wanita yang ternyata adalah ibu kandung Hazel Adamina Betrix, Harmonia Demara Betrix. Kalau Rei tidak salah ingat itu juga. Karena jujur saja dia hanya ingat beberapa dari daftar peran di cerita tanpa judul ini.

Benar juga, Rei masih berpikir kenapa cerita tanpa judul dan belum selesai ini? apa maksud Glio bahwa sebelumnya dia menandatangani kontrak apa? Rei benar-benar kebingungan andai laki-laki itu ada saat ini jelas semuanya akan ia tanyakan.

Rei menunduk di depan cermin, menghela nafas panjang. Ia berbalik, tapi entitas laki-laki dengan jubah dan topeng tiba-tiba berada tepat di depannya. "AH!"

"Bagaimana?" tanya Glio yang langsung mengundang tatapan sinis, Rei masih memegangi dadanya karena terkejut. Lalu suara ketukan di pintu membuatnya menoleh.

"Hazel, ada apa? apa kamu baik-baik saja?" Itu Harmonia, pasti khawatir.

"Ya, aku baik-baik saja, Ibu. Tadi hanya ada tikus!" ujar Rei berbohong.

"Baiklah, jika ada apa-apa panggil pelayan. Ibu ada urusan sebentar." Suara langkah kaki menjauh dan mulai pelan. Rei kembali memusatkan perhatiannya pada Glio yang masih menunggunya untuk menjawab.

"Bagaimana?" Glio mengulang. Rei berdecak lalu memukul tangan laki-laki itu tanpa pikir panjang, mengusap wajahnya kasar dan cemberut.

"Ya lo pikir aja lah! minimal kasih gue penjelasan maksud dari kontrak, terus yang lain pokoknya informasi secara garis besar!" Gadis itu duduk membelakangi cermin sedang Glio tetap berdiri. Ia memutar tangannya lalu selembar kertas muncul di tangannya seperti sulap.

Selembar kertas itu ia berikan pada Rei. "Ini kan kolom tanda tangan peran yang dari cerita itu, apa hub- OH JADI INI?!!"

Rei menutup mulutnya sembari menatap kertas itu, kertas berisi kolom tanda tangan peran dari cerita yang belum selesai yang dia dapat dari Kak Dai si penjaga cafe buku. Tanda tangannya jelas masih terlihat di kolom tanda tangan Hazel Adamina Betrix.

"Kamu membubuhkan tanda tangan kamu di sana, itu aku hitung sebagai kontrak bahwa kamu mau memainkan peran sebagai Hazel Adamina Betrix," kata Glio. Rei masih tak habis pikir, hanya gara gara ini? tau begitu dia tanda tangan di kolom Alexa saja. Jadi antagonis pasti resikonya tinggi juga, sebagai peran jahat yang kebanyakan tak disukai banyak orang, bisa jadi dia berakhir tragis. Mana dia belum membaca bab akhirnya yang belum dicetak juga.

Sial, kenapa dia tidak pernah mengira akan terjadi seperti ini? Iyalah, yang seperti ini diluar nalar, tidak mungkin terjadi yang biasanya hanya ada di dalam cerita dia malah mengalaminya sendiri. Mau tidak percaya tapi saat dicoba waktu itu juga bukan mimpi, hadeh ...

"Ini apa ngga bisa gue hapus aja?" tanya Rei serasa mendapat harapan untuk mengakhiri sebelum semua ini berjalan makin jauh.

Glio memutar bola matanya malas. "Tanda tangan kamu sudah menyatu, tidak bisa dihapus, mau ditutupi juga tidak akan mempengaruhi apapun. Kalau kamu robek juga tidak bisa. Intinya mau kamu lakukan apapun, kertas itu kebal."

:)

Rei tiba-tiba mengernyit, lalu menatap Glio dengan tatapan menelisik. "Tunggu, gue dapet cerita belum beres ini dari Kak Dai penjaga cafe, dia bilang kalo cerita ini punya temennya yang cetak sendiri. Jadi, lo temennya Kak Dai?"

Glio terdiam sejenak, lalu mengedik. "Bukan."

"Terus apa hubungan lo sama cerita ini?"

"Cerita itu milikku, tapi aku bukan teman dari orang yang kamu sebutkan tadi. Ceritanya sudah selesai tapi aku tidak puas dengan akhirnya."

"Lho, Kak Dai bilang belum selesai bab akhirnya."

"Oh ... sebenarnya sudah, tapi menuju akhir aku tidak puas dengan hasilnya jadi aku anggap belum. Atau mungkin ada yang hilang lembar menuju akhirnya makanya orang tadi menyebutnya belum selesai."

"Tapi gue belum baca apapun? gue gak punya petunjuk apa-apa selain kejadian yang Hazel ngeracunin Alexa," kata Rei putus asa. Dia benar-benar hanya baru membaca bagian itu karena yang lain belum ia susun.

Tangan laki-laki itu menyentuh kepalanya, kertas kontrak itu juga menghilang. "Informasi lain agar kamu tidak kebingungan akan muncul di waktu tertentu di udara. Aku ingin hasil yang memuaskan sampai akhir, jadi jalani saja sesuai keinginanmu. Jangan gegabah, mulai saat ini kamu bukan Sereia Navienera lagi, melainkan Hazel Adamina Betrix."

Sereia Navienera, gadis yang paling anti dengan konflik, paling menjauhi dan menghindari perselisihan, tapi harus menjadi seorang antagonis, Hazel Adamina Betrix.

Mulai saat ini, dia adalah Hazel, bukan Sereia.

>> Hazel Adamina Betrix

.

.

.

.

Setelah malam yang ia lewati dengan memulai dari nol lagi, Hazel saat ini sudah berada di meja makan. Sarapan bersama ayahnya Theodore Calico Betrix dan ibunya Harmonia Demara Betrix. Ah, dia ternyata adalah anak tunggal.

"Bagaimana hubungan kamu dengan Arzhel?" tanya Theodore, Hazel langsung berhenti karena memang dia tidak tahu? dia bahkan belum bertemu sama sekali karena ini pertama kali.

"Oh, memangnya kenapa, Ayah?" Benar sekali, paling benar dia balik bertanya terlebih dahulu untuk mencari informasi lebih lanjut. Walaupun Glio bilang informasi lain akan muncul, tapi sepertinya tidak semudah itu. Karena dari semalam dia tak mendapat apapun selain dari penjelasan Hazel Adamina Betrix anak keturunan keluarga kelas atas, sangat menyukai warna merah dan dijodohkan dengan Arzhel Agnan Mageo, sama sama keluarga kelas atas, tapi Arzhel malah jatuh cinta pada gadis biasa, Alexa Hazetta.

Sudah itu, dia tak mendapat apa-apa lagi. Dasar Glio!

"Kalian sudah lama tidak bertemu Ayah lihat, apa ada masalah? bahkan waktu kamu pingsan kemarin sehabis terjatuh dari tangga Arzhel hanya mampir sebentar karena memiliki urusan. Tapi, dia menitipkan sesuatu, Ayah simpan di kamarmu."

"Ah, aku dan Arzhel baik-baik saja. Beberapa waktu lalu hanya terlibat masalah kecil, tapi lekas akan membaik," jawab Hazel, Theo mengangguk saja tampak tidak curiga dan percaya pada anak tunggalnya itu.

Hazel berpikir sejenak, sepertinya dia tidak mulai dari awal cerita. Sarapan selesai, Hazel pamit ke kamarnya dengan ditemani kedua pelayannya. Dia tidak tahu kehidupannya di sini semegah itu sampai kedua pelayan itu mengikutinya terus seakan tidak mau dia kekurangan atau kesusahan sedikitpun.

"Nona Hazel ingin melakukan apa hari ini?" tanya salah satu pelayan, Hazel mendongak dan sebuah nama muncul di kepala pelayan itu.

Celsa Scott. Pelayan 1 Hazel, umur 19.

Hazel saja umur 18, lantas ia melihat ke arah pelayan satu lagi yang terlihat menunduk tidak mau bertemu tatap padanya. Apa biasanya Hazel semenakutkan itu?

Evie Adnarine. Pelayan 2 Hazel, umur 18.

Hazel tersenyum. "Tidak usah sekaku itu denganku, panggil Hazel saja. Mungkin aku akan memanggil kamu Kakak Celsa karena hanya berbeda satu tahun di atasku. Aku boleh memanggil kamu Evie juga? kita seumuran, kan?"

Kedua pelayan itu tampak terkejut, menunduk dan jari-jari mereka bertaut gugup. "Apa itu tidak masalah?"

"Ya, tenang saja. Aku rasa akan lebih nyaman saja," kata Hazel lagi seraya berjalan ke arah jendela dan melihat keluar. Pemandangannya indah, halaman benar-benar luas sampai menuju gerbang saja sepertinya harus memakai kereta.

"Tapi kami takut Tuan dan Nyonya marah jika kami memanggil Nona begitu," kata Celsa.

"Ya sudah, di hadapan Ayah dan Ibu panggil seperti itu. Tapi saat denganku panggil Hazel saja."

"Tidak apa-apa?" Celsa mengulangi, Evie hanya menyimak karena sepertinya dia orang yang pemalu.

"Tidak apa, kalian sudah makan?" tanya Hazel lagi, kedua pelayan itu saling memandang lalu menggeleng.

"Belum jam makan kami, Hazel." Evie mengangguk mendengar jawaban Celsa. "Jam makan kami pukul sembilan."

"Kalau begitu, tolong siapkan pakaian yang nyaman untuk aku pakai hari ini, kita jalan-jalan." Celsa dan Evie mengangguk dan segera menyiapkan apa yang Hazel minta begitupun dengan aksesoris lainnya.

Karena Hazel menyukai warna merah, lemarinya benar-benar didominasi oleh warna merah kebanyakan juga pakaian yang menurutnya terlalu ribet untuk dipakai sehari-hari. Beruntung Evie dan Celsa menemukan yang cukup simple, itupun katanya sudah lama tidak dipakai.

Celsa dan Evie tentu kebingungan, tapi tidak bertanya lagi. Setelah selesai bersiap, mereka segera berangkat menggunakan kereta. Hazel memandangi setiap hal yang ia lewati sebagai bekal jika suatu saat ia pergi sendiri jadi tidak tersesat.

"Emm, apa ada tempat makan yang kalian pikir bagus?" tanya Hazel. Sorot mata Evie tampak berbinar ingin mengatakan sesuatu tapi Celsa menahannya.

"Kami takut makanannya tidak sesuai-"

"Tidak-tidak! Katakan saja, aku juga ingin mencoba makan di tempat lain." Hazel menunggu setelah itu.

"Ada restoran baru bukan di dekat butik Ace's, sejalan menuju rumah Tuan Arzhel. Apa kamu ingin sekalian pergi ke sana?" tanya Evie.

Hazel mengernyitkan, memang harus sekali ya bertemu laki-laki itu sekarang? dia belum terlalu tertarik. "Tidak, lain kali aja. Ayo kita ke sana!"

Celsa mengernyit, terlihat kebingungan sekali. "Tapi kamu biasanya setiap hari mengunjungi Tuan Arzhel, bahkan kamu belum bertemu beberapa hari ini. Maaf kalau lancang, apa ada sesuatu?"

"Tidak ada, aku hanya ingin bersantai hari ini." Hazel tersenyum, tak memikirkan hal itu sama sekali. Celsa dan Evie tidak bertanya sampai mereka berhenti di restoran yang sebelumnya Evie maksud. Cukup sederhana, tapi indah dan tampak nyaman dengan dua lantai. Bangunanya berwarna putih dengan dihiasi tanaman bunga yang menjalar. Segar.

Mereka turun dan lantas masuk, Hazel memilih kursi di lantai dua karena menurutnya itu akan nyaman sekali. Namun saat dia sampai di ujung tangga, dia menabrak seorang gadis yang tengah bergandengan dengan seorang laki-laki, dia tidak fokus karena sibuk melihat sana sini.

"Ah, maaf! kamu baik-baik saja?" tanya Hazel panik, tapi saat gadis itu melihatnya, ia buru-buru melepaskan tangannya dari si laki-laki. Hazel yang tidak paham mengernyit bingung karena gadis itu terlihat sangat ketakutan. Saat itulah nama muncul di kepala mereka.

Arzhel Agnan Mageo. Peran utama laki-laki, 19 tahun.

Alexa Hazetta. Protagonis, peran utama perempuan, 18 tahun.

Oh ...

"Hazel, maaf! aku tidak sengaja," kata gadis itu ketakutan, Arzhel menarik tangan Alexa dan kembali menggenggamnya di depannya. Seakan sengaja.

"Oh, tidak apa-apa. Aku yang harusnya minta maaf karena tidak berhati-hati, apa kamu terluka?" tanya Hazel, dia bingung. Apa dia harus berbuat jahat? tapi bagaimana? :)

Arzhel melemparkan tatapan sinis. "Tidak usah berpura-pura, Hazel."

"Apa maksudmu?" Hazel mengernyit, dia bahkan belum melakukan apa-apa.

"Aku tau kamu sengaja menabrak Alexa bukan? jika saja dia tidak sedang bersamaku, kamu pasti sudah menyakitinya." Arzhel berucap dingin sembari menyembunyikan Alexa di belakang punggungnya. Benar-benar takut jika saja ia menyakiti dia.

"Terserah katamu saja, tapi aku benar-benar tidak sengaja." Pandangan Arzhel kali ini tampak menelisik, Alexa juga terlihat menatapnya dengan kebingungan yang tinggi.

"Dengar, Hazel." Laki-laki itu maju 1 langkah dan mengacungkan jari telunjuk padanya. Nada bicaranya tegas dan menekan. "Mau kamu berubah menjadi baik atau bagaimanapun, itu tidak akan merubah pandanganku padamu karena kamu selalu memiliki niat jahat pada Alexa. Aku tidak akan pernah melepaskan kamu jika sampai Alexa terluka lagi. Aku harap perjodohan kita batal karena yang aku cintai hanya Alexa, selamanya."

Kali ini Hazel tersulut emosi. "Aku tidak sengaja menabrak Alexa dan aku sudah meminta maaf. Aku tidak melarang kamu dengan siapapun, aku tidak peduli. Keluarga kita yang menginginkan kita menikah, jika kamu tidak setuju, silahkan bicara pada keluargamu saja."

Hazel berdecak, balas menatap sinis pada Arzhel. Ia memilih untuk pergi saja daripada harus terus berbicara pada laki-laki yang sudah menjadi budak cinta itu. Sial, mulutnya pedas sekali. "Aku tidak mengira jika Arzhel akan semenyebalkan itu. Tapi memang tampan. Argh! kalau saja bukan karena alur cerita aku tidak akan mau bertemu dengannya lagi."

Sedang Arzhel memandangi kepergian Hazel yang lain daripada biasanya. Kali ini dia benar-benar tidak menempelinya sama sekali bahkan berani padanya seperti tadi. Apa yang terjadi? apa otaknya bergeser karena jatuh dari tangga kemarin?

Alexa menarik ujung pakaiannya. "Arzhel, apa Hazel marah kepadaku?"

"Tidak usah dipedulikan. Bisa-bisanya kamu memikirkan dia padahal dia sering berbuat jahat padamu," ujar Arzhel sembari mengusap puncak kepala Alexa.

Gadis itu tersenyum senang. "Hazel sebenarnya baik, aku memang salah seharusnya aku tidak mengganggu kalian karena sudah dijodohkan."

"Tidak, aku tidak mencintainya, Alexa. Aku akan mencari cara agak perjodohannya dibatalkan."

"Terima kasih, Arzhel."

Terpopuler

Comments

gyu_rin

gyu_rin

bentar lagi kena karma lu bang liat aja

2023-09-26

2

gyu_rin

gyu_rin

nethink mulu si arzhel , nanti jatuh cinta nyesel

2023-09-26

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!